Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA MELALUI

PENTINGNYA KETERAMPILAN MEMBACA DALAM


ONTOLOGI ISLAM
Dosen Pengampu: Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D

oleh:

MIFTAHURRAHMAN
15715251015

1
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

PENDAHULUAN

PENGERTIAN

A. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan disiplin ilmu yang diwajibkan
pengajarannya pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga
perguruan tinggi. Setiap lembaga pendidikan telah menjadikan Bahasa dan Sastra
Indonesia sebagai mata kuliah umum atau mata pelajaran wajib karena kedudukannya
sebagai Bahasa Nasional sehingga Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai sarana
komunikasi antardisipliner (lintas disiplin ilmu).
Keberadaan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai disiplin ilmu yang berfungsi
sarana komunikasi tidak bisa dipisahkan dari aktivitas indera manusia hal ini
membuktikan bahwa kegiatan belajar dan mengajar diupayakan melibatkan kelima indera
peserta didik secara aktif terlibat dalam rangkaian skenario pembelajaran sehingga
lingkup pengajaran Bahasa dan sastra Indonesia didasari empat keterampilan berbahasa
menjadi parameter bagi tercapainya kecakapan berbahasa maupun bersastra. Adapun
keempat keterampilan berbahasa dan bersastra meliputi,
1. Keterampilan Berbicara
2. Keterampilan Mendengarkan
3. Keterampilan Membaca, dan
4. Keterampilan Menulis

keempat keterampilan tersebut diupayakan terintegrasi setiap Standar Kompetensi yang


diajarkan pada peserta didik meskipun setiap standar kompetensi memiliki satu
Keterampilan yang difokuskan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia akan lebih baik
jika didesain dengan menyenangkan peserta didik membuat mereka aktif dalam proses

2
kegiatan belajar mengajar sedangkan guru cukup bertindak sebagai fasilitator atau
pembimbing selain itu agar keempat keterampilan berbahasa dan bersastra dapat tercapai
diupayakan pengembangan dari indikator Kompetensi Dasar tergantung kreativitas Guru.

Setiap keterampilan berbahasa dan bersastra memiliki keterkaitan satu sama lain.
Hal ini sangat memungkinkan Guru untuk mengembangkan skenario pembelajaran agar
menyentuh ke ranah keterampilan berbahasa lain. Contoh Kompetensi Dasar Membaca
Novel bisa diintegrasikan dengan keterampilan Menulis Sinopsis Novel yang telah dibaca
bahkan keterampilan berbicara yaitu dengan mengungkapkan pendapatnya tentang novel
tersebut maka perluasan keterampilan berbahasa dalam pengajarannya sangat ditentukan
oleh Guru.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai visi dan misi berlandaskan
tujuan Pendidikan Nasional. Visi dan misi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
sebagaimana yang tertuang dalam tujuan Pendidikan Nasional menjadi landasan dalam
menentukan desain maupun strategi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah
dasar maupun menengah sampai pada perguruan tinggi dimaksudkan untuk
memperkokoh jati diri dan eksistensi Bahasa dan Sastra Indonesia di masyarakat yang
pada akhirnya menumbuhkan rasa bangga berbahasa Indonesia.

B. Keterampilan Membaca
Membaca adalah kegiatan meresepsi, menganalisis, dan menginterpretasi yang
dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
dalam media tulisan (Suwaryono.1989:21). Kegiatan membaca meliputi membaca
nyaring dan membaca dalam hati. Membaca nyaring adalah kegiatan membaca yang
dilakukan dengan cara membaca keras-keras di depan umum. Sedangkan kegiatan
membaca dalam hati adalah kegiatan membaca dengan seksama yang dilakukan untuk
mengerti dan memahami maksud atau tujuan penulis dalam media tertulis.
Membaca nyaring adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan cara membaca
keras-keras di depan umum. Proses membaca nyaring ini sering digunakan oleh
seseorang untuk menyampaikan gagasan terhadap orang lain dengan cara membaca teks
yang ada. Membaca dengan metode ini dilakukan dalam bentuk pidato, khotbah, debat,

