Disusun oleh:
K1217049/A
2019
MENYIMAK DRAMA
1. Keterampilan Berbahasa
Bahasa merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam proses
pembelajaran(Setiawan dkk, 2018). Bahasa Indonesia di dalam proses
pembelajaran merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan pada
tingkat pendidikan dasar, menengah, sampai jenjang perguruan tinggi (Andyani
dkk, 2016). Bahasa sebagai sebuah sistem makna yang diekspresikan dalam
sistem sosial memiliki berbagai bentuk dalam komunikasi berbagai makna yang
diungkapkan dengan cara berbeda sesuai dengan tujuan dan situasi pembicaraan
(Satrianingsih, 2016). Bahasa memiliki peran utama dalam terciptanya masyarakat
yang santun dan beradab. Seseorang dikatakan santun atau tidak dilihat dari sikap
berbahasanya meliputi nada dan dan makna yang disampaikannya.Melalui bahasa,
seseorang dapat menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain. Fungsi utama
bahasa adalah sebagai alat komunikasi di dalam masyarakat (Saddhono, 2012).
Tarigan berpendapat bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dimiliki oleh
setiap manusia karena bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin
terampil seseorang dalam berbahasa, maka semakin jelas pula jalan pikiran orang
tersebut (Utomo, 2012).Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan
dasar, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan itu
erat sekali hubungannya dengan keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka
ragam (Satria, 2017).Keterampilan berbahasa biasanya diperoleh manusia secara
berurutan. Keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai manusia adalah
menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis (Utomo, 2012).
Beberapa praktisi bahkan masih berpendapat sampai sekarang bahwa
pembelajaran bahasa adalah sebuah proses yang berjalan linear/lurus, yaitu
diawali dengan menguasai bahasa lisan (menyimak dan berbicara) dan baru
kemudian beralih ke bahasa tulis (membaca dan menulis) (Pebriana dkk, 2017).
2. Pengertian Menyimak
2
Menyimak adalah aktivitas berbahasa pertama yang dikenal manusia sejak
lahir, sebelum mulai belajar dan menguasai keterampilan berbahasa lain manusia
akan mengenal menyimak terlebih dahulu. Menyimak adalah suatu proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian,
pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap
isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh
sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 1994: 28). Ada pula
pendapat lain bahwa menyimak adalah suatu proses yang menyangkut kegiatan
mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi, bunyi bahasa, kemudian
menilai hasil interpretasi makna dan menanggapi pesan yang tersirat dalam bahan
simakkan (Saddhono, 2012:11). Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
menyimak tidak hanya sekadar memahami pesan yang didengarkan, melainkan
juga melibatkan proses memaknai dan menanggapi pesan yang tersirat dalam
bahan simakan (Restiningsih dkk, 2013). Dapat disimpulkan dari beberapa
pendapat di atas bahwa pengertian menyimak adalah kegiatan mendengarkan yang
bertujuan untuk memahami pesan atau isi yang terkandung dalam simakkan
(Bariyatun dkk, 2016).Proses menyimak meliputi proses fisik dan proses mental.
Tiga ciri utama kegiatan menyimak yakni memfokuskan perhatian, mengarahkan
pemahaman, dan melakukan penyimpulan (Suryantoro, 2017). Istilah mendengar,
mendengarkan, dan menyimak sering kita jumpai dalam dunia pembelajaran
keterampilan berbahasa. Ketiga istilah tersebut berkaitan dengan makna. Namun
dalam mengartikan makna istilah tersebut satu per satu, terdapat perbedaan
pendapat. Kegiatan menyimak dapat dilakukan oleh seseorang dengan bunyi
bahasa sebagai sumbernya, sedangkan mendengar dan mendengarkan bisa apa
saja. Jadi menyimak memiliki kandungan makna yang lebih spesifik bila
dibandingkan dengan mendengar dan mendengarkan (Doludea & Nuraeni, 2018).
Keterampilan menyimak sebagai pondasi awal dalam pembentukan di diri
seseorang mengenai suatu konsep dalam berbahasa artinya, kegiatan menyimak
merupakan kegiatan penyaluran informasi tertentu bagi anak saat mengalami
proses imitasi. Proses imitasi terjadi pada saat anak melakukan suatu kegiatan
3
peniruan secara langsung dan besar-besaran terhadap salah satu objek (Hartanti &
Fathurohman, 2012).
