Anda di halaman 1dari 20

UPAYA PENINGKATAN GEMAR MEMBACA DAN MENULIS DENGAN KEBIASAAN MEMBACA SENYAP PADA SISWA KELAS 3 SDN 01 WINONGO

KOTA MADIUN TAHUN AJARAN 2012/2013 PROPOSAL

DISUSUN : MUHAMMAD ROFII NPM.09141145

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN IKIP PGRI MADIUN
BAB 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (H.G. Tarigan, 1986:7). Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 1986:7). Membaca adalah sebuah ketrampilan. Setiap orang memiliki kecepatan membaca yang berbeda. Namun yang jelas, semua orang bisa meningkatkankemampuan membacanya, meskipun tidakada tuntutan bagi siapapun untuk memiliki kecepatan membaca yang sama dengan orang lain. Hal ini bergantung pada status dan kepentingan masing-masing. Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan atau tulisan. Kedua istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Istilah menulis sering melekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara istilah mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis nonilmiah. Menulis dan mengarang sebenarnya dua kegiatan yang sama karena menulis berarti mengarang (baca: menyusun atau marangkai bukan menghayal) kata menjadi kalimat, menyusun kalimat menjadi paragraf, menyusun paragraf menjadi tulisan kompleks yang mengusung pokok persoalan. Pokok persoalan di dalam tulisan disebut gagasan atau pikiran. Gagasan tersebut menjadi dasar bagi berkembangnya tulisan tersebut. Gagasan pada sebuah tulisan bisa bermacam-macam, bergantung pada keinginan penulis

penulis. Melalui tulisannya, penulis bisa mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, pendapat, kehendak dan pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Menulis adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dsb), anak-anak sedang belajar, melahirkan pikiran atau perasaan (spt mengarang, membuat surat). Membaca senyap (silent reading). Secara garis besar, membaca senyap dapat di bagi atas:
a. membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Membaca

ekstensif meliputi: membaca survei (survei reading), membaca sekilas (skimming), membaca dangkal (superficial reading)
b. membaca

intensif yaitu studi saksama, telaah teliti, dan

penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari. Yang termasukke dalam membaca intensif yaitu membaca telaah isi (content reading) dan membaca telaah (linguistic study reading). Pada zaman sekarang kebanyak siswa yang tidak suka membaca, faktor yang mempengaruhi kemampuan serta minat membaca dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori, yakni faktor-faktor yang bersifat intrinsik (yang berasal dari pembaca) dan faktor yang bersifat ekstrinsik (berasal dari luar pembaca). a. Faktor-faktor intrinsik, meliputi: Kepemilikan kompetensi bahasa si pembaca Minat Kemampuan membacanya b. Faktor-faktor ekstrinsik dibagi menjadi 2 kategori yaitu: 1) unsur-unsur yang berasal dari dalam bacaan, yakni keterbacaan dan organisasi teks atau wacana

2) unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca, yakni berkenaan fasilitas, guru, model pembelajaran. Kebanyakan siswa yang kurang sukanya membaca buku dan menulis, biasanya siswa tersebut kurang minat membaca, mereka hanya melihat gambargambar yang ada di buku tersebut. Kurang menariknya buku tersebut terhadap minat membaca siswa. pergaulan siswa, contohnya saja temannya ada yang mau membaca, tetapi teman satunya mengajaknya untuk bermain. Contohnya di SDN 01 Winongo, di sana terdapat beberapa siswa yang tidak senang membaca buku, terutama pada siswa kelas 3. Padahal di sekolah tersebut sudah menyiapkan perpustakaan dengan bermacam-macam buku, mulai dari buku bacaan sekolah, buku-buku cerita, dll. Terkadang juga ada siswa yang datang ke perpustakaan untuk bermain dengan temanya, seharusnya perpustakaan itu tempat untuk belajar. Pada dasarnya membaca adalah sebuah ketrampilan. Selain membaca siswa juga kurang minatnya terhadap menulis, si penulis pernah menjumpai beberapa siswa yang tidak senang menulis, siswa tersebut lebih memilih menggambar dari pada mengerjakan tugasnya. Dengan membaca senyap siswa dapat dengan teliti menelusuri kalimat demi kalimat yang bagaikan barisan semut. Baris demi baris di bacanya untuk memahami makna dan isi bacaan. Siswa dapat membaca buku dengan membaca senyap di mana pun yang mereka inginkan. Dengan membaca senyap siswa dapat lebih memahami isi buku yang di bacanya, dan siswa dapat menuliskan suatu pokok-pokok bahasan dengan tepat pada buku tersebut. Pada dasarnya membaca senyap adalah membaca dengan tanpa mengeluarkan suara sekecil apapun, dan memahami isi teks bacaan tersebut di dalam hati. Berdasarkan uraian tersebut di atas peneliti terdorong untuk meningkatkan gemar membaca dan menulis siswa dengan kebiasaan membaca senyap.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Gemar membaca dan menulis yang di miliki siswa kelas IV Winongo masih kurang
2. Kurangnya minat membaca dalam aktivitas belajar sehari-hari.