3
diskusi, wawancara, dan segala kegiatan yang berurusan tentang penyampaian di depan
umum.
Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca dengan seksama yang dilakukan
untuk mengerti dan memahami maksud atau tujuan penulis dalam media tertulis.
Membaca dalam hati meliputi dua aspek yaitu membaca ekstensif (extensive reading) dan
membaca intensif (intensive reading). Membaca ekstensif adalah tahapan awal dimana
pembaca dituntut untuk bisa menyurvei atau menilai dengan membaca secara sekilas mau
pun membaca dangkal. Sedangkan membaca intensif merupakan tahapan lanjutan untuk
dapat memahami isi dan memahami konteks bahasa yang digunakan dalam penulisan.
Membaca merupakan proses memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media tulisan. Hal tersebut berarti keterampilan membaca mengandung
unsur-unsur: (1) suatu proses kegiatan yang aktif-kreatif, (2) objek dan atau sasaran
kegiatan membaca yaitu lambang-lambang tertulis sebagai penuangan gagasan atau ide
orang lain, dan (3) adanya pemahaman yang bersifat menyeluruh. Dalam pengertian
tersebut, pembaca dipandang sebagai suatu kegiatan yang aktif karena pembaca tidak
hanya menerima yang dibacanya saja melainkan berproses untuk memahami, merespon,
mengevaluasi, dan menghubung-hubungkan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang
ada pada dirinya. Adapun membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari
aktivitas yang dilakukan pada saat membaca. Jadi dapat dikatakan bahwa keterampilan
membaca adalah keterampilan yang dimiliki seseorang untuk memahami isi wacana tulis.
Membaca juga bisa berupa proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-
kata/bahasa tulis (H.G. Tarigan, 1987:7). Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata
yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar
makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka
pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses
membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 1987:7).
Membaca merupakan kegiatan merespons lambang-lambang tertulis dengan
menggunakan pengertian yang tepat (Ahmad S. Harjasujana dalam St.Y. Slamet,
2008:67). Hal tersebut berarti bahwa membaca memberikan respons terhadap segala
ungkapan penulis sehingga mampu memahami materi bacaan dengan baik. Sumber yang

4
lain juga mengungkapkan bahwa membaca merupakan perbuatan yang dilakukan
berdasarkan kerjasama beberapa keterampilan, yakni mengamati, memahami, dan
memikirkan (Jazir Burhan dalam St.Y. Slamet, 2008:67).
Kegiatan membaca merupakan penangkapan dan pemahaman ide, aktivitas
pembaca yang diiringi curahan jiwa dalam menghayati naskah. Proses membaca diawali
dari aktivitas yang bersifat mekanis yakni aktivitas indera mata bagi yang normal, alat
peraba bagi yang tuna netra. Selama proses tersebut berlangsung nalar dan institusi yang
bekerja, berupa proses pemahaman dan penghayatan. Selain itu aktivitas membaca juga
mementingkan ketepatan dan kecepatan juga pola kompetensi atau kemampuan bahasa,
kecerdasan tertentu dan referen kehidupan yang luas.
Dari berbagai pengertian membaca tersebut dapat ditarik simpulan bahwa kegiatan
membaca adalah memahami isi, ide atau gagasan baik yang tersurat maupun tersirat
dalam bahan bacaan. Dengan demikian, pemahaman menjadi produk yang dapat diukur
dalam kegiatan membaca, bukan perilaku fisik pada saat membaca. Hakikat atau esensi
membaca adalah pemahaman (St.Y. Slamet, 2008:68).
Lebih lanjut Hardjasujana (2008:112) mengungkapkan bahwa pembaca harus
memiliki empat persyaratan pokok antara lain: (1) pengetahuan tentang bidang ilmu yang
disajikan dalam bahan yang sedang dibaca, (2) sikap bertanya dan menilai yang tidak
tergesa-gesa, (3) menerapkan berbagai metode analisis yang logis atau penelitian ilmiah,
dan (4) tindakan yang diambil didasarkan proses berpikir yang analitis.
Dari segi jenjangnya, membaca dikelompokkan menjadi dua, yakni membaca
permulaan dan membaca lanjut.

1. Membaca permulaan
Membaca permulaan ialah kegiatan membaca yang mampu melafalkan huruf
dengan benar dan memperoleh informasi.

2. Membaca lanjut
Membaca lanjut adalah keterampilan membaca yang dapat dilakukan apabila
pembaca sudah bisa membaca teknik atau membaca permulaan.

5
Dari segi pelaksanaannya, membaca dikelompokkan menjadi dua, yakni membaca
nyaring dan membaca dalam hati atau membaca sunyi.

