SISWA KELAS 1 SD (Study Kasus di SDN 03 Manisrejo, Kec. Taman, Kota Madiun)
TUGAS MATA KULIAH BIMBINGAN KONSELING
DOSEN PENGAMPU: Melik Budiarto, S.Sos., MA.
Oleh: Alifia Navrielda Putri 2002101147
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI MADIUN 2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan manusia untuk menggali cakrawala pengetahuan secara luas (Budyartati, 2014). Pendidikan dasar diawali sejak usia dini, terlebih pada usia SD yang memiliki peranan penting dalam kehidupan dan kepribadian siswa. Pendidikan dasar yang diajarkan anak usia dini yaitu menulis dan membaca. Dalam proses pembelajaran, dimana akan ada siswa yang bisa belajar dengan lancar dan baik, namun ada juga yang mengalami kesulitan. Kesulitan yang sering terjadi pada siswa SD kelas rendah yaitu kesulitan membaca. Membaca ialah aktivitas melafalkan tulisan yang diawali dengan melihat suatu bacaan dan memerlukan proses pemahaman terhadap makna kata-kata atau kalimat yang artinya kesatuan dalam pandangan sekilas. Membaca merupakan kemampuan dasar yang wajib dimiliki oleh setiap anak, karena dengan belajar membaca anak akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan dan pengalaman baru. Oleh karena itu, belajar membaca sangat diperlukan dan diajarkan sejak usia dini. Pengajaran membaca di SD terbagi menjadi 2 tahapan yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan yang diajarkan di kelas I dan II memiliki peranan yang sangat penting. Bagi siswa belajar membaca merupakan bagian yang penting dalam hidupnya. Karena dengan belajar membaca mereka dapat mengenal awal proses belajar sistematis dan dapat mengetahui ilmu pengetahuan. Selain itu, belajar membaca merupakan kunci keberhasilan dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Memang terdapat beberapa anak yang belajar membacanya lebih cepat dibandingkan dengan yang lainnya. Pada umumnya anak mulai belajar membaca ketika berusia lima atau enam tahun. Tetapi masih ada anak berusia tujuh atau delapan tahun yang belum memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami kesulitan dalam membaca termasuk belajar. Karena biasanya pada umur tersebut siswa sudah bisa membaca mandiri. Selain itu, tugas utama seorang siswa adalah belajar. Menurut Howard L. Kingsley, “Learning is the process by which behaviour (in the broader sense) is originated or changed through practice or training”, yang berarti bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam artian luas) ditimbulkan melalui praktek dan Latihan. Selain itu, belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang, baik dimana dan kapan saja selama orang itu memiliki niat yang serius untuk belajar. Namun fakta dilapangan masih ada siswa yang belum bisa membaca seperti pada kelas 1 di SDN 03 Manisrejo. Ketidakmampuan membaca akan menjadi hambatan dalam belajar. Karena siswa menjadi tidak bisa mendapat pengetahuan dan informasi dari suatu pelajaran. Hal ini akan berakibat pada prestasi belajarnya. Untuk masalah-masalah yang dialami oleh siswa seperti kesulitan membaca ini sering kali tidak mendapat perhatian dari guru. Guru hanya memberikan contoh membaca yang kemudian siswa ikuti apa yang dicontohkan oleh gurunya. Sehingga siswa yang belum bisa membaca hanya mengingat kata-kata yang dicontohkan oleh guru tanpa memperhatikan rangkaian hurufnya. Selain itu, guru cenderung tidak menggunakan media atau metode pembelajaran yang dapat menarik minat siswa. Maka dengan penelitian ini, penulis menganalisis kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 SD agar pembelajaran di kelas dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak ada anak yang tertinggal dalam penyampaian materi oleh guru. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada di SDN 03 Manisrejo, maka penulis merumuskan sebagai berikut: 1. Apa saja kesulitan dalam membaca permulaan pada siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi siswa kelas 1 mengalami kesulitan membaca permulaan di SDN 03 Manisrejo? 3. Bagaimana cara mengatasi kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 di SDN 03 Manisrejo? BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tinjauan Membaca 1. Pengertian Membaca Menurut Mulyono Abdurrahman, (1996: 171) mengemukakan bahwa membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, tetapi juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis. Jadi membaca menurut A.S. Broto merupakan komunikasi tulis dengan mengucapkan lambang bunyi bahasa, menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Dalman (2014: 5) menjelaskan bahwa membaca merupakan proses berpikir untuk memahami isi teks yang dibaca, sehingga membaca lebih berupa kegiatan memahami dan menginterpretasikan lambang/ tanda/ tulisan yang bermakna sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca. Jadi menurut Dalman membaca lebih merupakan kegiatan memahami interpretasi