Anda di halaman 1dari 17

MENYIMAK DRAMA

Tugas: Mata Kuliah Pengembangan Media Berbasis IT

Dosen Pengampu: Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum.

Disusun oleh:

Nida Nur Azizah Nur Widayat

K1217049/A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2019

MENYIMAK DRAMA
1. Keterampilan Berbahasa
Bahasa merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam proses
pembelajaran(Setiawan dkk, 2018). Bahasa Indonesia di dalam proses
pembelajaran merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan pada
tingkat pendidikan dasar, menengah, sampai jenjang perguruan tinggi (Andyani
dkk, 2016). Bahasa sebagai sebuah sistem makna yang diekspresikan dalam
sistem sosial memiliki berbagai bentuk dalam komunikasi berbagai makna yang
diungkapkan dengan cara berbeda sesuai dengan tujuan dan situasi pembicaraan
(Satrianingsih, 2016). Bahasa memiliki peran utama dalam terciptanya masyarakat
yang santun dan beradab. Seseorang dikatakan santun atau tidak dilihat dari sikap
berbahasanya meliputi nada dan dan makna yang disampaikannya.Melalui bahasa,
seseorang dapat menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain. Fungsi utama
bahasa adalah sebagai alat komunikasi di dalam masyarakat (Saddhono, 2012).
Tarigan berpendapat bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dimiliki oleh
setiap manusia karena bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin
terampil seseorang dalam berbahasa, maka semakin jelas pula jalan pikiran orang
tersebut (Utomo, 2012).Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan
dasar, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan itu
erat sekali hubungannya dengan keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka
ragam (Satria, 2017).Keterampilan berbahasa biasanya diperoleh manusia secara
berurutan. Keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai manusia adalah
menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis (Utomo, 2012).
Beberapa praktisi bahkan masih berpendapat sampai sekarang bahwa
pembelajaran bahasa adalah sebuah proses yang berjalan linear/lurus, yaitu
diawali dengan menguasai bahasa lisan (menyimak dan berbicara) dan baru
kemudian beralih ke bahasa tulis (membaca dan menulis) (Pebriana dkk, 2017).

2. Pengertian Menyimak

2
Menyimak adalah aktivitas berbahasa pertama yang dikenal manusia sejak
lahir, sebelum mulai belajar dan menguasai keterampilan berbahasa lain manusia
akan mengenal menyimak terlebih dahulu. Menyimak adalah suatu proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian,
pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap
isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh
sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 1994: 28). Ada pula
pendapat lain bahwa menyimak adalah suatu proses yang menyangkut kegiatan
mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi, bunyi bahasa, kemudian
menilai hasil interpretasi makna dan menanggapi pesan yang tersirat dalam bahan
simakkan (Saddhono, 2012:11). Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
menyimak tidak hanya sekadar memahami pesan yang didengarkan, melainkan
juga melibatkan proses memaknai dan menanggapi pesan yang tersirat dalam
bahan simakan (Restiningsih dkk, 2013). Dapat disimpulkan dari beberapa
pendapat di atas bahwa pengertian menyimak adalah kegiatan mendengarkan yang
bertujuan untuk memahami pesan atau isi yang terkandung dalam simakkan
(Bariyatun dkk, 2016).Proses menyimak meliputi proses fisik dan proses mental.
Tiga ciri utama kegiatan menyimak yakni memfokuskan perhatian, mengarahkan
pemahaman, dan melakukan penyimpulan (Suryantoro, 2017). Istilah mendengar,
mendengarkan, dan menyimak sering kita jumpai dalam dunia pembelajaran
keterampilan berbahasa. Ketiga istilah tersebut berkaitan dengan makna. Namun
dalam mengartikan makna istilah tersebut satu per satu, terdapat perbedaan
pendapat. Kegiatan menyimak dapat dilakukan oleh seseorang dengan bunyi
bahasa sebagai sumbernya, sedangkan mendengar dan mendengarkan bisa apa
saja. Jadi menyimak memiliki kandungan makna yang lebih spesifik bila
dibandingkan dengan mendengar dan mendengarkan (Doludea & Nuraeni, 2018).
Keterampilan menyimak sebagai pondasi awal dalam pembentukan di diri
seseorang mengenai suatu konsep dalam berbahasa artinya, kegiatan menyimak
merupakan kegiatan penyaluran informasi tertentu bagi anak saat mengalami
proses imitasi. Proses imitasi terjadi pada saat anak melakukan suatu kegiatan

3
peniruan secara langsung dan besar-besaran terhadap salah satu objek (Hartanti &
Fathurohman, 2012).

