Anda di halaman 1dari 11

LAPOR HASIL OBSERVASI

EMOSI/PRILAKU ABK (TUNAGRAHITA)

Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Psikoterapi

Dosen Pengampu :

Rianti Novitasari, M.Pd

Disusun Oleh :

Dea Okta Lestari (20052006)

Novianti Zebrina (20052005)

M. Darwis Hanif (20052008)

PROGRAM PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMPUNG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’laikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kami hanturkan kepada Allah Swt, karena karunia-Nya serta ridho-Nya kami
dapat meneyelseaikan makalah ini pada tepat waktu. Makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik tidak terlepas dari bantuan pihak, sehingga penulis dapat mengucapkan terimkasih
kepada semua pihak yang tlah membantu penulisan.

Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada ibu Rianti Novitasari sealaku dosen pengampu
mata kuliah ini dan teman-teman semuanya, yang telah mendukung penulisan sehingga
penulis dapat meneyelesaikan makalah dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak terdapat kekuranagan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik yang dapat menmbangun dalam makalah ini,
serta penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandar Lampung, Desember 2022

Tim Penyusun,
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Emosi sering diartikan dengan rasa marah,
kemudian orang yang marah kita sebut dengan emosional.  Biasanya kita sehari-hari juga
diwarnai dengan perasaan-perasaan tertentu apakah itu marah, senang, sedih atau pun
yang lainnya. Pemahaman emosi adalah tugas sosial yang sangat penting, agar anak dapat
merespon kejadian di sekitarnya dengan emosi yang tepat. Tanpa hal ini, akan sulit bagi
anak untuk menempatkan dirinya di lingkungan sosial dan memiliki sikap prososial.

Saat masuk SD, si Kecil akan memasuki tahap kehidupan yang baru. Pada masa
inilah perkembangan emosi anak SD menjadi lebih kompleks dibandingkan saat TK. Dan
biasanya kemampuan anak untuk mengenali dan menilai emosi akan lebih terasah.

Pada anak tunagrahita, tentu saja perkembangan emosi/perilakunya berbeda-beda


tergantung pada tingkat klasifikasi Tunagrahita yang dimiliki. Pada
tingkat Severe dan Profound, penyandang Tunagrahita umumnya tidak dapat
menunjukkan dorongan untuk mempertahankan diri. Contoh, mereka tidak dapat
memberi tahu saat sedang merasa lapar, tidak dapat menjaukan diri saat mendapat
stimulus yang memberikan rasa sakit. Secara umum, kehidupan emosi/perilakunya
terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan benciz

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan


yaitu bagaimana mengetahui emosi/prilaku anak melalui observasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Emosi/Prilaku

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh.
Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam
emosi. Menurut Daniel Goleman (2002) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.

Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri
individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku
menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat
merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu
perilaku intensional manusia (Prawitasari, 1995)

Sudah lama diketahui bahwa emosi merupakan salah satu aspek berpengaruh besar
terhadap sikap manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yakni kognitif (daya pikir)
dan konatif (psikomotorik), emosi atau yang sering disebut aspek afektif, merupakan
penentu sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia. Namun tidak banyak yang
mempermasalahkan aspek emosi hingga muncul Daniel Goleman (1997) yang
mengangkatnya menjadi topik utama di bukunya. Kecerdasan emosi memang bukanlah
konsep baru dalam dunia psikologi. Lama sebelum Goleman (1997) di tahun 1920, E.L.
Thorndike sudah mengungkap social intelligence, yaitu kemampuan mengelola hubungan
antar pribadi baik pada pria maupun wanita. Thorndike percaya bahwa kecerdasan sosial
merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang di berbagai aspek kehidupannya.
Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda
jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu:

1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati


2. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
3. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada
4. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
5. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
6. Terkejut : terkesiap, terkejut
7. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
8. Malu : malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada
dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong
individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada

B. Identifikasi Subjek dan Orangtua


a. Identifikasi

Tahap yang pertama dilakukan oleh kami dalam intervensi ialah mencari sekolah
SLB di lingkungan sekitar tempat tinggal kami masing-masing. Pada akhirnya, kami
menemukan SLB yaitu SLB Negeri Pringsewu. Pada tahap ini kami dibantu oleh
beberapa guru untuk menggali informasi mengenai emosi/prilaku untuk anak
Tunagrahita. Setelah menggali informasi, akhirnya kami menemukan satu anak yang
mengalami gangguan emosi/prilaku

b. Kondisi Subjek

Kondisi subjek yang bernama Ragah Martulus Zafar. Saat kami bertemu di kelas,
subjek langsung menunjukkan sikap yang baik. Namun, saat diberi materi dan tugas,
Ragah sering kali marah terlebih jika hasil kerjaannya masih suka diberi arahan.
Terkadang juga marahnya dengan menyiksa dirinya atau Self Harm dan teriak-teriak.
Namun, saat guru kelas memberikan atau membuat gambar yang bisa langsung
diwarnai, seketika Ragah tenang dan mengerjakannya dengan baik.

c. Kondisi Orangtua

Orangtua dari Ragah ini memiliki 2 anak. Ibunda dari Ragah merupakan ibu yang
selalu memanjakan Ragah. Sedangkan Ayahanda dari Ragah merupakan Ayah yang
memiliki sifat yang keras terhadap Ragah. Saat kami tanya kerasnya seperti ke Ragah,
beliau menjawab keras dalam hal apapun ketika melakukan kesalahan baik dalam
belajar atau diluar belajar. Karena kami sudah dapat gambaran akan Ragah yang
selalu melakukan self harm. Mungkin saja dari ayahanda Ragah yang dalam
mengajarkan anaknya terlalu keras.

