Anda di halaman 1dari 24

1

PENERAPAN METODE SCRAMBLE UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN HURUF BRAILLE
PADA MURID TUNANETRA KELAS DASAR II
SLB A YAPTI MAKASSAR

Dwi Indriani Astari, Dra. Hj. Sitti Kasmawati, M.Si, Dr. Purwaka Hadi, M.Si

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

ABSTRAK

DwiIndrianiAstari, 2018. Penerapan Metode Sramble Untuk Meningkatkan


Kemampuan Membaca Permulaan Huruf Braille Pada Murid Tunanetra Kelas
Dasar II Di SLB A YAPTI Makassar. Skripsi. Dibimbing oleh Dra. Hj. St.
Kasmawati, M.Si dan Dr.Purwaka Hadi, M.Si ; FakultasIlmu Pendidikan
UniversitasNegeri Makassar.

Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca huruf yang bentuknya
hampir sama dan berlawanan arah masih rendah. Penelitian ini menelaah Metode
Scramble Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Huruf Braille
Pada Murid Tunanetra Kelas Dasar II SLB A YAPTI Makassar. Rumuan Masalah
dalam penelitian ini adalah: (1). Bagaimanakah gambaran kemampuan membaca
permulaan huruf Braille sebelum penerapan metode Scramble? (2). Bagaimanakah
gambaran kemampuan membaca permulaan huruf Braille sesudah penerapan
metode scramble?, (3) Apakah ada peningkatan kemampuan membaca permulaan
huruf Braille setelah penerapan metode scramble?. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui: (1) Kemampuan membaca permulaan huruf Braille pada murid
tunanetra kelas dasar II sebelum penerapan metode scramble, (2) Kemampuan
membaca permulaan huruf Braille pada murid tunanetra kelas dasar II sesudah
penerapan metode scramble, (3) Peningkatan kemampuan membaca permulaan
huruf Braille pada murid tunanetra kelas dasar II setelah penerapan metode
scramble. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Subjek penelitian sebanyak satu murid yang telah diketahui
melalui wawancara awal dengan guru kelas. Tekhnik pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan pemberian tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
Kemampuan membaca permulaan huruf Braille murid tunanetra masih rendah,
(2) kemampuan membaca permulaan huruf Braille pada murid tunanetra
meningkat setelah penerapan metode scramble (3) penerapan metode scramble
dapat membantu siswa dalam meningkatkan membaca permulaan huruf Braille.
2

PENDAHULUAN memberi hak kepada setiap warga


Pendidikan nasional berfungsi
negara memperoleh pendidikan yang
mengembangkan kemampuan dan
bermutu dan juga berhak mendapat
membentuk watak serta peradaban
kesempatan meningkatkan pendidikan
bangsa yang bermartabat dalam rangka
sepanjang hayat
mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk
Bagi warga Negara yang
berkembangnya potensi peserta didik
memiliki kelainan emosional, mental,
agar menjadi manusia yang beriman
intelektual, dan sosial serta warga
dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Negara yang memiliki potensi
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
kecerdasan dan bakat istimewa berhak
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
memperoleh pendidikan khusus. (No:
menjadi warga Negara yang
20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 dan 3).
demokratis serta bertanggungjawab.
Agar pendidikan tepat sasaran,
( UU. Sisdiknas nomor 20 tahun 2003,
kurikulum harus mengacu pada
Bab II pasal 3 ).
kelompok ilmu dasar serta mata
Fungsi pendidikan terhadap
pelajaran yang di Ujian Nasional (UN)
peningkatan kualitas sumber daya
salah satunya adalah
manusia dimulai melalui pelaksanaan
mata pelajaran Bahasa Indonesia,
pendidikan wajib belajar 9 tahun telah
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
diatur lebih luas di dalam UU No: 20
terdapat aspek yang sangat penting
tahun 2003 pasal 5 ayat 1 dan 5 .
yaitu aspek membaca.
Bahwa sistem pendidikan nasional
3

Pelajaran membaca merupakan permulaan. Tahap ini merupakan

salah satu dari keterampilan berbahasa tahapan awal dalam belajar membaca.

yang sangat penting disamping Menurut Purwanto (Kosasih,

keterampilan berbahasa lainnya. 2012: 68), “membaca permulaan

Menurut Dalman (2013: 5), adalah suatu kegiatan dalam

“membaca merupakan suatu kegiatan memperoleh kecakapan mengenal

atau proses kognitif yang berupaya huruf beserta bunyi yang dirangkai-

untuk menemukan berbagai informasi rangkaikan hingga bermakna sebagai

yang terdapat dalam tulisan”. aktivitas dasar dalam belajar melalui

Sedangkan menurut Hodgon (Tarigan, tahapan tanpa buku dan dengan buku”.