3. Tujuan Menyimak

Keterampilan menyimak berperan penting dalam usaha mempelajari banyak


hal, apalagi di dunia pendidikan. Setiap pelajaran di sekolah memerlukan
keterampilan menyimak dan memahami. Guru mentransferkan ilmunya sebagian
besar melalui ujaran. Di sinilah keterampilan menyimak bagi siswa dibutuhkan,
mengingat pentingnya keterampilan menyimak, maka keterampilan tersebut harus
diajarkan sejak dini dalam pelajaran bahasa di sekolah dasar (Utomo,
2012).Dengan menyimak seseorang dapat memperoleh berbagai informasi yang
dibutuhkan, terangsang kreativitasnya, mendorong timbulnya keinginan untuk
dapat berpikir kritis dan sistematis, memperluas, dan memperkaya wawasan serta
membentuk kepribadian yang unggul dan kompetitif (Bodie, 2009).Ada juga
tujuan menyimak menurut Razak yaitu yang pertama, untuk mendapatkan fakta.
Dengan menyimak sesuatu kita akan mendapatkan fakta yang dapat berupa data
atau informasi. Yang kedua, menganalisis fakta, keterampilan menyimak
merupakan langkah awal untuk menganalisis suatu data atau informasi. Ketiga,
mengevaluasi fakta, dengan menyimak kita akan lebih mudah dalam
mengevaluasi sebuah fakta atau informasi. Keempat, mendapatkan inspirasi,
kegiatan menyimak akan memudahkan kita dalam membuat suatu karya, karena
keterampilan menyimak dapat memicu timbulnya inspirasi. Kelima, menghibur
diri, menghibur di sini yang dimaksud yaitu ketika kita menyimak drama,
pembacaan puisi, atau menyimak estetik lainnya kita akan terhibur. Yang terakhir
yaitu meningkatkan kemampuan berbicara. Seperti yang dijelaskan di atas, dengan
menyimak kita akan mendapatkan fakta atau informasi. Dengan fakta atau
informasi tersebut wawasan kita akan bertambah, sehingga dengan pengetahuan
tersebut kita akan lebih mudah dalam berbicara (Fransiska, 2013). Minat yang
besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar untuk mencapai atau
memperoleh tujuan yang diminati. Siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi

4
akan senantiasa memberikan perhatian penuh dalam usahanya mencapai tujuan
pembelajaran (Yahya dkk, 2018).

4. Proses Menyimak

Dalam proses menyimak terdapat tahapan-tahapan terdapat beberapa


tahapan, yaitu yang pertama tahap mendengar, dalam tahap ini kita baru
mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atas
pembicaraannya. Kedua, tahap memahami, setelah kita mendengar maka ada
keinginan bagi kita untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan
yang disampaikan oleh pembicara. Ketiga, tahap menginterpretasi, penyimak yang
baik, yang cermat, dan teliti, belum puas kalau hanya mendengar dan memahami
isiujaran sang pembicara, dia ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi,
butir-butir pendapat yang terdapat dalam ujaran itu. Keempat, tahap
mengevaluasi, setelah memahami serta dapat menafsirkan atau
mengintepretasikan isi pembicaraan, penyimak pun mulailah menilai atau
mengevaluasi pendapat serta gagasan pembicara mengenai keunggulan dan
kelemahan serta kebaikan dan kekurangan pembicara. Kelima, tahap menanggapi,
tahap ini merupakan tahap terakhir dalam kegiatan menyimak. Penyimak
menyambut, mencamkan, dan menyerap serta gagasan atau ide yang dikemukakan
oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya (Tarigan, 2008:32).Ada pula
yang beranggapan lain, bahwa dalam tahapan menyimak ada tahap interpolasi
yaitu memberi tanggapan dengan pengetahuan yang dimiliki. Memberi tanggapan
dalam keterampilan menyimak berkaitan dengan keterampilan berbicara. Belajar
meningkatkan keterampilan menyimak otomatis meningkatkan keterampilan
berbicara, dimana menurut Brooks menyimak dan berbicara adalah komunikasi
dua arah secara langsung (Shelawati dkk, 2014).Penyimak yang baik memiliki
ciri-ciri sebagai berikut yaitu, siap fisik dan mental, konsentrasi, motivasi,
objektif, menyeluruh, menghargai, selektif, sungguh-sungguh, tidak mudah
terganggu, cepat menyesuaikan diri, kenal arah pembicaraan, kontak dengan
pembicara, merangkum, mengevaluasi, dan merespon (Triyadi, 2015).

