Pendahuluan
Salah satu bentuk ekspresi jiwa seseorang adalah dalam bentuk tulisan. Melalui tulisan seseorang dapat menuangkan ide, gagasan, serta kreativitas
lainnya. Menulis merupakan keterampilan yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Hal ini dikarenakan
dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia dicantumkan empat keterampilan berbahasa yang dikuasai oleh anak didik, yaitu keterampilan
Menulis termasuk ke dalam tataran keterampilan berbahasa yang paling sulit karena untuk menghasilkan sebuah tulisan yang baik diperlukan
penguasaan terhadap tiga keterampilan berbahasa lainnya. Lasa mengemukakan “Menulis memiliki nilai tinggi dan bermakna abadi, namun dalam
masyarakat masih terdapat dilema bahwa menulis itu menakutkan, bakat, seni, profesi, dapat dipelajari, dan mendidik” (2005: 9). Maksudnya, menulis
merupakan kegiatan yang memiliki nilai tinggi karena merupakan hasil buah pikiran seseorang. Selain itu, menulis memiliki makna yang abadi karena
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tetapi secara tatap muka dengan
orang lain. Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat Tarigan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan produktif dan ekspresif (1993). Selanjutnya,
Mujiyanto, dkk. berpendapat bahwa menulis adalah menyusun sebuah pikiran dan perasaan atau data-data informasi yang diperoleh menurut
organisasi penulisan sistematis, sehingga tema karangan atau tulisan yang akan disampaikan sudah dipahami pembaca secara mudah (2000). Jadi,
menulis dapat diartikan juga sebagai salah satu cara berkomunikasi antar manusia dengan bahasa tulis. Tulisan tersebut dirangkai ke dalam susunan
kata dan kalimat yang runtut dan sistematis, sehingga informasi yang disampaikan dapat dipahami oleh orang yang membacanya. Seorang penulis
yang ingin menyampaikan gagasan atau ide dapat mengorganisasikan kata-kata yang dipakainya di dalam kalimat. Hal tersebut tidaklah mudah,
karena tidak semua pembaca dapat memahami makna bahasa tulis seseorang.
Sebagai suatu keterampilan, menulis memang harus melalui proses belajar dan berlatih. Semakin sering belajar dan berlatih, tentu semakin cepat
terampil. Seseorang yang sudah biasa menuliskan sebuah ide, gagasan, pandapat atau perasaan, maka dia akan mengalami kesulitan berarti ketika
harus manulis. Berbeda halnya jika seseorang jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah membuat sebuah karya tulisan. Tentunya orang tersebut
Kurikulum 2013 bertujuan menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter (Nuh dalam Mulyasa 2013:7). Kurikulum 2013 juga
menekankan pentingnya keseimbangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kemampuan berbahasa yang dituntut untuk dikuasai peserta didik
dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang jenis, kaidah, dan konteks, dilanjutkan keterampilan
menyajikan suatu teks tulis dan lisan baik terencana maupun spontan, dan bermuara pada pembentukan sikap kesantunan dan kejelian berbahasa
serta sikap penghargaan terhadap bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa (Nuh 2013:iii). Sesuai standar isi kurikulum 2013 untuk mata
pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, kompetensi yang dikuasai peserta didik adalah memahami, menganalisis, mengevaluasi, menginterpretasi,
memproduksi, menyunting, mengabstraksi, dan mengonversi. Dari kesembilan keterampilan tersebut, memproduksi merupakan keterampilan yang
tulis. Menurut Cahyono (2011:51) penerapan metode menulis berantaiakan lebih efektif untuk pembelajaran menulis sastra karena peserta didik akan
lebih termotivasi dengan belajar secara kelompok dibanding belajar secara individu. Metode estafet writing termasuk salah satu metode active
learning atau learning by doing yang bertujuan agar peserta didik mengasosiasikan belajar sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan. Penerapan
metode estafet writing merupakan salah satu sarana untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Hal ini dapat terjadi karena dengan
penerapan metode yang tepat, memungkinkanproses pembelajaran tidak hanya berjalan satu arah atau hanya didominasi oleh guru dengan metode
ceramah.
Alasan pemilihan metode estafet writing karena merupakan suatu metode pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi
dengan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang disajikan secara nyata. Penggunaan media kartu pintar dan metode estafet writing diharapkan
dapat membantu peserta didik untuk menemukan ide gagasan dan membantu peserta didik untuk berfikir kreatif menemukan jalan keluar dalam
Media kartu pintar adalah salah satu media yang efektif untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Media ini berguna untuk membantu peserta didik
meningkatkan motivasi belajar, sehingga memudahkan peserta didik menentukan ide dalam memproduksi teks pantun puisi secara tulis. Dalam suatu
permainan kartu pintar peserta didik dapat berkompetisi secara menyenangkan. Terjadi persaingan atau kompetisi untuk segera menyelesaikan tugas
peserta didikmemproduksi pantun puisi secara tulis sesuai struktur dan kaidah teks pantun puisi. Kartu pintar merupakan suatu media berupa kartu
bergambar yang sesuai dengan jenis pantun puisi. Setiap peserta didik menuliskan sampiran dan isi pada pantun puisi yang berbeda sesuai dengan
Penggunaan media kartu pintar dipandang sebagai media yang cukup efektif dalam meningkatkan keterampilan memproduksi teks pantun puisi secara
tulis. Media kartu pintar merupakan sarana untuk memancing, mendorong atau memotivasi peserta didik dalam memproduksi teks pantun puisi secara
tulis karena tampilannya yang menarik dan lebih realistis sehingga dapat menarik minat peserta didik dalam pembelajaran memproduksi teks pantun
puisi secara tulis. Di sisi lain guru juga berperan penting sebagai motivator dan fasilitator. Guru harus berusaha mengaktifkan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran memproduksi teks pantun puisi secara tulis. Guru sebagai penyampai materi kepada peserta didik harus dapat menyampaikan
materi yang akan dibahas dengan metode yang tepat dan menarik. Hal tersebut akan berdampak pada keberhasilan peserta didik dalam mengikuti
Faktor utama penyebab siswa kesulitan dalam menulis diantaranya, siswa tidak termotivasi karena selalu diberi tugas oleh guru. Motivasi adalah suatu
usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 1997:73). Motivasi sangat berpengaruh dalam mencapai tujuan. Hal ini senada dengan
pendapat seorang ahli bahasa bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1993). Suciati (dalam Wlodkoski, 1997:41) bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang
menyebabkan atau menumbuhkan perilaku tertentu dan yang akan memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut.