2008: 7) menyatakan bahwa Membaca permulaan diberikan di

“membaca adalah suatu proses yang kelas rendah sekolah dasar (SD) yaitu

dilakukan serta dipergunakan oleh kelas satu sampai dengan kelas tiga,

pembaca untuk memperoleh pesan, tidak hanya di sekolah dasar umum,

yang hendak disampaikan oleh penulis tetapi di sekolah dasar luar biasa

melalui media kata-kata/bahasa tulis.” SDLB) juga diajarkan membaca

Melalui kegiatan membaca seseorang permulaan. Namun, di SDLB terdapat

akan memperoleh berbagai informasi, beberapa perbedaan cara pengajaran,

ilmu pengetahuan serta pengalaman- materi, media dan perangkat

pengalaman baru. Seseorang yang pembalajaran lainnya yang disesuiakan

akan belajar membaca terlebih dahulu dengan kebutuhan siswa. Di sekolah

memasuki tahapan membaca dasar luar biasa, khususnya SDLB-A


4

yang merupakan sekolah dasar khusus tunanetra. Braille terdiri dari 6 titik,

bagi siswa tunanetra yaitu siswa yang dengan formasi 2 kolom 3 baris, ke 6

mengalami hambatan dalam segi titik tersebut diberi nomor 1,2,3, ke

penglihatan, pembelajaran membaca bawah pada kolom kiri, dan 4,5,6 ke

permulaan yang diberikan bawah pada kolom kanan. Dalam

menggunakan tulisan Braille. membaca huruf Braille pada

Penggunaan tulisan Braille sama tunanetra, fungsi mata digantikan oleh

halnya dengan penggunaan tulisan fungsi ujung-ujung jari.

awas, yaitu sebagai media baca Keterampilan siswa tunanetra

tulis.Kemampuan membaca permulaan dalam menggunakan huruf Braille

Braille adalah kemampuan dasar yang dapat dikatakan sebagai kemampuan

harus dimiliki oleh siswa tunanetra dasar yang harus dimiliki oleh siswa

karena tulisan Braille merupakan salah tunanetra sejak dini, karena tulisan

satu media penting dalam Braille merupakan media penting

transformasi. dalam transformasi pengetahuan bagi

Salah satu layanan pendidikan para tunanetra. Kemampuan siswa

khusus bagi siswa tunanetra adalah tunanetra dalam membaca Braille

penggunaan huruf Braille yang akan sangat mendukung terhadap

digunakan sebagai media membaca kelancaran proses pembelajaran pada

dan menulis. Huruf Braille merupakan mata pelajaran lainnya. Seperti yang

suatu sistem penulisan menggunakan dipaparkan oleh Lerner (Abdurahman

titik-titik timbul yang digunakan oleh 2003 : 200), Kemampuan membaca


5

merupakan dasar untuk menguasai /U/, /V/, /W/, /X/, /Y/, /Z/. Pada saat

berbagai bidang studi di sekolah. peneliti cobakan lagi menggunakan

Apabila siswa tunanetra pada usia cara membaca kata atau kalimat yang

sekolah tidak memiliki kemampuan sederhana yang mengandung hururf

untuk mambaca huruf Braille, maka /D/, /E/, /F/, /H/, /I/, /J/ ,/M/, /N/,

ia akan mengalami banyak kesulitan /S/, /T/. anak mengalami kesulitan

dalam mempelajari berbagai bidang dalam membaca huruf oleh karena itu

studi di kelas-kelas berikutnya. Oleh anak susah membaca huruf yang

karena itu anak harus membaca agar bentuknya hampir sama bahkan

ia dapat membaca untuk belajar. berlawanan arah. Anak masih lamban

Berdasarkan hasil Asesmen dalam membaca, serta mengganti

Awal pada tanggal 23 Maret 2018 di huruf dalam membaca sebuah kata.

