Anda di halaman 1dari 14

PENGGUNAAN METODE SCRAMBLE DALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MEMBACA BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA


KELAS III DI SLBN WERI LARANTUKA
The Use Of The Scramble Method In Improving The Reading Ability Of Class IIInd
Blind Students In SLBN Weri Larantuka

Stephania Anna Maria Angelina Kleden 1, Syamsuddin2, Andi Budiman3


1 Jurusan Pendidikan Khusus, Fakultas ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
2 Jurusan Pendidikan Khusus, Fakultas ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
3 Jurusan Pendidikan Khusus, Fakultas ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia

*Penulis Koresponden: Kledentia98@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang Kemampuan membaca permulaan braille pada siswa Tunanetra melalui penggunaan metode
scramble pada siswa kelas III di SLBN Weri Larantuka. Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah 1)Bagaimana kemampuan
membaca permulaan braille sebelum penggunaan metode scramble bagi siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka?, 2)
Bagaimana kemampuan membaca permulaan braile sesudah penggunaan metode scramble bagi siswa tunanetra kelas III di SLBN
Weri Larantuka ? 3) Apakah terjadi peningkatan kemampuan membaca permulaan braille setelah penggunaan metode scramble bagi
siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka? Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian
deskkriptif. Adapun subjek penelitian ini adalah siswa Tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka yang berjumlah 1 orang.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan dalam
mebaca permulaan braille pada siswa tuanetra kelas III di SLBN Weri Larantukastelah penggunaan metode scramble. Peningkatan
tersebut ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan
sekolah yakni 70. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca permulaan braille pada siswa tunanetra kelas III di
SLBN Weri Larantuka sebelum menggunakan metode scramble berada dalam kategori kurang (20). Sedangkaan kemampuan
membaca permulaan braille siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka stelah menggunakan metode scramble berada dalam
kategori baik sekali (80). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Kemampuan membaca permulaan braille siswa Tunanetra kelas III di
SLBN Weri Larantuka sebelum diberikan perlakuan dengan metode scramble berada pada kategori rendah, Kemampuan membaca
permulaan braille siswa Tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka sebelum diberikan perlakuan dengan metode scramble berada
pada kategori sangat baik, Terdapat peningkatan kemampuan membaca permulaan braille melalui penggunaan metode scramble
pada siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka.

Kata Kunci: Kemampuan membaca permulaan braille, siswa tunanetra, metode scramble.

Abstract
This study examines the ability to read the beginning of braille in blind students through the use of the scramble method in
third grade students at SLBN Weri Larantuka. The formulation of the problem in this study is 1) How is the ability to read
beginning of braille before using the scramble method for blind students in class III at SLBN Weri Larantuka?, 2) How is the ability
to read beginning of braille after using the scramble method for blind students of class III at SLBN Weri Larantuka? 3) Is there an
increase in the ability to read beginning in braille after using the scramble method for blind students in class III at SLBN Weri
Larantuka? This research uses a quantitative approach with a descriptive type of research. The subjects of this study were students
with visual impairments in class III at SLBN Weri Larantuka, amounting to 1 person. Collecting data in this study using tests. The
results showed that there was an increase in the ability to read the beginning of braille in third grade blind students at SLBN Weri
Larantukas after using the scramble method. The increase is indicated by the score obtained by students who have reached the
Minimum Completeness Criteria (KKM) that has been set by the school, namely 70. The results showed that the ability to read
beginning of Braille in blind students in class III at SLBN Weri Larantuka before using the scramble method was in the poor
category (20). Meanwhile, the ability to read the beginning of Braille for blind students in class III at SLBN Weri Larantuka after
using the scramble method was in the very good category (80). The conclusion of this study is the ability to read the beginning of
braille for blind students in class III at SLBN Weri Larantuka before being given treatment with the scramble method is in the low
category, the ability to read beginning braille for blind students in class III at SLBN Weri Larantuka before being given treatment
with the scramble method is in the very category. good, there is an increase in the ability to read beginning of braille through the
use of the scramble method for blind students in class III at SLBN Weri Larantuka.

Keywords: Beginning reading skills in braille, blind students, scramble method


PINISI JOURNAL OF EDUCATION

1
1. PENDAHULUAN kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan
neuromuscular, perilaku sossial dan
Pendidikan diartikan sebagai sikap dan
emosional,kemampuan berkomunikasi,
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
maupun kombinasi dua .
usaha mendewasakan manusia melalui upaya
Salah satu jenis ABK adalah Tunanetra
pengajaran dan pelatihan , proses perbuatan,
.Tunanetra berarti kurang penglihatan. Dari segi
cara mendidik. Pendidikan dimaknai sebagai
harfiah, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan
upaya untuk mencapai tujuan melalui proses
netra. Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia,
pelatihan dan cara mendidik. Dalam
Pembukaan UUD 1945 jelas mengamanatkan kata tune

untuk “ Mencerdaskan kehidupan bangsa”.