C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis mengambil rumusan masalah yang di ajukan proposal sebagai berikut : Bagaimana upaya peningkatan membaca menulis siswa kelas 3 di SDN 01 Winongo tahun pelajaran 2012-2013? D. Pemecahan Masalah Untuk memecahkan masalah kurangnya minat gemar membaca dan menulis pada siswa kelas 4 SDN 01 Winongo kota madiun akan dilakukan pembelajaran dengan menggunakan kebiasaan membaca senyap. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut ,tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Tujuan Umum Untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam pemilihan metode yang cocok untuk di gunakan dalam kegiatan pembelajaran. 2. Tujuan Khusus meningkatkan gemar membaca dan menulis siswa.

F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi siswa
a. Lebih bersemangat dalam membaca buku.

b. Tidak menganggap bahwa membaca itu membosankan. 2. Bagi guru a. Sebagai masukan dalam pemilihan metode pembelajaran. b. Menambah pengetahuan bagi guru yaitu upaya peningkatan gemar membaca dan menulis siswa dengan kebiasaan membaca senyap. 3. Bagi sekolah a. b. Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan Dapat di jadikan sebagai bahan referensi dalam menentukan pemikiran bagi peningkatan kualitas pendidikan sekolah sebuah kebijakan. 4. Bagi penulis
a.

Dapat

bermanfaat

untuk

menambah

pengetahuan

dan

pengalaman tentang penelitian. b. Untuk menerapkan pengetahuan yang di peroleh, dan berlatih mandiri dalam memecahkan masalah.

BAB II Kajian Pustaka A. Karakteristik Siswa Kelas IV SD Tahapan perkembangan anak yang penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya adalah pada masa usia sekolah dasar (sekitar 6,0 12,0). Karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar masih termasuk dalam tahap atau fase pertumbuhan dan perkembangan. Siswa kelas IV sekolah dasar biasanya berumur antara 10-11 tahun. Perkembangan setiap individu tidak hanya dalam satu aspek saja, tetapi dalam beberapa aspek. Havighurst (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2009: 1.21) mengemukakan bahwa setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek-aspek, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan sosial. Kartono (dalam Sobur Alex, 2009: 128) mengemukakan bahwa pertumbuhan sebagai Perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat, dalam passage/peredaran waktu tertentu. Kartono juga mendefinisikan tentang perkembangan sebagai perubahan psikofisis sebagai hasil proses pematangan fungsi psikis dan fisis pada anak dengan ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar menuju kedewasaan. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan memiliki arti yang sama. Erik Erikson (dalam Rita Eka Izzati, dkk, 2008: 25-26) menggolongkan masa remaja/10-20 tahun ke dalam siklus identitas dan kebingungan identitas. Pada masa ini anak dihadapkan pada penemuan siapa diri mereka, bagaimana nantinya, serta kemana anak tersebut menuju dalam kehidupannya. Anak dihadapkan banyak peran baru dan status orang dewasa. Jika pada masa ini anak ditolak perannya oleh orang tua, maka anak tidak memamadai dalam menjajaki banyak peran nantinya.

