Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

RANCANGAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas Rendah
Dosen Pengampu Wulan Astri Nia SS, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 6 – PGSD 4A

1. Gina Faojina 206223007


2. Meira Mustika 206223042
3. Adilah Fauziyah 206223193

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


(STKIP) MUHAMMADIYAH KUNINGAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Rancangan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan tepat waktu.
Makalah tentang Rancangan Pembelajaran Membaca Permulaan ini disusun guna
memenuhi tugas Ibu Wulan Asri Nia SS, M.Pd pada mata kuliah Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Kelas Rendah. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah
ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi para pembacanya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Wulan Asri Nia SS, M.Pd
selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Rendah. Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait materi
yang dikerjakan penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dapat penulis terima demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Kuningan, 18 Maret 2022

Penulis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Membaca Permulaan


Menurut Tarigan, membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk menerima pesan, suatu metode yang
dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri kadang-kadang orang
lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada
lambang-lambang tertulis. Lebih singkatnya membaca adalah memetik serta
memahami arti makna yang terkandung didalam bahan tulisan.
Jahir Burhan (dalam Kusuma Astuti, 2016:23), menegaskan bahwa
membaca merupkan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama
beberapa ketrampilan, yakni mengamati, memahami, dan memikirkan.
Membaca bukan hanya aktivitas yang bersifat pasif dan reseptif saja, tetapi
memerlukan keaktifan dalam berpikir untuk memperoleh makna.
Soedarso (dalam Kusuma Astuti, 2016:22), berpendapat bahwa
membaca adalah aktivitas yang kompleks yang mengerahkan sejumlah besar
tindakan yang terpisah, meliputi orang harus menggunakan pengertian dan
khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Sebagai kegiatan mendapatkan
makna dari yang tertulis dalam teks, pembaca perlu mengaktifkan berbagai
proses mental dalam sistem kognisinya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang membaca, maka dapat
ditegaskan bahwa membaca adalah suatu proses untuk memperoleh pesan
dari media kata atau bahasa tulis dengan melibatkan aktivitas visual dan
berpikir. Aktivitas visual digunakan pembaca dalam menerjemahkan simbol
tulisan, sedangkan aktivitas berpikir mencakup pengenalan kata, pemahaman
dan interpretasi. Salah satu aspek perkembangan bahasa adalah membaca,
khusunya membaca permulaan. Membaca permulaan dapat dikenalkan anak
sejak usia dini ketika anak sudah memasuki lingkungan sekolah atau Taman
Kanak-Kanak.
Masri Sareb Putra (dalam Kusuma Astuti, 2016:23), membaca
permulaan lebih menekankan pada pengkondisian siswa masuk dan mengenal
bahan bacaan. Pada tahap ini belum sampai pada pemahaman yang mendalam
akan materi bacaan, apalagi dituntut untuk menguasai materi secara
menyeluruh.
Menurut Depdikbud, membaca permulaan merupakan suatu
permulaan tahapan proses belajar membaca bagi siswa Sekolah Dasar kelas
awal atau siswa yang duduk dikelas I. Siswa belajar untuk memperoleh
kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi
bacaan dengan baik. Tujuan membaca permulaan di kelas rendah adalah agar
siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan
tepat.
Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan
kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan
lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada
penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami
makna suatu kata yang dapat terangkai pada satu kalimat yang utuh dan dapat
dimengerti maknanya. Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas
I. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan
menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat
membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan
proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai
representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan
belajar. Sedangkan membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan
membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam sebuah
tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar.
Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (dalam Ribudini, 2022:29),
pembelajaran membaca permulaan di Kelas I merupakan pembelajaran
membaca tahap awal atau membaca permulaan yang akan menjadi dasar
pembelajaran di kelas berikutnya. Kemampuan membaca pennulaan sangat
berpengaruh terhadap kemapuan membaca lanjut. Untuk itu guru harus benar-
benar memberikan dasar kemampuan membaca permulaan yang seefektif
mungkin, yaitu melalui pembelajaran membaca permulaan yang baik dengan
perlu adanya perencanaan materi, metode dan pengembangannya secara
bervariasi.
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat ditegaskan bahwa
kegiatan membaca permulaan sangat berpengaruh terhadap ketrampilan
membaca lanjut. Oleh sebab itu, membaca permulaan dikenalkan sedini
mungkin ketika anak memasuki lingkungan sekolah. Salah satu kegiatan
membaca permulaan dapat dilakukan dengan pengenalan huruf, kata dan
menghubungkan serta cara membunyikannya. Ketika anak sudah mampu
mengenal pola kombinasi huruf dan membacanya, anak akan mudah
membaca suku kata menjadi kata bahkan kalimat sederhana.
B. Pentingnya Pembelajaran Membaca Permulaan
Kemampuan yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat
bepengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang
mendasari kemampuan berikutnya, kemampuan membaca permulaan benar-
benar memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap
membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memilki
kemampuan membaca yang memadai. Kemampuan membaca sangat
diperlukan oleh setiap orang yang ingin memperlua pengetahuan dan
pengalaman, mempertinggi daya pikir, mempertajam penalaran, untuk
mencapai kemajuan, dan peningkatan diri. Oleh karena itu, bagaimana pun
guru kelas 1 dan kelas 2 haruslah berusaha sungguh-sungguh agar ia dapat
memberikan dasar kemampuan membaca yang memadai kepada anak
didiknya. Hal itu akan dapat terwujud melalui pelaksanaan pembelajaran
yang baik. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran secara baik, perlu ada
perencanaan, baik mengenai materi, metode, maupun pengembangannya.
C. Tujuan Membaca Permulaan
Pembelajaran membaca permulaan disekolah dasar bertujuan siswa
mengenai dan menguasai sistem tukisan sehingga mereka dapat membaca
dengan menggunkan sistem tersebut. Adapun tujuan lain dari membaca
permulaan adalah untuk membangkitkan, membina dan memupuk minat anak
untuk membaca. Siswa sekolah dasar harus mampu membaca dengan tepat.
Ketepatan membaca permulaan sangat dipengaruhi oleh keaktifan dan
kreatifitas guru yang mengajar dikelas I SD. Keberhasilan belajar siswa
dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh
penguasaan kemampuan membaca mereka. Banyak pakar pendidikan mencari
solusi bagaimana cara memperbaiki pembelajaran kemampuan membaca
permulaan.
D. Jenis-jenis Membaca Permulaan
Pada umumnya siswa yang duduk di kelas I, II, III dan IV proses
membaca yang dilakukan adalah:
1. Membaca bersuara (membaca nyaring).
Membaca bersuara yaitu membaca yang dilakukan dengan
bersuara, biasanya dilakukan oleh kelas tinggi / besar. Pelaksanaan
membaca keras bagi siswa Sekolah Dasar dilakukan seperti berikut:
a. Membaca Klasikal yaitu membaca yang dilakukan secara bersama-
sama dalam satu kelas.
b. Membaca berkelompok yaitu membaca yang dilakukan oleh
sekelompok siswa dalam satu kelas.
c. Membaca Perorangan yaitu membaca yang dilakukan secara
individu. Membaca perorangan diperlukan keberanian siswa dan
mudah dikontrol oleh guru. Biasa dilaksanakan untuk mengadakan
penilaian.
2. Membaca dalam hati.
Membaca dalam hati yaitu membaca dengan tidak mengeluarkan kata-
kata atau suara.
3. Membaca teknik
Membaca teknik hampir sama dengan membaca keras. Membaca
teknik ialah cara membaca yang mencakup sikap, dan intonasi bahasa.
Latihan-latihan yang diperlukan diantaranya :
a. Latihan membaca di tempat duduk.
b. Latihan membaca di depan kelas.
c. Latihan membaca di mimbar.
d. Latihan membacakan.
E. Rancangan Pembelajaran Membaca Permulaan
Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (dalam Ribudini, 2002:29),
pembelajaran membaca permulaan di Kelas I merupakan pembelajaran
membaca tahap awal atau membaca permulaan yang akan menjadi dasar