5
5. Menyimak Estetik

Menyimak drama termasuk ke dalam menyimak estetik. Menyimak estetik juga


sering disebut menyimak apresiatif, yaitu penyimak memahami, menghayati, dan
mengapresiasi simakan. Menyimak estetik adalah fase terakhir dan kegiatan yang
termasuk ke dalam menyimak secara kebetulan dan menyimak secara ekstensif,
mencakup menyimak musik, puisi, pembacaan bersama, drama teatrikal, drama
radio, dan rekaman-rekaman; menikmati cerita, puisi, teka-teki, gemerincing
irama, dan lakon-lakon yang dibacakan atau diceritakan oleh guru, siswa, atau
aktor (Tarigan, 2008:26). Kegiatan dalam menyimak estetik tidak hanya
menyimak saja, tetapi juga mengapresiasikan serta mengkaji apa yang sudah kita
simak. Selain itu menyimak estetik juga biasanya terfokus kepada bagian/sisi
emosi dari si penyimak, contohnya saja penghayatan seorang tokoh dalam drama
dan pemahaman isi dari cerita drama tersebut (Intan dkk, 2018). Selain
memperhatikan aspek-aspek segmental yang berupa kata-kata dalam ujaran,
dalam menyimak perlu diperhatikan pula aspek-aspek suprasegmental yaitu,
tekanan atau keras lembutnya suara, jeda atau panjang pendeknya suara, tinggi
rendahnya suara, intonasi atau naik turunnya suara, ritme atau irama dalam suara.
Hal ini sangat perlu diperhatikan agar lebih mudah dalam menangkap serta
memahami pesan baik yang tersirat maupun tersurat (Suryantoro, 2017).Kegiatan
menyimak apresiatif atau estetis ini sangat penting karena melalui kegiatan
tersebut dapat melatih untuk bersikapaktif ketika menerima sebuah
informasi.Selain itu, melalui kegiatan menyimakapresiatif dan kreatif juga dapat
melatihkeberanian dalam mengungkapkan gagasan,perasaan, atau kritik serta hal
lain yang bermanfaat baik bagi dirinya maupunorang lain (Nurhidayah,
2015).Apresiasi yang diharapkan munculdari menyimak estetik ini adalah
apresiasiyang didasari oleh kompetensi yangsecara teknis berhubungan dengan
dramaatau berhubungan dengan nilai-nilai pendidikanyang dimungkinkan
disampaikanmelaui drama. Dengan demikian, kegiatanmenyimak apresiatif dan
kreatif itu akan mendapatkan hasil yang objektif.Masalah yang sering muncul

6
dalampelaksanaan menyimak apresiatif dan kreatif adalah kurangnyafokus atau
perhatian terhadapbahan simakan. Salah satu strategiyang dipilih untuk
mengatasinya adalah penerapan sistem pencatatan 5R yaitu rekam (record),
ringkas(reduce), daras (recite), renung (reflect)dan periksa (review) (Nurhidayah,
2015). Penggunaan teknik pencatatan 5R inimengarahkan mahasiwa pada
peningkatandua keterampilan sekaligus, yaituketerampilan reseptif (menyimak)
danketerampilan produktif (menulis).Selainitu, melalui teknik ini mahasiswa
jugadilatih untuk berani mengungkapkan apresiasi, kritik, evaluasi atau
gagasanapa pun sebagai hasil refleksi mereka terhadapinformasi yang diperoleh
melaluikegiatan menyimak (Nurhidayah, 2015)