C. Profil Subjek
1. Nama Subjek : Ragah Martulus Zafar
2. Nama Panggilan : Ragah
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Tempat/Tgl Lahir : Banjar Negeri/03-07-2011
5. Pendidikan : SLB Negeri Pringsewu
6. Alamat : Banjar Negeri
7. Status : Anak 1 dari 2 saudara
8. Kondisi Subjek : Mengalami gejala emosi dan perilaku
9. Catatan : Mengalami gejala emosi dan perilaku

D. Profil Orangtua
a. Profil Ayah
1. Nama : Amiruddin Djafar
2. Tempat/Tgl lahir :
3. Pendidikan : SMP/Derajat
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Agama : Islam
6. Alamat : Banjar Negeri

b. Profil Ibu
1. Nama : Deli Rosita Wati
2. Tempat/Tgl Lahir :
3. Pendidikan : D4
4. Pekerjaan : Guru
5. Agama : Islam
6. Alamat : Banjar Negeri

E. Prosedur Pelaksanaan
Berikut beberapa pelaksanaan dari kegiatan yang telah kami laksanakan:

Tanggal Kegiatan
5 Desember 2022 Nama Kegiatan: Sharing dengan
Kepala sekolah untuk
melaksanakan kegiatan
observasi di SLB Negeri
Pringsewu
Lokasi kegiatan: SLB Negeri Pringsewu
Tujuan Kegiatan:
1. Meminta izin untuk melaksanakan
observasi di SLB Negeri Pringsewu
dengan kepala sekolah dan guru
2. Sharing informasi terkait tentang
emosi dan perilaku pada ABK
Langkah-langkah Kegiatan:
1. Peneliti menggali informasi tentang
emosi dan perilaku pada ABK di
SLB Negeri Pringsewu
2. Untuk menggali informasi tersebut,
peneliti berdiskusi yang sifatnya
santai dan informal
3. Selanjutnya, Peneliti berdiskusi
mengenai pelaksnaan observasi di
SLB Negeri Pringsewu
7 Desember 2022 Nama Kegiatan: Melaksanakan kegiatan
Observasi di SLB Negeri
Pringsewu
Lokasi Kegiatan: SLB Negeri Pringsewu
Tujuan kegiatan: Menggali informasi
terkait anak yang mengalami emosi dan
perilaku di SLB Negeri Pringsewu
Langkah-langkah kegiatan:
1. Peneliti menyapa siswa di kelas
2. Selanjutnya, peneliti mulai
melakukan observasi untuk
menemukan anak yang mengalami
sosial dan emosi di kelas
3. Selanjutnya, peneliti menemukan
anak yang mengalami sosial dan
emosi yang bernama Ragah Martulus
Zafar lalu mencatat hasil dari
assessment tersebut
8 November 2022 Nama Kegiatan: Wawancara dan
memberikan saran
terapi Orangtua Ragah
Martulus Zafar
Lokasi Kegiatan: SLB Negeri Pringsewu
Tujuan Kegiatan:
1. Peneliti menggali informasi tentang
pemahaman ibu tentang Emosi dan
perilaku dari Ragah Martulus Zafar
2. Untuk menggali informasi ini, peneliti
berdiskusi yang sifatnya santai dan
informal
3. Selanjutnya, peneliti mulai berdiskusi
dengan Ibunya Ragah Martulus Zafar
tentang riwayat emosi dan perilaku
Ragah Martulus Zafar
4. Setelah mengetahui riwayat emosi dan
perilaku Ragah Martulus Zafar, peneliti
memberikan motivasi dan saran terapi
sederhana agar dapat memberikan
beberapa hal penting agar emosi dan
sosial dari Ragah Martulus Zafar dapat
berkembang dengan baik

F. Implementasi
Pada kasus diatas, kami telah menemukan terapi yang cocok untuk Ragah
Martulus Zafar ini. Terapi yang cocok untuk Ragah Martulus Zafar ini adalah Terapi
Supportif.
Terapi suportif merupakan bentuk terapi yang mempunyai tujuan untuk menolong
pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan untuk
mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan psikisnya. Terapi suportif
selalu menggunakan prinsip dasar dari teori psikodinamika dengan maksud untuk
"menopang" pertahanan pasien yang tidak efektif dalam menghadapi kegagalan dan
untuk meningkatkan fungsi yang optimal secara umum. Selain itu, Terapi suportif
memiliki tujuan lain yaitu untuk membantu menekan konflik tak sadar dengan
memperkuat pertahanan apa pun yang mungkin digunakan ego saat ini, Jadi secara
khusus terapis memberikan penekanan strategi dalam mengelola ego agar mampu
mengontrol Id. Berikut ada beberapa tujuan lain dari terapi supportif ini:
1. Menguatkan daya tahan mental yang dimilikinya
2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih
baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri. (Maramis, 2005)
3. Meningkatkan kemampuan adaptasi lingkungan (Anonym , 2001)
4. Mengevaluasi situasi kehidupan pasien saat ini, beserta kekuatan serta
kelemahannya.

Dengan menggunakan terapi supportif ini, diharapkan Ragah bisa mengatasi masalah
emosi dan prilaku yang dialaminya. Seperti contoh, Ragah yang selalu marah bahkan
melakukan Self Harm saat mengerjakan tugas dan dapat menerima arahan dari guru.

Anda mungkin juga menyukai