Siti Rahayu Haditono (2006: 214) membagi fase perkembangan menjadi empat yaitu: 1) Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan) Pada stadium ini nampak perkembangan anak. Pada mulanya anak bergerak terus atas dasar tingkah laku refleksi murni. Sama sekali belum ada differensiasi antara anak dan sekitarnya. Baru pada akhir periode ini nampak differensiasi yang jelas antara subjek dan objek. Contoh yang paling jelas mengenai arah perkembangan ini adalah gejala permanensi objek. Bagi anak umur 8 bulan objek tidak ada eksistensinya lagi bila misalnya disembunyikan di belakang layar. Baru sekitar umur 9-12 bulan anak mampu untuk menemukan kembali objek-objek yang disembunyikan. Anak pada usia ini hanya mencarinya di tempat objek tadi disembunyikan pertama kali. 2) Stadium Pra-operasional ( 18 bulan-7 tahun) Pada proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis, berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu untuk mengambil perspektif orang lain. Cara berpikir pra-operasional sangat memusat. Bila anak dikonfontrasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi lain dan akhirnya mengabaikan hubungan antara dimensi-dimensi ini. Sangat khusus bagi anak dalam periode ini adalah percakapan antara orang dewasa dan anak. 3) Stadium operasional konkret (7-11 tahun) Stadium operasional konkret dapat menjadi ciri-ciri negatif pada stadium berpikir pra-operasional. Cara berpikir anak yang operasional konkret kurang egosentris. Ada kekurangan dalam cara berpikir operasional konkret. Anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkret. Anak belum mampu untuk menyelesaikan

masalah dengan baik apabila dihadapkan dengan masalah secara verbal tanpa ada bahan yang konkret. 4) Stadium operasional formal (mulai 11 tahun) Berpikir operasional formal mempunyai dua sifat yang penting: a) Sifat deduktif-hipotesis Anak yang berpikir operasional formal, akan bekerja dengan cara lain. Ia akan memikirkan dulu secara teoretis, menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang ada. Atas dasar analisisnya ini, lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Analisis teoretis ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengadakan proposisi-proposisi tertentu, kemudian mencari hubungan antara proposisi yang berbedabeda tadi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka berpikir operasional formal juga disebut berpikir proposional. b) Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisisnya. Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung. c) Perpindahan dari berpikir pra-operasional ke operasional konkret Piaget menciptakan sejumlah tugas yang dapat menggambarkan perpindahan dari berpikir pra-operasioanal ke operasional konkret. Tugas ini dipandang sebagai tugas kriterium, artinya bila anak dapat menyelesaikan tugasnya maka ia berada di dalam stadium operasional konkret. Menurut Jean Piaget (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2009: 1.15) mengemukakan empat tahap proses anak sampai mampu berpikir seperti orang dewasa, yaitu : 1) Tahap sensori motor (0,0 - 2,0)

Pada tahap ini mencakup hampir keseluruhan gejala yang berhubungan langsung dengan panca indra. Anak saat mulai mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa , mereka menerapkannya dalam objek yang nyata dan anak mulai memahami hubungan antara nama yang diberikan pada suatu benda. 2) Tahap praoperasional (2,0 7,0) Pada tahap ini, anak berkembang sangat pesat. lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan suatu benda konkret bertambah pesat serta mampu mengambil keputusan berdasarkan intuisi, bukan berdasarkan rasional serta mampu mengambil suatu kesimpulan atas apa yang telah diketahuinya walaupun hanya sebagian kecil. 3) Tahap operasional konkret (7,0 11,0) Pada tahap ini, anak sudah mampu untuk berpikir secara logis. Mereka mampu berpikir secara sistematis untuk mencapai suatu pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang muncul pada anak adalah permasalahan yang konkret. Anak akan menemui kesulitan apabila diberi tugas untuk mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi. 4) Tahap operasional formal (11,0 15,0) Pada tahap ini anak sudah memiliki pola pikir seperti orang dewasa. Mereka mampu menerapkan cara berpikir dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Anak sudah mampu memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk suatu ide dan mampu berpikir tentang masa depan secara realistis. Berdasarkan pendapat ahli yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar adalah berada pada masa perkembangan dan pertumbuhan. Banyak aspek yang berkembang pada diri anak seperti aspek fisik, sosial, emosional, dan moral sehingga anak akan menemukan jati diri mereka dan juga harus ditunjang oleh lingkungan dan proses pembelajaran menuju kedewasaan. Siswa kelas IV sekolah dasar digolongkan ke dalam stadium operasional konkret, anak mampu melakukan aktivitas logis,