Selain kurang termotivasi, siswa sulit membuat tulisan yang runtut dan mudah kehabisan topik. Penyebab yang lain yaitu pembelajaran yang
diterapkan oleh guru adalah pembelajaran secara individu yang membuat siswa tidak termotivasi. Selama ini siswa merasa bosan dan tidak tertarik
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran (Uno, 2008:2). Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Slavin (2010:9) bahwa metode pembelajaran sebagai elemen utama dalam
pola pengaturan kelas dan digunakan secara ekstensif dalam tiap subjek yang dapat dikonsepkan pada tingkat kelas. Salah satu metode yang dapat
digunakan dalam pembelajaran adalah metode estafet writing. Metode estafet writing merupakan salah satu metode active learning atau learning by
doing yang bertujuan agar peserta didik mengasosiasikan belajar sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan (Syathariah dalam Mardiansyah,
2013:41-42).
Pada metode estafet writing, peserta didik bekerja secara berkelompok. Setiap kelompok menuangkan perasaannya ke dalam penggalan teks. Hal itu
dilakukan secara berantai. Keberhasilan peserta didiksatu akan berpengaruh pada keberhasilan peserta didik yang menjadi pasangannya. Secara
bergantian peserta didik menuliskan sebuah penggalan-penggalan bagian teks yang telah ditentukan. Pada akhir pembelajaran akan menghasilkan
teks utuh yang ditulis secara berantai oleh para peserta didik. Pembelajaran menulis pantun puisi dengan menggunakan metode estafet writing ini
sangat memotivasi peserta didik dalam belajar sehingga berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Suasana belajar yang menyenangkan dan tidak
Manusia dilahirkan mempunyai berbagai macam bakat dan keterampilan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia
yang menonjol adalah kemampuan berpikir secara logis. Manusia dapat mengaitkan satu ide dengan ide lainnya melalui pembelajaran. Dengan
kemampuan imaginasinya manusia dapat menuangkan ide sesuai dengan apa yang diinginkan. Alwi (2003: 1023) menyatakan kemampuan adalah
kecakapan, kesanggupan, kekuatan untuk menyelesaikan tugas. Sama halnya dengan pendapat di atas Depdiknas (2005:707) menyatakan bahwa
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan dalam menghasilkan atau melakukan
dalam prakteknya penggunaan bahasa dalam menulis tidaklah sama dengan komunikasi lisan. Hal ini dikarenakan bahasa digunakan secara
fungsional yaitu pemakaian bahasa sebagai media interaksi dan transaksi. Dengan demikian, kegiatan menulis menuntut kecakapan dan kemahiran
dalam mengatur menggunakan bahasa, bekerja dengan langkah-langkah terorganisir, gagasan secara sistematis serta mengungkapkan secara
tersurat.
Gie (2002:3) menyatakan menulis adalah segenap rangkaian seseorang mengungkapkan buah pikirannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat
pembaca untuk dipahami. Senada dengan pendapat di atas, Depdiknas (2005:1219) menyatakan menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan
dengan tulisan. Sedangkan Sabarti Akhadiyah (1996: 7) mengatakan bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks yang
menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Tanpa adanya pengetahuan dari penulis maka ide yang disampaikan kurang bermakna.
Kemampuan menulis tidak diperoleh secara tiba-tiba tetapi melalui suatu proses yang panjang, dan memerlukan latihan serta ketekunan untuk
mewujudkannya melalui bahasa tulis. Prasyarat yang harus dipenuhinya adalah kemampuan membaca. Bila kemampuan membaca sudah didapat
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggali pengetahuan dan pengalaman melalui bahasa tulis.
Keterampilan menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Nursito (2000:5) menjelaskan empat jenjang kemampuan
berbahasa yang melekat pada setiap manusia normal adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis atau mengarang. Secara kronologis,
keempatnya tumbuh dalam diri setiap individu. Pada tingkatan paling sederhana, yaitu dalam wujud kemampuan berkomunikasi langsung dengan
Selanjutnya tahapan yang setingkat lebih tinggi adalah membaca, dan yang paling rumit adalah menulis atau mengarang dalam bentuk bahasa tulis.
Siswa diharapkan dapat menguasai dan terampil dalam tiap-tiap aspek, namun dalam kenyataannya tidak semua pembelajaran keterampilan
berbahasa tersebut mencapai hasil yang memuaskan. Misalnya dalam keterampilan menulis, tidak semua siswa dapat melakukannya dengan baik.
Bahkan, keterampilan menulis sering dianggap sebagai keterampilan berbahasa yang paling sulit.
Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek berbahasa yang bersifat primer dan kompleks. Menulis memerlukan keahlian dalam menuangkan
ide-ide cemerlang dan mengembangkannya menjadi satu karangan yang bagus. Hal ini memerlukan latihan serta pembiasaan. Sumardjo (2004:69)
mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan. Tarigan (1984:21) menjelaskan, bahwa menulis
ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain
dapat membaca lambanglambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Pengertian menulis oleh Ahmadi (1990:28) adalah meletakkan atau mengatur simbol-simbol grafis yang menyatakan pemahaman suatu bahasa
sedemikian rupa sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol grafis itu sebagai bagian penyajian satuan-satuan ekspresi bahasa. Menulis juga
dapat dipandang sebagai upaya untuk merekam ucapan manusia menjadi bahasa baru, yaitu bahasa tulisan. Bahasa tulisan itu tidak lain adalah suatu
jenis notasi bunyi, kesenyapan, infleksi, tekanan nada, isyarat atau gerakan, dan ekspresi muka yang memindahkan arti dalam ucapan atau bicara
manusia.
Pengertian menulis oleh Wiyanto (2004:1-2) bahwa menulis mempunyai dua arti. Pertama, menulis berarti mengubah bunyi yang dapat didengar
menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Bunyi-bunyi yang diubah itu bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, menulis itu
mempunyai arti mengungkapkan gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan ini dinamakan penulis dan hasil kegiatannya berupa tulisan.
Dapat dikatakan, penulis menuangkan gagasan lewat kegiatan menulis dan pembaca menampung gagasan itu dengan cara membaca. Pengertian
menulis oleh Asul Wiyanto dibedakan dengan mengarang. Perbedaannya, menulis menghasilkan tulisan, sedangkan mengarang menghasilkan
karangan.