Kelas Dasar II SLB A YAPTI Misalnya pada kata [dafa] dibaca anak

Makassar, pada saat pembelajaran “fada”. Akibatnya, hasil belajar anak

Bahasa Indonesia anak tersebut belum atau kemampuan anak dalam membaca

mampu membaca dengan lancar. masih rendah yakni masih di bawah

Berdasarkan hasil pengamatan saat Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM)

dilakukan asesmen mengenal huruf [a] yang ditetapkan 65.

sampai [z] diketahui bahwa murid Selama ini guru telah

berinisial (NA) sudah mampu mengajarkan membaca dengan

mengenal huruf Braille /A/, /B/, menggunakan metode latihan dan

/C/, /G/, /K/,/ L/, /O/, /P/, /Q/, /R/, media yang digunakan buku teks yang
6

kurang menarik perhatian anak, atau kata yang disusun

sehingga anak mudah bosan untuk secara acak sehingga

belajar membaca. Alternatif agar membentuk suatu

pembelajaran Bahasa Indonesia lebih jawaban konsep yang

efektif, sehingga dapat meningkatkan dimaksud.

hasil belajar siswa. Salah satu

alternatifnya adalah dengan Waktu yang diberikan singkat

menggunakan metode scramble. sehingga dalam belajar siswa berlatih

Metode scramble adalah salah satu untuk berpikir cepat, tepat, lebih

metode permainan bahasa. fokus, dan menimbulkan rasa gembira

yang membuat siswa tidak merasa

Menurut Komalasari jenuh atau bosan sehingga dapat

(Raudhatul jannah, meningkatkan kemampuan membaca

2013) bahwa scramble permulaan, kemampuan membaca

adalah metode permulaan yang dimaksud akan

pembelajaran yang dibatasi pada kemampuan membaca

mengajak siswa kata yang mengandung huruf dengan

mencari jawaban bentuk berlawanan dan hampir sama.

terhadap suatu Dalam pelaksanaan kegiatan

pertanyaan secara pembelajaran membaca peneliti

kreatif dengan cara menggunakan pula media

menyusun huruf-huruf pembelajaran yang menunjang


7

keefektifan proses pembelajaran Permulaan Melalui Metode Scramble

sehingga mengefesienkan waktu dan Kalimat Siswa Kelas II SDN 1

menarik perhatian siswa, adapun Sedayu, penelitian tersebut

media penunjang yang dimaksud menunjukkan bahwa penerapan

adalah berupa papan scramble. metode scramble dapat meningkatkan

Dipilihnya metode Scramble karena hasil belajar siswa dan mencapai KKM

siswa mulai melafalkan huruf, suku pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

kata, kata, dengan menggunakan Berdasarkan pernyataan-

vokal, lafal dan intonasi yang tepat pernyataan di atas peneliti tertarik

(Yeti Mulyati, 2009: 15). Selain itu, untuk mengadakan penelitian dengan

digunakannya media berupa papan judul “Penerapan Metode Scramble

scramble agar memungkinkan siswa Untuk Meningkatkan Kemampuan

dapat bermain dengan papan scramble Membaca Permulaan Huruf Braille

tersebut kemudian membacanya. Pada Murid Tunanetra Kelas Dasar II


Atas dasar itu, peneliti memilih SLB A YAPTI Makassar”
metode scramble dan media papan

scramble di atas.Keefektifan KAJIAN TEORI


penggunaan dari metode scramble Pengertian Membaca Permulaan
didukung dengan penelitian yang Farida Rahim (2011: 2)
dilakukan oleh Alfiahesty Choirotun “mengemukakan bahwa keterampilan
Nafiah (2016) dengan judul: membaca mencakup aktivitas
Peningkatan Kemampuan Membaca
8

pengenalan kata, pemahaman literal, hubungan antara huruf-

interpretasi, membaca kritis, dan huruf merupakan

pemahaman kreatif”. Pada kelas-kelas prasyarat untuk dapat

awal (yaitu SD kelas I, II, dan III) membaca; (4)

dikenal dengan istilah membaca membedakan bunyi-

permulaan. Penekanan membaca pada bunyi merupakan hal

tahap ini adalah perseptual yaitu yang penting dalam

pengenalan korespondensi rangkaian pemerolehan bahasa,

huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Hal khususnya membaca; (5)

yang diutamakan dalam pembelajaran kemampuan mengingat;

membaca permulaan di kelas adalah (6) membedakan huruf;

agar siswa dapat membaca kata-kata (7) orientasi ke kiri dan

dan kalimat sederhana dengan tepat kanan;(8) keterampilan

dan lancar. pemahaman; dan (9)

Rubin (Slamet, 2007) penguasaan kosakata.