1. Membaca nyaring
Membaca nyaring merupakan proses membaca yang diucapkan dengan suara
lantang, dengan intonasi dan jeda yang tepat, sangat memperhatikan tanda baca dan
dilaksanakan dengan lancar agar mudah ditangkap oleh pendengar dan penyimak.
Membaca nyaring atau membaca bersuara terdiri atas membaca teknik dan membaca
estetik. Keduanya mementingkan kelancaran dan kebenaran pengucapan kata, suara yang
jelas dan fasih, intonasi, dan jeda yang tepat, pemahaman makna serta penyampaian yang
hidup dan komunikatif

a. Membaca teknik
Membaca teknik mementingkan kebenaran pelafalan serta meningkatkan tingkat
pemahaman pembaca terhadap materi-materi ilmiah.

b. Membaca estetik
Membaca estetik berorientasi pada ketajaman perasaan menikmati keindahan karya
sastra. Membaca estetis sering dipraktikkan dalam lomba poetry reading (pembacaan
puisi), pembacaan cerpen, naskah drama dan terjemahan kitab suci.

2. Membaca dalam hati


Membaca dalam hati adalah membaca yang dilakukan dalam batin saja, mata atau
pandangan kita menyusuri untaian kata dari kiri ke kanan (untuk huruf latin, huruf arab
sebaliknya), dari atas ke bawah, tanpa mulut berkomat kamit. Membaca dalam hati
bersifat personal, karena manfaat langsungnya hanya bisa dinikmati oleh sang pembaca.
Membaca dalam hati terdiri atas membaca intensif, membaca ekstensif, membaca kritis,
membaca kreatif, membaca cepat dan membaca apresiatif.

6
a. Membaca intensif
Membaca intensif merupakan program kegiatan membaca yang dilakukan secara
seksama. Dalam hal ini, para siswa hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan
bacaan yang ada. Program membaca intensif merupakan salah satu upaya untuk
menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara kritis.

b. Membaca ekstensif
Membaca ekstensif merupakan membaca yang dilakukan secara luas. Siswa
diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam hal memiliki baik jenis maupun lingkup
bahan-bahan bacaan yang dibacanya. Program membaca ini sangat besar manfaatnya
dalam memberikan aneka pengalaman yang sangat luas kepada para siswa yang
mengikutinya.

c. Membaca kritis
Membaca kritis adalah jenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, sepenuh
hati, mendalam, evaluatif, analisis dan tidak hanya untuk mencari kesalahan.

d. Membaca kreatif
Membaca kreatif merupakan proses membaca untuk mendapatkan nilai tambah dari
pengetahuan baru yang terdapat dalam bacaan dengan mengidentifikasi ide-ide yang
menonjol atau mengkombinasikan pengetahuan yang sebelumnya pernah didapatkan.

e. Membaca cepat
Membaca cepat dilaksanakan dengan menggunakan jumlah buku dan bacaan yang
cukup banyak, dalam waktu yang singkat dengan pemahaman yang tepat. Cara
pembacaan dilakukan dari atas ke bawah, dengan kecepatan 300-350-400 kata per menit.

f. Membaca apresiatif
Membaca apresiatif mementingkan penghayatan, kemampuan merasakan keindahan
naskah dan bisa menghargai keberadaan ide-ide dalam teks. Membaca apresiatif
dilaksanakan di dalam hati.

7
C. Ontologi Islam
Ontologi terdiri atas dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu
yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang
mempersoalkan hakikat keberadaan atau wujud segala sesuatu yang ada menurut tata
hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan
ada kuasa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam
keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007: 144).
Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi
filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi digunakan
ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang
yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi berupaya mencari
inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa obyek formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Ontologi
membahas apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian
mengenai teori tentang ada (Jujun S. Suriasumantri, 2003: 34).