Tulisan dilandasi fakta, pengalaman, penelitian, pemikiran, atau analisis, sedangkan karangan banyak dipengaruhi oleh imajinasi dan perasaan
pengarang. Pendapat Asul Wiyanto mengenai kegiatan menulis merupakan kegitan yang gampang-gampang susah selaras dengan pendapat yang
dikemukakan Semi (1990:7-8) yang menyatakan bahwa menulis tidak sulit tetapi tidak pula mudah. Menurutnya, kecakapan menulis dapat menjadi
milik semua yang pernah menduduki bangku sekolah. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang produktif, yaitu keterampilan seseorang
untuk mengungkapkan atau mengekspresikan ide dan perasaan kepada orang lain melalui bahasa tulis. Gagasan yang dituangkan dalam sebuah
tulisan harus lebih tertata dan tertib daripada gagasan yang diungkapkan melalui pembicaraan. Hal ini memiliki tujuan agar pembaca dapat menerima
Menulis merupakan salah satu metode active learning atau learning by doing yang bertujuan agar siswa mengasosiasikan belajar sebagai sebuah
kegiatan yang menyenangkan (Syathariah, 2011:41-42). Metode inovatif ini merupakan salah satu metode yang melibatkan siswa belajar dengan cara
bersama-sama, tetapi tidak secara kelompok. Kegiatan menulis dengan menggunakan metode pembelajaran ini membuat siswa aktif
mengembangkan daya khayalnya, berimajinasi, dan langsung menghasilkan sebuah produk berupa cerita pendek. Produk yang dihasilkan adalah
karya bersama, karena cerita pendek yang dihasilkan tersebut dibuat bersama-sama (berantai). Secara bergantian siswa menuliskan paragraf
imajinatif dalam buku latihannya (minimal satu paragraf). Pada akhir pembelajaran akan tercipta beberapa paragraf sesuai dengan jumlah siswa di
Pembelajaran menulis cerita pendek dengan menggunakan metode menulis berantai ini sangat memotivasi siswa dalam belajar sehingga
berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan dapat dirasakan oleh siswa. Menulis berantai
adalah salah satu metode pembelajaran yang bertujuan agar siswa mengasosiasikan belajar sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan. Para
siswa diberi kebebasan mengekspresikan imajinasinya melalui tulisan-tulisan yang dihasilkannya seperti cerita pendek. Dalam proses
pembelajarannya, kegiatan menulis cerita pendek merupakan proyek bersama yang dilakukan oleh siswa dalam kelompoknya. Pada akhir
pembelajaran, akan tercipta sejumlah cerita pendek berantai hasil karya siswa (sejumlah kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran). Kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode menulis berantai ini dilakukan sebagai langkah memotivasi siswa dalam mengembangkan imajinasinya
untuk menulis cerita pendek yang akan dilaksanakan secara individu dalam kelompok belajarnya.
Pada metode menulis berantai, siswa bekerja di dalam kelompok. Setiap anggota kelompok menuangkan perasaannya ke dalam satu paragraf dengan
tema dan judul yang sama. Hal itu dilakukan secara berantai sampai batas waktu yang ditentukan berakhir. Keberhasilan seorang anggota kelompok
Berdasarkan pendapatMasruroh (2014:12), pembelajaran menggunakan metode pembelajaran estafet writing adalah peserta didik bekerja di dalam
kelompok. Setiap anggota kelompok menuangkan perasaannya ke dalam satu teks dengan tema dan judul yang sama. Hal itu dilakukan secara
a. Peserta didik bekerja secara berkelompok diminta menentukan sebuah tema yang akan dikembangkan menjadi sebuahkarangan.
b. Setelah peserta didik menyelesaikan penggalan karangan tersebut, mereka diminta untuk menyerahkankertas yang berisi penggalan
karangan tersebut kepada guru kemudian guru membagikannya kembali secara acak.
c. Peserta didik yang menerima kertas yang berisi karangan diminta membaca dan kemudian setiap peserta didik diminta meneruskan
(menyambung) karangan tersebut.
d. Setelah kegiatan tulis berantai selesai, setiap siswa diminta mengumpulkan kertas tersebut kepada guru.
Adapun langkah-langkah menulis puisi dengan metode berantai yang dikemukakan Syatariah (2009) adalah sebagai berikut.
a. siswa dibentuk beberapa kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa;
b. siswa diminta menentukan tema bebas yang akan dikembangkan menjadi puisi; langkah selanjutnya, siswa yang pertama mulai
menuliskan bait pertama yang isinya sesuai dengan tema dan judul yang sudah ditentukan sebelumnya;
c. pada setiap akhir bait, siswa menuliskan namanya;
d. setelah siswa yang pertama menyelesaikan bait yang pertama, mereka diminta untuk menyerahkan atau memindahkan buku kepada
teman disebelah kanannya;
e. siswa yang menerima buku tersebut diharuskan membaca hasil puisi yang sudah dituliskan teman sebelumnya. Kemudian setiap
siswa diminta meneruskan atau menyambung puisi tersebut dengan cara menuliskan dibait kedua. Setiap akhir bait siswa
menuliskan namanya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pemilik bait yang tidak koheren atau tidak sesuai dengan bait puisi yang
sebelumnya;
f. setelah siswa kedua melanjutkan puisi teman sebelahnya, buku diputar kepada teman berikutnya searah jarum jam sampai batas
waktu yang ditentukan oleh guru. Setiap siswa wajib membaca puisi dari awal puisi yang akan dilanjutkannya tersebut. Dan begitu
seterusnya;
g langkah selanjutnya, hasil puisi yang dikerjakan secara berantai tersebut dibahas dengan kelompoknya, kemudian menandai kalimat-
kalimat yang sumbang atau tidak sesuai dengan kalimat sebelumnya;
h. setelah merevisi puisi tersebut, kemudian anggota kelompok memberi judul yang tepat untuk puisi yang sudah dikerjakan secara
berantai; dan
i. salah satu siswa mewakili untuk membacakan hasil puisi dengan suara nyaring dan selanjutnya ditanggapi oleh siswa lain.