lambang tulisan bermakna sehingga pembaca dapat menerima pesan yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya, Tarigan, Henry Guntur (2008: 7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis. Dalam proses tersebut, kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas sehingga makna kata-kata akan dapat diketahui. Jadi menurut Henry membaca merupakan proses memahami bahasa tulis untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis. Menurut Ninik M.Kuntarto (2013) membaca secara sederhana dikatakan sebagai proses membunyikan lambang bahasa tertulis. Membaca secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses memahami pesan atau informasi yang terkandung dalam suatu teks. Zainuddin (1992: 124) menyatakan bahwa membaca dalam arti sederhana adalah menyuarakan huruf atau deretan huruf yang berupa kata atau kalimat. Pada hakikatnya, membaca adalah melihat tulisan dan menyuarakan atau tidak bersuara (dalam hati) serta mengerti isi tulisannya. Jadi membaca menurut Zainuddin berupa kegiatan melihat tulisan dan menyuarakan ataupun tidak serta mengerti isi tulisan yang dibaca. Berdasarkan penjelasan dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses memahami tulisan yang bermakna untuk mendapatkan suatu informasi dari penulis tersebut. 2. Tujuan Membaca Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, serta memahami makna dalam bacaan. Menurut Tarigan (2015: 9) tujuan membaca sebagai berikut; 1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta 2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama 3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita 4) Membaca untuk menyimpulkan 5) Membaca untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan 6) Membaca untuk menilai dan mengevaluasi 7) Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan. Sedangkan menurut Rahim, Farida (2008:11) tujuan membaca mencakup antara lain; 1) kesenangan, 2) menyempurnakan membaca nyaring, 3) menggunakan strategi tertentu, 4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topic, 5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, 6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, 7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, 9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan tujuan dari membaca adalah dapat mengetahui berbagai macam pengetahuan, informasi serta dapat menyimpulkan isi dari suatu bacaan tersebut. 2.2 Tinjauan Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan Menurut Rahim, Farida (2005: 2) membaca permulaan berlangsung pada kelas- kelas awal, yaitu SD kelas I, II dan III. Penekanan membaca pada tahap ini adalah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi- bunyi bahasa. Sementara proses memahami makna (meaning) lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi. Jadi membaca permulaan menurut Farida Rahim berlangsung di kelas I, II, dan III dengan penekanan pada pengenalan huruf dengan bunyi Bahasa. Menurut Dardjowidjojo, Soenjono (2010) membaca permulaan sering disebut membaca lugas atau membaca dalam tingkat awal. Kegiatan dalam tingkat ini belum sampai pada pemahaman secara kompleks. Materi yang dibaca masih sangat sederhana, masih terdiri dari suku kata dan belum pada membaca kalimat panjang. I.G.A.K. Wardani (1995: 56) mengemukakan bahwa membaca permulaan diberikan kepada anak kelas I dan II SD. Tekanan utama adalah menyuarakan tulisan atau simbol, meskipun makna dari yang dibaca tidak dapat diabaikan. Hal ini perlu ditekankan karena pemahaman makna mempermudah pengenalan huruf. Jadi menurut I.G.A.K. Wardani, membaca permulaan yang diberikan di kelas I dan II menekankan pada menyuarakan tulisan dengan tidak mengabaikan makna dari yang dibaca. Sedangkan menurut Susanto, Ahmad (2011: 83) membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini merupakan perhatian pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca permulaan merupakan membaca pada tingkat awal yang berlangsung pada kelas I dan II yang ditekankan adalah pengenalan huruf dengan menyuarakan tulisan atau simbol. 2. Tujuan Membaca Permulaan Rahim, Farida (2005: 124) mengemukakan bahwa tujuan umum membaca adalah pemahaman, menghasilkan siswa yang lancar membaca. Tujuan khusus dalam membaca bergantung pada kegiatan atau jenis membaca yang dilakukan seperti membaca permulaan. Selanjutnya menurut I.G.A.K. Wardani (1995: 56) tujuan utama dari membaca permulaan adalah agar anak dapat mengenal tulisan sebagai lambang atau simbol bahasa sehingga anak-anak dapat menyuarakan tulisan tersebut. Di samping tujuan tersebut, pembentukan sikap positif serta kebiasaan rapi dan bersih dalam membaca juga perlu diperhatikan. Menurut Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar (2008: 289) tujuan pembelajaran membaca dibagi menjadi tingkat pemula, menengah, dan mahir. Menurutnya, tujuan pembelajaran bagi tingkat pemula adalah sebagai berikut. a. Mengenali lambang-lambang (simbol-simbol bahasa), dengan membaca anak akan langsung melihat lambang-lambang bahasa dan anak semakin memahami perbedaan dari lambang-lambang bahasa. b. Mengenali kata dan kalimat, dengan mengenal lambang-lambang anak juga akan mengenal kata kemudian mengenal kalimat-kalimat. c. Menemukan ide pokok dan kata kunci. d. Menceritakan kembali cerita-cerita pendek. Sedangkan menurut Istarocha, (2012: 14), tujuan pembelajaran membaca permulaan agar peserta didik mampu memahami dan menyuarakan kalimat sederhana yang ditulis dengan intonasi yang wajar, peserta didik dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat dalam waktu yang relatif singkat. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca permulaan adalah agar peserta didik dapat mengenali lambang tulisan dan melafalkannya untuk memahami dan mengenali kata kemudian kalimat-kalimat. 2.3 Tinjauan Kesulitan Membaca 1. Pengertian Kesulitan Membaca Menurut Abdurrahman, Mulyono (1996: 4-5), kesulitan belajar merupakan terjemahan istilah bahasa Inggris learning disability. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidakmampuan, sehingga terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Andriana, Elga (2014: 128) dalam Amitya Kumara mengatakan bahwa kesulitan belajar dipahami sebagai kondisi ketika anak memiliki kemampuan intelegensi rata- rata atau di atas rata-rata, namun menunjukkan kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik. Artinya, kemampuan aktualnya tidak sesuai dengan potensinya. Kesulitan membaca (Aphroditta, 2013:59) adalah kondisi yang menyebabkan masalah dalam persepsi, terutama yang mempengaruhi kemampuan membaca. Sedangkan menurut Subini (2013:53) kesulitan membaca atau disleksia learning merupakan kemampuan membaca anak yang berada di bawah kemampuan yang seharusnya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Feifer (2011: 21-22) dalam (Flanagan, Dawn P. & Alfonso, Vincent C. 2011) menjelaskan bahwa siswa dengan kesulitan membaca dipandang sebagai manifestasi kesulitan yang memenuhi syarat untuk pemberian dukungan dan akomodasi melalui rencana pendidikan individu yang disebut Individual Education Plan (IEP). Anak- anak dengan kesulitan membaca memiliki sarana intelektual untuk memperoleh keterampilan membaca secara fungsional, tetapi berprestasi rendah di sekolah karena kesulitan yang melekat pada pembelajaran. Kesulitan membaca menurut Olson & Byrne (2005: 191) adalah kegagalan untuk belajar, dan belajar adalah sesuatu yang terjadi sepanjang waktu. Itu mungkin saja, oleh karena itu, bahwa penyebab yang sebenarnya dalam turunan kesulitan membaca merupakan proses dinamis yang mempengaruhi kemampuan anak untuk mengeksploitasi instruksi membaca, seperti yang disarankan oleh data, tinjauan sebelumnya, dalam pengaruh seluas mungkin pada parameter penilaian belajar. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan membaca adalah suatu kondisi atau kemampuan anak di atas rata-rata, hanya saja menunjukkan kegagalan dalam belajar. Yang berarti kemampuan aktualnya tidak sesuai dengan potensinya. 2. Aspek-Aspek Kemampuan Membaca Permulaan Menurut Tarigan (2015), ada tiga aspek penting dalam kemampuan membaca permulaan, yaitu: a. Pengenalan pada bentuk-bentuk huruf dan tanda baca. Pada tahap ini siswa pertama kali mengenal huruf dan tanda-tanda baca serta cara pengucapannya hingga membentuk suatu kata yang bermakna. Misal rangkaian huruf /b/u/k/u jika dibaca adalah ‘buku’ bukan ‘duku’ atau kata yang lain. b. Pengenalan unsur-unsur linguistik. Pada tahap ini siswa mengenal fonem, makna kata, pola kalimat dan tanda-tanda baca lainnya. Misal huruf ‘b’ berarti dibaca /b/, bukan /d/ atau huruf yang lain. Misal kata ‘pensil’ berarti pemahamannya adalah sebagai alat untuk menulis, bukan alat untuk makan atau pemahaman salah yang lain. c. Pengenalan pola ejaan dan bunyi. Pada tahap ini siswa belajar cara menyuarakan kata yang tertulis, misal: kata ‘buku’ maka cara menyuarakan harus sesuai dengan huruf yang ada yaitu /b/u/k/u bukan huruf yang lain yang bisa memunculkan makna yang berbeda. Sementara menurut Tampubolon (2015), menyebutkan dua aspek penting dalam membaca permulaan, yaitu: a. Kecepatan membaca. Kecepatan membaca adalah banyaknya kata yang berhasil dibaca dalam satu menit. Kecepatan membaca yang dimaksud bukan hanya sekedar membaca dengan cepat, tapi juga harus dimbangi dengan pemahaman dari apa yang dibaca. Adapun kecepatan membaca diukur dengan satuan menit. b. Pemahaman membaca. Pemahaman membaca adalah banyaknya jawaban benar tentang pertanyaan yang diberikan berdasarkan bacaan yang telah dibaca. Pemahaman membaca diukur dengan satuan persen. Berdasarkan aspek-aspek kemampuan membaca permulaan di atas, maka dalam penelitian ini mengacu pada aspek-aspek kemampuan membaca permulaan dari Tarigan (2015) yaitu pengenalan pada bentuk-bentuk huruf dan tanda baca, pengenalan unsur-unsur linguistik dan pengenalan pola ejaan dan bunyi. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Membaca Permulaan Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan menurut Rahim, Farida. (2008) terbagi atas 4 faktor, yaitu: a. Faktor Fisiologis. Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis dan jenis kelamin. Seperti kelelahan, berbagai cacat otak, gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan. Merupakan faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. b. Faktor Intelektual (Intelligence). Terdapat hubungan positif antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca tetapi tidak semua anak yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik. Sedangkan Wechsler (1939) said intelligence is the ability to act directed, think rationally, and deal with the environment effectively. c. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak yaitu latar belakang, pengalaman anak dirumah, dan sosial ekonomi keluarga. d. Faktor Psikologis. Faktor psikologis mencakup motivasi, minat, kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca yaitu fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. Sedangkan menurut Jamaris, Martini (2014) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan, yaitu: a. Proses sensomotor. Proses sensomotor adalah proses-proses fisiologis yang mempengaruhi kemampuan dalam membaca permulaan. Proses sensomotor meliputi: kemampuan auditori, yaitu hal yang berkaitan dengan kemampuan membedakan bunyi yang digunakan dalam membaca, misal antara bunyi huruf /b/ dengan huruf /d/, kemampuan visual yang berhubungan dengan kemampuan dalam membedakan bentuk-bentuk huruf yang dibaca, misal antara huruf /b/ dengan huruf /d/, kemampuan integrasi antara kemampuan auditorial dan visual, misal huruf /b/ dan huruf /d/ harus benar-benar bisa membedakan baik dari segi bunyi maupun bentuk tulisannya. b. Kognitif. Kognitif merupakan kemampuan berpikir logis yang melibatkan 2 aspek, yaitu: kemampuan simbolisasi, yaitu pemahaman bahwa simbol-simbol grafis mengandung arti dalam bacaan dan urutan simbol grafis yaitu urutan simbol- simbol grafis yang disusun akan membentuk kata dan kalimat yang mengandung makna. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pada penelitian ini mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan dari Rahim, Farida (2008) yaitu faktor fisiologis, faktor intelektual, faktor lingkungan, dan faktor psikologis. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas 1 SDN 03 Manisrejo Madiun dengan salah satu siswa. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang berarti menjelaskan, menggambarkan, dan menguraikan (menjabarkan) pokok permasalahan yang akan dibahas. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Berikut deskripsi hasil penelitian berupa data observasi dan wawancara tentang kesulitan belajar membaca permulaan siswa kelas 1 di SDN 03 Manisrejo. 1. Data Observasi Berikut data observasi penelitian analisis kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 di SDN 03 Manisrejo. Nama : Jarvis Fino Degolfo Kelas : 1 (satu) Waktu Observasi : Pagi hari Lokasi Observasi : ruang kelas 1 SDN 03 Manisrejo Tanggal Observasi : 17 November 2021 Observasi ke : 1 (pertama) a. Kesulitan dalam membaca permulaan pada siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo. Hasil observasi yang peneliti lakukan ini mengacu pada aspek-aspek kemampuan membaca permulaan yang dikemukakan oleh Tarigan (2015). Aspek- aspek-aspek tersebut adalah pengenalan pada bentuk-bentuk huruf dan tanda baca, pengenalan unsur-unsur linguistik, dan pengenalan pola ejaan dan bunyi. Namun dalam observasi ini peneliti hanya mengambil salah satu aspek yaitu aspek pengenalan pada bentuk-bentuk huruf dan tanda baca. Berikut analisis hasil observasi kesulitan dalam membaca permulaan pada siswa kelas 1. Peneliti melakukan pengamatan proses pembelajaran di dalam kelas. Setelah peneliti mengamati keadaan guru dan siswa terlihat bahwa guru hanya memberikan contoh huruf-huruf di papan tulis dan dilafalkan. Salah satu siswa diminta untuk mengulanginya. Sehingga bagi siswa yang belum bisa membaca akan mengalami kesulitan karena hanya mengingat ucapan guru tanpa memperhatikan rangkaian hurufnya. Selanjutnya guru menuliskan serangkaian huruf yang disusun menjadi suatu kata di papan tulis yang kemudian meminta salah satu siswa membacanya. Terlihat ketika seorang siswa berinisial JFD disuruh untuk mengulangi membaca kata yang terdapat di papan tulis, namun siswa tersebut merasa bingung mengenali hurufnya, lupa dan ia belum bisa membedakan huruf-huruf yang hampir sama seperti huruf “b” dengan huruf “d” yaitu pada kata “delima” namun yang dibacanya “belima” dan huruf “m” dengan “n” pada kata “nama” ia terlihat kebingungan dan malah terbalik membacanya dengan kata “mana”. Selanjutnya peneliti menemukan bahwa siswa berinisial JFD ini diminta gurunya untuk membaca suatu kalimat di bukunya dengan suara lantang. Namun seketika ia membaca dengan pelan, lama dan terbata-bata. Seperti pada kata “sekejap” namun yang ia baca adalah kata “sekecap”. Dari sini terlihat bahwa dia kesulitan membaca pada huruf yang hampir sama pelafalannya seperti huruf “j” dengan “c”. Selain itu, ketika siswa berinisial JFD tersebut membaca suatu soal (pertanyaan) di bukunya, terlihat ia membacanya lambat, terbata-bata dan tanpa nada. Padahal pada akhir pertanyaan tersebut terdapat tanda tanya (?). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa kelas 1 mengalami kesulitan membaca permulaan di SDN 03 Manisrejo. Nama : Jarvis Fino Degolfo Kelas : 1 (satu) Waktu Observasi : Pagi hari Lokasi Observasi : ruang kelas 1 SDN 03 Manisrejo Tanggal Observasi : 17 November 2021 Observasi ke : 2 (kedua) Hasil observasi yang dilakukan peneliti ini mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan yang dikemukakan oleh Rahim, Farida (2008). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti maka ditemukannya beberapa faktor yang mempengaruhi siswa kelas 1 mengalami kesulitan membaca permulaan, yaitu sebagai berikut: Peneliti melakukan pengamatan proses pembelajaran di dalam kelas. Guru menerangkan cara membaca di depan kelas. Saat itu juga peneliti melakukan pengamatan terhadap siswa berinisial JFD yang sedang memperhatikan guru di kelasnya, peneliti menemukan bahwa siswa tersebut seperti tidak memiliki semangat untuk belajar membaca dan mudah bosan, cepat lelah jika belajar secara lama. Sehingga menyebabkan siswa menjadi susah untuk berkonsentrasi dan sering tidak fokus saat belajar membaca. Kemudian disaat peneliti melakukan pengamatan terhadap siswa berinisial JFD yang sedang belajar di kelasnya, selanjutnya peneliti menemukan bahwa siswa tersebut sebenarnya bisa jika ia fokus. Namun ketika siswa tersebut tidak fokus maka yang terjadi ia lupa akan huruf-huruf abjad dan susah untuk menangkap dan memahami penjelasan dari gurunya. Selain itu, peneliti juga mengamati bahwa disekeliling siswa berinisial JFD ini memiliki teman yang sudah bisa membaca namun malah selalu diajak bermain dan mengobrol ketika jam pelajaran berlangsung. Memang terlihat suasana di kelas tidak mengenakan untuk belajar membaca apalagi belajar sendiri tanpa bantuan. Akibatnya membuat siswa berinisial JFD ini tidak mendengar jelas apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh gurunya. Namun siswa JFD jika tidak diajak berbicara oleh temannya, ia lebih sering menyendiri dan melamun bukannya digunakan untuk belajar. Selain itu, terlihat cara guru mengajar hanya dengan model pembelajaran yang monoton. Guru hanya mengenalkan huruf kepada siswa lalu mengajarkan cara merangkai huruf menjadi sebuah kata dengan media papan tulis. 2. Data Wawancara Berikut merupakan hasil wawancara penelitian analisis kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 di SDN 03 Manisrejo. a. Kesulitan dalam membaca permulaan pada siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo. Narasumber 1 : Jarvis Fino Degolfo Waktu Wawancara : pagi hari Lokasi Wawancara : ruang kelas 1 SDN 03 Manisrejo Tanggal Wawancara : 25 November 2021 Wawancara ke : 1 (pertama) Adapun hasil wawancara kesulitan dalam membaca permulaan pada siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo, akan diuraikan sebagai berikut: Peneliti melakukan wawancara terhadap siswa berinisial JFD dengan menanyakan tentang apa yang menjadi kesulitan siswa dalam belajar membaca. Narasumber JFD mengatakan bahwa dia masih bingung, banyak huruf yang bentuknya mirip. Selain itu, siswa berinisial JFD ini juga mengatakan jika dia susah merangkai kata karena sulit membedakan huruf yang hampir sama. Narasumber 2 : Ibu Hartini, S.Pd. Waktu Wawancara : siang hari Lokasi Wawancara : ruang kelas 1 SDN 03 Manisrejo Tanggal Wawancara : 1 Desember 2021 Wawancara ke : 2 (kedua) Berikut hasil wawancara bersama ibu H, selaku wali kelas 1 SDN 03 Manisrejo. Peneliti juga menanyakan dengan pertanyaan yang sama yaitu, apa yang menjadi kesulitan siswa JFD dalam belajar membaca. Ibu H mengatakan bahwa, kemungkinan daya ingat masih kurang, belum sepenuhnya paham tentang pengenalan huruf. Apalagi beberapa huruf ada yang bentuknya hampir sama seperti huruf b-d, m-n, bahkan terkadang siswa juga lupa cara membaca huruf “c” dengan “j”. Hal itu membuat siswa merasa kesulitan untuk membedakan huruf-huruf dan mengucapkannya juga kurang benar. Sehingga siswa JFD sulit untuk merangkai huruf dan membacanya menjadi suatu kata yang benar. Untuk masalah tanda baca, dikarenakan baru kelas 1 baru mengenal tanda baca titik, koma dan tanda tanya. Jika membacanya saja belum bisa benar, maka juga mengeskpresikan membacanya juga susah. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa kelas 1 mengalami kesulitan membaca permulaan di SDN 03 Manisrejo. Narasumber 1 : Jarvis Fino Degolfo Waktu Wawancara : pagi hari Lokasi Wawancara : ruang kelas 1 SDN 03 Manisrejo Tanggal Wawancara : 25 November 2021 Wawancara ke : 1 (pertama) Berikut uraian hasil wawancara mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi siswa kelas 1 mengalami kesulitan membaca permulaan: Peneliti melakukan wawancara terhadap siswa berinisial JFD dengan menanyakan tentang apa saja faktor-faktor apa yang mempengaruhi siswa mengalami kesulitan membaca. Narasumber JFD menjawab jika belajar terlalu lama membuat jadi lelah, bosan dan mengantuk. Kalau sudah mengantuk menjadi bosan tidak begitu mendengar dan tidak paham penjelasan dari guru. Dan saat duduknya di belakang kurang kelihatan atau kurang jelas tulisan yang ada di papan tulis. Selain itu, jika mengantuk lebih sering berdiam diri. Jika sudah diam sering diajak ngobrol oleh teman jadi tidak bisa fokus dalam belajar. Dan merasa malas untuk belajar membaca karena sulit belajarnya jadi tidak suka kalau disuruh membaca. Narasumber JFD ini juga mengatakan bahwa bahwa suasana belajarnya kurang menyenangkan, sehingga malas untuk belajar membaca. Gurunya terlalu cepat menjelaskannya, teman sering mengajak ngobrol di kelas. Kalau di rumah jarang belajar bersama orang tua, karena belum bisa membaca dengan lancar jadi sering kena marah. Dan JFD lebih suka bermain dengan teman tetangganya. Narasumber 2 : Ibu Hartini, S.Pd. Waktu Wawancara : siang hari Lokasi Wawancara : ruang kelas 1 SDN 03 Manisrejo Tanggal Wawancara : 1 Desember 2021 Wawancara ke : 2 (kedua) Selain dengan siswa yang bersangkutan, peneliti juga melakukan wawancara bersama guru wali kelas 1, Ibu H. Dengan menanyakan pertanyaan yang sama, yaitu apa saja faktor-faktor apa yang mempengaruhi siswa mengalami kesulitan membaca. Narasumber Ibu H mengatakan bahwa terdapat faktor fisiknya yaitu siswa merasa cepat mengantuk jadi tidak bisa berkonsentrasi, sehingga tidak mendengarkan penjelasan guru. Selain itu, JFD kalau duduknya di belakang tidak kelihatan. Karena beliau pernah bertanya kenapa tidak segera dibaca dia menjawabnya tidak kelihatan. Ibu H juga mengatakan bahwa kemampuan siswa ini rendah dibanding teman-temannya, daya ingat tentang huruf-huruf abjad belum sepenuhnya paham, sehingga ketika materi membaca dia membacanya tidak lancar. Selain itu, JFD ketika dijelaskan sering tidak fokus, padahal sudah diulang-ulang penjelasannya namun dia tetap saja susah untuk menangkap dan memahami materi yang diberikan. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai membaca siswa atau dari kecepatan ia membaca soal dalam ulangan, biasanya pulang yang terakhir. Selain itu, Ibu H selaku wali kelas 1 mengatakan bahwa ada faktor yang dari sekolah, namanya baru kelas 1 masih kecil belum begitu nurut apa yang diperintahkan guru, paling nurut hanya 5-10 menit setelah itu kembali mengajak ngobrol, mengusili temannya dan terjadilah keramaian di kelas yang mengakibatkan tidak fokus ketika proses pembelajaran berlangsung sehingga menyebabkan kesulitan dalam belajar. Selain itu, memang fasilitas di sekolah belum begitu memadai untuk dapat membantu proses belajar mengenal huruf dengan sesuatu yang konkret. Selanjutnya peneliti juga menanyakan mengenai faktor di lingkungan rumah yang ibu ketahui. Narasumber ibu H menjawab bahwa orang tua siswa ini sering bolak balik Jakarta di tempat aslinya, jadi sudah menganjurkan anaknya untuk les membaca diluar. Tetapi mungkin orang tuanya tidak begitu memperhatikan dan memberi motivasi anaknya yang belum bisa membaca dengan lancar. Kemudian Ibu H mengatakan bahwa untuk faktor minat belajar membacanya JFD ini memang kurang mau, kurang semangat untuk belajar membaca sehingga anak itu merasa kesulitan dan tidak senang ketika disuruh membaca. Selain itu, motivasi belajar siswa ini memang kurang, terlihat disaat beliau mengajar anak itu sering tidak fokus, melamun dan perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran. Belum lagi siswa yang lainnya yang mengobrol, main- main itu membuatnya sebagai guru merasa kesulitan untuk mengajar di kelas. 