pembelajaran di kelas berikutnya. Kemampuan membaca permulaan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Untuk itu guru harus
benar-benar memberikan dasar kemampuan membaca permulaan yang
seefektif mungkin, yaitu melalui pembelajaran membaca permulaan yang
baik dengan perlu adanya perencanaan materi, metode dan pengembangannya
secara bervariasi.
1. Materi Pembelajaran Membaca Permulaan
Materi membaca permulaan yang diberikan kepada siswa kelas 1
pada caturwulan 1 dimulai dengan kegiatan berikut ini;
a. Persiapan (pramembaca)
Pada tahap persiapan ini, pada awal caturwulan 1, siswa
diajarkan; (1) sikap duduk yang baik, (2)cara
meletakkan/menempatkan buku di meja, (3) cara memegang buku,
(4) cara membalik halaman buku yang tepat, dan (5)
melihat/memperhatikan gambar atau tulisan.
b. Setelah pramembaca, diajarkan:
Pada kegiatan ini guru melakukan: (1) mengajarkan lafal dan
intonasi kata dan kalimat sederhana (menirukan guru), (2)
mengajarkan huruf-huruf yang banyak digunakan dalam kata dan
kalimat sederhana yang sudah dikenal siswa dan diperkenalkan
secara bertahap sampai dengan 14 huruf). Contoh:
1) a, i, m, dan n; misalnya kata ini, mama; kalimat: ini mama;
2) u, l, b, misalnya kata; ibu, Lala, kalimat: ini ibu Lala;
3) e, t, dan p, misalnya kata; itu, pita, Ema; kalimat: itu pita Ema;
4) o, d misalnya kata; itu, bola, adi; kalimat: itu bola Adi;
5) k, s, misalnya kata; kuda, papa, satu; kalimat: kuda papa satu.
c. Mengajarkan kata-kata baru yang bermakna dengan menggunakan
huruf-huruf yang sudah dikenal siswa, misalnya toko, ubi, boneka,
mata, tamu.
Pada caturwulan 2 siswa diajarkan: (1) lafal dan intonasi kata
yang sudah dikenal dan kata baru dengan memperkenalkan 10
sampai 20 huruf. Misalnya: huruf baru: h, r, j, g, dan y, dan kata
baru: hari, gula, baju, buaya. Selanjutnya, siswa diajarkan membaca
puisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan usia siswa.
Misalnya: boneka, itu bonekaku, bonekaku baru, hadiah dari ibu,
hadiah ulang tahunku.
Sedangkan pada caturwulan 3, siswa diajarkan: (1) membaca
bacaan lebih kurang 10 kalimat dengan menggunakan lafal dan
intonasi yang tepat. Misalnya: Itu ibu Yuli, ibu Yuli cantik, cantik
seperti ibuku. (2) membaca kalimat-kalimat sederhana dan
memahami isisnya. Misalnya: Andi dan Roni pergi ke toko, mereka
membeli buku, dan seterusnya.
2. Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Membaca
Permulaan
Beberapa pendekatan dan metode diantaranya adalah pendekatan harfiah,
pendekatan bunyi, pendekatan suku kata, dan pendekatan kata. Metode
yang digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan adalah metode
abjad, metode bunyi, metode suku kata, dan metode kata lembaga.
a. Pendekatan harfiah, digunakan untuk mengenal huruf a sampai
dengan z serta cara pengucapannya. Berdasarkan pendekatan harfiah
ini, guru menggunakan metode abjad, yaitu siswa mengenal huruf
dan belajar mengucapkan bunyi sesuai dengan lafal abjad. Menurut
Marcia S.Popp, pertimbangan lain untuk belajar abjad adalah
membiasakan siswa dengan nama-nama huruf dari abjad, anak-anak
akan belajar untuk membedakan antara bentuk-bentuk simbolis dan
memperoleh suatu perbedaan antara letter-shapes, antara d, p, w dan
n, c, o, dan a, dan pada akhirnya secara berangsur-angsur memahami
sifat simbolis dari bacaan.
b. Pembelajaran membaca permulaan menggunakan pendekatan bunyi,
yaitu pembelajaran membaca berfokus pada fonik atau suara untuk
menerjemahkan simbol tertulis menjadi suara. Berdasarkan
pendekatan bunyi ini, guru menggunakan metode suara atau metode
bunyi, yaitu siswa mengucapkan huruf sesuai dengan bunyinya.
Pendekatan fonik menekankan pembelajaran membaca berfokus
pada fonik atau suara untuk menerjemahkan simbol tertulis menjadi
suara. Pembelajaran membaca pada tahap awal harus melibatkan
materi yang sederhana. Setelah mereka mempelajari aturan yang
menghubungkan fonem terucap dengan huruf alfabet yang
mewakilinya, barulah anak diberi materi bacaan yang kompleks,
seperti buku dan puisi. Kemudian Purwanto dan Alim, mengatakan
metode bunyi memandang bahwa pemaduan bunyi merupakan cara
terbaik dalam mengajarkan membaca permulaan. Dalam hubungan
dengan ini fonem-fonem yang ada dalam bahasa Indonesia tidak
dilafalkan sebagaimana lafal abjad, melainkan bunyinya.
c. Pembelajaran membaca permulaan menggunakan pendekatan suku
kata, yaitu pembelajaran membaca permulaan dimulai dengan