Menurut Supendi (2008:120) metode estafet writing mampu mengilustrasikan informasi yang diperoleh saat mengambil tindakan penting berdasarkan
informasi tersebut. Menurut Rosyid (2011), Metode estafet writing kelebihan metode estafet writing ini yaitu melibatkan peserta didik belajar dengan
cara bersama-sama, tetapi tidak secara berkelompok. Kegiatan menulis dengan menggunakan metode pembelajaran ini membuat peserta didik aktif
mengembangkan daya khayalnya, berimajinasi, dan langsung menghasilkan sebuah produk berupa pantun puisi. Dapat disimpulkan, penggunaan
Menurut Supendi (2008:120) metode estafet writing memiliki kekurangan pada tingkat modifikasi jenis teks atau cerita yang masih rendah sehingga
tingkat pemahaman peserta didik terbatas. Menurut Rosyid (2011), Pembelajaran menggunakan metode estafet writing ini peserta didik menuliskan
larik-larik imajinatif dalam buku latihannya (minimal satu baris/larik atau satu bait) atau minimal sebuah sampiran dengan waktu yang terbatas. Pada
akhir pembelajaran akan tercipta puluhan puisi lama (pantun puisi) namun hasil akhir tersebut terkesan terburu-buru dan suasan pembelajaran
menjadi gaduh. Dapat disimpulkan, penggunaan metode pembelajaran estafet writing memiliki kekurangan sebagai berikut.
Pelaksanaan pembelajaran menulis pantun atau puisi dapat diaplikasikan dengan media kartu pintar. Adapun aplikasi metode estafet writing dalam
pembelajaran memproduksi teks pantun atau puisi secara tulis secara tertulis adalah sebagai berikut.
a. Peserta didik bekerja secara berkelompok terdiri dari 4 peserta didik, setiap kelompok diberikan kartu pintar sebagai pedoman
menentukan tema
b. Anggota kelompok ke-1 menuliskan sampiran baris pertama kemudian disambung oleh anggota kelompok ke-2 menuliskan sampiran
baris kedua
c. Anggota kelompok ke-3 dan ke-4 meneruskan (menyambung) sampiran pantun puisi tersebut dengan cara menambah isi pada baris
ketiga dan keempat pantun puisi sesuai kartu pintar yang diterima oleh setiap peserta didik.
d. Setelah kegiatan estafet writing selesai, setiap peserta didik diminta mengumpulkan kertas tersebut kepada guru.
e. Peserta didik bersama guru membahas pantun puisi yang diestafet writing itu secara keseluruhan dan menandai hal yang tidak benar
atau yang tidak sesuai dengan struktur dan kaidah bahasa teks pantun puisi.
f. Setiap peserta didik diminta merevisi hasil karya mereka dan hasil kerja akan ditempelkan pada majalah dinding bahasa Indonesia.
a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah
dibuat, yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi, terjadi pada tokoh khusus; atau untuk memecahkan masalah,
masalah yang dibuat sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta.
b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa
yang dipelajari atau dialami sang tokoh dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh sang tokohuntuk mencapai tujuannnya.
Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama.
c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua
dan ketiga/ seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adeganadegan dan kejadian, kejadian buat
dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita.
d. Membaca untuk menemukan dan mengetahui apa dan mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak
diperlihatkan oleh sang pengarang kepada pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang
membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk mengumpulkan, membaca inferensi
e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam
cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan.
f. Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apa kita ingin berbuat seperti
yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca
mengevaluasi.
g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal,
bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk
membandingkan atau mempertentangkan.
.
Hal hampir serupa juga dinyatakan oleh Nurhadi (2005: 14), tujuan membaca ada lima, yaitu membaca untuk study (telaah ilmiah), membaca untuk
tujuan menangkap garis besar bacaan, membaca untuk menikmati karya sastra, membaca untuk mengisi waktu luang, dan membaca untuk mencari
keterangan suatu istilah. Pada dasarnya, tujuan membaca menurut Nurhadi (2005: 14) yaitu untuk hiburan dan untuk study (telaah ilmiah).
Selain pendapat Nurhadi (2005:14), hal yang serupa juga dinyatakan oleh Suparyadi dalam Ismudiyati 2009:15) yang mengemukakan tujuan
membaca yaitu 1) untuk mengisi waktu luang; 2) untuk mencari hiburan; 3) untuk kepentingan study; 4) untuk mencari informasi dan menambah
pengetahuan; dan 5) untuk memperkaya perbendaharaan kosakata. Tujuan membaca selain untuk hiburan, juga dapat digunakan untuk mencari
Suyatno dalam Ismudiyati (2009: 20), menyatakan bahwa keuntungan dari dari membaca buku-buku secara intensif dan efektif adalah 1) kita
mendapatkan banyak informasi yang dapat dijadikan bahan, baik dalam berbicara maupun menulis; 2) kita dapat semakin akrab dengan teknik-teknik
serta berbagai metode yang biasa dipergunakan oleh penulis dalam memaparkan gagasan mereka. Dengan membaca buku secara intensif, kita tidak
hanya dapat memahami isi teks bacaan secara keseluruhan, akan tetapi dapat juga mendapatkan banyak informasi untuk dijadikan bahan untuk
berbicara maupun menulis. Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh infomasi,
mencakup isi, memahami makna bacaan. Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah agar siswa mampu membaca pemahaman, sehingga
mereka mengerti dan memahami isi bacaan yang ada di hadapan mereka.
Kalimat utama adalah sebuah kalimat yang diperjelas oleh kalimat-kalimat lain dalam suatu paragraf. Dengan kata lain, kalimat utama adalah kalimat
yang berisi gagasan utama. Kalimat penjelas adalah kalimat yang memperjelas, menguraikan, atau berupa rincian-rincian tentang kalimat utama.
Dengan kata lain, kalimat penjelas adalah kalimat yang berisi gagasan penjelas.
Kalimat utama bisa terletak di awal paragraf, di akhir paragraf, di awal dan akhir paragraf, atau di awal sampai akhir paragraf. Paragraf yang kalimat
utamanya berada di awal paragraf disebut paragraf deduktif. Paragraf yang kalimat utamanya berada di akhir paragraf disebut paragraf induktif.