mampu menyelesaikan masalah dengan baik tetapi masih sulit mengungkapkan sesuatu yang masih tersembunyi. Pada masa usia ini, anak suka menyelidik berbagai hal serta anak juga memiliki rasa ingin selalu mencoba dan bereksperimen. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar serta mulai menjelajah dan mengeksplorasi berbagai hal. Anak sudah mulai terdorong untuk berprestasi di sekolahnya, tetapi anak juga masih senang untuk bermain dan bergembira. Berdasarkan hal ini, guru sepatutnya lebih memahami dunia anak. B. Pengertian membaca senyap Membaca senyap atau membaca dalam hati (silent reading) ialah kegiatan membaca yang melibatkan ingatan visual (visual memory) dan pengaktifan mata dan ingatan. Tujuan utama membaca jenis ini adalah untuk memperoleh informasi dan pemahaman. Membaca mentalis ialah kunci bagi segala ilmu pengetahuan. Membaca mentalis merupakan aktiviti membaca yang dapat menguasai sebahagian besar hidup kita. Dibandingkan dengan membaca nyaring, dapat dilakukan di mana-mana sahaja. Ketika kegiatan membaca dilakukan, orang lain tidak terganggu. Dalam kehidupan yang sebenar, setiap anggota masyarakat membaca bahan-bahan yang sesuai dengan selera dan pilihan masing-masing. Ini dilakukan tanpa paksaan daripada mana-mana pihak. Membaca secara perseorangan menuntut selera masing-masing dan ini disebut sebagai personalized reading. Pengajaran membaca seperti ini merupakan satu falsafah pengajaran yang melibatkan satu pendekatan terhadap organisasi kelas. Berdasarkan konsep bahawa setiap kanak-kanak harus mencari, memilih, melangkah dan maju sendiri, program membaca perseorangan adalah satu strategi yang amat menarik. Hal ini dipercayai dapat memenuhi keperluan individu tersebut secara berkesan. Biasanya, membaca dalam hati atau membaca senyap ini melibatkan dua jenis bacaan, iaitu membaca intensif dan membaca ekstensif. Kedua-duanya mempunyai ciri-ciri yang tersendiri.

Oleh itu, bacaan mentalis ialah bacaan yang disuarakan dalam hati atau menukarkan isi bacaan kepada maknanya tanpa mengeluarkan suara. Kelajuan bacaan mentalis lebih pantas daripada bacaan mekanis kerana beberapa perkara yang dilakukan dalam bacaan mekanis seperti nada suara, sebutan yang jelas dan sebagainya tidak diperlukan dalam bacaan mentalis. Bacaan mentalis ini dijalankan sesudah murid-murid mencapai kemahiran dan kecekapan bacaan mekanis. Dalam sistem pembelajaran yang menggunakan kebiasaan membaca senyap ini nanti siswa dapat melakukannya di halaman sekolah atau di luara sekolah. Agar siswa juga tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran tersebut. C. Gemar Membaca Gemar artinya suka, senang sekali. Sementara minat yaitu perhatian, kesukaan/kecenderungan hati akan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Jadi gemar membaca dapat diartikan sebagai kesukaan akan membaca, ada kecenderungan hati ingin membaca. Dengan demikian Gemar baca seseorang berimbas kepada jumlah koleksi yang pernah dibaca yang bersangkutan (bukan buku pelajaran/modul/buku paket sekolah). Adapun koleksi bacaan yang dikonsumsi bisa diperoleh dari mana pun juga. Hal ini berkaitan dengan peran toko buku, taman bacaan, atau perpustakaan. Bila mana minat baca sudah tumbuh, maka dibutuhkan fasilitas (buku/majalah/koran, dan sebainya) yang memadai. Suatu kenyataan jika, di ranah Indonesia ini masih sedikit yang memiliki koleksi bacaan sendiri. Sebagian besar koleksi diperoleh dengan meminjam atau membaca di sebuah kedai/toko buku atau perpustakaan. Bahkan bagi mereka yang mampu (dana berlebih) bisa mengakses melalui internet, pun memiliki perpustakaan sendiri. Dengan demikian, adanya minat baca sehingga gemar membaca belumlah merata. Kembali pada pertanyaan di atas, siapakah yang harus menumbuhkan budaya gemar membaca? Harapan kita tentunya, jika melek huruf sudah terjadi, seseorang akan berminat untuk membaca segala sesuatu, selanjutnya menjadi gemar membaca.