Ontologi Islam membahas hakikat substansi dan pola organisasi pendidikan


maupun pengajaran dalam konteks agama Islam. Secara ontologis, Pendidikan Islam
adalah hakikat dari kehidupan manusia sebagai makhluk berakal dan berfikir. Jika
manusia bukan makluk berfikir tentu tidak ada pendidikan. Selanjutnya pendidikan
sebagai usaha pengembangan diri manusia dan dijadikan alat untuk mendidik.
Kajian ontologi ini tidak dapat dipisahkan dengan Sang Pencipta. Allah telah
membekalkan beberapa potensi kepada kita untuk berfikir. Selanjutnya apakah
sebenarnya hakekat adanya pendidikan Islam itu?
Tiga dasar tentang makna “pendidikan” dalam Islam yaitu :
a. Ta’lim, kata ini telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan
Islam. Mengacu pada pengetahuan, berupa pengenalan dan pemahaman terhadap segenap
nama-nama atau benda ciptaan Allah. Ta’lim sebagai proses transmisi (perpindahan)
berbagai Ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan
tertentu.

8
b. Al tarbiyah, penggunaan istilah ini berasal dari kata Rabb walaupun kata ini
memiliki banyak arti akan tetapi pengertian dasarnya menunjukan kata tumbuh,
berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian (keberadaannya).
c. Al-Ta’dib, cukup banyak yang berpendapat bahwa istilah yang paling tepat
untuk menunjukan pendidikan islam adalah al-Ta’dib, kata ini berarti pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam diri manusia (peserta
didik) tentang pengenalan maupun pengajaran tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini sebagai tatanan penciptaan.
Dari ketiga dasar makna “pendidikan” di atas, berbagai pakar telah merumuskan
tentang pendidikan dalam Islam, sebagai berikut:

1. Ahmad. D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan


jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
Islam.
2. Saefuddin Anshari mengatakan pendidikan Islam adalah proses bimbingan
(pimpinan, tuntutan, susulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran,
perasaan dan kemauan, intuisi, dsb).
3. M. Yusuf al Qardawi mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan
manusia seutuhnya akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan
keterampilannya.
4. Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu
sistem yang dapat mengarahkan kehidupan peserta didik sesuai dengan ideologi Islam.
Dengan demikian secara ontologis pemahaman terhadap pendidikan Islam tidak
dapat dipisahkan dengan Allah SWT selaku Pencipta manusia. Karena pendidikan Islam
ditujukan pada terbentuknya kepribadian Muslim yang dapat memenuhi hakikat
penciptaannya, yakni menjadi Pengabdi Allah SWT.

9
PEMBAHASAN

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan disiplin ilmu yang secara
khusus mengkaji Bahasa dan Sastra Indonesia dalam bidang pendidikan. Kedudukan
Bahasa dan sastra Indonesia sebagai disiplin ilmu akan dikaitkan dengan keterampilan
membaca dalam pandangan ontologi Islam.
Hubungan antara Ilmu dan Agama sebagaimana yang dipaparkan oleh Prof. Dr.
Djohar, M.S. dalam Jurnalnya yang berjudul Integrasi-Interkoneksi Ilmu dan Agama
menjelaskan hubungan integrasi dan interkoneksi antara ilmu dengan agama maupun
agama dengan ilmu. Tiga hal yang bisa saya simpulkan dari hubungan ilmu dengan
agama terkait dengan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang pertama antara ilmu
dan agama memiliki kesatuan objek maupun instrumen kajian dalam pendidikan dan
yang kedua perintah Allah swt yaitu anjuran Membaca (Iqra’) sebagai perolehan ilmu
pengetahuan yang selaras dengan salah satu keterampilan Bahasa dan Sastra Indonesia
sebagai perintah untuk menuntut ilmu dan yang ketiga membaca ayat-ayat Allah SWT
sebagaimana makna ayat Qauliyah dan Kauniyah.

1. Ilmu dan Agama Memiliki Objek maupun Instrumen kajian yang sama.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai ilmu memiliki objek maupun
instrumen kajian yang sama dengan Agama khususnya Islam. Agama Islam memiliki
Kitab suci (buku) Al-Qur’an sebagai sumber bacaan yang berisi petunjuk manusia untuk
belajar dan beramal di alam ini Gilbert (1991) dalam Djohar mengemukakan bahwa
objek kajian baik ilmu maupun agama adalah sama yaitu ayat-ayat Allah swt.
Jika kita berbicara dalam konteks Ilmu dalam arti Bahasa dan Sastra Indonesia
maka “Membaca” merupakan sebuah keterampilan meresepsi, menganalisis, dan
menginterpretasi yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan oleh penulis dalam media tulisan (Suwaryono.1989:21). Sedangkan makna
“membaca” dalam konteks agama Islam memiliki makna yang luas sebagaimana
kandungan dalam surat Al-Alaq ayat 1sampai 5 merupakan wahyu pertama yang diterima