Amanat hirarkis dituangkan kedalam
berbagai undang-undang dan peraturan yang berarti tidak memiliki , tidak punya, luka atau

mengatur pendidkan. Undang-undang nomor rusak, sedangkan netra berarti penglihatan.

20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Dengan demikian , tunanetra mempunyai arti ,

Nasional, disebutkan bahwa: Pendidikan adalah tidak memiliki atau rusak penglihatannya.

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan Secara umum, istilah tunanetra digunakan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar untuk menggambarkan tingkatan kerusakan

peserta didik secara aktif mengembangkan atau gangguan penglihatan yang berat sampai

potensi dirinya, kepribadian, kecerdasan akhlak pada yang sangat berat, yang dikelompokkan

mulia dan keterampilanyang diperlukan secara umum menjadi buta dan kurang lihat.

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Definisi Salah satu layanan khusus bagi siswa Tunanetra

di atas terlihat bahwa usaha pendidikan adalah penggunaan huruf Braille yang

berupaya mengarahkan seluruh potensi peserta digunakan sebagai media membaca dan

didik secara maksimal agar terwujud suatu menulis.

kepribadian yang paripurna pada dirinya. Berdasarkan hasil observasi yang

Harapan terhadap dunia pendidikan sangat dilakukan pada tanggal 7-10 Desember 2020,

besar untuk membawa peserta didik kearah siswa berinisial KW duduk di kelas III di SLBN

kualitas hidup yag sebaik-baiknya. Weri Larantuka berjenis kelamin laki-laki

Anak-anak berkebutuhan khusus berusia 11 tahun. KW mengalami hambatan

adalah anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam bidang akademik yakni belum mampu

dalam jenis dan karakterisktiknya yang membaca braille . Hal ini terlihat ketika siswa

membedakan mereka dari anak-anak normal diminta untuk membaca sebuah kata dalam

pada umumnya. Pendidikan Khusus bentuk braille, siswa belum mampu dan

merupakan pendidikan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan dalam membaca kata

memiliki hambatan atau kebutuhan khusus. tersebut. Hal ini disebabkan karna pembelajaran

Bentuk sekolah untuk anak ABK salah satunya yang diberikan guru dalam kelas baru sebatas

adalah Sekolah Luar Biasa ( SLB ) . Anak yang pemberian hafalan kepada siswa tentang letak

tergolong “ Luar Biasa atau berkebutuhan dan penempatan huruf braille. Oleh karena itu

khusus “ adalah anak yang menyimpang dari penggunaan metode masih minim sehingga

rata-rata anak normal dalam hal: ciri-ciri mental, membuat siswa mudah jenuh dalam kelas.

2
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

Berangkat dari hal tersebut, peneliti Menurut Susanto (2005: 184)


menawarkan sebuah metode yakni metode mengemukakan defenisi Tunanetra :
Scramble yang mana metode ini memiliki prinsip Penyandang tunanetra adalah seorang
“ belajar sambil bermain “ untuk membantu yang menunjukkan adanya
guru dalam mengajar dan meningkatkan keterbatasan atau hambatan atau hal-
semangat siswa dalam belajar. Metode Scramble hal yang tidak menguntungkan pada
merupakan bentuk permainan membentuk seorang dalam menjalankan fungsinya
kosakata dari huruf-huruf yang tersedia dan sebagai akibat adanya gangguan
telah diacak susunannya untuk menemukan penglihatan.
jawaban disertai dengan alternatif jawaban yang Dari definisi yang telah disebutkan di atas
tersedia yang dapat meningkatkan konsentrasi didapatkan intinya yaitu penyandang
dan kecepatan berpikir siswa. tunanetra adalah individu uyang kehilangan
Penelitian relevan tentang penggunaan metode ketajaman dan fungsi penglihatannya,
Scramble ini dilakukan oleh Adhitya (2016) dimana walaupun telah meggunakan alat bantu
kemampuan membaca permulaan huruf braille penglihatan tetap menggangguproes
terbukti berhasil ditingkatkan pada siswa di SLB A
belajarnya, sehingga memerlukan pendidikan
YPTN Mataram.
dan layanan khusus. Adapun beberapa faktor
penyebab tunanetra yaitu faktor pre-natal
seperti faktor genetik atau keturunan, faktr
2. TINJAUAN PUSTAKA
natal pada saat bayi dilahirkan mengalami
2.1. Tinjauan Pustaka
trauma, lahir premature, dan pada saat post
1. Tunanetra
natal yaitu kerusakan pada mata atau syaraf
Secara harfiah, kata Tunanetra terdiri
mata, mengalami penyakit mata yang
dari kata tuna dan netra. Dalam kamus
disebabkan karena kecelakaan, kena cairan
lengkap Bahasa Indonesia, kata tune bererti
bahan kimia dan sebagainya. Seorang
tidak memiliki , tidak punya, luka atau
dikatakan tunanetra jika sudah tidak mampu
rusak, sedangkan netra berarti
mennfungsikan indera penglihatannya untuk
penglihatan.Tunanetra merupakan sebuah
keperluan pendidikan dan pengajaran
kelainan atau gangguan fungsi penglihatan
walaupun telah dikoreksi dengan lensa.
dan memiliki tingkat atau klarifikasi yang
Kelainan penglihatan dapat dikelompokkan
berbeda – beda. Tunanetra merupakan
menjadi 2 yaitu buta dan low vision.
salah satu jenis kelainan indra ( sensory ),
yaitu kelainan pada indra penglihatan
2. Membaca Permulaan Braille
(mata). Seperti pendapat Baragga (Hadi, Dalman (Janawati, 2020) menjelaskan
2005 :38),yang mengartikan ”tunanetra bahwa membaca adalah suatu kegiatan atau
dalam segi pendidikan sebagai suatu cacat proses kognitif yang berupaya untuk
penglihatan sehingga mengganggu proses menemukan berbagai informasi yang terdapat
belajardan pencapaian belajar secara dalam tulisan. Hal ini dapat diartikan
optimal, sehingga memerlukan metode membaca sebagai proses berpikir untuk
pengajaran, pembelajaran, serta memahami teks yang dibaca.
penyesuaian bahan pelajaran dan Menurut Chall (Ayriza, 1995: 20) menyatakan:
lingkungan belajar.”

