Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MELALUI


METODE MULTISENSORI PADA SISWA AUTIS KELAS III DI
SLB JENETALLASA KAB. GOWA

RAHMAWATI MALIK
200405501037

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
JUDUL: PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN
MELALUI METODE MULTISENSORI PADA SISWA AUTIS
KELAS III DI SLB JENETALLASA KAB. GOWA
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan pembelajaran yang menyenangkan agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan di butuhkan

oleh Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang memiliki karakteristik khusus yang

berbeda dengan anak pada umumnya yang menunjukkan ketidakmampuan mental,

emosi, komunikasi, interaksi maupun fisik. Salah satu klasifikasi anak

berkebutuhan khusus yaitu anak autis.

Autis adalah kelainan perkembangan saraf kompleks yang ditandai dengan

adanya masalah dalam interaksi sosial, komunikasi, minat terbatas, dan perilaku

stereotip berulang. Biasanya anak autis kurang minat untuk melakukan kontak

mata. Selain itu autis memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan terlambat

dalam perkembangan bicaranya. Anak autis sangat membutuhkan perhatian,

bantuan, layanan pendidikan yang bersifat khusus.

Pada gangguan komunikasi menyebabkan anak autis mengalami

keterbatasan dalam berbahasa, dalam komunikasi dan berinteraksi dengan

lingkungan membutuhkan bahasa dalam penerapannya, Bahasa digunakan sebagai

alat atau sarana komunikasi khususnya dalam berbicara, menyimak, menulis, dan

membaca.

Menurut Abdurrahman (2003: 224) bahwa menulis yaitu salah satu komponen

sistem komunikasi, menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk

lambang bahasa grafis, dan dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.
2

Untuk dapat mengembangkan keterampilan menulis, terlebih dahulu anak autis

harus menguasai aspek menulis permulaan.

Menulis permulaan merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan

yang bersifat kompleks. Depdiknas (2009) menulis permulaan diajarkan pada

anak tingkatan kelas satu, dua dan tiga dengan standar kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD) yang berbeda pada tiap tingkatan. Secara umum, tujuan

dari menulis permulaan adalah untuk mengajarkan kepada anak agar dapat

menulis kata dan kalimat sederhana dengan benar.

Masalah menulis permulaan pada anak autis peneliti temukan dilapangan.

Hal ini berdasakan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2023

bertempat di ruang belajar anak autis di SLB Jenetallasa Kab. Gowa dengan wali

kelas bahwa anak berinisial AG mengonfirmasikan bahwa terdapat siswa yang

memiliki hambatan atau gangguan dalam menulis. Ketidakmampuan anak dalam

menulis yang dimaksudkan adalah anak sulit dalam membentuk berbagai huruf,

hasil tulisan anak masih belum rapi dan belum bisa membedakan jarak antara

huruf dengan jarak antar kata. Hal ini dimungkinkan akibat dari masalah regulasi

diri dan fungsi eksekutif yang dimiliki AG sebagai dampak gangguan autis.

Berdasarkan hasil obesrvasi awal saat pembelajaran ditemukan pada siswa

autis di SLB Jenetallasa Kab. Gowa guru minim menggunakan media untuk

melatih kemampuan menulis. Berdasarkan pengamatan, guru seringkali

memberikan lembar kerja kepada anak. Namun anak belum menunjukkan

peningkatan dalam keterampilan menulis permulaan. Media yang digunakan

kurang sesuai untuk anak autis biasanya terlebih dahulu dikenalkan dengan benda

yang konkrit bukan benda abstrak atau semi konkrit, karena autis mengalami

kesulitan dalam berimajinasi dan menuliskan apa yang ada dalam pikiran mereka.
3

Ketika pembelajaran berlangsung konsetrasi anak mudah beralih, anak juga

mudah merasa bosan.

Metode multisensori telah dikembangkan oleh Fernald (Yusuf, 2005). Suatu

metode pengajaran multisensori yang dikenal sebagai metode VAKT (visual,

auditory, kinestethic,& tactille). Metode ini akan melibatkan seluruh indera yang

akan memberikan pengalaman belajar yang lebih mengoptimalkan seluruh indera

pada anak autis dalam menulis permulaan. Agus Handoko (2012: 5) semakin

banyak alat indera yang digunakan oleh siswa maka sesuatu yang dipelajari akan

semakin mudah diterima dan diingat. Siswa autis kelas III di SLB Jenetallasa Kab.

Gowa tersebut belum pernah diterapkan pembelajaran menulis permulaan dengan

menggunakan metode multisesnori atau VAKT (Visual, Auditori, Kinestetik dan

Taktil).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lucy Destiani

(2016): Peningkatan Kemampuan Menulis Permulaan Menggunakan Metode

VAKT (Visual Auditori Kinestetik Taktil). Untuk Meningkatkan Anak Autis Kelas

1 Di SLB Autisma Dian Amanah Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan adanya peningkatan dalam kemampuan menulis permulaan dengan

menggunakan metode multisensori anak autis kelas I di SLB Autisma Dian

Amanah Yogyakarta. Peningkatan pada siklus I yaitu sebesar 12,5% dari

kemampuan awal 45 menjadi 57,5. Peningkatan tersebut diperoleh dari hasil tes

kemampuan menulis permulaan dalam menebalkan huruf, menebalkan kata,

menyalin kata, dan menyalin kalimat sederhana. Hasil siklus I belum memenuhi

kriteria keberhasilan, yaitu 65. Kemampuan menulis permulaan meningkat pada

tes akhir penerapan metode multisensori pada siklus II memperoleh nilai yaitu

sebesar 26,25% dari kemampuan awal 45 menjadi 71,25.