10
Rasulullah saw adalah anjuran untuk membaca artinya kita diperintahkan untuk membaca
alam, meneliti, mengetahui maupun mendalami segala gejala maupun dinamika alam ini
jadi pada hakikatnya perolehan ilmu bersumber dari mempelajari alam sebagaimana yang
diperintahkan dalam agama dengan begitu secara ontologi, ilmu maupun agama
menganjurkan kita untuk membaca sebagai proses perolehan ilmu pengetahuan.
Ilmu dengan agama juga memiliki kesamaan instrumen yang digunakan sebagai
tolak ukur. Agama memiliki tiga instrumen sebagai tolak ukur yaitu pikiran, hati dan
indera/laku sedangkan Ilmu sebagaimana instrumen yang digunakan dalam evaluasi diri
peserta didik dalam pendidikan mencakup kognitif (pikiran/kecerdasan), Afektif (sikap)
dan Psikomotorik (keterampilan) ketiga instrumen tersebut membuktikan hubungan yang
sama antara ilmu dengan agama.

2. Perintah Allah SWT yaitu anjuran untuk membaca.


Manusia yang dititahkan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini dengan
diberi potensi akal, pada dasarnya dituntut untuk berlomba-lomba mengembangkan
potensi diri karena manusia akan dimintakan pertanggungjawaban atas semua usaha yang
pernah dilakukannya kelak dihadapan Allah SWT.
Secara naluri dalam fitrahnya, manusia adalah makhluk yang memiliki rasa ingin
tahu yang sangat tinggi. Maka dari itu, semua manusia baik muda maupun tua, anak kecil
maupun orang dewasa berusaha untuk mengetahui segala sesuatu yang belum
diketahuinya. Maka tidak heran jika semua anak kecil tatkala melihat atau mendengar
sesuatu yang asing baginya pasti mereka akan bertanya, baik kepada orang tua atau orang
yang dekat dengannya. Hal demikian karena secara instingtif anak ingin mengetahui
segala sesuatu yang belum diketahuinya itu. Tetapi sebelum bertanya, tentunya mereka
juga sudah meraba-raba apakah hal tersebut dan untuk memastikannya mereka lalu
bertanya kepada orang lain. Jadi, pada dasarnya memang semua manusia telah 'membaca'
dalam arti luas namun belum terstruktur sebagai upaya untuk menghimpun pengetahuan
dan mengaktualisasikannya secara nyata dalam kehidupan sosial.

11
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, wahyu yang pertama kali turun
kepada Nabi saw. adalah Iqra' atau 'membaca', meskipun Beliau dalam kondisi Ummi
(yang tidak pandai membaca dan menulis). Secara etimologis Iqra' diambil dari akar kata
qara'a yang berarti 'menghimpun', sehingga tidak selalu harus diartikan 'membaca sebuah
teks yang tertulis dengan aksara tertentu'. Selain bermakna 'menghimpun', kata qara'a
juga memiliki sekumpulan makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak. Allah
swt. berfirman :

.
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah".

Kata Iqra' dalam surah al-'Alaq di atas oleh banyak ahli tafsir diartikan 'bacalah!',
tetapi apa yang harus dibaca? dalam satu riwayat, Nabi saw. setelah mengalami
kepayahan karena dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril a.s. beliau
lantas bertanya: Ma aqra' ya jibril? namun pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh
malaikat Jibril a.s., karena Allah menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa
saja, selama membaca tersebut dilandasi bismirabbika (atas nama Allah), dalam arti
bermanfaat untuk kemaslahatan makhluk di alam ini. Pengaitan ini merupakan syarat
sehingga menuntut pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi
juga antara lain mampu memilih bahan-bahan bacaan yang tidak menghantarnya kepada
hal-hal yang bertentangan dengan perintah Allah SWT.