6. Langkah-langkah Menyimak Estetik

Menyimak estetik tidak hanya mendengarkan apa yang kita simak, tetapi
terdapat beberapa langkah-langkah dalam melakukannya. Langkah-langkah yang
digunakan dalam menyimak estetik adalah meliputi mendengarkan materi
simakan, dalam menyimak kita harus benar-benar fokus dalam menyimak setiap
detailnya supaya tidak ada yang terlewatkan. Kedua, memahami materi dalam
ingatan, selain mendengarkan dalam menyimak estetik kita juga harus memahami
materi apa yang disimak. Ketiga, mencari makna dengan menafsirkan isi pesan,
sesuatu yang kita simak pasti memiliki isi pesan yang terkandung di
dalamnya.Keempat, mengevaluasi dari setiap makna dengan mengelompokan
setiap bunyi yang disimak, dan yang terakhir menemukan inti sari dari setiap
pengelompokkan makna materi simakan agar dapat memberikan suatu umpan
balik kepada pembicara (Hartani & Fathurohman, 2012). Apabila menggunakan
teknik 5R, kita dapat melakukan beberapa langkah, yaitu kegiatan merekam
(record) sebanyak mungkin informasi yang diperoleh melalui kegiatan menyimak,
memperdalam pemahaman dengan cara mengkategorikan ide-ide atau gagasan
pokok dan penjelas dalam kegiatan meringkas (reduce), menuangkan pemahaman
pembelajar melalui kegiatan menulis ulang dengan kalimat sendiri (recite),
melakukan refleksi terhadap pemahaman baru yang mereka peroleh (reflect), dan

7
meneguhkan pemahaman dengan cara mempelajari kembali (review)
(Nurhidayah, 2015).Ada tiga jenis tes yang dapat digunakan dalam penilaian
pembelajaran menyimak yaitu, tes respon terbatas, bentuk tes ini memungkinkan
siswa menjawab secara verbal ataupun nonverbal. Jenis tes ini cocok untuk siswa
kelas rendah yang kemampuan berbahasanya masih terbatas. Bentuk tes respon
terbatas mencakup tes benar-salah, ya-tidak. Yang kedua, tes respon pilihan
ganda, sama seperti tes respon terbatas bedanya hanya pada wujud pilihan
jawaban pada tes respon pilihan jawaban pada tes respon pilihan ganda berupa
kata, frase, atau kalimat. Lalu yang terakhir adalah tes komunikasi luas, di mana
enuntut siswa untuk memahami penggalan dialog, seperti yang dilakukan siswa
dalam kesehariannya (Kurniasih, 2015). Untuk dapat menyimak dengan baik,
perlu mengetahui syarat menyimak estetik. Adapun syarat tersebut ialah,
menyimak dengan berkonsentrasi , menelaah materi simakan, menyimak dengan
kritis, dan membuat catatan (Sajriani dkk, 2016).Kegiatan menyimak dapat
dikatakan berhasil apabila, suasana mendukung atau tidak terjadi
kegaduhandisekitar orang yang sedang menyimak, sikap dari orangyang
menyimak harus fokus terhadap apa yang disimaknya;danmencatat apa saja yang
penting dari kegiatanmenyimak yang dilakukan (Febryansyah dkk, 2014).

7. Pengertian Drama

Drama merupakan salah satu genre karya sastra yangn secara etimologi
berasal dari bahasa Yunani i“dran”yang berarti melakukan sesuatu. Sementara
Suyoto memberikan batasan pengertian drama sebagai berikut, drama adalah
kisah kehidupan manusia yang dikemukakan di pentas berdasarkan naskah,
menggunakan percakapan, gerak laku, unsur-unsur pembantu sepeerti tatat
panggung, serta disaksikan oleh penonton (Marantika, 2014). Drama adalah
ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk pertunjukan di atas
pentas (Sarumpaet, 1977:21). Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa drama
adalah gambaran suatu tindakan atau aksi/gerak (Satoto, 2012:3). Ada pula
pendapat menurut Esser, drama diartikan sebagai Handlung atau “lakon” yang