3
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

Tahap pertama membaca adalah Simbol Braille merupakan salah satu


membaca permulaan. Pengajaran alat belajar dan berkomunikasi tunanetra yang
membaca permulaan lebih ditekankan sangat penting. Dengan simbol-simbol Braille
pada kemampuan dasar membaca. memperlancar proses belajar mngajar tunanetra.
Oleh karena itu dapat ditegaskan Huruf-huruf braille menggunakan kerangka
bahwa membaca permulaan adalah penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar
suatu aktivitas untuk mengenalkan dari sitem tulisan ini disebut sel Braille, di mana
rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi tiap sel terdiri dari enam titk timbul; tiga baris
bahasa. dengan dua titik. Keenam titik tersebut dapat
disusun sedemikian rupa hingga menciptakan
Ritawati (1996: 51) menyebutkan ada 5 64 macam kombinasi. Huruf Braille di baca dari
langkah dalam membaca permulaan yaitu kiri ke kanan dan dapat melambangkan
mengenal unsur kalimat, mengenal unsur abjad,tanda baca, angka, tanda music, symbol
kata, mengenal unsur huruf, merangkai huruf matematika dan lainnya. Ukuran huruf Braille
menjadi suku kata dan merangkai susku kata yang umum digunakan adalah dengan tinggi
menjadi kata. Pengajaran membaca permulaan sepanjang 0,5 mm, serta spasi horizontal dan
lebih ditekankan pada pengembangan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2,5 mm.
kemampuan dasar membaca. (Sunanto, 2005: 25-26).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Menurut Yusuf (1996 : 99) mengemukakan
membaca permulaan merupakan tahap proses bahwa “huruf Braille adalah serangkaian titik
belajar membaca bagi siswa sekolah dasar timbul yang dapat dibaca dengan peradaban jari
kelas awal. Dalam pembelajaran membaca oleh tunanetra.” Braille bukanlah Bahasa tetapi
permulaan materi yang diberikan mencakup kode yang memungkinkan Bahasa seperti
pengenalan huruf-huruf sebagai lambang Bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan lain-lain
bunyi, menyangkut dengan simbol-simbol dapat dibaca dan ditulis.Pengembangan metode
atau tanda baca, suku kata dan kata. membaca dan menulis dengan perabaan dimulai
Braille adalah sejenis system tulisan pada akhir abad ke-17. Telah banyak metode
sentuh yang digunakan oleh kaum tunanetra. perabaan dicobakan tetapi tidak banyak yang
System ini diciptakan oleh seorang Perancis bertahan dan mencapai keberhasilan yang
yang bernama Louis Braille yang buta optimal. Pada abad ke-18 ditemukana tulisn
disebabkan kebutaan waktu kecil, tulisan ini timbul oleh louis Braille memberikan perubahan
dinamakan huruf Braille.Melalui perjalanan monumental bagi kehidupan para tunanetra dan
yang panjang tulisan braille sekarang telah kemajuan di bidang literature (bacaan),
diakui efektifitasnya dan diterima sebagai komunikasi, dan pendidikan (Susanto, 2005: 28).
tulisan yang digunakan oleh tunanetra di Membaca braille merupakan dasar keterampilan
seluruh dunia. Selain itu huruf Braille bukan saja membaca bagi penyandang Tunanetra. Anak
sebagai alat komunikasi bagi para tunanetra Tunanetra harus dapat membaca huruf braille
tetapi juga sebagai representasi sebagai sarana memperoleh informasi dan
suatukompetensi, kemandirian, dan juga komunikasi dengan orang lain. Membaca
persamaan (Sunanto, 2005: 24). permulaan huruf braille memerlukan beberapa
teknik: 1) kontak dengan seluruh halaman, 2)