4

Hasil penelitian yang dikemukakan di atas bahwa metode multisensori dapat

meningkatkan kemampuan dalam menulis permulaan pada siswa Autis. Oleh

karena itu masalah yang dikemukakan pada latar belakang di atas, dapat menjadi

alasan bagi peneliti untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Peningkatan

Kemampuan Menulis Permulaan Melalui Metode Multisensori Pada Siswa Autis

Kelas III Di SLB Jenetallasa Kab. Gowa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian

ini adalah “Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis permulaan pada

siswa autis kelas III melalui metode multisensori di SLB Jenetallasa Kab. Gowa?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk

mengetahui:

1. Kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas III di SLB

Jenetallasa Kab. Gowa pada kondisi Baseline 1/A1.

2. Kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas III di SLB

Jenetallasa Kab. Gowa selama diberikan intervensi metode multisensori

(Intervensi/B)
5

3. Kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas III di SLB

Jenetallasa Kab. Gowa Baseline 2/A2.

4. Kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas III di SLB

Jenetallasa Kab. Gowa berdasarkan hasil analisis antar kondisi Baseline

1/A1, intervensi (B), dan Baseline 2/A2.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat dijadikan bahan informasi dalam pengembangan ilmu Pendidikan

khususnya pada Pendidikan Khusus pada pembelajaran dalam peningkatan

kemampuan menulis permulaan siswa autis dengan menggunakan metode

multisensori

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam menyusun

program dan melaksanakan pembelajaran dalam menulis permulaan bagi

siswa berkebutuhan khusus terutama siswa autis


6

b. Bagi murid, hasil pemelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan menulis permulaan serta dapat menumbuhkan minat,

perhatian, motivasi, dan kreatifan siswa dalam proses pembelajaran.

c. Bagi sekolah, sebagai bahan informasi dalam menentukan kebijakan

dalam pembelajaran khususnya dalam peningkatan kemampuan menulis

permulaan bagi siswa berkebutuhan khusus, khususnya siswa autis.

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PERTANYAAN


PENELITIAN A. Kajian Pustaka 1. Kajian Tentang Menulis Permulaan
a. Pengertian Menulis

Menurut Nurbiana Dhieni, dkk (2005- 3.8) menulis merupakan salah satu

media untuk berkomunikasi, dimana anak dapat menyampaikan makna ide,

pikiran, dan perasaannya melalui untaian kata-kata yang bermakna. Untuk

mengungkapkan suatu gagasan dalam menulis tentunya dibutuhkan latihan yang

terus menerus sehingga kemampuan menulis dapat berkembang secara optimal.

Menurut Abdurrahman (2010: 193) mendefinisikan menulis adalah cara

menggambarkan pikiran, perasaan, ide, ke dalam bentuk lambang-lambang

Bahasa dan grafis. Dengan kata lain, tulisan dapat dijadikan sebagai sarana

komunikasi yang disampaikan yang memuat kata-kata tertentu.

Kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah, tetapi melalui proses

mengajar secara terus menerus. Untuk dapat menuliskan huruf sebagai lambang

bunyi, anak harus berlatih dari cara memegang alat tulis serta menggerakkan
7

tangannya dengan memperhatikan apa yang harus dituliskan. Belajar menulis

permulaan ini dilaksanakan setelah anak mampu mengenal huruf-huruf.

Penguasaan kemampuan menulis yang baik akan mendukung perkembangan

aspek akademik selanjutnya.

b. Pengertian Kemampuan Menulis Permulaan

Menurut Yusuf, (2005). Terdapat tiga jenis pembelajaran menulis yaitu:

(1) menulis permulaan, (2) mengeja atau dikte, dan (3) menulis ekspresif. Menulis

permulaan adalah pembelajaran menulis di kelas rendah sekolah dasar. Menulis

permulaan difokuskan pada penulisan huruf, penulisan kata, penggunaan kalimat

sederhana dan penggunaan tanda baca (huruf kapital, titik, koma, dan tanda tanya)

(Udin & Darmiyati Zuhdi, 2002: 53). Pada tingkat permulaan, pembelajaran

menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik.