D. Menulis Pengertian Menulis Menulis merupakan salah satu dari empat ketrampilan berbahasa, menulis memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pengajaran bahasa Indonesia, namun kadang guru mengalami kesulitan dalam mengajarkannya. Hal tersebut terjadi karena menulis merupakan ketrampilan yang sangat kompleks. Banyak ahli yang berpendapat tentang pengertian menulis diantaranya: Akhadiah (1994:2-3) menyatakan bahwa aktivitas menulis adalah aktivitas untuk mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambanglambang kebahasaan. Tarigan (1994:13) mengatakan bahwa, menulis merupakan suatu ketrampilan bahasa yang digunakan untuk komunikasi secara tidak langsung. Lebih lanjut menulis dikatakan sebagai proses menuliskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang di pahami sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut apabila mereka memahami bahan dan gambaran grafik tersebut. Sementara Marahimin (1994:13) menyebutkan bahwa menulis adalah usaha untuk berkomunikasi yang mempunyai aturan main serta kebiasaan-kebiasaan sendiri (kaidah). Pendapat lain mengatakan bahwa menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas menulis melibatkan unsure penulis sebagai penyampaian pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan. (Yunus dalam Nugroho, 2009). Jadi, pada dasarnya ketrampilan menulis merupakan serangkaian aktivitas berpikir menuangkan gagasan untuk menghasilkan suatu bentuk tulisan yang dapat di jadikan sebagai sarana penyampaian pesan dari penulis kepada pembaca.

Hipotesis Tindakan Jika siswa kelas IV SDN 01 Winongo Kota Madiun di ajarkan dengan menggunakan kebiasaan membaca senyap maka gemar membaca siswa dalam kegiatan belajar akan meningkat.

Jika siswa kelas IV SDN 01 Winongo Kota Madiun di ajarkan dengan menggunakan kebiasaan membaca senyap maka aktivitas menulis siswa dalam kegiatan belajar akan meningkat.

BAB III Metode Penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN 01 Winongo Kota Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013. 2. Waktu penelitian Waktu penelitiann dimulai sejak bulan Oktober 2012 sampai bulan November 2012. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV B semester 1 SDN 01 Winongo Kota Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013. C. Prosedur Penelitian PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap seperti pada gambar di bawah ini.
PERENCANAAN TINDAKAN OBSERVASI MEREFLEKSI

Gambar: Prosedur pelaksanaan PTK Menurut Taggart (dalam Zainal, 2006:30), prosedur pelaksanaan PTK mencakup 1. Perencanaan tindakan Dalam tahap ini, guru mempersiapkan segala sesuatu yang digunakan dalam penelitian. Kegiatan ini berupa pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mulai dari siklus I sampai siklus I, penyampaian materi pelajaran mulai dari siklus I sampai siklus II, penyiapan media pembelajaran, menyiapkan lembar kerja siswa mulai siklus I sampai II, serta menyiapkan istrumen penelitian yang berupa : (a) lembar aktivitas guru dan lembar

aktivitas siswa, (b) Hasil kerja siswa. Semua instrument disiapkan mulai dari siklus I sampai siklus II. 2. Implementasi Pembelajaran dan Observasi Pada tahap ini dilakukan tidakan pemecahan masalah sebagaimana telah dirumuskan pada RPP. Kegiatan pembelajaran diawali dengan melakukan tanya jawab mengenai ide pokok dan menentukan ide pokok dengan menerapkan kebiasaan membaca senyap. Setelah itu, guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 orang berdasarkan letak tempat duduknya. Jadi mereka belajar dan bekerja dengan berhadap-hadapan, kemudian guru memberi melakukan observasi media pembelajaran dan terhadap proses belajar mengajar di kelas dengan

menggunakan lembar observasi yang sudah dibuat. Pengambilan data dilaksananakan pada dua siklus dan tiap siklus terdapat Siklus Tabel 3.1 Pelaksanaan Observasi Siklus Siklus I Siklus II SIKLUS I Pada siklus I, guru melaksanakan pembelajaran sebagaimana yang telah digambarkan pada RPP yaitu siswa membentuk kelompok yang terdiri atas 4-5 orang, siswa mendapatkan lembar contoh teks bacaan bergambar yang sudah disiapkan. Setelah itu siswa disuruh membaca senyap dengan kelompoknya, kemudian mereka mendiskusikan ide pokok dalam bacaan tersebut dengan kelompoknya. Kegiatan Pertemuan ke- 1 dan 2 Pertemuan ke- 1 dan 2 Hari / tanggal Selasa, 23 Oktober 2012 Jumat, 26 Oktober 2012 Selasa, 6 November 2012 Selasa, 13 November 2012