mengemukakan beberapa kegiatan

yang dilakukan dalam pengajaran Kemampuan siswa membaca

membaca, sebagaimana dikemukakan dengan tepat dan lancar merupakan

berikut ini, yakni dasar utama pada tahap membaca

(1) peningkatan ucapan; permulan. Kemampuan di tahap

(2) kesadaran fonemik membaca permulaan ini akan sangat

(bunyi bahasa); (3) berpengaruh terhadap tahap membaca


9

lanjut. Dapat dikatakan bahwa dengan formasi 2 kolom 3 baris, ke 6

kemampuan membaca permulaan titik tersebut diberi nomor 1,2,3, ke

merupakan dasar bagi kemampuan bawah pada kolom kiri, dan 4,5,6 ke

membaca lanjut. Apabila dasar itu bawah pada kolom kanan. Dalam

tidak kuat, maka pada tahap membaca membaca huruf Braille pada

berikutnya siswa akan kesulitan untuk tunanetra, fungsi mata digantikan oleh

memiliki kemampuan membaca yang fungsi ujung-ujung jari.

memadai.

Berbagai pendapat yang Menurut Munawir Yusuf

dikemukakan diatas dapat ditarik (1996: 103) huruf-huruf Braille

kesimpulan bahwa membaca disusun berdasarkan pola enam titik

permulaan merupakan tahapan awal timbul dengan posisi tiga vertikal dan

bagi anak agar dapat memiliki titik horisontal (seperti pola kartu

kemampuan memahami dan domino). Titik-titik tersebut diberi

menyuarakan tulisan dengan intonasi nomor tetap 1, 2, 3, 4, 5, 6 pada posisi

yang wajar, sebagai dasar untuk dapat sebagai berikut :

membaca lanjut . a) Susunan titik huruf

Pengertian Huruf Braille Braille cara baca

Huruf Braille merupakan suatu Untuk keperluan

sistem penulisan menggunakan titik- mambaca, titik

titik timbul yang digunakan oleh timbul positif yang

tunanetra. Braille terdiri dari 6 titik, dibaca. Cara


10

membaca seperti Untuk menulis,

pada umumnya yaitu prinsip kerjanya

dari kiri ke kanan. berbeda dengan

Titik satu pada mambaca. Cara

penulisan Braille menulis huruf

terdapat pada titik Braille tidak seperti

sebelah kiri atas. pada umumnya yaitu

Posisi titik-titik dimulai dari kanan

Braille adalah posisi ke kiri, biasanya

huruf Braille yang sering disebut

terdiri dari satu atau dengan menulis

kombinasi beberapa secara negatif. Jadi

titik tersebut. menulis Braille

Dengan bantuan secara negatif dan

nomor dari setiap menghasilkan

titik, maka suatu tulisan secara timbul

huruf dapat positif. Titik satu

dinyatakan dengan pada penulisan

menyebutkan nomor Braille terdapat pada

dari titik-titiknya. titik sebelah kanan

b) Susunan titik huruf atas. Posisi titik-titik

Braille cara tulis. di atas adalah posisi


11

huruf Braille yang pembelajaran. Metode ini juga metode

ditulis dari kanan ke yang memadukan kemampuan

kiri. Huruf Braille menjawab pertanyaan dengan kejelian

terdiri dari satu atau mencocokkan jawaban soal dengan

kombinasi beberapa jawaban yang telah disiapkan tetapi

titik tersebut. dengan susunan huruf yang acak.

Dengan bantuan Siswa hanya ditugaskan mengkoreksi

nomor dari setiap (membolak-balik huruf) jawaban

titik, maka suatu tersebut sehingga menjadi jawaban

huruf dapat yang benar.

dinyatakan dengan Menurut Taufina (2011:162)

menyebutkan nomor metode scramble merupakan

dari titik-titiknya. modifikasi dari metode tanya jawab

yang merupakan kolaborasi dengan

menggunakan lembar kerja yang

Pengertian Scramble jawabannya di acak susunannya.

Menurut Arif Shoimin (2013:


Metode Pembelajaran
154)
Scramble merupakan metode

pengembangan dari metode ceramah


scramble merupakan
yang diperkaya dan berorientasi
metode pembelajaran
kepada keaktifan peserta didik dalam
yang mengajak siswa
12

untuk menemukan dapat memudahkan siswa dalam

jawaban dan mencari jawaban dan mendorong

menyelesaikan siswa untuk belajar mengerjakan soal

permasalahan yang tersebut, serta dapat mendorong siswa

disertai dengan alternatif untuk dapat memecahkan masalah

jawaban yang tersedia. dengan cepat.