Depdiknas (2007:6) mengungkapkan bahwa menulis permulaan adalah:

Menulis permulaan adalah menulis berupa ekspresi


atau ungkapan lisan anak kedalam suatu bentuk
goresan atau coretan. Kegiatan ini diawali ketika anak
pura-pura menulis di atas kertas, pasir atau media
lainnya kemudian anak dilatih untuk dapat menuliskan
(serupa dengan melukis atau menggambar) lambang-
lambang itu menjadi bermakna bukan hanya sekedar
menulis.
Dapat diketahui bahwa menulis permulaan berkaitan dengan aktifitas

komplek yang mencakup gerakan lengan,tangan, jari-jari dan mata dalam rangka

melukiskan/menggambarkan suatu lambang (simbol) bahasa yang dipelajari di

awal pelajaran menulis.

c. Tujuan Menulis Permulaan

Setiap proses pembelajaran pasti memiliki tujuan yang akan dicapai,

begitu juga dengan tujuan menulis permulaan bagi anak autis. Tujuan menulis

permulaan adalah memupuk dan mengembangkan kemampuan anak untuk


8

memahami dan mengenalkan cara menulis dengan benar, melatih dan

mengembangkan kemampuan anak untuk mengenal dan menuliskan huruf-huruf,

melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk menulis sesuatu yang

didengarnya (Remi, Abdussamad, Utami. 2015: 12).

Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis permulaan

adalah agar anak mampu menulis lambang-lambang bahasa dengan jelas dan

benar dan cara memegang alat tulis sehingga apa yang ingin disampaikan dapat

dipahami dengan baik. Tujuan dari menulis permulaan ini bisa mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan menulis sampai ke jenjang Pendidikan yang lebih

tinggi.

d. Tahapan Menulis Permulaan

Menurut Kurtanto (2013:50) ada beberapa tahapan dalam menulis

diantaranya:

a. Penguatan Motorik
Sebelum menulis siswa harus dilatih memegang pensil
dan menjaga jarak 30 cm.
b. Menulis Fantasi
Anak diminta untuk menulis menggunakan imajinasi huruf
atau gambar yang diketahuinya.
c. Membuat Coretan
a) Membuat garis lurus dari atas ke bawah
b) Membuat garis lurus dari bawah ke atas
c) Membuat garis lurus ke samping
d) Membuat garis menyerong
e) Membuat lingkaran
f) Membuat gambar meliuk
d. Menulis Satuan Bahasa
a) Menulis huruf
b) Menjiplak huruf
c) Menebalkan huruf
d) Melengkapi huruf
e) Menyalin huruf
e. Menulis kata
a) Menjiplak kata
b) Menebalkan kata
9

Dapat disimpulkan berdasarkan penjelasan di atas bahwa guru/tenaga

pendidik harus memahami dengan baik tahapan dalam mengajarkan menulis

permulaan terkhususnya pada anak berkebutuhan khusus anak autis. Tahapan

dimulai dari cara memegang alat tulis untuk melatih otot jarinya dan jarak mata

saat menulis kemudian anak memulai membuat garis atau menulis huruf.

2. Kajian Tentang Metode Multisensori

a. Pengertian Metode Multisensori

Menurut pendapat Council (2015: 5) mengatakan bahwa multisensori

merupakan metode pembelajaran yang melibatkan beberapa fungsi indra yaitu,

visual, auditori, kinestetik dan taktil, dengan menggabungkan semua indera dalam

proses pembelajaran dapat mengaktifkan bagian pada otak secara bersamaan,

meningkatkan kemampuan bahasa tertulis.

Metode VAKT adalah pengajaran multisensori yang dikembangkan

seorang ahli bernama Fernald (Yusuf, 2005). Dengan melibatkan seluruh panca

indera yaitu visual (penglihatan), auditory (pendengaran), Kinestethic (gerakan),

dan Tactille (perabaan) akan memberikan pengalaman belajar yang lebih

mengoptimalkan seluruh indera pada anak autis dalam menulis. Dalam menulis

terdapat aktivitas yang didukung oleh beberapa indra dan anak harus mampu

mentransfer juga mengintegrasikan bagi kemampun visual, auditori,

kinestetik,maupun berpikir. Salah satu metode pembelajaran yang tepat guna

membantu anak autis mengatasi kesulitannya adalah dengan menggunakan metode

multisensori.

Berdasarkan hasil uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode

multisensori adalah metode VAKT yang akan memaksimalkan kerja sensori mulai
10

dari penglihatan, pendengaran, gerakan dan perabaan anak autis dalam menerima

pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

b. Langkah-Langkah Penerapan Metode Multisensori

Metode multinsesori menurut pendapat Azwandi dan Abdurrahman, seperti

yang dijelaskan Destiani dalam (Lusy. D 2016) terdapat dua metode multisensori

yang digunakan dalam menulis yaitu metode Azwandi dan Abdurrahman. Adapun

langkah-langkah penerapan metode multisensori menurut Yozfan Azwandi (2005:

189) sebagai berikut:

a) Guru menunjukkan huruf atau kata yang akan ditulis


b) Guru membaca huruf atau kata serta menjelaskan cara
menuliskannya
c) Anak menelusuri huruf sambil mengucapkan keraskeras
d) Anak menelusuri huruf dengan pensil
e) Anak menyalin huruf di kertasnya.
Sedangkan langkah-langkah dalam menerapkan metode multisensori yang

dikemukakan Abdurrahman (Lusy.D 2016), yaitu:

a) Anak diberitahu bahwa akan mempelajari kata-kata


dan didorong untuk memilih sendiri kata yang ingin
dipelajari.
b) Guru menulis kata yang dipilih oleh anak di atas
selembar kertas berukurang 4 x 10 inci. Ketika anak
memperhatikan tulisan tersebut, guru membacanya
oral.
c) Anak menelusuri bentuk kata dengan jarinya,
mengucapkan kata tersebut berulang kali, kemudian
menuliskan di kertas lain sambil mengucapkannya
pula.
d) Selanjutnya anak menuliskan kata tersebut dari
ingatannya, tanpa melihat tulisan aslinya. Jika anak
dapat melakukan, tambah dengan kata lain dengan
mengikuti prosedur yang sama dengan sebelumnya,
jika anak juga erhasil, simpan hasil-hasil tulisan
anak ke dalam kotak. Jika kata-kata tersebut sudah
cukup banyak, selanjutnya dapat disusun menjadi
suatu cerita.
e) Pada tahapan yang lebih akhir, anak tidak lagi
menelusuri bentuk kata dengan jarinya. Anak dapat
11

hanya melihat kata yang ditulis oleh guru,


mengucapkan kata tersebut, dan kemudian
menuliskannya. Selanjutnya, anak hanya melihat
kata yang ditulis oleh guru, kemudian menulisnya,
dan yang paling akhir, hanya dengan melihat saja.
Berdasarkan dua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

tahapantahapan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode multisensori

akan melibatkan seluruh sensori yang ada pada anak. Dimana pada penglihatan

(Visual) dalam pembelajaran ini anak akan mengamati dan melihat huruf dalam

menuliskannya. Pendengaran (Auditory) anak mendengarkan bunyi huruf yang

disebutkan oleh guru. Gerakan (Kinestethic) dan perabaan (Tactille) anak akan

mulai menulis sesuai dengan arahan atau perintah guru dengan benar.

3. Kajian Tentang Autis


a. Pengertian Autis
Istilah “autisme” ini dicetuskan oleh Leo Kanner setelah melakukan

penelitian pada 1 orang anak yang menjadi pasiennya. Semua anak yang menjadi

pasiennya menunjukkan persamaan gejala yang aneh dan perilaku yang sangat

menonjol yaitu asik dengan dirinya sendiri, seolah-olah ia hidup dalam dunianya

sendiri. Isitilah “autisme” ini dapat diartikan orang yang memiliki dunianya

sendiri. Secara etimologi, kata autisme berasal dari kata auto dan isme. Auto

artinya sendiri, sedangkan isme berarti suatu paham atau aliran dengan demikian

autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunianya sendiri.

American Psyiatric Association (2013: 49) mengemukakan pengertian autis


yaitu:
Gangguan spektrum autisme adalah pertimbangan
diagnostik utama bagi individu yang mengalami deficit
komunikasi social. Gangguan kedua pada autis adanya
pola terbatas/berulang dari perilaku minat, atau aktivitas
dan ketidakmampuannya dalam komunikasi social
(Pragmatik).
Kriteria diagnosis autsme berdasarkan DSM-V (Diagnostic and Statistical
12

Manual Of Mental V), sebagai berikut:

a) Gangguan pada komunikasi dan interaksi sosial, seperti kekurangmampuan

dalam timbal balik sosial, serta kekurangmampuan dalam membangun dan

menjaga hubungan dengan individu lain.

b) Pola perilaku, minat yang terbatas dan berulang

c) Gejala ang muncul pada periode perkembangan awal

d) Gangguan yang signifikan secara klinis dalam soial dan aktifitas sehari-hari.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa,

anak autis merupakan gangguan tumbuh kembang yang disebabkan adanya

gangguan neurobiologis sehingga mempengaruhi beberapa aspek yaitu

komunikasi, interaksi sosial, perilaku. Gangguan perkembangan pada ketiga aspek

ini secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi proses belajar anak autis

baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

b. Klasifikasi Autisme

Klasifikasi anak autis sangatlah penting untuk membantu dalam menyusun

program pembelajaran yang tepat. Beberapa pendapat dari pakar ahli tentang

klasifikasi anak autis yaitu:

Yatim (Purnomo & Haryana 2017: 19) mengklasifikasikan anak autis

menjadi tiga kelompok yaitu:

a) Kelompok autis yang meyendiri, pada kelompok ini


penyandang autis yang menyendiri biasanya jarang
menggunakan kata-kata dan hanya bisa mengucapkan
beberapa patah kata yang sederhana.
b) Kelompok autis yang pasif, mereka mempunyai ciri-ciri
seperti memiliki pembendaharaan kata yang lebih
banyak meskipun masih mengalami keterlambatan
berbicara dibandingkan anak lain yang sebaya.
c) Kelompok autis yang aktif tapi aneh, pada kelompok ini
anak autis mempunyai pembendaharaan yang lebih
13

banyak, walaupun terkadang masih terselip kata-kata


yang tidak dimengerti.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa autisme dapat

dikelompokkan dengan berbagai kalsifikasi yang disebabkan dengan gejala yang

timbul pada anak berbeda-beda. Dengan hasil pengamatan di SLB Jenetallasa

siswa autisme kelas III sesuai dengan kalsifikasi yang dikemukakan oleh Yatim

(Purnomo & Haryana 2017: 19) yaitu kelompok autis yang menyendiri. Dimana

anak jarang menggunakan kata-kata dan hanya bisa mengucapkan beberapa patah

kata yang sederhana.

c. Karakteristik Autis

Ada beberapa karakteristik anak autis yang khas terdapat pada bidang

komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Menurut pendapat yang dikemukakan

oleh Yuwono (2012). Menambahkan beberapa karakterisitik/ciri-ciri anak autis

yang dapat diamati adalah sebagai berikut:

a) Perilaku

- Cuek

- Perilaku tak terarah; mondar-mandir, lari-lari, memanjat, berputar-

putar, lompat-lompat dsb.

