Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menulis adalah kemampuan dalam mengungkapkan isi pikiran, mulai dari

aspek yang sederhana seperti menulis kata-kata sampai kepada aspek yang

kompleks yaitu mengarang (Satria,2011;151). Sedangkan mengarang adalah

kategori menulis yang berorientasi kepada pengekspresian pokok pikiran berupa

ide, pesan, gagasan, pikiran, perasaan kedalam bahasa tulisan yang sistematis untuk

meyakinkan pembaca (Zulhanan, 2014:78)

Wagiran dan Doyin (2005: 2) mengungkapkan bahwa menulis merupakan

suatu keterampilan berbahasa yang digunakan dalam komunikasi secara searah.

Keterampilan menulis tidak diperoleh secara alami, tetapi melalui proses belajar

dan berlatih secara sisematis. Mulyani (2007:3) mengatakan bahwa aktivitas

menulis adalah aktivitas untuk menyampaikan pesan kepada orang lain dengan

media bahasa yang telah dimaklumi bersama dan secara tersurat.

Nurudin (2007:4) menyatakan bahwa menulis adalah sejumlah rangkaian

kegiatan bahasa dalam rangka menyampaikan gagasan dan menyampaikannya

melalui media tulis kepada orang lain agar bisa dipahami. Kayam (dalam Jabrohim

dkk., 2003:78) menyatakan bahwa menulis kreatif bagi pengarang adalah

manafsirkan kehidupan. Melalui tulisannya pengarang ingin menyampaikan sesuatu

kepada pembaca.

Tarigan (1994) mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu

keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak

langsung, tidak dengan tatap muka dengan lawan bicara. Berdasarkan urutannya

1
2

sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa, keterampilan menulislah yang

dianggap paling sulit di antara menyimak, membaca, dan berbicara. Hal tersebut

dikarenakan, di dalam proses menulis, penulis dituntut untuk menuangkan ide-ide,

pikiran, dan perasaan secara logis dan sistematis.

Senada dengan hal itu, Kartono (2009) menambahkan bahwa menulis

merupakan suatu penuangan pikiran dan menyampaikan kepada khalayak. Ini

berarti, melalui kegiatan menulis seseorang bisa mengembangkan gagasan.

Kegiatan menulis dapat membantu seseorang untuk mengembangkan gagasan yang

ada dalam pikirannya.

Menulis sebagai kemampuan yang mensyaratkan penguasaan bahasa yang

baik. Dalam belajar bahasa, menulis dinyatakan sebagai kemahiran tingkat lanjut.

Semi (1990) mengatakan bahwa pengajaran menulis menjadi dasar untuk

kompetensi menulis seseorang. Menulis sebagai penguasaan kaidah tata tulis, yakni

ejaan dan kaidah ketatabahasaan, morfologi, hal dan sintaksis. Di samping itu,

penguasaan sejumlah kosakata yang banyak juga menjadi indikatornya.

Karya tulis (karangan) diklasifikasikan dalam berbagai jenis, salah satunya

yaitu menulis cerita (narasi). Cerita merupakan tulisan berbentuk karangan yang

menyajikan serangkaian peristiwa atau kejadian menurut urutan terjadinya

(kronologis), dengan maksud memberi makna rentetan kejadian, sehingga pembaca

dapat memetik hikmah dari cerita itu (Keraf,2010:11).

Keterampilan menulis sangat perlu untuk dipelajari, karena keterampilan

menulis merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran bahasa dan akan

bermanfaat bagi siswa. Latihan menulis diyakini dapat meningkatkan daya


3

kreatifitas, daya berpikir, karena selain gerakan tangan, menulis juga membutuhkan

imajinasi pikiran..

Menulis naskah narasi fantasi adalah menulis teks cerita yang bermuatan dan

bernuansakan keajaiban dengan pemunculan tokoh-tokoh unik seperti robot, pohon,

atau pun benda-benda mati yang bisa berbicara atau berperilaku layaknya manusia.