Paragraf yang kalimat utamanya berada di awal dan akhir paragraf disebut paragraf campuran. Paragraf yang kalimat utamanya berada di awal
sampai akhir paragraf sebenarnya tidak mempunyai istilah khusus, namun biasanya kalimat utama akan berada di awal sampai akhir paragraf jika
paragraf tersebut berupa narasi atau deskripsi. Paragraf narasi adalah paragraf yang berisi cerita. Paragraf deskripsi adalah paragraf yang
menggambarkan sesuatu sehingga pembaca seolah-olah dapat ikut menyaksikan sesuatu yang digambarkan itu. Perhatikan contoh paragraf di bawah
ini!
Contoh:
……
Rumah temanku sungguh tampak mewah mengagumkan. Dinding-dinding rumah bagian luar dihiasi pahatan marmer yang khusus
didatangkan dari Italia. Sedangkan lantai bagian dalam rumahnya terbuat dari batu granit sehingga ketika ditapaki dengan sepatu
terdengat bunyi tak… tak… tak…. Pintu-pintu kamar terbuat dari jati hitam yang mungkin berdiameter 2 meter. Segala perabotan
makan pun terbuat dari monel.
.
Perhatikanlah kalimat-kalimat yang ada dalam contoh paragraf di atas! Ketika kita membaca kalimat pertama, kita tentu masih bertanya-tanya, “Seperti
apa kemewahan rumahnya? Mengapa rumahnya tampak mewah mengagumkan?” Nah, ternyata pertanyaan-pertanyaan itu terjawab oleh kalimat
kedua, ketiga, keempat. dan kelima. Maka dari itu, kalimat kedua, ketiga, keempat. dan kelima. itu disebut kalimat penjelas karena berfungsi untuk
mendukung atau memperjelas kalimat pertama, sedangkan kalimat tersebut disebut kalimat utama. Karena kalimat utama berada di awal paragraf,
Contoh:
……
Selama musim barat ini nelayan enggan melaut. Hal tersebut disebabkan tiupan angin yang kencang dan gelombang laut yang
tinggi menambah resiko keselamatan nelayan. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, untuk sementara mereka berhutang di
warung atau juragan perahu di mana mereka biasa menjual tenaga. Nasib periuk nasi nelayan memang ditentukan oleh ramahnya
laut.
.
Ketika membaca paragraf di atas, tentunya kita akan membaca kalimat pertama, dan seterusnya. Ketika membaca kalimat pertama, kita tidak akan
bertanya-tanya karena isinya memang sudah jelas. Tidak ada hal yang bisa membuat kita bertanya-tanya dalam kalimat pertama. Setelah itu, kita
akan langsung membaca kalimat kedua dan kalimat ketiga. Ternyata, kalimat pertama, kalimat kedua dan kalimat ketiga itu hanya bercerita tentang
Ketika membaca kalimat keempat, kita akan langsung sadar, ternyata kalimat pertama, kalimat kedua dan kalimat ketiga itu hanya digunakan sebagai
bukti dan pendukung agar kita bisa menerima isi kalimat keempat. Tampak sekali bahwa kalimat keempat itu merupakan pernyataan
umum/global/general yang mencakup isi kalimat pertama, kalimat kedua dan kalimat ketiga. Dengan kata lain, kalimat keempat itu merupakan
pernyataan yang menyimpulkan isi kalimat kalimat pertama, kalimat kedua dan kalimat ketiga. Maka dari itu, kalimat keempat disebut kalimat utama,
sedangkan kalimat pertama, kalimat kedua dan kalimat ketiga disebut kalimat penjelas. Karena kalimat utama berada di akhir paragraf, paragraf
Ide pokok atau gagasan utama merupakan informasi penting sebuah bacaan yang berada dalam tataran artikel atau wacana. Setiap artikel yang baik
selalu mengandung pikiran pokok dan pikiran penjelas. Gagasan utama sebuah wacana atau artikel dapat dicari dengan membaca judul. Menurut
Rakamu (2003: 1), gagasan utama dalam paragraf merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam paragraf. Gagasan utama paragraf biasanya
terdapat dalam kalimat utama. Kalimat utama pada umumnya berupa kalimat yang pernyataannya paling umum dari sebuah paragraf.
Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Batampos (2003:1) menyatakan suatu gagasan tak lain dari kumpulan inspirasi-inspirasi, atau ide-ide
yang terstruktur dan suatu alur yang jelas dan mengikuti suatu sistem. Gagasan bisa muncul dalam waktu yang relatif singkat, dapat pula butuh waktu
panjang guna merangkaikan berbagai inspirasi atau ide sebelumnya. Sebuah sistem, juga bermula dari kemunculan satu atau lebih gagasan.
Sehingga, ia juga dapat disebut sebagai akumulasi berbagai gagasan. Dalam pengertian umum sehari-hari, inspirasi, ide, dan gagasan acapkali
Gagasan merupakan akumulasi dari keseluruhan isi bacaan. Dengan ditemukannya gagasan utama dalam teks bacaan, secara tidak langsung dapat
mengetahui pula isi bacaan yang telah dibaca. Akan tetapi, dalam menemukan gagasan utama dalam teks bacaan ada yang membutuhkan waktu
yang cukup lama dan ada pula yang dapat menemukan gagasan utama dalam waktu yang singkat tergantung bacaan tersebut dan pilihan kata yang
digunakan dalam teks bacaan tersebut. Apabila pilihan kata (diksi) yang digunakan tepat, maka dalam menemukan gagasan utama dalam teks bacaan
……..
Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan memahami gagasan penulis. Gagasan penulis dalam sebuah bacaan dapat dipilah
menjadi dua, yaitu gagasan utama atau pokok dan gagasan penjelas. Gagasan penulis, pada tataran lebih kecil tampak pada
gagasan dalam paragraf. Sebuah paragraf berisi gagasan pokok dan gagasan penjelas. Oleh karena itu, pengenalan terhadap
gagasan pokok dan gagasan penjelas merupakan hal yang sangat penting dalam membaca (Subyantoro 2004: 22).
.
Pada sebuah bacaan umumnya terdapat gagasan utama dan gagasan penjelas. Gagasan utama dalam sebuah paragraf merupakan gagasan utama
yang terkandung dalam paragraf. Sebuah paragraf tidak akan sempurna jika di dalamnya hanya terdapat gagasan utama saja, tetapi dalam paragraf
harus ada gagasan penjelas. Untuk mengembangkan pikiran pokok ada lima cara, antara lain: dengan mengemukakan alasan-alasan, dengan
mengutarakan perincian-perincian, dengan menyertakan contoh lebih dari satu, dengan mempertimbangkan dua hal, dan dengan menampilkan fakta
sebab-akibat, akibat-sebab.