4
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

kontak dengan garis, menggunakan telapak Kaharuddin (2020: 69) mengemukakan


ujung tiga jari kedua tangan, 3) kedua tangan definisi metode Scramble:
menelusuri huruf-huruf memulai dari awal, Scramble merupakan
berpisah di tengah, tangan kanan bergerak ke pembelajaran yang mengajak siswa
akhir kalimat sementara tangan kiri balik ke untuk menemukan jawaban dan
awal kalimat dan menemukan garis baru di menyelesaikan permasalahan yang
bawahnya. Tangan kiri membaca membaca ada dengan cara membagikan lembar
pertama dan tangan kanan melanjutkan dari soal dan lembar jawaban yang disertai
tengah sampai ke akhir kalimat. dengan alternatif jawaban yang
Adapun langkah pertama membaca tersedia
permulaan braille dalam metode Scramble
dengan pendapat Tirtonegoro (1985) yaitu Selanjutnya Jatmiko (2019: 58-59) menjelaskan:
mempelajari langkah pembelajaran membaca Scramble merupakan metode mengajar
permulaan huruf braille terlebih dahulu. dengan membagikan lembar soal dan
Langkah pembelajaran huruf yang digunakan lembar jawaban yang disertai dengan
diuraikan sebagai berikut: alternatif jawaban yang tersedia. Siswa
a) Pengenalan nomor dan tempat titik diharapkan mampu mencari jawaban dan
huruf cara penyelesaian dari soal yang ada.
Scramble dipakai untuk jenis permainan
anak-anak yang merupakan latihan
pengembangan dan peningkatan wawasan
pemikiran kosakata.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode Scramble merupakan
Gambar 2.1 Struktur Braille
bentuk permainan membentuk kosakata dari
b) Memilih huruf-huruf yang akan
huruf-huruf yang tersedia dan telah diacak
diajarkan
susunannya untuk menemukan jawaban disertai
c) Menggabungkan huruf dengan huruf
dengan alternatif jawaban yang tersedia yang
lain menjadi suku kata
dapat meningkatkan konsentrasi dan kecepatan
d) Menggabungkan suku kata menjadi kata
berpikir siswa
Menurut Shilphyn Octavia (2020: 70) Metode
3. Metode Scramble
Scramble terdiri atas bermacam-macam bentuk
Istilah Scramble berasal dari bahasa inggris
yakni:
yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia
1) Scramble Kata: yakni sebuah
berarti perbuatan, pertarungan dan perjuangan.
permainan menyusun kata-kata dan
Dalam proses pembelajaran dengan metode
huruf-huruf yang telah dikacaukan
Scramble didasarkan pada prinsip belajar sambil
letaknya sehingga membentuk suatu
bermain, hal tersebut dapat diartikan bahwa
kata tertentu yang bermakna.
dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, anak
2) Scramble Kalimat: yakni sebuah
tidak merasa bahwa dirinya sedang belajar
permainan menyusun kalimat dari
melainkan sedang bermain sehingga siswa
kata-kata acak. Bentuk kalimat
merasa santai dan tidak tertekan.

5
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

hendaknya logis, bermakna, tepat 1) Guru menyajikan materi sesuai


dan benar. topik
3) Scramble Wacana: yakni sebuah 2) Guru membagikan lembar kerja
permainan menyusun wacana logis yang dibagikan acak
berdasarkan kal susunannya
4) imat-kalimat acak. Hasil susunan 3) Guru memberi durasi untuk
wacana hendaknya logis dan pengerjaan soal
bermakna. 4) Siswa mengerjakan soal
Selain membuat suasana proses belajar berdasarkan waktu yang telah
mengajar berjalan baik, santai dan menyenangkan ditentukan guru.
metode Scramble bagi siswa juga memiliki 4. Langkah-langkah Membaca Braille
kelebihan seperti yang dikemukakan oleh dengan metode scramble
Kaharuddin (2020) sebagai berikut: Mempertimbangkan sesuai kondisi dan
1) Memungkinkan siswa untuk belajar karakteristik siswa Tunanetra yang menjadi
sambil bermain. subjek dalam penelitian ini, maka dilakukan
2) Mereka dapat berkreasi sekaligus modifikasi dengan menggabungkan langkah
belajar dan berpikir, mempelajari pembelajaran membaca braille dengan metode
sesuatu secara santai dan tidak Scramble yang disesuaikan dengan karakter
membuatnya stress atau tertekan. siswa. Langkah-langkah dalam penelitian ini
3) Memupuk rasa solidaritas. yaitu dengan mengkolaborasikan pendapat
4) Materi yang diberikan biasanya Tirtonegoro dengan penggunaan metode
mengesankan dan sulit dilupakan Scramble yang dimodifikasi yaitu sebagai
Sifat kompetitif dalam metode ini berikut:
dapat mendorong siswa berlomba-
lomba untuk maju a. Kegiatan Awal
Metode ini mudah atau mampu menambah 1) Guru mengkondisikan siswa
minat membaca siswa karena Scramble adalah untuk siswa untuk siap mengikuti
suatu teknik yang didasarkan pada prinsip kegiatan pembelajaran
bermain sambil belajar yang sesuai dengan jiwa 2) Guru memimpin siswa untuk
peserta didik di sekolah dasar. Adapun berdoa sebelum memulai proses
kelemahan dari metode ini yang dijelaskan oleh pembelajaran
Octavia (2020 : 69) yakni: b. Kegiatan Inti
1) Siswa bisa mencontek jawaban 1) Guru memberikan penjelasan
teman. materi tentang hewan dan
2) Siswa tidak dilatih untuk tumbuhan di sekitar.
berpikir kreatif. 2) Siswa menyimak penjelasan guru
Siswa hanya diberi bahan mentah yang 3) Guru menyiapkan media
hanya perlu diolah dengan baik Langkah- pembelajaran berupa papan braille
langkah pembelajaran metode Scramble dan juga kotak penyimpanan
menurut Huda (Octavia, 2020: 67) dipaparkan kartu huruf braille.
sebagai berikut: 4) Setelah guru memberikan kotak