Interaksi yang terjadi antara tokoh memunculkan kejadian di luar pemahaman dan

nalar/logika manusia. Ciri utama narasi fantasi dapat dilihat dari tokoh-tokoh dan

tempatnya yang merupakan hasil fantasi pengarang yang tidak ada di kehidupan

nyata (Kurniawan,2014:39). Sebagian besar unsur intrinsik dalam teks cerita fantasi

memunculkan peristiwa unik, aneh, dan menakjubkan. Selain hal-hal tersebut, teks

cerita fantasi pun mengandung nilai pendidikan karakter yang dapat memberi

inspirasi terhadap siswa untuk belajar tentang nilai-nilai kesopanan, kepedulian,

kejujuran, dan tanggung jawab. Jadi, menulis teks cerita fantasi bukan hanya

menulis teks sejenis fabel atau legenda legenda atau sejenis cerita lainnya, tapi ada

bentuk lainnya yang dapat ditulis.

Materi ajar Bahasa Indonesia pada kurikulum 2013 berbasis teks

(Permendiknas No. 64 Tahun 2013). Tujuannya siswa dituntut untuk mampu

menghasilkan suatu teks setiap materi ajar bahasa. Maka kemampuan dalam

menulis harus dimiliki oleh siswa. Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016, matapelajaran Bahasa Indonesia kelas VII,

materi ajar terdiri dari antara lain teks deskripsi, teks narasi fantasi, teks prosedur,

teks hasil observasi, puisi rakyat, fabel, surat pribadi dan surat dinas, dan

pembiasaan strategi literasi dalam pembelajaran. Jadi pembelajaran menulis teks


4

narasi fantasi merupakan amanah kurikulum yang harus guru lakukan dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas VII SMP.

Guru sebagai ujung tombak dalam pendidikan memiliki tugas untuk

mengajar, mendidik, memberikan arahan serta bimbingan, melatih, memberikan

penilaian dan evaluasi sampai kepada tugas memberikan dukunngan moral dan

mental kepada peserta didik. Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan

peserta didik biasanya dilakukan di sekolah atau melalui interaksi langsung.

Kenyataan dalam bulaan-bulan terakhir tugas pendidik yang disebutkan

sebelumnya mengalami perubahan dalam proses pembelajarannya, hal tersebut

terjadi karena pandemi yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia.

Peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016

menjabarkan tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah dalam Bab

V. bahwa pelaksanaan pembelajaran terdiri dari : Alokasi Waktu Jam Tatap Muka

Pembelajaran, Rombongan belajar, Buku Teks Pelajaran, serta Pengelolaan Kelas

dan laboratorium.

Proses pembelajaran sebagai proses yang di dalamnya terdapat kegiatan

interaksi guru dan siswa dan komunikasi timbal balik keduanya yang berlangsung

dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan (Rustaman, 2001:461). Dalam proses

pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak bisa

dipisahkan. Antara dua unsur tersebut harus terjalin interaksi yang saling

menunjang untuk mencapai hasil belajar siswa yang optimal. Bafadal (2005:11),

menyatakan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai “usaha atau proses

pembelajaran dalam rangka terciptanya proses yang efektif dan efisien”. Sejalan

dengan hal tersebut, Jogiyanto(2007:12) juga mengatakan bahwa pembelajaran


5

dapat didefinisikan sebagai suatu proses kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi

suatu situasi yang dihadapi dan ciri-ciri perubahan aktivitas tersebut tidak dapat

dijelaskan berdasarkan reaksi asli, kematangan atau perubahan-perubahan

sementara.

Pengertian proses pembelajaran antara lain menurut Rooijakkers (1991:114):

beliau mengatakan bahwa: Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar

mengajar menyangkut kegiatan guru, kegiatan siswa, pola dan proses interaksi

keduanya dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar dalam kerangka

keterlaksanaan program. Pendapat serupa dikemukakan oleh Winkel (1991:200)

“proses pembelajaran adalah suatu aktivitas psikis dan mental yang berlangsung

dalam hubungan aktif dalam lingkungan belajar yang menghasilkan perubahan-

perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap”.