8
lebih mengarah pada bagian dari pentasan (Theater). Seorang penyair yang
menulis sebuah ceritera sandiwara disebut Dramatiker atau dramawan
(Marantika, 2014). Definisi drama semuanya mempunyai penekaan yang sama
meskipun beraneka ragam, penekanan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut,
drama adalah salah satu cabang ilmu sastra, drama dapat berbentuk prosa atau
puisi, drama mementingkan dialog, drama adalah suatu lakon yang dipentaskan
diatas panggung, drama adalah seni yang menggarap lakon-lakon mulai sejak
penulisannya hingga pementasannya, drama membentuk ruang waktu, dan
audiens, drama adalah kehidupan yang disajikan dalam gerak, dan drama adalah
sejumlah kejadian yang mengikat hati (Tarigan, 1985:72).Dramatik atau drama
merupakan gendre ketiga dari jaenis karya sastra, di samping Epik dan Lyrik.
Secara garis besar drama memiliki dua bentuk yaitu bentuk luar dan bentuk dalam
(A ubere dan innere Form) (Marantika, 2014). Pada dasarnya drama bertujuan
untuk menghibur, seiring berjalannya waktu drama tidak hanya bertujuan untuk
menghibur, tetapi juga sebagai wadah penyalur seni dan aspirasi, sarana hiburan
dan saran pendidikan (Satrianingsih, 2016)

8. Jenis-jenis Drama

Istilah drama ada dua macam, yaitu drama naskah dan drama pentas. Drama
naskah adalah salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa.
Sedangkan drama pentas adalah adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan
integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis, seni
kostum, seni rias, dan sebagainya (Waluyo, 2002).Ada yang berpendapat lain,
yaitu jenis-jenis drama antara laindrama ajaran, drama baca, drama pentas, drama
busana, drama masa, drama duka, drama ria, drama dukaria, drama riadi, drama
riang, drama riantik, drama romantik, drama santun, drama sebabak, drama
wiraan, drama puitik, drama liris, drama simbolis, drama monolog, drama rakyat,
drama tradisional, drama modern, drama absurd, drama problema, drama sejarah,
drama liturgi, dan dramaturgi (Satoto, 2012).Namun ada yang berpendapat lain
mengenai jenis drama, Putra mengemukakan jenis-jenis drama yang dikenal yaitu,

9
yang pertama berdasarkan penyajian lakon ada tragedi atau drama dengan kisah
menyedihkan, komedi atau drama ringan yang berfungsi untuk menghibur, tragedi
komedi atau drama yang merupakan perpaduan antar drama tragedi dan komedi,
melodramaatau drama yang menampilkan tokoh sentimental dan mengharukan ,
dagelan atau drama yang memiliki lakon lucu, opera atau drama yang dialgnya
berupa nyanyian yang diiringi musik, tablo atau drama yang mengutamakan pada
gerak dan sendratari atau drama yang berisi seni drama dan seni tari. Yang kedua
berdasarkan sarana pertunjukan yaitu drama radio atau drama yang disiarkan di
radio, drama televisi atau drama yang bersifat visual dan auditif, drama panggung
atau drama yang ditampilkan di panggung pertunjukan, drama film atau drama
yang ditampilkan di layar lebar/bioskop, wayang atau drama yang di dalamnya
terdapat cerita dan dialog. Yang ketiga berdasarkan ada tidaknya naskah yaitu
drama tradisional atau drama tanpa naskah dan drama modernatau drama lengkap
menggunakan naskah (Satrianingsih, 2016).

9. Unsur-unsur Drama

Mempelajari drama tidak dapat sepenuhnya lepas dari pembelajaran sastra


secara umum, sehingga sebelum mempelajari mengenai pembelajaran apresiasi
drama, perlu adanya pengenalan terlebih dahulu mengenai pembelajaran apresiasi
sastra. Artinya sebelum belajar tentang drama, pembelajar harus memiliki
kemampuan dalam menganalisis materi tentang drama, baik dalam kaitannya
dengan naskah, penokohan, dan sebagainya (Marantika, 2014).Dalam menyimak
drama kita perlu mengetahui unsur-unsur dari drama supaya lebih mudah dalam
memahami drama tersebut. Wujud fisik sebuah naskah drama adalah dialog atau
bahasa ragam tutur. Sebagai karya sastra, drama seperti halnya cerpen, puisi,
ataupun novel, memiliki unsur-unsur pembangunnya. Unsur-unsur tersebut saling
menjalin membentuk kesatuan dan saling terkait satu sama lain. Unsur yang
dimaksud adalah, alur, penokohan/perwatakan, dialog, latar, dan teks samping
(petunjuk teknis). Struktur batin drama adalah tema dan amanat (Satrianingsih,
2016). Ada pula pendapat lain mengenai unsur-unsur struktur drama antara lain,