Karena masih bersifat umum, gagasan utama perlu penjelas atau rincian-rincian ini yang disebut gagasan penjelas. Gagasan penjelas dapat berupa
rincian, contoh perbandingan atau pertentangan (Subyantoro 2004: 25). Gagasan utama biasanya berperan sebagai inti teks bacaan. Sedangkan
gagasan penjelas berperan sebagai penjelas maksud dari gagasan utama. Dengan adanya gagasan penjelas, isi bacaan dapat tersampaikan dengan
baik ke pembaca sehingga pembaca dapat menangkap dengan baik isi bacaan tersebut.
Menurut Keraf dalam Emiliya (2009:37), terdapat empat macam bentuk letak sebuah gagasan utama dalam sebuah paragraf, yaitu sebagai berikut.
dijabarkan dalam kalimat utama, sebab kalimat utama merupakan kalimat pokok dalam suatu paragraf. Kalimat yang menjelaskan kalimat lain disebut
kalimat penjelas. Dalam kalimat penjelas terkandung pikiran penjelas. Setiap paragraf terdiri atas satu satu pikiran penjelas dan beberapa pikiran
penjelas dan satu kalimat utama dengan beberapa kalimat penjelas. Dalam sebuah paragraf, kalimat topik merupakan kalimat yang lebih umum
daripada kalimat-kalimat yang lainnya. Kalimat topik lebih penting daripada kalimat lainnya karena kalimat itu berisi gagasan utama.
Kalimat-kalimat yang lain merupakan penjelas. Biasanya, kalimat topik terletak di awal atau di akhir paragraf. Akan tetapi, ada pula gagasan utama
yang dituangkan pada keseluruhan kalimat pada paragraf, bukan hanya pada kalimat topik. Contohnya adalah pada paragraf deskripsi (Nurhadi dalam
Emiliya 2009:38). Nurhadi dalam Emiliya (2009:39-40) menjelaskan cara untuk menemukan gagasan utama dalam paragraf adalah menangkap
kalimat utamanya dan mengabaikan kalimat yang lain. Tempat kalimat utama atau kalimat topik biasanya dapat dilacak di beberapa tempat antara lain
sebagai berikut.
Paragraf yang kalimat topiknya terletak di awal paragraf atau kalimat pertama disebut paragraf deduktif.
Contoh:
……….
Sikap orang tua yang tak mau mengoreksi diri sendiri, tidak mau menatap dan menerima kenyataan, terasa sangat merugikan
kehidupan remaja. Hal ini merupakan sumber terciptanya jurang pemisah antara anak dan orang tua. Jembatan akan sulit dibentuk
karena orang tua tidak mau meninggalkan pendiriannya. Padahal lingkungan anak sudah memerlukan penyesuaian. Keangkuhan
orang tua membuat anak semakin menjauh dan berusaha membentuk dunianya sendiri. Sering terjadi gadis yang hamil, nekad
bunuh diri sebab dia yakin orang tua tak akan menerima.
.
Paragraf yang yang topik pembicaraannya terdapat di akhir paragraf atau kalimat terakhir disebut paragraf induktif.
Contoh :
……….
Pertama ada rasa keinginan dari dalam diri anak untuk meniru. Kedua adanya rasa keinginan anak-anak untuk diberitahu. Yang
ketiga ada rasa keinginan anak-anak untuk mengekspresikan dirinya (emosinya). Akan tetapi, kegiatan mendongeng dewasa ini
sangat dikhawatirkan kesinambungannya seakan-akan aktivitas mendongeng hampir tidak pernah dilakukan baik oleh orang tua
maupun guru. Agaknya jarang para orang tua atau para guru menyempatkan dirinya untuk bercerita atau mendongeng buat anak-
anaknya apalagi untuk anak-anak didik. Padahal sesungguhnya dengan bercerita orang tua dan pendidik telah melakukan proses
kreatif, yang bisa menumbuhkan dunia lain dalam diri anak.
.
Paragraf yang kalimat topiknya terletak di awal paragraf atau kalimat pertama dan di akhir paragraf atau kalimat terakhir disebut paragraf campuran.
Contoh :
……….
Kucing membutuhkan lemak. Lemak diambil dari vitamin yang mengandung lemak di usus. Pemakan tumbuh-tumbuhan dan
pemakan segala dapat membuat asam arachidon dari asam linol. Namun, kucing tidak dapat begitu. Kucing memperoleh asam
lemak dari lemak binatang. Tanpa adanya asam lemak, bulunya akan rontok dan gairah seksualnya akan menurun. Kucing juga
membutuhkan serangkaian zat untuk keseimbangan asam struktur jaringan dan untuk menahan tubuh terhadap tekanan udara.
.
Dalam sebuah paragraf, gagasan utama dapat menyebar di seluruh paragraf, artinya pengarang hanya menyatakan ide pokok secara implisit.
Contoh:
……….
Kalau jarak jauh sekali, sekali waktu Anda akan bertemu dengan kondektur. Nah, ini bergantung dari besar kecilnya nyali yang Anda
punyai. Kalau perasaan salah nongol di hati, ya berterus teranglah kepada kondektur. Bilanglah, anda cuma naik untuk jarak dekat.
Maka 200 rupiah pun cukup menyelamatkan anda (rombongan, bisa korting). Kalau nyali anda besar berdiam dirilah. Hanya dua
kondektur untuk seluruh gerbong, sehingga sulit bagi kondektur untuk membedakan penumpang yang baru naik dengan karcisnya
yang sudah diperiksa. Kalau kondektur berteriak “Karcis-karcis”, cukup pura-pura tidak mendengar. Kalau kondektur menyentuh
Anda tataplah mukanya dengan tenang, sambil berkata “Sudah Pak”. Kondektur akan maklum sebab seperti pegawai lain, ia ingin
menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan penuh perdamaian.
.
Ide pokok atau gagasan utama merupakan sebuah pernyataan yang dibuat penulis sebagai ungkapan atau formulasi umum terhadap topik. Unsur ini
sangat berperan bahkan paling signifikan dalam sebuah paragraf. Setiap kalimat yang lain dalam paragraf tersebut harus mengacu atau berkait, baik
langsung maupun tidak langsung pada pernyataan (ide pokok) ini. Karena pernyataan ini memformulasikan topik maka kadang-kadang unsur ini juga
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gagasan utama atau kalimat pokok pada sebuah paragraf ada empat, yaitu gagasan utama
pada awal paragraf, pada akhir paragraf, pada awal dan akhir paragraf, serta pada seluruh paragraf.