Dari sekian banyak pendapat penulis simpulkan bahwa proses pembelajaran

merupakan upaya antara guru dan siswa untuk berbagi dan mengolah informasi,

dengan tujuan pengetahuan yang diberikan bermanfaat dalam diri siswa dan

menjadi pijakan belajar yang berkelanjutan, serta dimaksudkan adanya perubahan-

perubahan yang lebih baik untuk mencapai suatu peningkatan positif yang ditandai

adanya perubahan perilaku individu demi terciptanya proses belajar mengajar yang

efektif dan efisien. Sebuah proses pembelajaran yang baik akan membentuk

kemampuan intelektual, berfikir dan bertindak kritis dan munculnya kreatifitas

serta perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau

pengalaman belajar.

Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran menjadi indikator pelaksanaan

kurikulum yang telah dibuat oleh lembaga bimbingan belajar, sehingga dalam
6

proses pembelajaran guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar yang

kondusif sehingga memungkinkan dan mendorong siswa untuk mengembangkan

daya pikir dan kreatifitasnya dengan bantuan pengajar. Peran guru sebagai pengajar

di sini sangat penting, guru harus menyiapkan materi dan metode pembelajaran,

serta guru juga harus mengetahui dan memahami kondisi siswa demi kelangsungan

kegiatan belajar mengajar.

Komponen yang mempengaruhi jalannya proses pembelajaran menurut Zain

dkk (1997:48), dalam kegiatan pembelajaran terdapat beberapa komponen

pembelajaran yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu: 1) guru,

2) siswa, 3) materi ajar, 4) metode, 5) media, 6) evaluasi pembelajaran. Komponen-

komponen tersebut seharusnya dapat berfungsi dan beralan dalam situasi seperti

apapun. Artinya sebuah proses pembelaaran harus tetap berlangsung dengan

menyelaraskan setiap komponen dengan situasi dan kondisi pembelajaran

berlangsung.

Kendala pembelajaran mulai tersendat ketika organisasi kesehatan dunia

mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi Sohrabi (et al., 2020). Semua negara

menerapkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 antara lain pembatasan jarak

sosial untuk mengurangi interaksi antar individu dalam komunitas yang lebih luas,

individu tersebut mungkin telah tertular namun belum di isolasi karena belum

teridentifikasi (Wilder-Smith dan Freedman, 2020). Untuk mencegah penyebaran

COVID 19 , presiden Joko Widodo pada tanggal 15-03-2020 meminta masyarakat

agar melakukan social distancing dengan melaksanakan WFH (work from home)

bekerja, belajar dan beribadah dilaksanakan dari rumah (Yasmin, 2020).

Selanjutnya pemerintah mengubah istilah social distancing menjadi physical


7

distancing. (Media, 2020). Kondisi tersebut memaksa terjadinya perubahan pada

proses pembelajaran dan perkuliahan, ketika kegiatan pembelajaran tatap muka

langsung tidak memungkinkan untuk dilaksanakan namun perkuliahan harus tetap

berjalan maka dilaksanakan pembelajaran jarak jauh.

UNESCO mencatat setidaknya 1,5 milyar anak usia sekolah yang terdampak

COVID-19 dari 188 negara termasuk 60 juta termasuk didalamnya ada di negara

Indonesia. Akibat pandemi ini sekolah-sekolah ditutup, hal ini dilakukan dengan

tujuan mencegah penyebaran COVID-19. Meskipun sekolah ditutup namun

kegiatan belajar mengajar tidak berhenti, berdasarkan surat edaran menteri

pendidikan dan kebudayaan bahwa seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan

dengan sistem pembelajaran daring dari rumah. Pembelajaran daring merupakan

sebuah pembelajaran yang dilakukan dalam jarak jauh melalui media internet dan

alat penunjang lainnya seperti radio, telepon seluler dan perangkat komputer.

Pembelajaran secara daring tentu berbeda dengan pembelajaran seperti biasa,

Riyana (2019: 1.14) menyatakan bahwa pembelajaran daring lebih menekankan

pada keseriusan dan kemandirian siswa / peserta didik dalam menerima dan

mengolah informasi yang disajikan secara online.