10
yang pertama tema, ide pokok atau gagasan sebuah cerita drama. Yang
keduaamanat, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton. Yang
ketigaalur, jalan cerita dari sebuah pertunjukan drama. Yang keempattokoh,
pelaku drama yang terdiri dari pelaku utama dan pelaku pembantu. Kelima
penokohan/perwatakan, perilaku atau sifat yang diperankan tokoh dalam drama.
Keenamdialog, percakapan yang digunakan dalam drama. Selanjutnyasetting,
merupakan latar tempat, latar waktu, latar suasana. Kemudian ada petunjuk teknis,
maksudnya pengarahan teknis dari drama. Dan yang terakhir drama sebagai
interprestasi kehidupan, maksudnya cerita yang diangkat dalam drama biasanya
menginterprestasi dari kehidupan sehari-hari (Waluyo, 2002:6).

10. Pengkajian Drama

Dalam menyimak drama, kita tidak hanya menonton saja, tetapi juga harus
melakukan pengkajian. Pengertian 'pengkajian', 'telaah' atau tidak sekadar sama
dengan 'pembicaraan', tetapi dekat dengan pengertian 'pembahasan' (Effendi,
1967:17). Pengkajian drama hendaknya mengambil objek kajian tidak hanya
struktur naskah lakonnya, tetapi juga tekstur, dan bahan konteksturnya.
Pengkajian drama yang untuk adalah pengkajian seluruh aspek atau komponen
yang membangun drama sebagai seni komplek, kolektif, dan ansambel (Satoto,
2012:20). Pengkajian drama bertujuan memiliki tujuan yaitu yang pertama,
kegiatan kajian drama dilakukan dalam rangka dipentaskan. Kedua, kajian drama
dilakukan dalam kegiatan penyelidikan atau penelitian secara ilmiah demi
kepentingan akademis. Ketiga, kajian dilakukan dalam rangka menangkap makna,
atau pesan yang terkandung di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan kehidupan yang luas (Satoto, 2012:39). Tahap-tahap penyajian
apresiasi drama berdasarkan seperti yang dikemukakan Hoa Nio sebagai berikut:
Yang pertama, tahap persiapan, mengumpulkan naskah drama sesuai dengan
minat, kemampuan,rangsangandan tingkat kesukaran bahasa. Yang kedua,
kegiatan dalam kelas meliputi: a) penjelajahan (perkenalan dengan drama dengan
membuat pertanyaan sehari-hari yang terkait dengan drama yang akan diapresiasi

11
dan diserta dengan diskusi kecil tentang apa yang diharapkan anak didik dari
tokoh dalam drama tersebut); b) intepretasi pertanyaan diskusi dengan pertanyaan
menggali (anak didik diminta membandingkan pendapatnya sendiri dengan apa
yang dibaca dalam drama, pertanyaan terkait dengan tema, plot, pelaku, watak dan
menganalisis ahir ceritera drama; c) rekreasi adalah pembagian peran, pagelaran,
evaluasi, latihan ulangan dan pagelaran kembali; d) teknik pembinaan apresiasi
drama (Marantika, 2014).

12
DAFTAR PUSTAKA

Andyani, N., Saddhono, K., & Mujyanto, Y. (2016). Peningkatan Kemampuan


Menulis Teks Eksplanasi Dengan Menggunakan Media Audiovisual Pada
Siswa Sekolah Menengah Pertama. Basastra Jurnal Penelitian Bahasa,
Sastra Indonesia Dan Pengajarannya, 4(2), 161–174.

Bariyatun., Margiyati, K., & Halidjah, S. (2016)Peningkatan Keterampilan


Menyimak Menggunakan Media Audio Visual Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar. Lokakarya penulisan Artikel Ilmiah PGSD
FKIP UNTAN.