- Kelekatan terhadap benda tertentu

- Perilaku tak terarah


- Rigid Routine (mengikuti pola tertentu)

- Tantrum

- Terpukau terhadap benda-benda yang berputar atau benda yang

bergerak.

b) Interaksi Sosial
14

- Tidak mau menatap mata

- Dipanggil tidak menoleh

- Tak mau bermain dengan teman sebaya

- Asik/bermain dengan dunianya sendiri

- Tidak ada empati dalam lingkungan sosial

c) Komunikasi dan Bahasa

- Terlambat berbicara

- Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara nonverbal dengan bahasa

tubuh

- Meracau dengan bahasa yang tak dapat dipahami

- Membeo (echolalia)

- Tak memahami pembicaraan orang lain.

Karakteristik anak autis sangat beragam tidak semua anak autis memiliki

gejala yang dijelaskan di atas. Hal ini disebabkan oleh kelainan otak yang

menyebabkan perilaku mereka yang kurang bisa mengendalikan diri. Anak autis

memiliki ciri khas yang unik berada pada aspek komunikasi, perilaku dan

interaksi.

4. Penerapan Metode Multisensori Terhadap Peningkatan Kemampuan

Menulis Permulaan Anak Autis Kelas III

Kemampuan menulis permulaan siswa autis kelas III di SLB Jenetallasa

Kab. Gowa masih rendah. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa anak masih

sulit dalam membentuk berbagai huruf, hasil tulisan anak masih belum rapi dan

belum bisa membedakan jarak antara huruf dengan jarak antar kata. Pada

pembelajaran menulis permulaan untuk anak autis kelas III pada dasarnya akan
15

tetap memperhatikan tahapan dalam menulis permulaan diantarnya: menunjuk

huruf atau kata yang akan ditulis, membaca huruf atau kata serta menjelaskan dan

menirukan cara menuliskannya, meniru pengucapan huruf dan mengucapkannya

dengan keras, serta meniru huruf yang ditulis dengan menggunakan pensil. Tetapi

hal tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik dari anak autis. Dari

karakteristik itulah ditemukan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan

karakteristik anak autis.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa anak akan lebih mudah memahami apa

yang disampaikan dalam pembelajaran dengan melibatkan seluruh indera yang

ada pada anak. Berkaitan dengan upaya peningkatan menulis permulaan pada

siswa autis metode multisensori menjadi alternatif pilihan yang dipilih oleh

peneliti. Materi yang diberikan berupa menunjuk huruf atau kata yang akan

ditulis, membaca huruf atau kata serta menjelaskan dan menirukan cara

menuliskannya, meniru pengucapan huruf dan mengucapkannya dengan keras,

serta meniru huruf yang ditulis dengan menggunakan pensil.

B. Kerangka Pikir

Gangguan pada bidang komunikasi menyebabkan siswa autis mengalami

keterbatasan dalam berbahasa, salah satu aspek yaitu menulis. Kemampuan

menulis siswa autis kelas III di SLB Jenetallasa Kab. Gowa masih rendah. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa siswa autis masih sulit membentuk berbagai

huruf, dan belum bisa membedakan jarak antara huruf dengan jarak antar kata.

Upaya yang dapat diberikan untuk meningkatkan kemampuan menulis

permulaan pada siswa autis kelas III di SLB Jenetallasa dengan menerapkan

metode multisensori. Jika metode ini diterapkan dengan benar, maka diharapkan
16

emampuan menulis permulaan siswa autis kelas III SLB Jenetallasa Kab. Gowa

dapat ditingkatkan. Secara skematik kerangka pikir dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Masalah:
Kemampuan Menulis Permulaan Siswa Autis Kelas III di SLB
Jenetallasa Kab. Gowa Rendah

Langkah-langkah penerapan metode multisensori dalam meningkatkan


kemampuan menulis permulaan pada siswa autis sebagai berikut:
a. Mengatur posisi duduk anak
b. Guru menunjukkan media gambar huruf kepada anak yang akan ditulis
dengan perintah “(nama anak) lihat ini!”
c. Guru menyebutkan huruf pada gambar sambil memperlihatkan kepada
anak satu persatu dan dilakukan secara berulang
d. Anak menelusuri huruf sambil mengucapkan dengan keras-keras
e. Anak menelusuri huruf dengan pensil
f. Anak meniru garis huruf di kertasnya dan dilakukan secara berulang

Kemampuan menulis permulaan siswa autis meningkat

Gambar 1. Kerangka Pikir.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah, tujuan, dan kerangka pikir di atas,

maka pertanyaan pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas

III di SLB Jenetallasa Kab. Gowa pada kondisi Baseline 1/A1?