Kata Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah
alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri baik yang tertulis maupun tidak.
Jadi, objek perintah iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau. Allah
menegaskan bahwa Dia-lah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah
maknanya Manusia diarahkan untuk meneliti, memahami, dan mendalami proses
penciptaan dirinya. Dimana manusia diciptakan oleh Allah dari segumpal darah, sesuatu

12
yang menjijikkan dan hina, lalu berkembang hingga berbentuk sempurna dan diberikan
kepadanya ruh. Namun ditegaskan ulang manusia memang harus membaca sebagai kunci
utama untuk menghimpun pengetahuan. Itulah perintah Allah SWT untuk meninggikan
derajat manusia sebagai khalifahnya di muka bumi.
Membaca memiliki makna yang luas adalah syarat pertama dalam pengembangan
ilmu dan tekhnologi serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban yang
berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab (bacaan).

Selanjutnya, Allah berfirman:

"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya".

Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini, bukan sekedar


menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak diperoleh kecuali mengulang-
mengulangi bacaan atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas
maksimal kemampuan. Tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi
bacaan dengan bismirabbika (atas nama Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan
wawasan baru walaupun yang dibaca adalah topik yang sama. Mengulang-ulang
membaca al-Qur'an tentunya akan menimbulkan penafsiran baru, pengembangan
gagasan, dan ketenangan jiwa. Berulang-ulang 'membaca ' alam raya, membuka tabir
rahasia-Nya dan memperluas wawasan.

Lima ayat di atas, menjelaskan betapa Islam sangat menganjurkan manusia untuk
membaca, dalam Al-Qur'an telah dijelaskan adanya pertolongan Allah swt untuk manusia
dengan mengembangkan pikiran/akal, hati, dan indera.

13
3. Membaca Ayat-ayat Allah sebagaimana makna ayat Qauliyah dan Kauniyah
Allah SWT satu-satunya Tuhan yang patut kita sembah. Tiada tuhan selain Allah.
Begitu maha kasih dan sayang Allah telah menciptakan alam semesta dan makhluk-
makhluknya. Sungguh manusia telah diberikan beragam nikmat dan karunia serta hikmah
dan pelajaran. Sebagai umat Nabi akhir zaman sungguh Allah begitu kasihnya dengan
memfirmankan langsung apa yang diwahyukannya melalui Al Qur'an. Dengan Al
Qur'anlah manusia dapat berinteraksi dengan Rabbnya. Mukjizat nabi yang sangat besar
dan agung ini bahkan hingga saat ini terasa sangat manfaatnya bagi dunia dan alam
semesta. Sungguh akan bahagia dan selamat siapa saja yang dapat mengambil hikmah
dan pelajaran dari setiap karunia ilmu yang ada dalam Al-Qur'an. Selain itu Allah juga
memberikan kita bukti kuasaNya dengan adanya ayat-ayat yang tak tersurat dalam Al
Qur'an dan pantaslah kita sebagai hamba dan makhlukNya untuk senantiasa berkhidmat
memikirkan setiap kejadian dan hikmah yang ada dari ayat-ayat Qauliyah ataupun
Kauniyah.
Qauliyah adalah ayat-ayat yang sudah tertulis dalam Al qur'an sedangkan ayat-ayat
Kauniyah adalah ayat-ayat Allah yang ada di sekitar kita alam, kejadian, persoalan hidup,
dan semua dinamika yang ada dalam kehidupan. Sungguh Allah maha pengasih dan
penyayang pada setiap makhlukNya.
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam
semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya,
mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan.
Allah swt. berfirman: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq:1-5) semoga
kita termasuk hambaNya yang berpikir dan senantiasa berdzikir memikirkan setiap ayat
yang telah Allah tunjukkan kepada kita sebagai orang-orang yang beriman. Semoga Allah
senantiasa memberikan jalan yang lurus kepada kita, yaitu jalan orang-orang terdahulu
yang telah diberikan nikmat dan bukan orang-orang yang telah diberikan murka.