Selanjutnya metode
Pengertian Tunanetra
scramble dipakai untuk

sejenis permainan anak-

anak, yang merupakan

latihan dan

dikembangkan dengan

jalan membentuk kosa

kata dari huruf-huruf

yang tersedia.

Jadi, dapat disimpulkan

metode pembelajaran scramble

adalah metode pembelajaran yang

mengajak siswa untuk menemukan

jawaban dan menyelesaikan

permasalahan yang disertai dengan

alternatif jawaban yang tersedia yang


13

Menurut Kamus Besar Bahasa kurang pada

Indonesia (Depdikbud, 1990: 97) tuna penglihatan terbaiknya

mempunyai arti rusak, luka, kurang, setelah dikoreksi

tidak memiliki, sedangkan netra dengan kacamata, atau

(Depdikbud, 1990: 613) artinya mata. ketajaman penglihatan

Tunanetra artinya rusak matanya atau sentralnya lebih dari

luka matanya atau tidak memiliki mata 20/200 tetapi ada

yang berarti buta atau kurang dalam kerusakan pada lantang

penglihatannya. Alana (1992: 59) “ pandangnya yang

dikatakan buta total bila tidak sedemikian rupa

mempunyai bola mata, tidak dapat sehingga diameter

membedakan terang dan gelap, tidak terluas dari lantang

dapat memproses apa yang dilihat pandangnya

pada otaknya yang masih berfungsi”. membentuk sudut yang

tidak lebih besar dari


Menurut Nolan (1982:430)
20 derajat.
dalam bukunya yang berjudul

Exceptional children and Youth.


Tunanetra merupakan salah
Seseorang dikatakan
satu jenis kelainan indra (sensory),
buta (blind) bila
yaitu kelainan pada indra penglihatan
ketajaman penglihatan
(mata). Seperti pendapat Baragga
sentral 20/200 atau
(Purwaka Hadi, 2005: 38)
14

yang mengartikan melihatnya baik secara sebagian

tunanetra dalam segi maupun secara keseluruhan yang

pendidikan sebagai disebabkan karena adanya kerusakan

suatu cacat penglihatan pada mata syaraf optik dari hilangnya

sehingga mengganggu fungsi penglihatan pada anak

proses belajar dan tunanetra ini juga menyebabkan perlu

pencapaian belajar pelayanan pembelajaran khusus bagi

secara optimal, anak tunanetra untuk dapat mengatasi

sehingga memerlukan permasalahan, baik itu dengan

metode pengajaran, penyesuaian dari metode

pembelajaran, serta pembelajaran dan media pengajaran,

penyesuaian bahan penyesuaian materi pembelajaran,

pelajaran dan maupun modifikasi lingkungan

lingkungan belajar. pembelajaran.

Berdasarkan beberapa teori di METODE PENELITIAN


Pendekatan dan Jenis Penelitian
atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan
tunanetra adalah adalah mereka yang
dalam penelitian ini adalah pendekatan
mengalami hambatan pada
kuantitatif yang dimaksudkan untuk
penglihatannya. Hambatan
meneliti dan mengetahui peningkatan
penglihatan ini berupa kekurangan
membaca permulaan huruf Braille
atau kehilangan kemampuan
15

murid sebelum dan setelah pemberian tunanetra kelas dasar II di SLB A

metode scramble. YAPTI Makassar. Kriteria penilaian

Jenis Penelitian adalah setiap jawaban yang benar

Jenis penelitian ini adalah jenis diberi skor 1 sedangkan setiap jawaban

penelitian deskriptif, yaitu melakukan yang salah diberi skor 0, dengan

pembelajaran untuk mengetahui demikian, skor ideal maksimum yang

peningkatan membaca permulaan dicapai oleh murid adalah 10,

huruf Braille murid sebelum dan sedangkan skor minimum yang dicapai

setelah pemberian metode scramble di oleh murid adalah 0.