2. Bagaimanakah kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas

III di SLB Jenetallasa Kab. Gowa selama diberikan intervensi metode

multisensori (Intervensi/B)?

3. Bagaimanakah kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas

III di SLB Jenetallasa Kab. Gowa Baseline 2/A2?


17

4. Bagaimanakah kemampuan menulis permulaan pada siswa autis kelas

III di SLB Jenetallasa Kab. Gowa berdasarkan hasil analisis antar

kondisi Baseline 1/A1, intervensi (B), dan Baseline 2/A2?

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1.


Pendekatan penilitian

Jenis pendekatan menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Donmoyer

(Given, 2008:713) Penelitian Kuantitatif adalah pendekatan-pendekatan terhadap

kajian empiris untuk mengunpulkan menganalisis, dan menampilkan data dalam

bentuk numerik daripada naratif. Noor (Noor, 2013) berpendapat bahwa

pendekatan kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori teori tertentu

dengan cara meneliti hubungan antar variable. Pendekatan ini digunakan untuk

mengetahui kemampuan menulis permulaan siswa autis di kelas III di SLB

Jenetallasa Kab.

Gowa dengan sebelum dan setelah penerapan metode multisensori.


18

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ekperimen subjek

tunggal/ SSR (Single Subject Research).menurut pendapat Sunanto, dkk (2006:

41) “SSR (Single Subject Research) adalah pengukuran variabel terikat atau

perilaku sasaran (target behavior) yang dilakukan berulang-ulang dengan periode

waktu tertentu”. Data analisis dengan menggunakan Teknik analisis visual grafik,

yaitu dengan cara memasukkan data-data kedalam grafik, kemudian data tersebut

dianalisis berdasarkan komponen yang ada pada setiap kondisi.

B. Variabel dan Desain Penelitian 1. Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian ini yaitu Peningkatan Kemampuan Menulis

Permulaan Menggunakan Metode Multisensori.


2. Desain Penelitian

Desain eksperimen yang dipakai dalam penelitian ini adalah A-B-A.

menurut Yuwono (2020) “Desain A-B-A merupakan salah satu pengembangan dari

desain A-B, desain A-B-A telah menunjukkan adanya hubungan sebab akibat

antara variable terikat dan variable bebas”. Desain penelitian ini memiliki tiga fase

untuk mempelajari besarnya pengaruh dari suatu perlakuan yang diberikan kepada

individu, dengan cara membandingkan kondisi baseline sebelum dan baseline

sesudah intervensi.

a. Desain A-B-A memiliki tiga fase yaitu A1 (baseline 1), B (Intervensi), A2

(baseline 2). Ada beberapa tahap-tahap yang akan dilaksanakan dalam

penelitian ini, yaitu A1 (baseline 1) yaitu mengetahui profil dan

kemampuan menulis permulaan sebelum anak dapat perlakuan. Subjek

seara alami tanpa pemberian intervensi. Dalam penelitian ini pada baseline

1 (A1) peneliti memberikan sebanyak dua sesi.


19

b. B (intervensi) yaitu kondisi subjek peneliti selama diberi perlakuan.

Berupa Penggunaan metode multisensori. Pemberian intervensi ini

dilakukan secara berulang-ulang selama beberapa sesi. Pencatatan data

terhadap kemampuan menulis permulaan pada subjek, dilakukan untuk

meilhat pengaruh intervensi terhadapa kemampuan menulis permulaan

pada anak autis. Pada intervensi (B) peneliti memberikan sebanyak lima

sesi.

c. A2 (baseline 2) yaitu pengulangan kondisi baseline sebagai bahan evaluasi

sampai sejauh mana intervensi yang diberikan berpengaruh pada subjek.

Dalam penelitian ini pada B2 (baseline 2) peneliti memberikan sebanyak

tiga sesi.

Struktur dasar desain A-B-A dapat digunakan pada grafik sebagai berikut:

80 Baseline (A1) Intervensi (B) Baseline (A2)

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

100
90

70
60
50
40
30
20
10
20

Sesi (waktu)
Gambar 2. Desain A-B-A

C. Defenisi Operasional Variabel

Defenisi operasional ini akan memberikan informasi petunjuk tentang

bagaimana cara mengukur variabel. Defenisi operasional variabel ini bertujuan

untuk memberikan arah penelitian agar terhindar dari kesalahan persepsi dan

pengukuran perubah penelitian. Variabel atas target behavior dalam penelitian ini

adalah kemampuan menulis permulaan adalah nilai yang diperoleh subjek yang

menunjukkan kemampuan: (1) menuliskan huruf sesuai dengan gambar (2)

membedakan jarak antar huruf dengan jarak antar kata.