14
Tujuan utama dan pertama kita membaca ayat-ayat Allah adalah agar kita semakin
mengenal Allah (ma’rifatullah). Dan ketika kita telah mengenal Allah dengan baik, secara
otomatis kita akan semakin takut, semakin beriman, dan semakin bertakwa kepada-Nya.
Karena itu, indikasi bahwa kita telah membaca ayat-ayat Allah dengan baik adalah
meningkatnya keimanan, ketakwaan, dan rasa takut kita kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang semestinya terjadi pada diri kita setelah kita membaca ayat-ayat qauliyah
adalah sebagaimana firman Allah berikut ini: “Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.” (QS Al-Anfal: 2) dan yang semestinya terjadi pada diri kita setelah kita
membaca ayat-ayat kauniyah adalah sebagaimana firman Allah berikut ini: “Dan mereka
mentafakkuri (memikirkan) tentang penciptaan langit dan bumi (lalu berkata): ‘Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia; Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali ‘Imran: 191)
Selanjutnya, kita juga membaca ayat-ayat Allah agar kita memahami sunnah-
sunnah Allah (sunnatullah), baik itu sunnah Allah pada manusia dalam bentuk ketentuan
syar’i (taqdir syar’i) maupun sunnah Allah pada ciptaan-Nya dalam bentuk ketentuan
penciptaan (taqdir kauni) dengan memahami ketentuan syar’i, kita bisa menjalani
kehidupan ini sesuai dengan syariat yang ia kehendaki, dan dalam hal ini kita bebas untuk
memilih untuk taat atau ingkar. Namun, apapun pilihan kita (taat atau ingkar) memiliki
konsekuensinya masing-masing.
Adapun dengan memahami ketentuan penciptaan, baik itu mengenai alam maupun
sejarah dan ihwal manusia, kita akan mampu memanfaatkan alam dan sarana-sarana
kehidupan untuk kemakmuran bumi dan kesejahteraan umat manusia. Dengan
pemahaman yang baik mengenai ketentuan tersebut, kita akan mampu mengelola
kehidupan tanpa melakukan perusakan. Maka pada akhirnya, marilah kita kembali
kepada Allah secara Kaffah. Karena semuanya akan diperhitungkan.

15
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perintah agama tentang membaca merupakan perintah yang sangat penting bagi
umat manusia. Dengan kegiatan membaca melahirkan temuan-temuan baru yang
mengantar manusia mencapai derajat kesempurnaan. Dengan membaca peradapan dapat
di bangun. Namun kegiatan membaca harus di bawah bimbingan agama agar tidak
membahayakan baik bagi pembaca maupun pihak lain. Membaca dalam ajaran agama
bukan hanya dalam arti sains (ilmu) tapi juga dalam arti agama. Manusia seperti inilah
yang dikehendaki Allah SWT sebagai khalifah di bumi.
Dengan membaca, sebagaimana perintah Allah swt, kaum muslimin dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan sehingga Allah swt akan meninggikan derajatnya. Allah
swt juga telah memerintahkan manusia untuk memperhatikan ciptaan Allah swt dan
mempelajarinya hingga bermanfaat bagi kehidupan di dunia.
Ayat Qauliyah adalah kalam Allah (Al Qur’an) yang diturunkan secara formal
kepad Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, jalurnya
tidak formal dan manusia mengeksplorasi sendiri.
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam
semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya,
mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan.
Allah swt. berfirman: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq:1-5)
Bericara tentang alam dan fenomenanya. Paling sedikit ada dua hal yang dapat
disimpulkan:
a. Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk
memperhatikan dan mempelajari alam semesta dalam rangka memperoleh
manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupanya dan mengantarkan kepada
kesadaran-kesadaran akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT.
b. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan,
dimiliki, dan dibawah kekuasaan Allah SWTserta diatur dengan sangat teliti.

16
B. Saran
Penulis Menyadari masih banyak kekurangan yang dijumpai dalam makalah ini
karena keterbatasan ini menandakan bahwa kekurangan merupakan fitrah manusia
sebagai makhluk yang tidak luput dari kekeliruan maupun kesalahan. Oleh karenanya,
sudah sewajarnya harus membuka diri untuk menerima saran maupun arahan untuk lebih
baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Y.Slamet,ST..2008.Dasar-Dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah


Dasar.Surakarta:UNS Press.

Zuhairini,dkk..2004.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Bumi Aksara.

Suhartono,Suparlan.2008. Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Filsafat.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media


Grup.

S.Suriasumantri,Jujun.2003.Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Jalaludin. 2001.Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hardjasujana, A. (dkk.). 2008. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hardjasujana, A, dan Vismaia Damaianti. 2003. Membaca dalam Teori dan Praktik. Bandung:
Penerbit Mutiara.

Tarigan, H.G. 1987. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wiryodijoyo,Suwaryono.1989.Membaca:Strategi Pengantar dan Tekniknya.Bengkulu:FKIP


Universitas Bengkulu.

M.S.,Djohar._____.Integrasi-Interkoneksi Ilmu & Agama.Jurnal.

18

Anda mungkin juga menyukai