6
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

scramble berisi huruf braille yang


telah diacak dan papan braille 3.2 Variabel Penelitian
kepada siswa Variabel penelitian merupakan segala
5) Selanjutnya, guru menjelaskan sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
cara dan contoh bermain scramble. dipelajari dan diteliti sehingga diperoleh
6) Guru kemudian menyebutkan informasi tentangnya. Berdasarkan
satu-persatu huruf, dan meminta permasalahan yang ada, penelitian ini terdapat
siswa mencari huruf tersebut satu variabel yang diteliti, yaitu Kemampuan
didalam kotak scramble, setelah membaca permulaan braille siswa tunanetra
siswa mendapatkan huruf yang menggunakan metode scramble .
tepat siswa diminta menyusun
huruf –huruf tersebut menjadi sebuah 3.3 Instrumen Penelitian
kata sederhana
Instrumen penelitian yang dipergunakan
7) Kemudian siswa diminta untuk
dalam penelitian ini berupa tes lisan dan tes
membaca kata tersebut
perbuatan yang mana instrumennya dibuat
c. Kegiatan Akhir
sendiri oleh peneliti terkait dengan
1) Guru Menyimpulkan kegiatan
kemampuan membaca permulaan braille .
pembelajaran
2) Berdoa bersama untuk 3.4 Analisis Data
mengakhiri kegitan
Teknik analisis data dalam penelitian ini
pembelajaran
menggunaakan analisis deskriptif kuantitatif
dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk
2.2. Fungsi Tinjauan Pustaka
diagram batang.
Fungsi tinjauan pustaka dalama penelitian
ini untuk mengetahui teori-teori yang terkait
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan skema penelitian mengenai Kemampuan
4.1. Hasil Penelitian
Membaca Permulaan Braille.
Penelitian ini dilakukan pada anak
3. METODE PENELITIAN Tunanetra Blind kelas III di SLBN Weri
Larantuka. Penelitian ini telah dilaksanakan
3.1 Pendekatan Penelitian
pada tanggal 22 Agustus 2021 – 22 September
Penelitian ini menggunakan pendekatan
2021. Tes kemampuan membaca braille
kuantitatif. Pendekatan ini digunakan untuk
dilakukan sebanyak dua kali, yakni sebelum
mengetahui peningkatan kemampuan membaca
dan sedudah penerapan metode scramble.
Permulaan Braille pada siswa Tunanetra kelas
Pengukuran pertama dilakukan
III di SLBN Weri Larantuka sebelum dan
sebelum penerapan metode scramble untuk
sesudah penggunaan Metode Scramble.
melihat dan memperoleh gambaran tingkat
Jenis penelitian yang digunakan adalah
kemampuan awal anak. Sedangkan
penelitian deskriptif. Penelitian ini dimaksudkan
pengukuran kedua dilakukan setelah
untuk memperoleh gambaran tentang tentang
penerapan metode scramble untuk
Peningkatan kemampuan membaca permulaan
memperoleh gambaran peningkatan
braille melalui metode Scramble.