Konsep dalam pembelajaran daring sama halnya dengan e-learning yang

unik dan menarik. Sayangnya selama pembelajaran daring berlangsung banyak

orang tua yang mengeluhkan berbagai masalah yang dihadapi anak sat belajar di

rumah, diantaranya guru terlalu banyak tugas, guru belum mengoptimalkan

teknologi pembelajaran daring. Disamping banyaknya keluhan orang tua mengenai

pembelajaran daring, namun ternyata pembelajaran juga memiliki beberapa

kelebihan. Adapun beberapa kelebihan dari pembelajaran daring yaitu adanya


8

keleluasaan waktu dan tempat belajar, misalnya belajar dapat dilakukan tanpa

terbatas ruang dan waktu. Pembelajaran daring bisa mengatasi permasalahan

mengenai jarak, tidak ada batasan wilayah dan dapat mencakup area yang sangat

luas. Disamping ada kelebihan dalam pembelajaran daring, namun moda

pembelajaran daring juga memiliki sejumlah kekurangan. Sari (2015: 27-28)

menyatakan kelebihan moda daring adalah membangun suasana belajar baru,

pembelajaran daring akan membawa suasana baru bagi peserta didik, yang biasa

belajar di kelas. Suasana yang baru tersebut dapat menumbuhkan motivasi peserta

didik dalam belajar mandiri. Kekurangan dari pembelajaran daring yaitu anak sulit

untuk fokus pada pembelajaran karena belum terbiasa belajar mandiri dan suasana

rumah yang kurang kondusif. Keterbatasan kuota internet atau paket data internet

atau wifi yang menjadi penghubung dalam pembelajaran daring serta adanya

ganguan dari beberapa hal lain. Selaras dengan pendapat tersebut, Hadisi & Muna

(2015: 131) menyatakan bahwa pembelajaran daring mengakibatkan kurangnya

interaksi antara guru dan siswa serta interaksi antarsiswa. Minimnya interaksi ini

bisa memperlambat terbentuknya makna dalam proses belajar-mengajar.

Community of Inquiry (CoI) (Garrison et al., 1999) memberikan arahan

khusus untuk menciptakan sistem pembelajaran yang interaktif dan menarik di

lingkungan belajar daring. Kerangka kerja CoI yang didasarkan pada teori

pembelajaran konstruktivis sosial dari ide John Dewey (1938) tentang practical

inquiry, ini telah banyak digunakan dan diteliti (Cho & Tobias, 2016; Choo et al.,

2020; Kilis & Yıldırım, 2018; Stewart, 2019; Szeto, 2015). Kerangka kerja ini

bertolak pada sifat pembelajaran interaktif dan pengenalan tiga elemen yang saling
9

tergantung dalam mendesain pembelajaran online yaitu kehadiran sosial, kehadiran

kognitif dan kehadiran pengajar (Bowers & Kumar, 2015).

Gambar 1. Community of inquiry model (Garrison et al., 1999).


Source: https://coi.athabascau.ca)

Kenyataan pembelajaran menulis cerita di sekolah dalam kondisi normal,

siswa masih sulit melakukan kegiatan menulis. Menurut Cahyani (2012: 63), pada

umumnya peserta didik kurang dalam hal mengorganisasikan ide karangan, menata

bahasa secara efektif, dan menempatkan kosa kata yang tepat, dan menggunakan

mekansme tulisan. Modal dasar menulis adalah ide, gagasan, inspirasiatau ilham

yang menjadi hal yang akan dikembangkan menjadi cerita atau puisi.

Kondisi di atas diperburuk dengan adanya wabah Covid-19 yang tidak

berkesudahan.Memang sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, ada banyak

media yang digunakan untuk belajar daring. Banyak platform sudah menyediakan

jasa ini, misalnya Google Clasroom, Rumah Belajar, Edmodo, Ruang Guru,Zenius,

Google Suite for Education, MicrosoftOffice 365 for Education, Sekolahmu, Kelas

Pintar. Inilah yang disebut sebagai platform micro bloging (Basori, 2013). Namun

perlu waktu untuk mempelajari sistem belajar melalui plat form belajar daring

tersebut. Sebenarnya ada kemungkinan hal tersebut memberikan dampak positif

pada proses pembelajaran (Wisudawati et al., 2020). Guru atau dosen sekalipun
10

belum tentu memaahami penggunaan berbagai media online ini. Apalagi orang tua

dengan berbagai latar belakang yang beragam..