SLB A YAPTI Makassar. Teknik Analisis Data

Subjek Penelitian Data-data yang diperoleh

Subjek pada penelitian ini yaitu murid diolah menggunakan analisis deskriptif

Tunanetra kelas dasar II di SLB A kuantitatif.Untukmenarik kesimpulan

YAPTI Makassar. Murid berinisial NA tentang peningkatan kemampuan

berjenis kelamin Perempuan membaca permulaan huruf Braille

Teknik Pengumpulan Data pada murid tunanetra kelas dasar II di

Teknik yang digunakan dalam SLB A YAPTI Makassar sebelum dan

penelitian ini adalah teknik tes sesudah diberikan metode scramble

perbuatan, teknik tes perbuatan analisis data dilakukan dengan

bertujuan untuk mengukur sampai prosedur sebagai berikut:

mana tingkat kemampuan membaca

permulaan huruf Braille murid


16

1. Mentabulasikan data hasil tes Gambaran Kemampuan Membaca

sebelum dan sesudah Permulaan Huruf Braille Kelas

perlakuan Dasar II SLB A YAPTI Makassar

2. Mendeskripsikan per individu Sebelum Penerapan Metode

hasil tes sebelum dan sesudah Scramble.

perlakuan Untuk mengetahui gambaran

3. Membandingkan hasil belajar kemampuan membaca permulaan

sebelum dan sesudah huruf braille kelas dasar II SLB A

perlakuan, jika nilai hasil tes YAPTI Makassar. Dengan penggunaan

sesudah perlakuan lebih besar metode scramble dapat diketahui

dari nilai sebelum perlakuan melalui tes awal. Tes awal merupakan

maka dinyatakan ada tahap awal dalam pelaksanaan

peningkatan dan jika penelitian ini. Hasil tes awal

sebaliknya maka tidak ada kemampuan membaca permulaan

peningkatan huruf braille murid tunanetra kelas

4. Untuk memperjelas adanya dasar II di SLB A YAPTI Makassar

peningkatan maka akan sebelum menggunakan metode

divisualisasikan dalam scramble, yaitu Murid Insial NA

diagram batang mendapatkan skor.

HASIL PENELITIAN DAN Selanjutnya skor yang diperoleh

PEMBAHASAN dikonversikan ke nilai skala 100

melalui rumus yang telah ditetapkan


17

sebelumnya, jika dihubungkan maka Sebelum

Penggunaan metode
hasilnya dapat dilihat pada perhitungan
scramble
sebagai berikut:

Nilai Awal perolehan


No Inisi Sko Nil Katego
murid NA =
. al r ai ri
Skor Hasil 3
x 10 = x 100 Muri
Skor Maksimal 10
d
= 30
1 NA 3 30 Tidak
Berdasarkan hasil
Tuntas
perhitungan terhadap skor

kemampuan membaca

permulaan huruf braile yang


Dari perhitungan di atas
diperoleh murid tunanetra
menunjukkan bahwa subyek
pada tes awal, maka nilai dari
murid tunanetra kelas dasar II
murid tunanetra kelas dasar II
SLB A YAPTI Makassar
SLB A YAPTI Makassar
dapat digambarkan bahwa
dapat dilihat pada tabel 4.1
pada hasil tes awal (pretest)
berikut:

Tabel 4.1. Data nilai Tes Awal NA memperoleh nilai (30).

Pada Murid Dengan demikian, jumlah


Tunanetra Kelas
nilai yang diperoleh murid
Dasar II di SLB A

YAPTI Makassar tunanetra kelas dasar II SLB


18

A YAPTI Makassar pada tes diketahui melalui tes akhir. Tes

awal adalah (30), dapat akhir merupakan tahap akhir

diketahui bahwa kemampuan pelaksanaan penelitian ini untuk

membaca permulaan huruf mengetahui gambarankemampuan

Braille murid tunanetra Kelas membaca permulaan huruf braille

Dasar II SLB A YAPTI anak tunanetra kelas dasar II di

Makassar sebelum SLB A YAPTI Makassar sesudah

Penggunaan Metode penerapan metode scramble.

Scramble berada pada Adapun data hasil kemampuan

kategori Tidak tunatas. membaca perulaan huruf braille

pada muid tunanetra kelas dasar II


Gambaran Kemampuan Membaca
SLB A YAPTI Makassarsesudah
Permulaan Huruf Braille Kelas
penerapan metode scramble NA
Dasar II SLB A YAPTI Makassar
memperoleh skor 10 dengan nilai
sesudah PenerapanMetode
100 dan NA telah mencapai nilai
Scramble.
KKM.