Harjasujana (1988: 24), grafik fry digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana. Grafik ini mendasarkan pengukurannya pada dua faktor,
yaitu panjang pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang tercermin oleh banyak sedikitnya jumlah suku kata yang membentuk setiap kata dalam
a. Pilihlah satu penggalan wacana yang representatif yang akan diukur tingkat keterbacaannya.
b. Hitunglah sampai 100 kata dari wacana yang dipilih untuk dijadikan sampel yang akan diukur tingkat keterbacaannya.
c. Hitunglah jumlah kalimat dari 100 kata yang dijadikan sampel hingga persepuluh terdekat (dibulatkan).
d. Hitunglah jumlah suku kata pada wacana sampel. Angka dan singkatan diperlakukan sebagai satu kata dengan satu kata.
e. Hasil menghitung pada langkah 3 dan 4 diplotkan (dimasukkan) ke dalam grafik fry. Pertemuan antara baris vertikal (jumlah suku kata)
dan baris horisontal (jumlah kalimat) menunjukkan tingkat kelas pembaca yang diprediksi dapat membaca bacaan yang diukur.
f. Tingkat keterbacaan hasil pengukuran bersifat perkiraan. Penyimpangan mungkin terjadi sehingga peringkat keterbacaan tidak hanya
seperti hasil pengukuran, tetapi bisa ditambah atau dikurangi satu peringkat.
.
.
6. Menemukan Gagasan Utama dengan Metode Make a Match
Penerapan metode make a match menemukan gagasan utama dalam teks bacaan akan peneliti terapkan lebih bervariasi dengan tujuan agar
a. Guru menyiapkan dua buah kotak, yang masing-masing berwarna kuning dan biru. Kotak yang berwarna kuning berisi soal dan kotak
yang berwarna biru berisi jawaban. Kotak yang berisi soal berupa teks bacaan agar siswa menemukan gagasan utama dalam teks
bacaan dan menyimpulkan isi teks bacaan tersebut. Kotak yang berisi jawaban merupakan jawaban dari soal teks bacaan.
b. Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk mengambil satu buah soal atau jawaban.
c. Bagi kelompok soal yang memperoleh teks bacaan dengan tema yang sama berkelompok menjadi satu, untuk memudahkan
berdiskusi menemukan gagasan utama dalam teks bacaan.
d. Setelah siswa menemukan gagasan utama dan menyimpulkan isi teks bacaan tersebut, kemudian mencari jawabannya di kelompok
jawaban. Apabila sudah cocok antara soal dan jawaban mereka berkumpul menjadi satu dengan dengan kelompok soal dan
jawaban lain yang mempunyai tema teks bacaan yang sama, sehingga setiap siswa dapat mempelajari gagasan utama dalam
paragraf tersebut secara utuh.
e. Kelompok yang dapat menemukan gagasan utama dengan tepat dan berkelompok dengan cepat akan memperoleh reward dari
peneliti yaitu berupa tambahan nilai bagi kelompok tersebut.
.
Dengan cara belajar secara berkelompok inilah kemampuan siswa yang sesungguhnya dapat terlihat. Siswa yang lebih banyak aktif dan cepat dalam
menemukan gagasan utama dalam teks bacaan, berarti siswa tersebut telah memahami dan dapat menemukan gagasan utama dengan baik. Akan
tetapi, jika terdapat kelompok yang membutuhkan waktu yang cukup lama menemukan gagasan utama dalam teks, berarti kelompok tersebut belum
memahami cara menemukan gagasan utama dan menyimpulkan isi teks bacaan, sehingga guru lebih memperhatikan kelompok tersebut dan selalu
memberikan latihan-latihan khusus terhadap kelompok tersebut agar lebih cepat menemukan gagasan utama dan menyimpulkan isi teks bacaan.
Pemberian hadiah atau reward terhadap siswa atau kelompok yang dianggap aktif merupakan salah cara untuk memotivasi siswa dalam menemukan
gagasan utama dan menyimpulkan isi teks bacaan. Mereka akan memperoleh hadiah dari guru dengan cara aktif dalam pembelajaran yaitu dengan
ikut berperan secara aktif dalam make a match yaitu dengan cepat dan tepat menemukan jawaban di kelompok jawaban.
C. Penutup
Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori sebagai pendukung peneliti, kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik selama proses
pembelajaran tidak terlepas dari peran guru sebagai fasilitator, evaluator, motivator, dan informator. Guru sebagai pemberi informasi seharusnya dapat
memberikan sikap menantang bagi peserta didik, seperti memberikan pertanyaan mengenai permasalahan berdasarkan kehidupan nyata, sehingga
dapat menumbuhkan sikap penyelidikan pada peserta didik. Kegiatan penyelidikan dan eksperimen jarang dilaksanakan dalam pembelajaran, yang
terjadi peserta didik menjadi pasif dalam pembelajaran dan kurang memahami tentang penyelidikan atau eksperimen. Guru juga kurang apresiasi
terhadap pengorganisasian hasil karya peserta didik, sehingga produk dari pembelajaran belum terlaksana. Guru yang kurang mengapresiasi sikap
dan produk peserta didik menyebabkan sikap spiritual dan sikap sosial belum ditunjukkan peserta didik selama proses pembelajaran.
Kondisi seperti yang telah diuraikan di atas, memerlukan suatu perbaikan kualitas pembelajaran, salah satu diantaranya yaitu dengan menerapkan
metode pembelajaran yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran. Metode pembelajaran yang diterapkan dapat
Mata pelajaran bahasa Indonesia yang mempelajari tentang memproduksi teks pantun puisi secara tulis akan lebih bermakna dan bervariasi jika
menggunakan media pembelajaran untuk menyampaikan materi ajarnya. Selain memudahkan peserta didik untuk mengingat kembali, dengan adanya
media pembelajaran juga akan membengkitkan imajinasi dan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi peserta didik. Oleh karena itu diharapkan
guru yang berperan sebagi fasilitator dapat menerapkan metode pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran yang bervariasi dan sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Untuk mencapai pembelajaran yang optimal tersebut, penerapan metode estafet writingdengan media kartu pintar
Metode estafet writingmerupakan suatu metode pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi dengan berdasarkan
permasalahan-permasalahan yang disajikan secara nyata. Dengan bantuan media kartu pintar, peserta didik menerjemahkan konsep yang abstrak
menjadi lebih nyata dan menarik. Pembelajaran yang dilaksanakan pun akan lebih dapat divisualisasikan peserta didik dan mudah dipahami. Media
kartu pintar dapat memberi gagasan kepada guru agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif, mudah dipahami dan menarik. Selain
kompetensi keterampilan memproduksi teks pantun puisi secara tulis yang sudah dipaparkan, kompetensi yang tidak kalah penting adalah sikap.
