Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dijelaskan bahwa,

“setiap warga berhak mendapatkan pendidikan”. Ini artinya setiap warga negara

mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan

termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sebagaimana yang dijelasakan

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 pasal 10 bahwa,

hak pendidikan untuk penyandangn disabilitas meliputi hak mendapatkan

pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan disemua jenis, jalur, dan jenjang

pendidikan.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah mengupayakan

pendidikan terbaik bagi seluruh warga negaranya, termasuk melalui peningkatan

profesionalisme guru. Dewasa ini, guru tidak lagi menjadi sosok kaku yang hanya

mengajarkan ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, guru diharapkan mampu

membantu setiap siswanya yang mengalami kesulitan belajar Berbagai inovasi

dalam pembelajaran terus diupayakan agar hasil belajar dapat meningkat seperti

penemuan berbagai metode dan media pembelajaran yang dulu dilakukan secara

konvensional saat ini diupayakan untuk menggunakan metode dan media

pemebalajaran yang sesuai dengan perkembangan siswa yang harus dimilikinya

dan menjadi tujuan utama dalam pembelajaran di sekolah yaitu Kemampuan

Membaca.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui

1
2

media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok

kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas

dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Membaca permulaan

merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa kelas awal. Siswa belajar

untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan

menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu, guru perlu merancang

pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan

membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat

diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca.

Pada tingkat awal sekolah, guru akan dihadapkan pada permasalahan

membaca siswa. Setiap siswa adalah individu yang berbeda, begitupun dengan

kemampuan membaca yang dimiliki setiap anak juga akan berbeda-beda. Siswa

yang tidak mengalami masalah dengan membaca akan melanjutkan kehidupan

normalnya di sekolah. Akan tetapi bagi siswa yang bahkan dalam tahun

pertamanya masih mendapatkan masalah dengan membaca akan mengalami

kesulitan dalam menjalani harinya di sekolah.

Kesulitan membaca yang dialami siswa juga akan berdampak pada

kesulitan dalam hal menulis. Kondisi ini sering disebut dengan disleksia. Derek

Wood, dkk (2012: 67) menjelaskan bahwa kesulitan membaca memengaruhi

segala aspek kehidupan penderitanya sejak awal masuk sekolah, yakni ketika ia

mulai belajar membaca, hingga bertahun-tahun kemudian ketika anak diharuskan

membaca guna mempelajari sesuatu yang lebih spesifik. Dampak dari disleksia

tersebut tentu dapat dihindari ketika guru paham akan disleksia, baik teori maupun

metode pembelajarannya.
3

Karakteristik yang khas pada anak disleksia adalah kegagalan membaca.

Pada anak normal, keterampilan baru yang didapatkan saat anak memasuki masa

sekolah adalah membaca dan menulis. Apabila dikaitkan dengan teori fonologi

dan tahapan membaca yang disebutkan (Kittel, 2018), anak-anak di tahun pertama

sekolah akan belajar mengidentifikasi kata tidak dikenal, mengenali kata yang

dapat dilihat, kemudian membaca teks pada kalimat sederhana. Sampai berlanjut

ke tahun berikutnya yakni kemampuan membaca yang lebih kompleks, seperti

kosakata lebih luas dan mulai masuk ke konsep tata bahasa. Guru di Indonesia

biasa menyebut tahap ini sebagai membaca permulaan.

Kesulitan belajar membaca memerlukan perhatian yang serius, sehingga

anak yang mengalami kesulitan belajar membaca dapat memahami mata pelajaran

lainnya secara lancar. Penanganan kesulitan belajar membaca ini, terutama harus

dilakukan sejak tahap membaca permulaan. Pada tahap tersebut, belajar membaca

menjadi sangat penting karena merupakan pondasi untuk belajar pada tahap lebih

lanjut. Apabila pada tahap ini anak mengalami kesulitan maka akan berpengaruh

pada pelajaran membaca selanjutnya. Seperti yang terjadi pada anak disleksia,

mereka sangat banyak memiliki hambatan pada tahap membaca permulaan

sehingga tidaklah mengherankan jika ia mendapatkan kesulitan memahami isi

bacaan dan menemui kesulitan mengikuti tahap membaca lanjut. Hal ini

berdampak pada prestasi belajar. oleh karena itu perlu adanya pemikiran tentang

penanganan anak yang mengalami kesulitan membaca permulaan bagi anak yang

mempunyai kemampuan membaca yang rendah.

Berdasarkan kondisi di lapangan bahwa SLB N 1 Kota Jambi termasuk

salah satu sekolah yang terdapat siswa disleksia tepatnya di kelas II yang terdiri
4

dari 3 orang siswa yang mempunyai karakteristik disleksia seperti saat membaca

sering mengurangi dan menambah kata, membaca lambat dan tulisan tangan

buruk, perhatian mudah teralihkan atau gagal dalam menyelesaikan tugas sampai

akhir, sering bingung dengan kata pada huruf tertentu, misalnya b dianggap p dan

p dianggap q dan cenderung menjadi orang yang impulsive atau sering mengikuti

perasaan sendiri tanpa memikirkan orang lain. Hal ini membuat kesulitan untuk

guru dalam menanganinya apalagi siswa disleksia yang terdapat pada sekolah

tersebut memiliki jenis disleksia yang berbeda-beda seperti ada yang disleksia

visual, disleksia audiotori dan disgrafia atau visual disleksia auditori.