B. Identifikasi Permasalahan

Bahan ajar untuk dapat mencapai indikator kompetensi harus memuat materi

yang baik dan sesuai isi kurikulum. Materi kurikulum yang dicatat sebagai

kompetensi dasar dituangkan dalam bentuk penjelasan proses pembelajaran secara

logis dan sistematis sehingga guru maupun siswa dapat melaksanakan kegiatan

pembelajaran sebagaimana mestinya. Pannen dan Purwanto (1997:7) menyatakan

bahwa bahan ajar merupakan materi yang disusun secara sistematis yang

digunakan guru dan siswa dalam proses belajar. Bahan ajar diibaratkan seperti rel

yang menunjukkan alur kegiatan pembelajaran agar berjalan sesuai dengan tujuan

yang diharapkan. Jika tujuan yang ditetapkan dapat diarahkan dengan baik melalui

ketersediaan isi bahan ajar seperti materi, pemodelan, latihan, refleksi, maupun uji

kompetensi; maka hasil belajar yang baik akan tercapai.

Kurikulum 2013 yang mencantumkan topik bahan ajar tentang menulis teks

cerita fantasi, bahan ajar yang tersedia di lapangan pun belum banyak yang

membahas tentang materi menulis teks cerita fantasi tersebut maka pemahaman

guru dan siswa tentang topik menulis teks cerita fantasi pun sangat terbatas, bahkan

sering kali guru atau siswa salah persepsi antara cerita fantasi dengan cerita-cerita

yang sudah ada seperti dongeng dan sejenisnya.

Tujuan kurikulum adalah hasil belajar yang baik. Proses pembelajaran yang

dilaksanakan harus memiliki perencanaan, pelaksanaan, dan hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan. Materi ajar sebagai jabaran dari kurikulum berperan


11

penting di dalamnya. Materi ajar yang sesuai dengan kurikulum berarti dapat

dipertanggungjawabkan secara akademik. Hasil belajar siswa dari sebuah proses

kualifikasi akademik merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap kurikulum

yang ada. Yulaelawati (2007:33) menyatakan bahwa kurikulum sebagai hasil

belajar bertujuan memberikan fokus hasil belajar yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Di beberapa kasus pembelajaran menulis dalam pembelajaran keadaan normal

seringkali ditemukan kondisi di awal pelajaran siswa tidak tertarik dengan materi

pelajaran menulis. Materi pelajaran menulis itu merupakan salah satu materi

pelajaran yang tidak disenangi, sehingga mereka tidak memperhatikan penjelasan

guru. Oleh karenanya penulis berpikir guru harus mencoba hal baru dalam

memotivasi siswa agar tertarik untuk mengikuti pelajaran menulis.

Masalah yang muncul dalam pembelajaran keterampilan menulis cerita dapat

dipengaruhi oleh faktor siswa dan guru. Masalah yang dihadpi siswa yaitu

rendahnya keterampilan menulis cerita. Masalah yang muncul pada siswa dapat

diatasi dengan menyajikan pembelajaran menulis cerita yang lebih menarik dengan

menggunakan teknik yang tepat, dengan media yang sesuai dan menarik misal

menggunakan film dan atau komik “Upin Ipin” dan “robot Doraemon”. Sehingga

memang dibutuhkan suatu media dan bahan ajar autentik yang dapat meningkatkan

keterampilan siswa dalam menulis cerita.