7
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

kemampuan membacapermulaan braille Berdasarkan analisis, diperoleh


subjek penelitian. kemampuan membaca permulaan braille siswa
Bedasarkan Hasil tes sebelum tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka
penggunaan Metode Scramble pada subjek, sebelum penggunaan metode Scramble yakni 20.
maka data kemampuan membaca permulaan Untuk mengetahui gambaran
braille Siswa Tunanetra kelas III di SLBN Weri kemampuan membaca braille pada siswa
Larantuka tergambar pada tabel sebagai tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka
berikut : setelah penggunaan metode scramble dapat
Tabel 4.1 Skor Tes Awal Pada Anak diketahui melalui tes akhir. Tes akhir
Tuanetra Kelas III Di SLBN Weri merupakan tahap akhir pelaksaan penelitian
Larantuka Sebelum Penggunaan Metode untuk mengetahui gambran kemampuan
Scramble membaca permulaan braille pada siswa
tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka
Inisial setelah penggunaan metode scramble.
No Skor Nilai Kategori
Anak Adapun data hasil kemampuan membaca
braille pada siswa Tunanetra kelas III di SLBN
1 KW 2 20 kurang
Weri Larantuka setelah penggunaan metode
Sumber : data kemampuan scramble sebagai berikut. Berdasarkan hasil tes
membaca permulaan braille sesudah penerapan metode Sramble pada
Berdasarkan tabel tersebut, menunjukkan subjek, dilaksanakan selama 1 bulan dengan
hasil tes awal kemampuan membaca permulaan jumlah pertemuan sebanyak 12 kali pertemuan.
Braille Siswa tunanetra sebelum penerapan Maka data Kemampuan Membaca Permulaan
metode scramble yaitu KM mendapatkan skor 2. Braille pada anak Tunanetra kelas III di SLBN
Selanjutnya skor diperoleh dikonversikan Weri Larantuka dapat dilihat sebagai berikut :
ke nilai skala 100 melalui rumus yang telah
diterapkan sebelumnya di BAB III , jika
dihubungkan maka hasilnya dapat dilihat pada
perhitungan sebagai berikut : Tabel 4.2 Skor Tes Akhir Pada Anak
Nilai awal ( Anak KW ) Tunanetra Kelas III Di SLBN Weri
Larantuka Setelah Penggunaan Metode
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ Scramble
= x 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑖𝑚𝑎𝑙

Inisial
2
No Skor Nilai Kategori
= x 100 Siswa
10
= 20
Baik
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 1 KW 8 80
Sekali
skor kemampuan membacapermulaan braille
yang di peroleh siswa tunenetra pada awal tes,
maka nilai dari siswa tunanetra kelas III di Berdasarkan data diatas, nampak bahwa
SLBN Weri Larantuka dapat diuraikan sebagai subjek penelitian (KW) memperoleh skor 8
berikut. yang menunjukkan bahwa dari 10 butir soal
yang diberikan kepada subjek selanjutnya skor

8
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

yang diperoleh dikonversikan ke nilai 100 Pada Siswa Kelas III di SLBN
melalui rumus yang telah ditetapkan Weri Larantuka.
sebelumnya, jika dihubungkan maka hasilnya
dapat dilihat pada perhitungan sebagai berikut No Inisial Tes Awal Tes Akhir
: Siswa
Nilai Akhir (Anak KW) Skor Nilai Skor Nilai
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
= x 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 1 KW 2 20 8 80
8
= x 100
10
= 80

Data diatas menggambaran bahwa subjek


Kemampuan membaca permulaan
penlitian ( KW) memperoleh nilai 80 yang
braille siswa tunanetra mengalami
berarti bahwa kemampuan membaca
perubahan yang lebih baik dan diperoleh
permulaan braille yang menjadi subjek
peningkatan kemampuan permulaan
penelitian ini berada pada kategori baik sekali
membaca braille pada siswa tunanetra kelas
sesudah penerapan metode Scramble .
III di SLBN Weri Larantuka. Hal tersebut
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap
terlihat pada kemampuan yang diperoleh
skor kemampuan membaca permulaan braille
siswa sebelum dan setelah penggunaan
yang diperoleh murid pada tes terakhir, maka
metode Scramble.
nilai dari siswa tunanetra kelas III di SLBN
Weri Larantuka dapat diuraikan sebagai
Berdasarkan hasil analisis
berikut.
perbandingan kemampuan membaca
Berdasrakan hasil analisis, diperoleh nilai
permulaan braille sebelum dan setelah
akhir kemampuan membaca permulaan braille
penggunaan metode scramble pada siswa
pada siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri
tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka
Larantuka stelah penggunaan metode
nampak bahwa kemampuan membaca
scramble yakni memperoleh nilai 80.
permulaan braille subjek penelitian ( KW)
Peningkatan kemampuan membaca
pada saat tes awal atau sebelum
permulaan braille pada siswa tunanetra kelas
penggunaan metode scramble siswa
III di SLBN Weri Larantuka melalui
memperoleh skor 1 atau sama dengan 10.
penggunaan metode scramble dapat diketahui
Jika disesuaikan dengan kategori standar
dengan cara membandingkan nilai hasil tes
penilaian pada bab III maka murid masih
awal dan tes akhir yang diperoleh oleh siswa
berada pada kategori kurang dengan
sebelum dan sesudah metode scramble yag
interval nilai 0-55.
dapat dilihat dalam tabel rekapitulasi data
hasil tes sebagai berikut Sedangkan,kemampuan membaca
permulaan braille subjek Penelitian (KW)
Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Kemampuan
pada saat tes akhir atau setelah penggunaan
Membaca Permulaan Braille
metode scramble siswa memperoleh skor 8
Sebelum dan Sesudah
atau sama dengan nilai 80 dan jika
Penggunaan Metode Scramble
disesuaikan dengan kategorisasi standar