Berbagai metode dilakukan oleh guru untuk anak cepat bisa membaca

mulai dari metode yang sederhana sampai ke metode yang menawarkan anak bisa

membaca dalam waktu yang singkat apalagi setiap siswa memiliki daya terima

yang berbeda seperti ada yang cepat, lambat dan sangat lambat. Untuk mengatasi

masalah membaca permulaan tersebut memerlukan metode pembelajaran yang

tepat dan sesuai dengan kebutuahan anak. Salah satu metode pembelajaran untuk

menangani masalah tersebut dengan menerapkan metode khusus membaca yaitu

dengan menggunakan metode silaba dikarenakan metode silaba ini merupakan

metode suku kata yang menyajikan kata menjadi suku kata kemudian merangkai

suku kata menjadi kata dengan tujuan siswa yang belum mampu membaca kata

dapat membaca kata.

Sejalan dengan berkembangnnya teknologi proses penyampaian ilmu

pengetahuan dapat dilakukan dengan mudah. Seperti penggunaan media

pembelajaran yang sesuai. Namun tidak semua media yang dapat menunjang

pembelajaran menjadi menarik, baik itu media yang berupa media auditif yang
5

hanya mengandalkan kemampuan suara saja, media visual yang medianya hanya

mengandalkan indera penglihatan dan media audio-visual yang mempunyai unsur

suara dan gambar. Ketiga jenis media tersebut yang mempermudah siswa untuk

bisa menerima pembelajaran yaitu hanya menggunakan media visual berupa

gambar yang disebut dengan media flashcard dengan melihat kondisi siswa yang

memiliki keterbatasan dalam membaca atau dikenal dengan disleksia.

Untuk itu media pembelajaran yang peneliti anggap sesuai untuk

diterapkan dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah media flashcard.

Beberapa kelebihan dari media flashcard adalah: 1) Sifatnya kongkret dan lebih

realistis dalam memunculkan pokok masalah, jika dibandingkan dengan bahasa

verbal, 2) Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, keterbatasan pengamatan,

memperjelas masalah bidang apa saja, dan mudah di dapat dan mudah digunakan,

3) Sebagai salah satu teknik media pembelajaran yang efektif, karena

mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas, kuat dan terpadu melalui

gambar dan huruf secara jelas dan menarik.

Penggunaan media flashcard yang di kombinasikan dengan metode silaba

dalam pembelajaran membaca bagi siswa disleksia diharapkan dapat mengatasi

permasalahan yang terjadi di lapangan dan meningkatkan kemampuan membaca

permulaan siswa disleksia. Pertimbangan penggunaan media flashcard dan metode

silaba bagi pembelajaran membaca permulaan anak disleksia adalah mengingat

cara belajar membaca anak dengan peniruan berulang – ulang (drill) dan media

flashcard menggunakan gambar – gambar dan warna yang menarik serta

menggunakan kata – kata yang sederhana dan fungsional dalam kehidupan anak

sehari – hari. Pengimplementasian media flashcard dan metode silaba pada


6

penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan,

khususnya pada siswa disleksia.

Pada penelitian ini, siswa mengalami disleksia yang merupakan suatu

hambatan yang terjadi. Di antara bentuk kesulitan membaca yang dialami seperti

adanya penambahan, penggantian, dan penghilangan huruf saat membaca suku

kata, membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka saat membaca. Oleh karena itu,

peneliti memilih flashcard sebagai media pembelajaran dan metode silaba sebagai

metodenya karena siswa dapat melihat dan menyentuh. Hal ini dapat melatih

kemampuan visual siswa untuk mengenali huruf atau kata yang mirip, dan

diharapkan dapat mengurangi hambatan yang dialaminya.

Pada penelitian ini, peneliti sebagai kolaborator yang berkolaborasi dengan

guru kelas atau wali kelas untuk melaksanakan penelitian yang diusung oleh

peneliti berupa peningkatan membaca permulaan menggunakan media flashcard

dengan metode silaba terhadap siswa disleksia, dikarenakan siswa disleksia

merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) sehingga siswa disleksia ini hanya

mau belajar dan mengikuti arahan dari guru kelasnya dan susah untuk mengikuti

arahan dengan orang yang baru.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang diuraikan, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca

Permulaan Menggunakan Media Flashcard Dengan Metode Silaba Terhadap

Siswa Disleksia Kelas II Di SLBN 1 Kota Jambi”.