D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang diteliti adalah siswa autis kelas III di SLB Jenetallasa

Kab. Gowa. Subjek penelitian ini terdiri dari satu orang siswa dengan data siswa

sebagai berikut:

Profil Siswa:
Nama : AG

Umur : 10 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Jenis Ketunaan : Autis


Tempat, Tanggal Lahir : Bone, 04 April 2013

Agama : Islam

Kelas : III

Kemampuan Awal:
21

Subjek AG dalam kemampuan mengidentifikasi huruf belum semua huruf

diketahui. Dalam hal menulis tulisan AG belum dapat menuliskan semua

huruf.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah Teknik tes. Tes merupakan

suatu bentuk tugas dan serangkaian tugas yang harus diselesaikan siswa. Tes yang

digunakan adalah tes tertulis yang diberikan keada siswa pada kondisi baseline 1

(A1), intervensi (B), dan baseline 2 (A2). Tes yang dimaksudkan adalah untuk

mengumpulkan data mengenai gambaran kemampuan menulis permulaan pada

siswa autis melalui penerapan metode multisensory.

1. Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis untuk menulis

permulaan. Tes ini dikontruksi oleh peneliti sendiri dan diberikan pada kondisi

baseline dan intervensi. Dalam penelitian ini pengukuran perilaku sasaran (target

behavior) dilakukan berulang-ulang dengan periode waktu tertentu, yaitu perhari.

Perbandingan dilakukan pada subjek yang sama di kondisi baseline berbeda.

Baseline adalah kondisi dimana pengukuran perilaku sasaran dilakukan pada

keadaan natural sebelum diberikan intervensi. Sedangkan kondisi intervensi

adalah kondisi ketika suatu intervensi telah diberikan dan perilaku sasaran diukur

dibawah kondisi tersebut. Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis permulaan yang disusun

berdasarkan Rencana Pembelajaran Individual (RPI) yang diterapkan dalam

proses pembelajaran untuk mengetahui kemampuan menulis permulaan sebelum,

selama dan setelah diberikan/diterapkan metode yang digunakan yaitu

multisensori.
22

Adapun kriteria yang digunakan untuk melihat kemampuan menulis

permulaan pada siswa adalah sebagai berikut:

- Jik siswa mampu menulis huruf/kata dengan benar secara mandiri

maka diberi skor 1

- jika sisa belum mampu menulis huruf/kata dengan benar maka diberi

skor 0

Materi tes terdiri dari 10 item. Kriteria penilaian di atas akan mendapatkan

hasil nilai maksimun dan minumun yang didapatkan anak. Jika anak mampu

mengerjakan materi tes maka akan di berikan skor 1. Jika tidak mampu maka

diberi skor 0, dengan demikian skor maksimun yang mungkin dicapai anak adalah

10 x 1. Sedangkan skor minimum yang mungkin dicapai oleh anak adalah 0.

Berikut rumus kriteria penilai menurut Arikunto, S (2006:19)

Nilai Hasil = 𝑺𝒌𝒐𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉 𝑥100


𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Tabel 1. pengkategorian nilai hasil tes peningkatan kemampuan menulis

permulaan di SLB Jenetallasa Kab. Gowa.


Interval Kategori
80-100 Baik Sekali
60-79 Baik
56-65 Cukup
41-55 Kurang
≤ 41 Sangat Kurang
(Adaptasi dalam Arikunto. S, 2006: 19)

F. Teknik Analisis Data 1. Analisis dalam kondisi

Analisis dalam kondisi adalah analisis perubahan data dalam suatu kondisi.

Komponen yang dianalisis meliputi:


23

a. Panjang kondisi

Panjang kondisi adalah banyaknya data dalam kondisi. Banyaknya data

dalam kondisi menggambarkan banyaknya sesi yan dilakukan pada

tiap kondisi.

b. Kecenderungan arah

Kecenderungan arah data pada suatu grafik sangat penting untuk

memberikan gambaran perilaku subjek yang sedang diteliti.

Digambarkan oleh garis lurus yang melintasi semua data dalam suatu

kondisi. Untuk membuat garis, dapat dilakukan dengan 1) metode

tangan bebas Freehandy yaitu membuat garis secara langsung pada

suatu kondisi sehingga membelah data sama banyak yang terletak di

atas dan dibawah garis tersebut. 2) metode membelah tangan (split

Middle), yaitu membuat garis lurus yang membelah data dalam suatu

kondisi berdasarkan median.

c. Kecenderungan stabilitas (Trend Stabilitas)

Kecenderungan stabilitas yaitu menunjukkan tingkat homogenis data

dalam suatu kondisi. Tingkat kestabilan data dapat ditentukan dengan

menghitung banyaknya data point yang berada dalam rentang,

kemudian dibagi banyaknya data point, dan dikalikan stabil, sedangkan

diluar itu dikatakan tidak stabil.

d. Jejak data

Jejak data yaitu perubahan dari satu ke data lain dalam suatu kondisi,

perubahan data satu ke data berikutnya.dapat terjadi tiga kemungkinan,

yaitu: data yang naik, menurun dan mendatar.

e. Rentang
24

Rentang adalah jarak amtara batas atas dan batas bawah.


f. Perubahan Level (Level Change)

Perubahan level adalah menunjukkan besarnya perubahan antara dua

data.