Bodie, G. (2009). Evaluating Listening Theory: Development and Illustration of


Five Criteria. International Journal of Listening, 23(2), 81–103.
https://doi.org/10.1080/10904010903014434

Bodie, G. (2011). Theory and the advancement of listening research: A reply to


Purdy. International Journal of Listening, 25(3), 139–144.
https://doi.org/10.1080/10904018.2011.537149

Doludea, A., & Nuraeni, L. (2018). Meningkatkan Keterampilan Menyimak Pada


Anak Usia Dini 5-6 Tahun Dengan Metode Bercerita Melalui Wayang Kertas
Di Tk Makedonia. Jurnal Ceria, 1(1), 1–6.

Effendi, S dalam Lukman Ali (Ed.). (1967). Belajar Memahami Drama (Sebuah
Penelitian Struktural). Bahasa dan Kesustraan Indonesia: Sebagai Cermin
Manusia Indonesia Baru. Jakarta: Gunung Agung.

Febryansyah, S., Satrijono, H., Surhatiningsih. (2014). Meningkatkan


Keterampilan Menyimak Wawancara pada Siswa Kelas VII E SMPN 1
Bangsalsari Melalui Media Audio Visual dan Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS) (Improve Listening Skills Interview In Class VII E SMPN 1
Bangsalsari Through Audio-Visual Media and Learning Models Think Pair

13
Share (TPS)). Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 1(3),
20–24.https://doi.org/10.23917/kls.v26i1.4082

Fransiska, C. (2013). Peningkatan Kemampuan Menyimak Isi Cerita dengan


Menggunakan Media Audio Storytelling Terekam di Kelas V SDN 3
Panarung Palangka Raya. Jurnal Pendidikan Humaniora, 24(2), 289–
297.https://doi.org/10.22146/jh.v24i2.1061

Hartani, A., &Fathurohman, I. (2012). Peningkatan Kualitas Pembelajaran


Menyimak Cerpen Melalui Model Picture and Picture Berbantuan Media CD
Cerita pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Kredo, 2(1), 17–38.https://
doi.org/10.24176/kredo.v2i1.2576

Intan, K., Mulyono, H., & Adi, F. (2018). Improvement Of Listening Skill On
Short Stories By Applying Mind Mapping. Social, Humanities, and
Education Studies (SHEs): Conference Series, 1(1), 373–377.

Kurniasih, L. (2015). Pengaruh Penggunaan Media Audio Terhadap Hasil


Menyimak Unsur-unsur Cerita Rakyat. Jurnal Saung Guru, VII(3), 251.

Macnamara, J. (2016). Organizational listening: Addressing a major gap in public


relations theory and practice. Journal of Public Relations Research, 28(3–4),
146–169. https://doi.org/10.1080/1062726X.2016.1228064

Marantika, Julians. (2014). Drama Dalam Pembelajaran Bahasa Dan Sastra.


Jurnal Tahuri, 11(2), 91-102.

Mengkanna, Y. (2015)Peningkatan Kemampuan Menulis Naskah Drama dengan


Metode Karyawisata pada Siswa Kelas VII SMP Kristen Parepare.
Lokakarya penulisan Artikel Ilmiah FBS UNY. Yogyakarta: FBS UNY.

Meyer-Lee, R. (2015). Toward a Theory and Practice of Literary Valuing. New


Literary History, 46(2), 335–355. https://doi.org/10.1353/nlh.2015.0013

Nurhidayah. (2015). Peningkatan Keterampilan Menyimak Apresiatif Dan


Kreatif Tayangan Film Melalui Teknik Pencatatan 5R (Record, Reduce,

14
Recite, Reflect, Dan Review). Jurnal Litera, 14(2), 342.
https://doi.org/ 10.21831/ltr.v14i2.7208

Pebriana, U., Ekowati, D., Fantiro, F. (2017). Peningkatan Keterampilan


Menyimak Melalui Model Pembelajaran Artikulasi dan Media Boneka
Tangan pada Pembelajaran Tematik Kelas 1 SDN Pejok II Kedungadem
Bojonegoro. Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan SD, 5(2), 766–772.
https://doi.org/10.22219/jp2sd

Purdy, M. (2011). Grounding listening: The limitations of theory. International


Journal of Listening, 25(3),
132–138.https://doi.org/10.1080/10904018.2011.537144

Restingingsih, D., Hartono., Kartono. (2013). Peningkatan Keterampilan


Menyimak Melalui Penerpan Model Problem Based Learning (PBL).
Lokakarya Penulisan Artikel Ilmiah PGSD FKIP UNS. Surakarta: PGSD
FKIP UNS.