3.2 Pembahasan 1. Kesulitan dalam membaca permulaan pada siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi dan wawancara dengan guru wali kelas 1 dan salah satu siswa yang peneliti lakukan di lapangan maka dapat diketahui mengenai analisis kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1. Hasil penelitian ini dimulai dari awal proses pembelajaran di kelas, guru memberikan contoh huruf-huruf di papan tulis dan dilafalkannya. Yang kemudian salah satu siswa diminta untuk mengulanginya. Selanjutnya guru menuliskan suatu kata dan meminta salah satu siswa untuk membacanya. Dalam penelitian ini terlihat salah satu siswa tersebut mencoba melafalkan huruf- huruf yang terdapat di papan tulis. Namun siswa ini seketika diam kebingungan dan mencoba mengingat huruf tersebut. Dan ternyata yang didapatkan ia merasa kesulitan dalam pengenalan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti huruf “b” dengan huruf “d”, yaitu pada kata “delima” namun yang dibacanya “belima” dan huruf “m” dengan “n” pada kata “nama” ia terlihat kebingungan dan malah terbalik membacanya menjadi kata “mana”. Selain itu, ketika siswa ini diminta untuk membaca suatu kalimat di bukunya dengan suara lantang, tiba-tiba suaranya menjadi pelan, membacanya terbata-bata. Ia mencoba membaca kata yang seharusnya “sekejap” namun yang dibacanya “sekecap”. Dari sini terlihat bahwa siswa ini kesulitan membaca huruf yang hampir sama pelafalannya, seperti huruf “j” dengan “c”. Selanjutnya dikarenakan baru kelas 1 maka guru hanya mengajarkan tanda titik, koma, dan tanda tanya. Salah satu siswa yang tadi diminta untuk membacakan suatu pertanyaan yang terdapat di bukunya. Siswa membaca dengan lambat, terbata-bata, dan tanpa nada. Padahal di akhir kalimat tersebut terdapat tanda tanya (?). Maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan membaca permulaan pada kelas 1 ini terletak pada bentuk-bentuk huruf dan tanda baca. Hal ini terlihat bahwa siswa belum bisa membedakan huruf-huruf yang bentuknya dan pelafalannya hampir sama, sehingga siswa kesulitan juga untuk merangkai suku kata menjadi suatu kata yang benar. Selain itu, siswa juga belum mengerti tanda baca. Hal ini juga diperkuat dengan cara membaca siswa yang tidak bernada atau jika membacanya belum benar maka mengekspresikan membacanya juga susah. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa kelas 1 mengalami kesulitan membaca permulaan di SDN 03 Manisrejo. Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi dan wawancara dengan guru wali kelas 1 dan salah satu siswa yang peneliti lakukan di lapangan maka dapat diketahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi siswa kelas 1 mengalami kesulitan membaca permulaan yang dapat disimpulkan. Pertama faktor fisik, penyebab kesulitan siswa belajar membaca dapat terjadi karena siswa kelelahan dan mengantuk sehingga tidak mendengar jelas apa yang disampaikan oleh guru. Selain itu, siswa tidak kurang jelas melihat kata-kata yang terdapat di papan tulis. Hal ini serupa dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rahim, Farida (2008), dimana faktor fisiologis yang mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis dan jenis kelamin. Seperti kelelahan, berbagai cacat otak, gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan. Faktor yang kedua, ialah faktor intelektual, dimana siswa ini memiliki kemampuan daya ingat yang rendah dibanding dengan teman-temannya. Sehingga membacanya tidak lancar. Dan susah untuk menangkap atau memahami materi yang dijelaskan oleh gurunya. Selain itu, dapat terlihat dari nilai membaca siswa atau dari kecepatannya membaca soal dalam ulangan. Selanjutnya, yaitu faktor lingkungan dimana faktor ini dapat terjadi di dua lingkungan, yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan rumah. Di lingkungan sekolah, suasana di kelas 1 memang tidak kondusif sehingga mengakibatkan tidak fokus ketika proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan di lingkungan rumah, siswa lebih sering bermain daripada belajar. Dikarenakan orang tua yang kurang memperhatikan dan sering marah karena si anak belum bisa membaca dengan lancar. Serta kurangnya motivasi pada anak agar mau belajar membaca lebih giat. Yang terakhir terdapat faktor psikologis, yaitu tidak memiliki semangat atau minat untuk belajar membaca. Hal ini terlihat siswa lebih sering melamun dan perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran. 3. Cara mengatasi kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 di SDN 03 Manisrejo. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mengenai analisis kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo, maka diperlukan cara untuk mengatasi kesulitan membaca siswa agar kedepannya agar menjadi lebih baik. Diantaranya yaitu yang pertama sebagai seorang guru harus terlebih dahulu melakukan pendekatan personal kepada siswa untuk mengenali gejala-gejala secara cermat yang menunjukkan apakah siswa tersebut merasa kesulitan dalam belajar membaca. Setelah itu, jika dirasa siswa tersebut merasa kesulitan belajar membaca maka sebaiknya guru membantu siswa agar dapat membaca dengan lancar. Caranya dengan menggunakan media yang inovatif seperti kartu huruf dan kartu kata untuk pengenalan huruf, mencocokan huruf dengan gambar, dan dengan papan kata serta papan bunyi untuk membantu anak membaca agar tidak bosan. Selain itu, sediakan pojok baca bergambar di sudut kelas. Selanjutnya berikan model pembelajaran yang inovatif seperti pembelajaran role playing dan PAIKEM serta berikan motivasi yang maksimal agar siswa mau belajar. Dan yang terakhir evaluasi diri