1.2 Batasan Penelitian

Untuk mengetahui permasalahan yang telah di uraikan seperti di atas agar

dapat diatasi secara tepat perlu dilakukan tindakan sebagai upaya perbaikan. Agar
7

peneliti terfokus dan sesuai sasaran, maka peneliti dibatasi pada permasalahan

“Penggunaan Media flashcard dalam meningkatkan pemahaman membaca

permulaan terhadap siswa disleksia kelas II di SLBN 1 Kota Jambi”. Selanjutnya,

penelitian tindakan kelas ini direncanakan akan dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus,

setiap siklus terdiri dari empat langkah yaitu Perencanaan (Plan). Pelaksanaan

(Action). Pengamatan (Obsevastion). Dan Refleksi (Reflektion). Dalam penelitian

ini yang akan di teliti yaitu siswa kelas II yang berjumlah 3 (tiga) orang siswa.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dalam penelitian ini ada dua

rumusan masalah yang akan di jawab:

1. Bagaimana penggunaan media flashcard dengan metode silaba

dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan terhadap siswa

disleksia kelas II di SLBN 1 Kota Jambi ?

2. Bagaimana dampak digunakan media flashcard dengan metode

silaba dalam membaca permulaan terhadap siswa disleksia kelas II di SLBN

1 Kota Jambi?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah

1. Untuk mendiskripsikan bagaimana penggunaan media flashcard dengan

metode silaba dalam meningkatkan kemampuan membaca terhadap siswa

disleksia kelas II di SLBN 1 Kota Jambi.


8

2. Mendiskripsikan dampak dalam penggunaan media flashcard dengan

metode silaba dalam membaca permulaan terhadap siswa disleksia kelas II

di SLBN 1 Kota Jambi

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:

(1) manfaat bagi guru akan menjadi lebih mudah dalam penyampaian

materi kepada siswa, dan guru hanya sebagai fasilitator saja dalam

kegiatan belajar mengajar (2) manfaat bagi siswa menjadi lebih mudah

memahami materi yang disampaikan oleh guru. (3) manfaat bagi peneliti

menjadi lebih mengerti berbagai jenis media pembelajaran yang bervariasi

dan suatu metode yang tepat dalam peningkatan pemahaman siswa dalam

membaca.

Dengan penelitian, diharapkan juga dapat memperkaya wawasan

pengetahuan tentang kemampuan membaca permulaan menggunakan

media flashcard dengan metode silaba pada siswa kelas II khususnya siswa

disleksia di SLBN 1 Kota Jambi.

1.6 Definisi Operasional

1. Membaca Permulaan

Kemampuan membaca permulaan berada pada posisi kemampuan

membaca tingkat dasar (melek huruf), yaitu kemampuan dalam mengenali

lambang-lambang tulisan seperti huruf, suku kata, kata, kalimat.

Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses


9

pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai

representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan

belajar membaca (learning to read).

Kemampuan membaca yang di peroleh pada membaca permulaan

akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Sebagai

kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan

membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru, sebab jika

dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak akan mengalami

kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.

2. Disleksia

Disleksia merupakan kesulitan membaca, mengeja, menulis, dan

kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata yang

memberikan efek terhadap proses belajar atau gangguan belajar, salah satu

jenis kesulitan belajar, utamanya kesulitan dalam membaca dan menulis

yang biasanya dialami oleh beberapa anak di dunia ini. Individu yang

mengalami disleksia memiliki IQ normal, bahkan di atas normal, akan

tetapi memiliki kemampuan membaca satu atau satu setengah tingkat di

bawah IQ-nya.

3. Media Flashcard

Flashcard adalah kartu kecil yang berisi gambar, teks, atau tanda

simbol yang dapat mengingatkan dan menuntun siswa kepada sesuatu

yang berhubungan dengan gambar itu. Dari uraian tersebut dapat

dikatakan bahwa media flashcard merupakan media berbentuk kartu yang

berisi gambar atau foto di mana gambar disesuaikan dengan materi yang
10

akan diajarkan, pada kartu tersebut terdapat keterangan atau teks yang

mewakili maksud dari gambar, sehingga melalui media ini dapat

mempermudah guru dalam penyampain materi pembelajaran terhadap

siswa. Materi dalam penggunaan media flashcard dapat berupa

pembelajaran kosa kata maka media berisi gambar yang disesuaikan

dengan yang akan dipelajari.

4. Metode Silaba

Menurut Tarigan (2014: 401) metode silaba didefinisikan sebagai

proses pembelajaran membaca permulaan yang diawali dengan pengenalan

suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co dan seterusnya,

selanjutnya suku-suku kata tersebut, dirangkaikan menjadi kata-kata

bermakna. Jadi, Metode silaba merupakan suatu metode suku kata yang

menyajikan kata menjadi suku kata kemudian merangkai suku kata

menjadi kata dengan tujuan siswa yang belum mampu membaca kata

dapat membaca kata.

Anda mungkin juga menyukai