Saddhono, K. 2012. Bentuk dan Fungsi Kode dalam Wacana Khotbah Jumat.
Adabiyyāt. 11(1): 71-92. https://doi.org/10.14421/ajbs.2012.11104.

Saddhono, K. (2012). Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia.


Bandung: CV. Karya Darwati

Sajriani, E., Chamalah, E., &Arsanti, M. (2016). Peningkatan Keterampilan


Menyimak Dengan Model Pembelajaran Savi Dan Media Interaktif pada
Siswa Kelas XI. Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Pengajaran, 3(2),
202.http://dx.doi.org/10.23887/jppundiksha.v47i2-3.4907

Sarumpaet, R. (1977). Isital Drama dan Teater. Jakarta: FSUI

Satoto, S. (2012).Analisis Drama Dan Teater Bagian 1. Yogyakarta: Penerbit


Ombak

Satoto, S. (2012). Analisis Drama Dan Teater Bagian 2. Yogyakarta: Penerbit


Ombak

15
Satria, G. (2017). Meningkatkan Keterampilan Menyimak Melalui Pendekatan
Saintifik pada Anak Kelas IV Jakarta Barat. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, 10(2), 114–120.https://doi.org/10.31326/jipgsd.v3i1.294

Satrianingsih. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team


Assisted Individualization untuk Meningkatkan Hasil Belajar Menulis
Kreatif Naskah Drama Satu Babak Siswa Kelas VIII MTS Swasta Labiba.
Jurnal Humanika, 1(16), 1-17.https://doi.org/10.14710/humanika.22.2.92-
102

Setiawan, B., Wardani, N., Saddhono, K. 2018. Bercerita Dengan Media Wayang
Kulit Untuk Meningkatkan Pemahaman Tingkat Tutur Bahasa Jawa Siswa
Smp Di Kabupaten Magelang. INA-Rxiv.1-7.
https://doi.org/10.31227/osf.io/vhcdf

Shelawati., Vinalia G., Suhartono., Chmadani. (2014). Peningkatan Keterampilan


Menyimak Melalui Pendekatan Komunikatif dengan Metode Simulasi pada
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD. JurnalKalam Cendekia,
4(2.1), 236–240.

Suryani, E. (2012). Peningkatan Kemampuan Menyimak Cerita Anak Dengan


Metode Simak Ulang Ucap Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa
Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Swasta Rumbio Kecamatan Kampar
Kabupaten Kampar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim:
Riau Pekanbaru.

Suryantoro. (2017). Penggunaan Audio Visual untuk Peningkatan Keterampilan


Menyimak Dongeng Siswa SMP Negeri 2 Pakisaji Malang. Jurnal Inspirasi
Pendidikan Universitas Kanjuruhan Malang. 560–
567.https://doi.org/10.21067/jip.v5i1.686

Tarigan, H. G. (2008). Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.

Triyadi, S. (2015). Efektivitas Penggunaan Media Audio-Visual Untuk

16
Meningkatkan Keterampilan Menyimak Siswa Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan UNSIKA, 3(2), 188–199.

Utomo, W. (2012). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Menyimak


(Buku Teks Anak yang Dibacakan Guru) Menggunakan Media Film Animasi
Pada Peserta Didik Kelas VI SD Negeri 3 Tempursari Kecamatan Sidoharjo
Kabupaten Wonogiri. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Surakarta.

Waluyo, H. (2002). Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita


Graha Widya.

Yahya, M., Andayani,&Saddhono, K. 2018. Studi Kesalahan Penulisan Kalimat


dalam Karangan Pelajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA).
Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(1), 1-
20. https://doi.org/10.15408/dialektika.v5i1.6295.

17

Anda mungkin juga menyukai