Selama kegiatan mengajar berlangsung, satu orang pengamat yaitu peneliti itu sendiri mengamati kegiatan pembelajaran yang akan berlangsung serta memberikan penilaian yang sesuai dengan istrumen yang tersedia. Instrumen yang digunakan yaitu : lembar aktivitas guru, lembar aktiviats siswa dan hasil belajar siswa. Dalam implentasi dan observasi dirangsang menjadi dua siklus. SIKLUS 2 Pada siklus 2, guru melaksanakan pembelajaran sebagaimana yang telah digambarkan pada RPP yaitu siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang, siswa diberi bacaan bergambar yang sudah disiapkan dan kemudian siswa melakukan kegiatan membaca senyap dan menentukan ide pokok dalam bacaan bergambar tersebut. 3. Refleksi Refleksi merupakan pemahaman ulang perenungan terhadap pembelajaran yang dilakukan. Hasil yang didapat dalam tahap implementasi dan observasi dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil analisis guru dapat direfleksi. Dengan melihat data observasi guru dapat mengevaluasi diri sendiri yang melihat sejauh mana kemampuan siswa terhadap gemar membaca dan dapat menuliskan ide pokok dalam bacaan yang sudah disiapkan. D. Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Data Dalam penelitian ini data yang akan di ambil adalah: a. Gemar membaca siswa b. Menulis siswa E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data tiap-tiap siklus dalam penelitian ini adalah melalui teknik yaitu lembar observasi, tes hasil belajar dan lembar respon siswa.
1) Melakukan Observasi

Melakukan obsevasi aktivitas siswa

dan guru dilakukan untuk tidakan

mengetahui dan memperoleh gambaran serta obyektif kondisi selama proses pembelajaran berlangsung, serta mengamati sikap siswa selama penelitian dilakukan. 2) Melakukan tes hasil belajar Tes dilakukan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar mengajar siswa ditinjau dari ketuntasan hasil belajar siswa. Berdasarkan topik tersebut siswa menyusun karangan narasi dan operasi hitung sesuai dengan media yang direncanakan.Tes hanya dilakukan satu kali dalam tiap putaran. Setiap jawaban siswa dinilai oleh guru berdasarkan kemampuan diambil dari nilai penjumlahan tiap aspek yang dinilai. dalam kaidahkaidah yang sesuai dengan aspek yang telah ditentukan di RPP. Nilai tersebut

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Penerapan kebiasaan membaca senyap sangat membantu siswa untuk gemar membaca dan menulis, tetapi juga sangat berguna untuk membantu siswa dalam memahami sebuah teks bacaan. 2. Penerapan kebiasaan membaca senyap dapat meningkatkan gemar membaca siswa. 3. Penerapan kebiasaan membaca senyap dapat meningkatkan gemar aktivitas menulis siswa. B. Saran 1. Guru Guru hendaknya dalam kegiatan pembelajaran jangan memilih metode pembelajaran yang sangat efektif dan jangan hanya menggunakan metode ceramah saja. 2. Siswa Siswa hendaknya lebih serius dalam proses kegiatan pembelajaran berlangsung agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan lancer dan efektif.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi VI. Jakarta: Rineka Cipta Debdiknas, 2006. Standar Kompentensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD,SMP/MTS, SMA/MA, SMK Jakarta: Depdiknas http://srlumapas-bru4.blogspot.com/2012/02/aktiviti-program-membaca-membacasenyap.html http://sdntemenggungankabprob.blogspot.com/2009/08/membaca-senyap.html Tarigan, Hendry Guntur. 1986. Menulis Sebagai suatu keterampilan berbahasa. Jakarta: Balai Pustaka http://www.pemustaka.com/topik/pengertian-gemar-membaca#_

Anda mungkin juga menyukai