Untuk mengetahui Selanjutnya skor yang

gambarankemampuan membaca diperoleh dikonversikan ke nilai

permulaan huruf braille pada anak skala 100 melalui rumus yang

tunanetra kelas dasar II di SLB A telah ditetapkan sebelumnya,jika

YAPTI Makassar sesudah dihubungkan maka hasilnya dapat

penerapan metode scramble dapat


19

dilihat pada perhitungan Muri r ai ri

sebagaiberikut : d

Nilai Akhir perolehan murid NA = 1 NA 10 100 Tuntas

SkorHasil 10
x 100= x 100
SkorMaksimal 10

= 100
Dari perhitungan di atas
Berdasarkan hasil perhitungan
menunjukkan bahwa subyek
terhadap skor kemampuan
murid tunanetra kelas dasar II
membaca permulaan huruf braile
SLB A YAPTI Makassar dapat
yang diperoleh murid tunanetra
digambarkan bahwa pada hasil tes
pada tes akhir, maka nilai dari
akhir (postest) NA memperoleh
murid tunanetra kelas dasar II
nilai (100). Dengan demikian,
SLB A YAPTI Makassar dapat
jumlah nilai yang diperoleh murid
dilihat pada tabel 4.2 berikut:
tunanetra kelas dasar II SLB A
Tabel 4.2. Data nilai Tes Akhir
YAPTI Makassar pada tes akhir
Pada Murid Tunanetra

Kelas Dasar II di SLB A adalah (100), dapat diketahui

YAPTI Makassar bahwa kemampuan membaca


Sebelum Penggunaan
permulaan huruf Braille murid
metode scramble
tunanetra Kelas Dasar II SLB A

YAPTI Makassar sesudah


No Inisi Sko Nil Katego

. al
20

Penggunaan Metode Scramble Setelah Penggunaan Metode

Scramble Pada Murid


berada pada kategori Tunatas.
Tunanetra Kelas Dasar II di

Gambaran Peningkatan SLB A YAPTI Makassar.

Kemampuan Membaca Permulaan

Huruf Braille Pada Murid N Inisi Tes Awal Tes Akhir

Tunanetra Kelas Dasar II di SLB A o al (Pretest) (Posttest)

YAPTI Makassar Setelah Muri Sko Nil Sko Nil

Penerapan Metode Scramble. d r ai r ai

1 NA 3 30 10 100
Adapun peningkatan

kemampuan membaca permulaan


Dari tabel di atas dapat
huruf braillepada murid
dilihat adanya peningkatan membaca
tunanetrakelas dasar II di SLB A
permulaan huruf braille pada murid
YAPTI Makasaar sebelum dan
tunanetra kelas dasar II di SLB A
setelah Penggunaan metode
YAPTI Makassarsetelah dilakukan dua
sramblesubyek penelitian yang
kali tes. Pada tes awal (pretest) atau
dapat di lihat dalam tabel
sebelum Penggunaan Metode
rekapitulasi data kemampuan
Scramble muridmemperoleh nilai (30).
berikut ini :
Kemudian pada tes akhir (posttest)
Tabel 4.3. Rekapitulasi Data
atau setelah Penggunaan Metode
Kemampuan Membaca

Permulaan Sebelum dan Scramble murid memperoleh nilai


21

(100). Agar lebih jelas data tersebut di : Hasil Tes Akhir

atas divisualisasikan dalam diagram (Posttest)

batang di bawah ini : Berdasarkan uraian dan

100
gambaran di atas maka dapat
90 disimpulkan bahwa ada peningkatan
80
70 membaca permulaan huruf braille pada
60
murid tunanetra kelas dasar II di SLB
50
40 A YAPTI Makassar pada penggunaan
30
metode Scramble.
20
10 KESIMPULAN DAN SARAN
0 Kesimpulan
NA
Berdasarkan hasil penelitian
Gambar.4.1 Visualisasi dan pembahasan, maka dapat
Perbandingan Nilai
disimpulkan bahwa:
Sebelum Dan Setelah
1. Kemampuan membaca
Penggunaan Metode