9
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

penilaian maka murid sudah berada pada 4.2. Pembahasan Penelitian


kategori baik sekali dengan interval nilai 86- Kemampuan Membaca Permulaan
100. Agar lebih jelas data tersebut nilai 80 Braille merupakan salah satu kemampuan
dan jika disesuaikan dengan kategorisasi kognitif yang seharusnya sudah dikuasai oleh
stnadar penilaian maka siswa sudah berada siswa yang duduk di kelas III. Namun peneliti
pada kategori baik sekali dengan nilai 86- menemukan siswa Tunanetra yang sudah
100. Agar lebih jelas data tersebut diatas duduk di kelas III mengalami hambatan dalam
divisualisasikan dalam diagram batang membacapermulaan braille terutama ketika
sebagai berikut: pembelajaran Bahasa Indonesia . Kemampuan
awal yang dimiliki siswa ini adalah Ia sudah
0
mampu membaca huruf A-Z dalam bentuk
0
braille. Berdasarkan hasil observasi awal dan
00 wawancara di sekolah dengan Guru Wali kelas
0 KW, beliau menjelaskan bahwa KW masih sulit
0
Tes Awal membaca kata dalam bentuk braille jika
0
Tes Akhir diberikan sebuah kata sederhana untuk dibaca
maka KW kesulitan membaca kata tersebut . Hal
0 tersebut dikarenakan KW baru sebatas
0 mengenal huruf A- Z dalam bentuk braille.
0 Kondisi inilah yang ditemukan
Kemampuan Membaca Permulaan Braille Pada Muridsehingga peneliti mengambil permasalahan ini
Tunanetra Kelas III di SLBN Weri Larantuka
dan perlu pertimbangan dalam memilih cara
atau metode pembelajaran yang dianggap sesuai
untuk meningkatkan kemampuan membaca
Diagram 4.3 Visualisasi Perbandingan
permulaan braille. Peneliti memilih
Nilai Sebelum Dan Sesudah Penggunaan
menggunakan metode scramble yang telah
Metode Scramble Unuk Meningkatkan
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak
Kemampuan Membaca Permulaaan
dalam belajar membaca braille, sebagai salah
Braille Kelas III di SLBN Weri Larantuka
satu cara yang dapat memberikan dampak
Berdasarkan data diatas, maka dapat positif kepada siswa dalam meningkatkan
disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan membaca braille siswa tunanetra.
kemampuan permulaan membaca braille Penggunaan metode scramble yang telah
pada siswa tunentra kelas III di SLBN Weri dimodifikasi ini disesuaikan dengan
Larantuka melalui penggunaan metode karakteristik atau kebutuhan siswa, penelitian
scramble. Hal tersebut membuktikan bahwa ini dilakukan selama 16 kali yakni 2 kali di tes
secara empiris melalui penggunaan metode awal sebelum penggunaan metode , 12 kali pada
scramble dalam proses pembelajaran , saat penggunaan metode dan 2 kali di tes akhir
kemampuan membaca permulaan braille setelah penggunaan metode. Berdasarkan hasil
siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri penelitian yang telah dilakukan di SLBN Weri
Larantuka dapat meningkat. Larantuka, diperoleh data awal yang
menunjukkan adanya peningkatan yang