3. Tujuan Menyimak
4
akan senantiasa memberikan perhatian penuh dalam usahanya mencapai tujuan
pembelajaran (Yahya dkk, 2018).
4. Proses Menyimak
5
5. Menyimak Estetik
6
dalampelaksanaan menyimak apresiatif dan kreatif adalah kurangnyafokus atau
perhatian terhadapbahan simakan. Salah satu strategiyang dipilih untuk
mengatasinya adalah penerapan sistem pencatatan 5R yaitu rekam (record),
ringkas(reduce), daras (recite), renung (reflect)dan periksa (review) (Nurhidayah,
2015). Penggunaan teknik pencatatan 5R inimengarahkan mahasiwa pada
peningkatandua keterampilan sekaligus, yaituketerampilan reseptif (menyimak)
danketerampilan produktif (menulis).Selainitu, melalui teknik ini mahasiswa
jugadilatih untuk berani mengungkapkan apresiasi, kritik, evaluasi atau
gagasanapa pun sebagai hasil refleksi mereka terhadapinformasi yang diperoleh
melaluikegiatan menyimak (Nurhidayah, 2015)
Menyimak estetik tidak hanya mendengarkan apa yang kita simak, tetapi
terdapat beberapa langkah-langkah dalam melakukannya. Langkah-langkah yang
digunakan dalam menyimak estetik adalah meliputi mendengarkan materi
simakan, dalam menyimak kita harus benar-benar fokus dalam menyimak setiap
detailnya supaya tidak ada yang terlewatkan. Kedua, memahami materi dalam
ingatan, selain mendengarkan dalam menyimak estetik kita juga harus memahami
materi apa yang disimak. Ketiga, mencari makna dengan menafsirkan isi pesan,
sesuatu yang kita simak pasti memiliki isi pesan yang terkandung di
dalamnya.Keempat, mengevaluasi dari setiap makna dengan mengelompokan
setiap bunyi yang disimak, dan yang terakhir menemukan inti sari dari setiap
pengelompokkan makna materi simakan agar dapat memberikan suatu umpan
balik kepada pembicara (Hartani & Fathurohman, 2012). Apabila menggunakan
teknik 5R, kita dapat melakukan beberapa langkah, yaitu kegiatan merekam
(record) sebanyak mungkin informasi yang diperoleh melalui kegiatan menyimak,
memperdalam pemahaman dengan cara mengkategorikan ide-ide atau gagasan
pokok dan penjelas dalam kegiatan meringkas (reduce), menuangkan pemahaman
pembelajar melalui kegiatan menulis ulang dengan kalimat sendiri (recite),
melakukan refleksi terhadap pemahaman baru yang mereka peroleh (reflect), dan
7
meneguhkan pemahaman dengan cara mempelajari kembali (review)
(Nurhidayah, 2015).Ada tiga jenis tes yang dapat digunakan dalam penilaian
pembelajaran menyimak yaitu, tes respon terbatas, bentuk tes ini memungkinkan
siswa menjawab secara verbal ataupun nonverbal. Jenis tes ini cocok untuk siswa
kelas rendah yang kemampuan berbahasanya masih terbatas. Bentuk tes respon
terbatas mencakup tes benar-salah, ya-tidak. Yang kedua, tes respon pilihan
ganda, sama seperti tes respon terbatas bedanya hanya pada wujud pilihan
jawaban pada tes respon pilihan jawaban pada tes respon pilihan ganda berupa
kata, frase, atau kalimat. Lalu yang terakhir adalah tes komunikasi luas, di mana
enuntut siswa untuk memahami penggalan dialog, seperti yang dilakukan siswa
dalam kesehariannya (Kurniasih, 2015). Untuk dapat menyimak dengan baik,
perlu mengetahui syarat menyimak estetik. Adapun syarat tersebut ialah,
menyimak dengan berkonsentrasi , menelaah materi simakan, menyimak dengan
kritis, dan membuat catatan (Sajriani dkk, 2016).Kegiatan menyimak dapat
dikatakan berhasil apabila, suasana mendukung atau tidak terjadi
kegaduhandisekitar orang yang sedang menyimak, sikap dari orangyang
menyimak harus fokus terhadap apa yang disimaknya;danmencatat apa saja yang
penting dari kegiatanmenyimak yang dilakukan (Febryansyah dkk, 2014).