pengenalan beberapa suku kata. Berdasarkan pendekatan ini guru
menggunakan metode suku kata, yakni siswa diperkenalkan
beberapa suku kata. Setelah siswa mampu membaca suku kata, suku
kata tersebut digabung menjadi kata. Metode suku kata dimulai
dengan pengenalan beberapa suku kata. Setelah siswa mampu
membacanya, suku-suku kata itu dirangkapkan menjadi kata-kata
dengan menggunakan tanda Penghubung. Tanda penghubung itu
digunakan untuk beberapa lamanya; sesudah siswa itu belajar
membaca kalimat. Dengan metode ini, anak belajar mengenali huruf
dengan mengupas/menguraikan suku kata yang diperkenalkan ke
dalam unsur-unsur hurufnya. Menurut Slamet karena metode ini
mulai dengan suku kata maka seringkali juga disebut metode kupas
rangkai suku kata.
d. Pembelajaran membaca permulaan menggunakan pendekatan kata,
yaitu anak langsung diperkenalkan dengan kata-kata. Berdasarkan
pendekatan ini guru menggunakan metode kata lembaga, yakni
pembelajaran dimulai dengan pengenalan beberapa kata yang
dikenal oleh siswa. kata tersebut diuraikan menjadi suku kata; suku
kata diuraikan menjadi huruf. setelah siswa mengenal huruf-huruf
itu, guru merangkaikannya kembali menjadi suku kata, dan akhirnya
menjadi kata, misalnya: Ni-na -- Nina, De-li -- Deli. Dengan
pendekatan ini muncul metode kata lembaga (The words method),
sering pula disebut dengan metode lembaga kata. Menurut Slamet
metode kata lembaga, kepada siswa disajikan kata-kata: salah satu
diantaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata yang sudah dikenal
oleh siswa. Kata tersebut diuraikan menjadi satu suku, suku kata
diuraikan menjadi huruf, setelah itu dirangkai lagi menjadi suku
kata, dan suku kata dirangkaikan lagi menjadi kata, misalnya: Baju
-- b-a-j-u -- ba- ju -- baju, dst.
e. Pembelajaran membaca permulaan di kelas rendah melaksanakan
teknik tanya jawab, misalnya: tanya jawab tentang informasi yang
terdapat dalam bacaan yang sudah dibaca, dengan langkah:
1) guru mempersiapkan materi membaca,
2) guru mempersiapkan sejumlah pertanyaan,
3) menginformasi materi yang lengkap,
4) memberi waktu cukup pada siswa untuk menjawab,
5) siswa diminta bertanya yang berhubungan dengan materi
membaca,
6) guru meminta siswa menjawab pertanyaan dengan cara
menyebarkan pertanyaan,
7) guru menyimpulkan jawaban pertanyaan dari siswa.
f. Pembelajaran membaca permulaan di kelas rendah melakasanakan
teknik latihan, misalnya: latihan mengucapkan fonem, memahami
makna teks, dengan langkah:
1) guru mempersiapkan tempat, materi, peralatan, dan penggunaan
waktu;
2) kegiatan latihan memperhatikan ketepatan dan kecepatan
menggunakan keterampilan;
3) latihan dilaksanakan secara kelompok atau perorangan;
4) melakukan penilaian dan perbaikan.
Kemudian Grellet mengatakan untuk mengembangkan keterampilan
membaca, kita membagi latihan dua kategori, yaitu: latihan
memahami susunan bacaan dan latihan memahami isi/pesan bacaan.
g. Pembelajaran membaca permulaan di kelas melaksanakan teknik
pemberian tugas kepada siswa, misalnya: Siswa diminta
menyimpulkan isi teks yang sudah dibaca. Pemberian tugas
dilakukan dengan langkah:
1) menetapkan tujuan tugas;
2) merumus tugas yang sesuai siswa;
3) merencanakan bentuk pertanggung jawaban;
4) mengevaluasi.
Menurut Winkel, pemberian tugas dapat dipandang dari tiga sudut,
yaitu:
a) menurut tujuan instruksional yang harus dicapai, apakah
termasuk ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik;
b) menurut jumlah siswa yang mengerjakan;
c) menurut kadar untutan. Siswa diminta untuk bekerja sendiri atau
dituntun oleh guru.
h. Pembelajaran membaca permulaan di kelas rendah melaksanakan
teknik demonstrasi, missalnya: siswa diminta melafalkan huruf,
membaca kata, dan kalimat di depan kelas. Untuk melaksanakan
teknik demonstrasi guru menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) menetapkan tujuan;
2) mempersiapkan media;
3) menetapkan langkah-langkah demonstrasi;
4) menyediakan waktu;
5) mengadakan evaluasi.
Teknik demonstrasi adalah cara mengajar di mana seorang
guru menunjukkan, memperlihatkan sesuatu proses. Iskandar wassid
dan Sunendar, mengatakan teknik demonstrasi adalah
memperlihatkan aktivitas pengajar melakukan suatu kegiatan
sehingga proses penerimaan peserta didik terhadap pelajaran lebih
mendalam, membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.

Anda mungkin juga menyukai