10
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

signifikan pada kemampuan membaca permulaan braille siswa tunanetra kelas III di
permulaan braille siswa setelah penggunaan SLBN Weri Larantuka terjadi peningkatan. Hal
metode scramble yakni Siswa KW sudah mampu tersebut ditunjukkan dengan nilai yang
menyusun huruf-huruf yang telah diacak dan diperoleh siswa setelah penerapan metode
sudah lancar membaca kata tersebut. scramble. Adapun nilai yang diperoleh siswa
. Peningkatan tersebut membuktikan yakni memperoleh skor 8 dengan nilai 80.
bahwa penerapan metode scramble sesuai untuk Kondisi tersevut merupakan indikator bahwa
meningkatkan kemampuan membaca kemampuan membaca permulaan braille siswa
permulaan braille. Hal Ini sejalan dengan tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka
pendapat Kaharuddin (2020: 69) yang terjadi peningkatan setelah penerapan metode
menyatakan bahwa metode scramble merupakan scramble. Siswa berada pada kategori baik sekali
pembelajaran yang mengajak siswa untuk dan telah memcapai standar keriterua
menemukan jawaban dan menyelesaikan ketuntasan minimal (KKM) yang telah
permasalahan yang ada dengan cara ditetapkan sekolah yakni 70.
membagikan soal dan lembar jawaban yang Selanjutnya berdasarkan perbandingan
disertai alternatif jawaban yang tersedia. hasil tes awal dan akhir maka diperoleh
Selanjutnya Teknik scramble dipakai untuk gambaran bahwa adanya peningkatan
sejenis permainan anak-anak, yang merupakan kemampuan membaca permulaan braille pada
latihan dan dikembangkan dengan jalan siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri
membentuk kosakata dari huruf-huruf yang Larantuka stelah penerapan metode scramble.
tersedia. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perbandingan
Berdasarkan kajian hasil penelitian antara nilai yang diperoleh siswa pada tes awal
diatas maka dieroleh gambaran kemampuan dengan nilai yang diperoleh siswa pada tes
membaca permulaan braille pada siswa akhir, yakni siswa tunanetra kelas III di SLBN
tunanetra kelas III di SLBN Weri Larantuka Weri Larantuka memperoleh nilai yang lebih
setelah dilakukan dua kali tes yakni sebelum dan tinggi pada tes akhir daripada nilai yang
setelah penerapan metode scramble. Pada tes diperoleh pada tes awal.
awal atau sebelum penerapan metode scramble Dengan demikian berdasarkan temuan
diperoleh nilai kemampuan membaca dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada
permulaan braille siswa tunanetra kelas II di peningkatan kemampuan membaca permulaan
SLBN Weri Larantuka yakni memperoleh skor 2 braille siswa tunanetra kelas III di SLBN Weri
dengan nilai 20, karena pada tes awal ini, siswa Larantuka melalui penerapan metode scramble.
belum diberikan penggunaan metode Dalm artian bahwa melalui penerapan metode
pembelajaran. Hal ini menunjukkan scramble dapat memberikan pengaruh positif
kemampuan membaca braille yang diperoleh terhadap peningkatan membaca permulaan
siswa berada pada kategori sngat kurang dan braille bagi siswa tunanetra kelas
belum mencapai kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang telah ditentukan sekolah. 5. KESIMPULAN
Kemudian pada tes akhir atau setelah
Berdasarkan data hasil penelitian yang
penerapan metode scramble maka diperoleh
dilakukan pada siswa Tunanetra kelas III di
gambaran bahwa kemampuan membaca
SLBN Weri Larantuka. Maka dapat menjawab

11
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

pertanyaan penelitian yang telah diajukan, Kasihan,M. 2008. Metoode penelitian Kuantitaif-
sehingga dapat disimpulkan bahwa: Kualitatif. Malang: UIN Malang Press
(1)kemampuan membaca permulaan braille
siswa Tunanetra kelas III di SLBN Weri Mangunsong, F. 2014. Psikologi dan Pendidikan
Larantuka sebelum diberikan perlakuan Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
menggunakan metode Scramble berda pada Depo: Lembaga Pengembangan
kategori Sangat Kurang, (2)kemampuan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
membaca permulaan braille siswa Tunanetra Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi
kelas III di SLBN Weri Larantuka setelah Universitas Indonesia.
diberikan perlakuan menggunakan metode
Minsih. 2020. Pendidikan Inklusif sekolah dasar:
Scramble berda pada kategori Baik sekali,
Merangkul Perbedaan dalam
(3)terdapat peningkatan kemampuan membaca
Kebersamaan. Surakarta : Universitas
permulaan braille melalui penggunaan metode
Muhammadiyah Surakarta
Scramble pada siswa Tunanetra kelas III di
SLBN Weri Larantuka Mulyono, Abdurahman. (2003). Pendidikan Bagi
Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA
Rineka Cipta

Adhitya, Gigih. 2016. Peningkatan Kemampuan


Octavia, Shilphy. 2020. Model-model
Membaca Permulaan Huruf Braille
Pembelajaran. Jogja : Deepublish.
Melalui Metode Scarmble Pada Siswa
Tunanetra Kelas 1 SLB YPTN Hadi, Purwaka. 1985. Kemandirian Tunanetra
Mataram. Skripsi. Yogyakarta: (Orientasi Akademik dan Sosial). Jakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

Arikunto, S. 2002. Proses Penelitian Suatu Soekadi, Tirtonegoro. 1985. Ortodidaktik Anak
Pendekatan Praktik. Jakarta: Direktorat Tunanetra II. Jakarta : Depdikbud.
Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat
Ketenagaan. Sudjana, N. 2006. Penelitian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT Remaja
Indah, dkk. 2020. Pendidikan Dasar Inklusif (Teori Rosdakarya
Implementasi).Yogyakarta : Bintang
Pustaka MADANI Sugiyono. 2015. Metode penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan
Janawati, A. 2020. Analisis Kemampuan Membaca R&D. Bandung: ALFABETA
Permulaan Siswa Kelas 1. Bali : Surya
Dewata` Suparno, dkk. 2007. Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Modul. Jakarta:
Jatmiko, Adi. 2019. Joyfull English Games. Kendal Dirjen Dikti. Depdiknas.
: Ahsyara Muda Indonesia
Wardani, dkk. 2011. Pengantar pendidikan Luar
Kaharuddin, Andi. 2020. Pembelajaran Inovatif Biasa. Jakarta : Universitas Terbuka
dan Variatif. Gowa : Pusaka Almaida

12
PINISI JOURNAL OF EDUCATION

Yusuf, M. 2018. Pengantar Ilmu pendidikan.


Palopo: Lembaga Penerbit Kampus
IAIA

13

Anda mungkin juga menyukai