Kompetensi sikap yang harus dipenuhi oleh peserta didik sesuai dengan KI-1 dan KI-2 dalam kurikulum 2013 yakni kompetensi sikap religius dan
kompetensi sikap sosial. Sikap religius dan sikap sosial peserta didik diharapkan akan mengalami peningkatan setelah dilakukan pembelajaran
memproduksi teks pantun puisi secara tulis dengan metode estafet writing melalui media kartu pintar. Proses pembelajaran memproduksi teks pantun
puisi secara tulis diharapkan peserta didik tidak hanya belajar secara individu, melainkan berdiskusi serta sikap sosial peserta didik juga akan
mengalami peningkatan.
Daftar Pustaka
.
Ahmadi, Mukhsin. 1990. Strategi Belajar-Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra. Malang: YA3
Akhadiah, Sabarti. 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Alfiah dan Santoso, Y.B. 2009. Pengajaran Puisi: Sebuah Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Alwasilah, Chaedar. 2013. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Borich, G.D. 1996. Effective Teaching Methods (Third Edition). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc.
Chandler. 2003. The Efficacy of Variuos Kinds of Error Feedback for Improvement in The Accuracy and Fluency of L2. Jurnal Internasional Second
Language Writing. No.12. Hlm. 267-269.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gavemedia.
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kegiatan Belajar mengajar. Jakarta Pusat: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
Depdiknas. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia: Materi Pelatihan Terintegrasi. Jakarta: Depdiknas
Hamalik, O. 1993. Psikologi Manajemen Penuntun Bagi Pemimpin. Bandung: Trigenda Karya.
Hs, Lasa. 2005. Gairah Menulis. Yogyakarta: Alenia.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Komaidi, Didik. 2008. Aku Bisa Menulis. Yogyakarta: Sabda Media.
Lubis, Mochtar. 1996. Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa.
Mastuti, Indriati. 2011. Ternyata Menulis Itu Gampang. Solo: Samudra.
Mujianto, Y. & Setiawan, B. 2000. Puspa Ragam Bahasa Indonesia (BPK). Surakarta: UNS Press.
Mulyasa, E. 2009. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyati, Y. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mulyoto. 2006. Kiat Menulis untuk Media Massa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nursisto. 2000. Penuntun Mengarang. Jakarta: Mitra Gama Widya.
Pradopo, R. D. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Roekhan. 1991. Menulis Kreatif, Dasar-Dasar dan Petunjuk Penerapannya. Malang: YA3 Malang.
Rofi’uddin. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud.
Sadiman, Arief dkk. 2009. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Friksi. Yogyakarta: Gama Media.
Semi, Atar. 1990. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Siu. 2007. Investigating The Impact of Method Estafet on The Teaching of Process Writing in a Primary Class. Jurnal Internasional Writing Every Day.
No. 25. Hlm. 254-281.
Slavin, Robert E. 2010. Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suciati. 1997. Teori Motivasi. Jakarta: Depdikbud.
Sugiarto, Eko. 2010. Mengenal Pantun puisi dan Puisi Lama. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Sumardjo, Jakob. 2001. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Sumardjo, Jakob. 2004.Seluk-Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah.
Suparno dan Mohamad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Univesitas Terbuka.
Supendi, Pepen. 2008. Fun Game: 50 Permainan Menyenangkan di Indoor dan Outdoor. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suseno, Tusiran. 2008. Mari Berpantun puisi. Depok: Yayasan Panggung Melayu.
Syatariah, S. 2009. Menulis Berantai Sebagai Metode Inovatif. Pekanbaru: CPI Rumbai.
Syathariah, S. 2011. Estafet Writing (Menulis Berantai). Yogyakarta: LeutikaPrio.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Thahar, Haris Effendi. 1999. Kiat Menulis Cerita Pendek. Bandung: Angkasa.
Tomkins, G.E. & Hoskisson, K. 1995. Language Arts: Content and Teaching Strategies. Englewood Cliffis, New Jersy: Prentice-Hall, Inc.
Uno, Hamzah. B. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Waluyo, H.J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Wisata.
Waluyo, H.J. 2005. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Widyamartaya. 1984. Kreatif Mengarang. Yogyakarta: Kanisius.
Wiyanto, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.
Abdul Rani dan Aries Purwanto. 1995. Bahasa Indonesia Terapan. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma Press.
Abdurahman. 2006. Membaca Estetik sebagai Determinan Pengajaran Sastra. Jurnal Bahasa dan Seni. Oktober 2006. Nomor 1. Hlm 1-8. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Keraf, Gorys. 1984. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Cetakan ke-7. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah.
Harjasujana, Ahmad S, N. Titin, dan Yetti Mulyati. 1988. Membaca 2. Jakarta: Karunika.
Haryadi. 2006. Retorika Membaca. Semarang: Rumah Indonesia.
Henry Guntur Tarigan. 1993. Pengajaran Wacana. Cetakan ke-10. Bandung: Penerbit Angkasa.
Nurhadi, dkk. 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Nurhadi dan Gerard Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK . Malang:
Universitas Negeri Malang.
Nurhadi. 2004. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Soedarso. 2002. Speed Reading Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Subyantoro. 2004. Bahasa Indonesia dan Sastra: Keterampilan Membaca Pemahaman. Jakarta: Depdiknas.
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Cetakan ke-1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wainwraigt, Gordon. 2006. Speed Reading Better Recalling. Jakarta: Gramedia.
Widyamartaya. 2007. Seni Menggunakan Kalimat: Bagaimana Mengembangkan, Mengerfektifkan, dan Mencitrasakan Kalimat. Yogyakarta: Kanisius.
.
Share this:
Terkait