7. Pengertian Drama
Drama merupakan salah satu genre karya sastra yangn secara etimologi
berasal dari bahasa Yunani i“dran”yang berarti melakukan sesuatu. Sementara
Suyoto memberikan batasan pengertian drama sebagai berikut, drama adalah
kisah kehidupan manusia yang dikemukakan di pentas berdasarkan naskah,
menggunakan percakapan, gerak laku, unsur-unsur pembantu sepeerti tatat
panggung, serta disaksikan oleh penonton (Marantika, 2014). Drama adalah
ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk pertunjukan di atas
pentas (Sarumpaet, 1977:21). Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa drama
adalah gambaran suatu tindakan atau aksi/gerak (Satoto, 2012:3). Ada pula
pendapat menurut Esser, drama diartikan sebagai Handlung atau “lakon” yang
8
lebih mengarah pada bagian dari pentasan (Theater). Seorang penyair yang
menulis sebuah ceritera sandiwara disebut Dramatiker atau dramawan
(Marantika, 2014). Definisi drama semuanya mempunyai penekaan yang sama
meskipun beraneka ragam, penekanan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut,
drama adalah salah satu cabang ilmu sastra, drama dapat berbentuk prosa atau
puisi, drama mementingkan dialog, drama adalah suatu lakon yang dipentaskan
diatas panggung, drama adalah seni yang menggarap lakon-lakon mulai sejak
penulisannya hingga pementasannya, drama membentuk ruang waktu, dan
audiens, drama adalah kehidupan yang disajikan dalam gerak, dan drama adalah
sejumlah kejadian yang mengikat hati (Tarigan, 1985:72).Dramatik atau drama
merupakan gendre ketiga dari jaenis karya sastra, di samping Epik dan Lyrik.
Secara garis besar drama memiliki dua bentuk yaitu bentuk luar dan bentuk dalam
(A ubere dan innere Form) (Marantika, 2014). Pada dasarnya drama bertujuan
untuk menghibur, seiring berjalannya waktu drama tidak hanya bertujuan untuk
menghibur, tetapi juga sebagai wadah penyalur seni dan aspirasi, sarana hiburan
dan saran pendidikan (Satrianingsih, 2016)
8. Jenis-jenis Drama
Istilah drama ada dua macam, yaitu drama naskah dan drama pentas. Drama
naskah adalah salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa.
Sedangkan drama pentas adalah adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan
integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis, seni
kostum, seni rias, dan sebagainya (Waluyo, 2002).Ada yang berpendapat lain,
yaitu jenis-jenis drama antara laindrama ajaran, drama baca, drama pentas, drama
busana, drama masa, drama duka, drama ria, drama dukaria, drama riadi, drama
riang, drama riantik, drama romantik, drama santun, drama sebabak, drama
wiraan, drama puitik, drama liris, drama simbolis, drama monolog, drama rakyat,
drama tradisional, drama modern, drama absurd, drama problema, drama sejarah,
drama liturgi, dan dramaturgi (Satoto, 2012).Namun ada yang berpendapat lain
mengenai jenis drama, Putra mengemukakan jenis-jenis drama yang dikenal yaitu,
9
yang pertama berdasarkan penyajian lakon ada tragedi atau drama dengan kisah
menyedihkan, komedi atau drama ringan yang berfungsi untuk menghibur, tragedi
komedi atau drama yang merupakan perpaduan antar drama tragedi dan komedi,
melodramaatau drama yang menampilkan tokoh sentimental dan mengharukan ,
dagelan atau drama yang memiliki lakon lucu, opera atau drama yang dialgnya
berupa nyanyian yang diiringi musik, tablo atau drama yang mengutamakan pada
gerak dan sendratari atau drama yang berisi seni drama dan seni tari. Yang kedua
berdasarkan sarana pertunjukan yaitu drama radio atau drama yang disiarkan di
radio, drama televisi atau drama yang bersifat visual dan auditif, drama panggung
atau drama yang ditampilkan di panggung pertunjukan, drama film atau drama
yang ditampilkan di layar lebar/bioskop, wayang atau drama yang di dalamnya
terdapat cerita dan dialog. Yang ketiga berdasarkan ada tidaknya naskah yaitu
drama tradisional atau drama tanpa naskah dan drama modernatau drama lengkap
menggunakan naskah (Satrianingsih, 2016).
9. Unsur-unsur Drama
10
yang pertama tema, ide pokok atau gagasan sebuah cerita drama. Yang
keduaamanat, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton. Yang
ketigaalur, jalan cerita dari sebuah pertunjukan drama. Yang keempattokoh,
pelaku drama yang terdiri dari pelaku utama dan pelaku pembantu. Kelima
penokohan/perwatakan, perilaku atau sifat yang diperankan tokoh dalam drama.