Scramble Pada Murid


permulaan murid tunanetra

Tunanetra Kelas Dasar Kelas Dasar II SLB A

II di SLB A YAPTI YAPTI Makassar sebelum


Makassar.
penerapan metode

scramble berada pada


Ket: : Hasil Tes
kategori tidak tuntas.
Awal (Pretest)
22

2. Penerapan metode kelas dasar II di SLB A

scramble untuk YAPTI Makassar

meningkatkan kemampuan 3. Kemampuan membaca

membaca permulaan huruf pemahaman huruf Braille

Braille murid tunanetra murid tunanetra kelas dasar

kelas dasar II di SLB A II SLB A YAPTI Makassar

YAPTI Makassar sebelum penerapan metode

dilaksanakan selama 1 scramble berada pada

bulan dengan jumlah kategori Tidak Tuntas dan

pertemuan sebanyak 10 kali setelah penerapan metode

pertemuan yang terdiri dari scramble berada pada

tahap persiapan dan tahap kategori Tuntas

pelaksanaan pembelajaran Saran

yang diberikan secara


Berdasarkan hasil penelitian
bertahap. Dalam setiap kali
dan kesimpulan, maka peneliti
pertemuan diberikan tes
mengemukakan saran-saran sebagai
dan hasilnya
berikut:
memperlihatkan
1. Diharapkan kepada guru,
peningkatan kemampuan
dalam upaya meningkatkan
membaca permulaan huruf
kemampuan Bahasa Indonesia
Braille murid tunanetra
murid tunanetra, seyogiyanya
23

memiliki pengetahuan teknik, Aulia, Nuansa, Tim. 2003.


Undang-Undang Sisdiknas.
strategi, media dan metode
Jakarta: Nuansa Aulia.
yang digunakan dalam proses
Dalman. 2013. Keterampilan
pembelajaran sehingga Membaca. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
pembelajaran menjadi lebih
Depdiknas. 2002. Ringkasan
aktif dan menyenangkan.
Kegiatan Belajar Mengajar.
2. Bagi peneliti selanjutnya, Jakarta:Depdiknas
Diah. 2012. Model pembelajaran
diharapkan dapat
scramble.
mengembangkan permasalahan
http://jurnalbidandiah.blogspot.co
penelitian ini secara lebih m./2012/04/model-pembelajaran-
scramble.html. Diakses 22 maret
mendalam sehingga dapat
2018
memberikan sumbangan
Fitriani, Isna. 2017 PENERAPAN
pengetahuan yang lebih MODEL PEMBELAJARAN
SCRAMBLE UNTUK
bermanfaat untuk murid
MENINGKATKAN HASIL
tunanetra.
BELAJAR SISWA PADA MATERI
TATA NAMA SENYAWA DI SMAN
1 BIREUEN. Skripsi. Banda Aceh:
DAFTAR PUSTAKA UIN Ar-Raniry.
Hadi, Purwaka . 2005.
Arif, Shoimin. (2013). 68 Model Kemandirian Tunanetra (Orientasi
Pembelajaran Inovatif dalam Akademik dan Sosial). Jakarta:
Kurikulum 2013. Departemen Pendidikan Nasional.
Yogyakarta: Ar – Ruzz Media. Hamzah. 2015. Belajar Dengan
Pendekatan PAIKEM:
24

Pembelajaran Aktif, Inovatif, Sebelas Maret.


Lingkungan, Kreatif, Efektif, Soekadi, Tirtonegoro. 1985.
Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara Ortodidaktik Anak Tunanetra II.
Huda, Miftahul . 2015. Model- Jakarta: Depdikbud.
model Pengajaran Soeparno. 1988. Media
danPembelajaran. Yogyakarta: Pengajaran Bahasa. Klaten: Intan
PustakaPelajar. Pariwara
Kosasih, E (Ed).2012. Cara Bijak Sriudin. 2011. Model
Memahami Anak Berkebutuhan pembelajaran scramble.
Khusus. Bandung: Yrama Widya. http://Sriudin.com/2011/07/model-
Menteri Pendidikan Nasional pembelajaran-scramble.html.
Republik Indonesia. 2000. Sistem Diakses 22 maret 2018
Penulisan Braille Bidang Bahasa Suparno, dkk. 2007. Pendidikan
Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Anak Berkebutuhan Khusus.
Misdar.2013.E-JUPEKhu Modul. Jakarta: Dirjen Dikti,
(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN Depdiknas.
KHUSUS) Taringan, Henry Guntur.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/ 2008.Membaca Sebagai Suatu
jupekhu. Diakses 22 Maret 2018 Keterampilan Berbahasa.
Rahim, Farida. 2008. Pengajaran Bandung: Angkasa.
Membaca di Sekolah Dasar. Tuafik, Taufina. 2011. Mozaik
Jakarta: Bumi Aksara. Pembelajaran Aktif. Padang:
Sabarti Akhadiah, dkk. Sukabina Pres.
1991/1992. Bahasa Indonesia I.
Jakarta: Depdikbud. Slamet, St.
Y.
2008. Dasar-Dasar Keterampilan
Berbahasa Indonesia. Surakarta:
Universitas

Anda mungkin juga menyukai