2. Analisis antar kondisi

a. Jumlah Variabel yang diubah

Dalam analisis data antar kondisi sebaiknya variable terikat atau

perilaku sasaran difokuskan pada satu perilaku.

b. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya

Perubahan kecenderungan grafik antara kondisi basline dan intervensi

menunjukkan perubahan sasaran yang disebabkan oleh intervensi

c. Perubahan kecenderungan stabilitas dan efeknya

Perubahan kecenderungan stabilitas yaitu menunjukkan tingkat

stabilitas perubahan dari serentetan data. Data dikatakan stabil apabila

data tersebut menunjukkan arah (mendatar, menaik, dan menurun)

secara konsisten.

d. Perubahan level data

Perubahan level data yaitu menunjukkan seberapa besar data berubah.

Tingkat perubahan data antara kondisi ditunjukkan dengan selisih

antara data terakhir pada kondisi pertama dengan data pertama pada

kondisi berikutnya. Nilai selisih menggambarkan seberapa besar

terjadi perubahan perilaku akibat pengaruh intervensi.

e. Data yang tumbang tindih (overap)

Data tumbang tindih menunjukkan tidak adanya perubahan pada kedua

kondisi dan semakin banyak data tumbang tindih, semakin


25

menguatkan dengan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi.

Dengan demikian, diketahui bahwa pengaruh intervensi terhadap

perubahan perilaku tidak dapat diyakinkan.

Dalam penelitian ini, bentuk grafik yag digunakan untuk menganalisis data

adalah grafik garis. Penggunaan analisis dengan grafik ini diharapkan dapat lebih

memperjelas gambaran dari pelaksanaan eksperimen. Perhitungan dalam

mengelolah data yaitu menggunakan presentasi (%). Alasan menggunakan

presentasi karena peneliti akan mencari skor hasil tes sebelum dan sesudah

diberikan intervensi dengan cara menghitung skor seberapa kemampuan anak

dalam menulis permulaan. Skor kemampuan anak yang dijawab secara benar

dibagi jumlah skor keseluruhan dan dikalikan 100.


DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association, D. S. M. T. F., & American Psychiatric


Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental
disorders: DSM –5 (Vol. 5, No. 5). Washington, DC: American psychiatric
association.

Abdurrahman, Mulyono. (2012). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: Rineka Cipta.

Ahmad Rofi’udin & Darmiyati Zuhdi. (2002). Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indoensia di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Abdurrahman, Mulyono. (2012). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. (2007). Pedoman Pembelajaran Persiapan Membaca Dan Menulis


Permulaan Di Taman Kanak-Kanak Edisi 7. Direktorar Jendral
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan TK
dan SD.Jakarta.

Destiani, L. (2016). Peningkatan Kemampuan Menulis Permulaan menggunakan


Metode Vakt (Visual Auditori Kinestetik Taktil) untuk Anak Autis Kelas I
di SLB Autisma dian amanah yogyakarta. Widia ortodidaktika,z5(11),
1101-1109.

Dhieni, N., Fridani, L., Yarmi, G., & Kusniaty, N. (2005). Metode pengembangan
bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Ennis-Cole, D. L. (2015). Technology for learners with autism spectrum disorders.


New York, NY: Springer International Publishing.r.

Given, L. M. (Ed.). (2008). The Sage encyclopedia of qualitative research


methods. Sage publications.

Handoko, A. (2012). Peningkatan Minat Belajar Bahasa Inggris (Muatan Lokal)


Membaca Nyaring Melalui Penggunaan Media Audio Visual Pada Siswa
Kelas V SD Negeri 1 Tempursari Sambi Semester 1 Tahun Pelajaran
2012/2013 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Kuntarto, E. (2013). Buku Pembelajaran Calistung.


Literacy, M. (2015). Kesulitan Belajar, Bogor: Ghalia Indonesia.

Munawir Yusuf. (2005). Pendidikan Bagi Anak Dengan Problematika Belajar.


Jakarta: Depdiknas.

Nasional, D. P. (2009). Panduan untuk guru: Membaca dan menulis permulaan


untuk sekolah dasar kelas 1, 2, 3.

Noor. (2013). Metode Penelitian. PT Fajar Interpratama Mandiri.

Pristiwanti, D., Badariah, B., Hidayat, S., & Dewi, R. S. (2022). Pengertian
Pendidikan. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6), 7911-7915.

Purnomo, S. H., & Haryana. 2017. Modul Pengembangan keprofesian


Berkelanjutan Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter Bidang PLB
Autis Kelompok Kompetensi A. PPPPTK TK dan PLB Bandung, 1-166.

Ramadhan, M. F., Wardany, O. F., & Herlina, H. (2021). Efektivitas Multisensory


Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan Pada
Anak Autis. SNEED JOURNAL, 1(2), 7-15.

Remi, S., & Utami, S. Peningkatan Keterampilan Menulis Permulaan


Menggunakan Metode Latihan Terbimbing Di Kelas 1 Sd Negeri 11
Sandai Kabupaten Ketapang. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa (JPPK), 4(12).

Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H. (2006). Penelitian dengan subjek tunggal.
Bandung: UPI Pres.

Yuwono, I. (2020). Penelitian SSR (single subject research). Banjarmasin:


Universitas Lambung Mangkurat.

Anda mungkin juga menyukai