Keenamdialog, percakapan yang digunakan dalam drama. Selanjutnyasetting,
merupakan latar tempat, latar waktu, latar suasana. Kemudian ada petunjuk teknis,
maksudnya pengarahan teknis dari drama. Dan yang terakhir drama sebagai
interprestasi kehidupan, maksudnya cerita yang diangkat dalam drama biasanya
menginterprestasi dari kehidupan sehari-hari (Waluyo, 2002:6).
Dalam menyimak drama, kita tidak hanya menonton saja, tetapi juga harus
melakukan pengkajian. Pengertian 'pengkajian', 'telaah' atau tidak sekadar sama
dengan 'pembicaraan', tetapi dekat dengan pengertian 'pembahasan' (Effendi,
1967:17). Pengkajian drama hendaknya mengambil objek kajian tidak hanya
struktur naskah lakonnya, tetapi juga tekstur, dan bahan konteksturnya.
Pengkajian drama yang untuk adalah pengkajian seluruh aspek atau komponen
yang membangun drama sebagai seni komplek, kolektif, dan ansambel (Satoto,
2012:20). Pengkajian drama bertujuan memiliki tujuan yaitu yang pertama,
kegiatan kajian drama dilakukan dalam rangka dipentaskan. Kedua, kajian drama
dilakukan dalam kegiatan penyelidikan atau penelitian secara ilmiah demi
kepentingan akademis. Ketiga, kajian dilakukan dalam rangka menangkap makna,
atau pesan yang terkandung di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan kehidupan yang luas (Satoto, 2012:39). Tahap-tahap penyajian
apresiasi drama berdasarkan seperti yang dikemukakan Hoa Nio sebagai berikut:
Yang pertama, tahap persiapan, mengumpulkan naskah drama sesuai dengan
minat, kemampuan,rangsangandan tingkat kesukaran bahasa. Yang kedua,
kegiatan dalam kelas meliputi: a) penjelajahan (perkenalan dengan drama dengan
membuat pertanyaan sehari-hari yang terkait dengan drama yang akan diapresiasi
11
dan diserta dengan diskusi kecil tentang apa yang diharapkan anak didik dari
tokoh dalam drama tersebut); b) intepretasi pertanyaan diskusi dengan pertanyaan
menggali (anak didik diminta membandingkan pendapatnya sendiri dengan apa
yang dibaca dalam drama, pertanyaan terkait dengan tema, plot, pelaku, watak dan
menganalisis ahir ceritera drama; c) rekreasi adalah pembagian peran, pagelaran,
evaluasi, latihan ulangan dan pagelaran kembali; d) teknik pembinaan apresiasi
drama (Marantika, 2014).
12
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, S dalam Lukman Ali (Ed.). (1967). Belajar Memahami Drama (Sebuah
Penelitian Struktural). Bahasa dan Kesustraan Indonesia: Sebagai Cermin
Manusia Indonesia Baru. Jakarta: Gunung Agung.
13
Share (TPS)). Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 1(3),
20–24.https://doi.org/10.23917/kls.v26i1.4082
Intan, K., Mulyono, H., & Adi, F. (2018). Improvement Of Listening Skill On
Short Stories By Applying Mind Mapping. Social, Humanities, and
Education Studies (SHEs): Conference Series, 1(1), 373–377.
14
Recite, Reflect, Dan Review). Jurnal Litera, 14(2), 342.
https://doi.org/ 10.21831/ltr.v14i2.7208
Saddhono, K. 2012. Bentuk dan Fungsi Kode dalam Wacana Khotbah Jumat.
Adabiyyāt. 11(1): 71-92. https://doi.org/10.14421/ajbs.2012.11104.
15
Satria, G. (2017). Meningkatkan Keterampilan Menyimak Melalui Pendekatan
Saintifik pada Anak Kelas IV Jakarta Barat. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, 10(2), 114–120.https://doi.org/10.31326/jipgsd.v3i1.294
Setiawan, B., Wardani, N., Saddhono, K. 2018. Bercerita Dengan Media Wayang
Kulit Untuk Meningkatkan Pemahaman Tingkat Tutur Bahasa Jawa Siswa
Smp Di Kabupaten Magelang. INA-Rxiv.1-7.
https://doi.org/10.31227/osf.io/vhcdf
16
Meningkatkan Keterampilan Menyimak Siswa Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan UNSIKA, 3(2), 188–199.
17