dan jika perlu lakukan remedial teaching (pengulangan pembelajaran). Oleh karena kesulitan membaca siswa juga terkait banyak faktor, maka selain dorongan dari guru, dorongan dan bantuan orang tua juga sangat diperlukan. Peran orang tua dalam pendidikan anaknya juga sangatlah penting. Hal ini dapat dilakukan dengan cara yaitu yang pertama luangkan waktu untuk anak lakukan pendekatan personal kepadanya dengan cara berikan motivasi belajar agar anak merasa senang, tidak takut dan mempunyai semangat untuk belajar. Selanjutnya ajak anak untuk belajar membaca dan dampinginya. Ajarkan anak dengan media buku bergambar dan bersuara, agar anak menyimak dan mengikutinya dengan senang dan tidak bosan. Selain itu, ajarkan anak membaca mulai dari suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat dengan perlahan. Jangan bentak anak apabila anak melakukan kesalahan. Dan berikan anak hadiah setelah ia bisa membaca jika perlu agar anak tambah bersemangat membacanya. 3.3 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo mengalami kesulitan membaca permulaan terletak pada bentuk-bentuk huruf dan tanda baca. Hal ini terlihat bahwa siswa belum bisa membedakan huruf-huruf yang bentuknya dan pelafalannya hampir sama, sehingga siswa kesulitan juga untuk merangkai suku kata menjadi suatu kata yang benar. Selain itu, siswa juga belum mengerti tanda baca. Hal ini juga diperkuat dengan cara membaca siswa yang tidak bernada atau jika membacanya belum benar maka mengekspresikan membacanya juga susah. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi salah satu siswa kelas 1 SDN 03 Manisrejo mengalami kesulitan membaca permulaan ialah terdapat faktor fisik, faktor intelektual, faktor lingkungan, dan faktor psikologis. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan siswa di kelas saat pembelajaran berlangsung dan di rumah. Dengan adanya kesulitan siswa tersebut maka diperlukan cara untuk mengatasi kesulitan membaca siswa agar kedepannya agar menjadi lebih baik. Dengan cara guru memberikan model pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan menyenangkan serta memotivasi siswa. Selain itu, dorongan dan motivasi dari orang tua juga sangat diperlukan. Daftar Pustaka Abdurrahman, Mulyono. 1996. Pendidikan Bagi Anak Tuna Berkesulitan Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti. Aphroditta. 2013. Panduan Lengkap Orangtua & Guru Untuk Anak Dengan Disleksia (kesulitan membaca). Jogjakarta: Javalitera. Budyartati. (2014). Problematika Pembelajaran di SD. Yogyakarta: Deepublish. Elga Andriana. 2014. Mendampingi Siswa dengan Kesulitan Belajar di Sekolah Dasar Inklusi (hal. 127-138) dalam Amitya Kumara, dkk. Kesulitan Berbahasa pada Anak. Yogyakarta: PT Kanisius. Dalman. 2014. Keterampilan Membaca. Jakarta: Rajawali Pers Dardjowidjojo, Soenjono. (2010). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Feifer, Steven. 2011. How SLD Manifests in Reading (hlm. 21-22), dalam Flanagan, Dawn P. & Alfonso, Vincent C. 2011. Essentials of Specific Learning Disability Identification. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. I.G.A.K. Wardani. 1995. Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosdakarya Istarocha, 2012, Bab II Hakikat Membaca Permulaan. Http://eprints.uny.ac.id. Diakses pada 17 November 2021 Jamaris, Martini. 2014. Kesulitan Belajar Prespektif, Asesmen, dan. Penanggulangannya. Bogor: Ghalia Indonesia. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar. Volume 2, Number 3, Tahun 2018. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISD/index. Diakses pada 1 Desember 2021 Ninik M.Kuntarto, 2013. Cermat dalam Berbahasa. Jakarta: Mitra Wacana Media, 177 Oktadiana, Bella. 2019. JIP: Analisis Kesulitan Belajar Membaca Permulaan Siswa Kelas II Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Di Madrasah Ibtidaiyah Munawariyah Palembang. Yogyakarta: http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jip/. Diakses pada 9 November 2021 Olson, Richard & Byrne, Brian. 2005. Genetic and Environmental Influences on Reading and Language Ability and Disability (hlm. 173-200) Rafika, Nurma, dkk. 2020. Prosiding Konferensi Ilmiah Dasar. Volume 2. http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/KID. Diakes pada 1 Desember 2021 Rahim, Farida. 2005. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Rahim, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada. Media Group Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Tarigan, H. G. 2015. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Wechsler. 1939. External Validity of the Indonesian Wechsler Adult Intelligence Scale- Fourth Edition. https://journal.ubaya.ac.id. Diakses pada 20 November 2021 Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi penilaian hasil membaca siswa Lampiran 2. Dokumentasi wawancara bersama siswa
Lampiran 3. Dokumentasi wawancara bersama ibu wali kelas 1