Persoalan yang berkorelasi langsung dengan pembelajaran dalam penelitian

adalah persoalan pembelajaran daring (online). Moda pembelajaran daring

merupakan salah satu bentuk pemanfaatan internet yang dapat meningkatkan peran

siswa dalam proses pembelajaran (Saifuddin, 2018). Tantangan yang muncul terkait
12

dengan pembelaaran daring tersebut adalah menentukan platform yang tepat untuk

pengembangan sistem pembelajaran daring tersebut sehinggadapat mencapai tujuan

pembelajaran sebagaimana pembelajaran secara tatap muka langsung. Pembelajaran

secara daring dapat laksanakan dengan menggunakan video conference (webinar

Zoom, Webex), whatsapp maupun aplikasi lainnya.

Disinilah problem itu, guru dan siswa tidak ada waktu lagi untuk mempelajari

semuanya bersama-sama bagaimana teknik yang efektif menerapkan aplikasi

tesebut dalam pembelajaran. Covid-19 tiba-tiba datang dan memaksa semuanya

untuk tetap di rumah. Maka guru harus bisa menggunakan berbagai media seadanya

yang familiar digunakan orang tua dan siswa. Harapannya tidak mempersulit untuk

orang tua dan siswa dalam penggunaan media tersebut, sehingga proses

pembelajaran tetap berlangsung. Salah satu media yang dapat dipakai adalah media

sosial WhatsApp.

Penggunaan WhatsApp sebagai media belajar banyak terjadi di tingkat

pendidikan dasar dan menengah. Penggunaan media tersebut tentu karena

berbabagai pertimbangan. Pada pendidikan tingkat tinggi WhatsApp merupakan

salah satu media. Berbeda dengan tingkat pendidikan dasar, dari survei yang

dilakukan peneliti hampir mencapai 100% belajar daring hanya menggunakan

media WhatsApp grup Rosarians (et al., 2020) (Harususilo, 2020).

WhatsApp dapat digambarkan sebagai alat untuk berinteraksi dengan teman

maupun pengajar tentang topik tertentu, perbincangan dan beragam informasi

kebanyakan ditemui di Whatsapp group yang dibuat oleh administrator (Najafi &

Tridane, 2015). Whatsapp group digunakan sebagian guru karena hemat kuota dan

dikenal dengan baik oleh siswa (Wijaya Kusuma & Hamidah, 2020). Whatsapp
13

group merupakan salah satu media pembelajaran yang paling digemari mahasiswa

dan siswa (Zhafira, 2020). Data yang diperoleh dari Kerangka kerja penelitian

secara positif mendukung penggunaan whatsapp untuk tujuan pembelajaran

(Zulkanain et al., 2020). Hasil penelitian yang membandingkan whatsapp group

dan dengan tatap muka langsung (face to face), whatsapp group memiliki rasa

kebersamaan yang baik, namun pembelajaran tatap muka maupun whatsapp group

dirasakan sama dalam hal kehadiran sosial dan pembelajaran yang dirasakan.

Suardika (et al., 2020).

Permasalahan yang secara faktual penulis temukan dalam pembelajaran

menulis cerita fantasi secara daring di SMP Negeri 1 Ceper adalah permasalahan

rendahnya keterampilan menulis cerita sebagai refresetasi rendahnya prestasi

akademis mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya bidang sastra, dan masih

rendahnya aktivitas dan kreatifitas guru dan siswa dalam pembelajaran daring

menulis cerita fantasi.

Secara lebih lugas permasalahan yang muncul untuk dipecahkan adalah:

1. Rendahnya keterampilan menulis cerita fantasi kelas VII SMP Negeri 1

Ceper Kabupaten Klaten dalam pembelajaran secara daring.

2. Rendahnya minat siswa menulis cerita fantasi kelas VII SMP Negeri 1

Ceper Kabupaten Klaten dalam pembelajaran daring.

3. Rendahnya kompetensi dan kreativitas guru dan siswa dalam proses

pembelajaran menulis cerita fantasi di SMP Negeri 1 Ceper Kabupaten

Klaten dalam pembelajaran secara daring.


14

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan paparan pada identifkasi masalah di atas, penulis sangat tertarik

untuk mengadakan penelitian tesis dengan menerapkan penggunaan media gambar

seri untuk meningkatkan kemampuan menulis cerita di SMP secara daring. Adapun

masalah dalam penelitan ini dibatasi pada upaya peningkatan kemampuan menulis

cerita fantasidan penggunaan media gambar seri pada upaya peningkatan

kemampuan menulis cerita fantasi tersebut dan penggunaan media pembelajaran

daring.

Disini penulis memfokuskan penelitian di SMP kelas VIIA karena materi

dengan kompetensi dasar menulis cerita fantasi pada kurikulum 2013 terdapat di

silabus Bahasa Indonesia kelas VIIA . Selain hal itu, berdasarkan hasil observasi

penulis siswa seusia tersebut lebih menyukai penggunaaan media gambar dalam

pembelajaran. Alasan digunakan media gambar seri adalah agar media gambar

tersebut dapat menuntun urutan kejadian atau kronologi cerita, sehingga siswa

dapat terusik imajinasinya untuk menuangkan idenya dalam tulisan (karangan)

tersebut sesuai dengan gambar.

Pelaksanaan pembelajaran daring yang peneliti rancang adalah pembelajaran

dengan menggunakan android pada aplikasi Whatsapp sebagai media komunikasi

dan kombinasi penggunaan aplikasi Google Form sebagai aplikasi pembelaaran

khususnya dalam melakukan uji kompetensi dan penugasan tersetruktur.

Untuk memokuskan pemecahan masalah yang telah dipaparkan pada

identifikasi masalah di atas maka pembatasan permasalahan dalam dalam penelitian

ini sebagai berikut.


15

1. Upaya peningkatan keterampilan menulis cerita fantasi pada siswa kelas VII

SMP Negeri 1 Ceper.

2. Upaya peningkatan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran

keterampilan menulis cerita fantasi dengan media gambar seri secara daring.

D. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dari penelitia berjudul : Peningkatan Keterampilan

Menulis Cerita Fantasi dengan Media Gambar Berseri Secara Daring pada Siswa

kelas VIIA SMP Negeri 1 Ceper Tahun Pelajaran 2020/2021. Adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana peningkatan keterampilan menulis cerita fantasi dengan media

gambar seri secara daring siswa kelas VIIA SMP Negeri 1 Ceper

Kabupaten Klaten?

2. Bagaimana perubahan perilaku siswa dalam proses pembelajaran

keterampilan menulis cerita fantasi dengan media gambar seri secara

daring siswa kelas VIIA SMP Negeri 1 Ceper Kabupaten Klaten?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan menulis cerita fantasi dengan

media gambar seri secara daring siswa kelas VIIA SMP Negeri 1 Ceper

Kabupaten Klaten.
16

2. Mendeskripsikan perubahan perilaku dalam proses pembelajaran

keterampilan menulis cerita fantasi dengan media gambar seri secara daring

siswa kelas VIIA SMP Negeri 1 Ceper Kabupaten Klaten.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

pengembangan ilmu pengetahuan dan khasanah ilmiah tentang upaya

meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep keterampilan yang

terdapat pada pelajaran Bahasa Indonesia, salah satu keterampilannya yaitu

mampu menulis cerita sederhana melalui media gambar seri dilaksanakan

pembelajaran secara daring dengan aplikasi Whatsapp dan Google Form.

2. Manfaat secara praktis

a. Bagi penulis

Sebagai bahan masukan guru dalam meningkatkan proses pembelajaran

didepan kelas dengan mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran secara

daring. Selain itu, juga dapat memberikan pertimbangan dalam

menyediakan dan pemilihan media pembelajaran yang tepat untuk

memperlancar proses belajar mengajar secara daring. Salah satunya

dengan menggunakan media gambar seri dalam meningkatkan

keterampilan menulis cerita fantasi di Sekolahdengan aplikasi Whatsapp

dan Google Form.


17

b. Bagi siswa

Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman terhadap suatu materi pelajaran dengan menggunakan media

gambar seri, khususnya pelajaran Bahasa Indonesia materi pokok

menulis cerita baik dilaksanakan dalam pembelajaran tatap muka mau

pun pembelaaran secara daring.

c. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan untuk mengembangkan

penelitian selanjutnya yang lebih mendalam tentang permasalahan.

Anda mungkin juga menyukai