Anda di halaman 1dari 7

Kasus Ujaran Kebencian Yang Di Lakukan Oleh

Edi Mulyadi (Kajian Linguistik Forensik)


Ambarwati Pahu
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra Dan Budaya
Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak. Ujaran kebencian yaitu perbuatan komunikasi yang bisa berupa hinaan, provokasi,
hasutan, dan lainnya kepada seorang individu atau kelompok yang berasal dari berbagai suku, ras,
agama, gender, warna kulit, budaya dan sebagainya. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan Semantik. Penelitian
menggunakan metode kualitatif data dari penelitian ini adalah berupa tuturan yang di ucapkan oleh
penutur yang mengandung ujaran kebencian dan hubungannya dengan semantik. Sumber data dari
penelitian ini adalah media social yaitu youtube. Teknik pengumpulan data menggunakan Teknik
dokumentasi dengan metode simak dan catat. dari hasil analisis data penelitian, di temukan ujaran
kebencian yang di ucapkan oleh Edy Mulyadi di media sosial berupa youtube yang dalam bentuk
lisan yaitu : ujaran kebencian dalam bentuk kebahasaan satuan gramatikal frase pasarnya
kuntilanak, genderuwo. Ujaran kebencian dalam bentuk kebahasaan satuan gramatikal klausa
tempat jin buang anak, gue mau jadi warga ibukota baru mana mau. Secara konseptual dan
kontekstual makan kata, frase dan klausa adan berbeda. Pada konseptual makna akan mengikuti
konsepnya sedang kontekstual makna akan di pengaruhi hubungan ujaran dan situasi. Kata , frase
, dan klausa akan memiliki makna berbeda jika konteksnya juga berbeda.

Kata kunci : Ujaran Kebencian, Edy Mulyadi, Linguistik Forensik

Pendahuluan
Perkembangan bahasa di masa yang modern ini sudah jauh lebih baik karena kita sering
melihat bahasa itu dapat di padukan dengan berbagai cabang ilmu. Salah satunya adalah bahasa
dengan ilmu hukum kita sering melihat bahwa untuk menyelesaikan suatu konflik pada ranah
hukum pasti cara kita untuk menyelidiki kasus tersebut tidak hanya dari ilmu kedokteran saja
karena permasalahan yang sering terjadi adalah permasalahan terhadap apa yang orang lain
ucapkan. Bahasa pun sudah termasuk ke dalam ranah hukum seperti adanya pemeriksaan bukti
berupa bukti dalam bentuk lisan maupun bukti dalam bentuk tulisan. Bukti dalam bentuk lisan
yaitu seperti kita sering mendengar ataupun menonton video di youtube yang isinya itu merupakan
ujaran kebencian dan penghinaan terhadap orang lain sedangkan bukti dalam bentuk tulisan yaitu
cuitan twitter yang berisi penghinaan atau pencemaran nama baik.
Terkadang kita juga sering salah paham terhadap apa yang orang lain ucapkan dan kita
berpikir bahwa ucapan tersebut adalah tertuju pada kita. Ketika kita berpikir bahwa ucapan yang
merupakan ujaran kebencian tersebut tertuju pada kita maka kita yang tidak terima terhadap
ucapan tersebut akan melaporkan orang tersebut ke ranah hukum karena telah melakukan
penghinaan terhadap kita. Padahal sesungguhnya ucapan tersebut bukan di tujukan pada kita.
Ujaran kebencian bisa berupa kata, frase, klausa, dan kalimat
Dalam makna Labhukum (2017), Ujaran kebencian yaitu perbuatan komunikasi yang bisa
berupa hinaan, provokasi, hasutan, dan lainnya kepada seorang individu atau kelompok yang
berasal dari berbagai suku, ras, agama, gender, warna kulit, budaya dan sebagainya. Berdasarkan
latar belakang yang di kemukakan, maka dapat di rumuskan permasalahan yaitu : Bagaimana
kajian linguistik forensik dalam menganalisis kasus ujaran kebencian yang di lakukan oleh Edi
Mulyadi dilihat dari perspektif Semantik dan Pragmatik.?
Tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah Menjabarkan kajian linguistik forensik dalam
menganalisis kasus ujaran kebencian yang di lakukan oleh Edi Mulyadi dilihat dari perspektif
Semantik dan Pragmatik.

Kajian Teori
Menurut Chaer (1994:206) Ujaran kebencian mencakup ilmu Sintaksis, Semantik, dan
Pragmatik. Sintaksis menjelaskan hubungan kata dengan kata lain untuk unsur lain sebagai satuan
tuturan. Semantik menjelaskan hubungan makna dengan kalimat atau kata. Pragmatik. adalah
ilmu yang membahas makna atau maksud tuturan berupa ujaran yang di ucapkan. Levinson
(2008:9) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi mengenai hubungan bahasa dan konteks yang
di gramatikalisasi dalam rangka penggunaan bahasa. Pemahaman mengenai konteks , seperti
hubungan spasial, temporal dan sosial dari partisipan dalam konteks hukum menajadi sangat
penting. Austin dalam (Tarigan, 2009:34) Pragmatik terdiri dari tiga macam tindak tutur yaitu
tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Semantik adalah bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan atau
struktur makna suatu wicara (KBBI V, 2019). Semantik menjadikan makna menjadi ikatan yang
melibatkan hubungan dua arah atau dua sisi, yaitu makna dan arah bentuk. Ada banyak jenis makna
tetapi yang di bahas dalam penelitian ini adalah makna konseptual dan makna kontekstual. Makna
konseptual adalah makna yang di dasarkan pada konteks bebas atau yang sesuai dengan aturan,
sedangkan makna kontekstual adalah makna yang di dasarkan pada hubungan antara ujaran dan
situasi saat ujaran itu di gunakan.
Semantik dan Pragmatik ialah bidang yang berbeda, tetapi memiliki keterkaitan yang erat
dan saling bersangkutan. Semantik adalah ilmu yang mempelajari makna yang bebas konteks
(context independent) atau makna secara internal serta makna satuan lingual, dan sedangkan
pragmatik ilmu yang membahas makna secara eksternal yakni makna yang terikat konteks (context
dependent), (Wijaya, 1996). Dapat disimpulkan, semantik ilmu yang membahas makna secara
internal yang merupakan penuturnya mengandung makna literal dan terpisah dari situasi. Namun
Pragmatik menjelaskan makna eksternal yang merupakan penutur secara langsung berkomunikasi
atau pemakaian bahasa.
Semantik ialah penelaah makna kalimat, sedangkan Pragmatik adalah penelaah makna
perkataan. Semantik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa tentang makna yang tercantum
pada kata, frase, morfem, kata, kalimat dan frase yang bebas konteks. Makna linguistic yang
dimaksud ialah makna yang diperoleh pada bahasa, makna yang terstruktur di dalam sistem
bahasa, yang dapat dipahami oleh si penutur dalam berkomunikasi sebagaimana mestinya atau
secara umum (Ullman, 2009). Pada pragmatik makna penutur adalah memiliki hubungan yang erat
antara sistem yang kompleks dari elemen linguistik, yakni rangkaian kata. Menitikberaktkan antara
hubungannya makna kata dan pada makna kalimat (Palmer,1981). Maka dapat diartikan bahwa
makna penutur yang disampaikan akan berbeda dengan maksud atau makna yang dipahami oleh
lawan tutur.
Menurut Kamus Besar ke V (KBBI V, 2019) Ujaran adalah kalimat atau bagian kalimat
yang dilisankan. Sedangkan kebencian adalah perasaan benci; sifat-sifat benci; dan sesuatu yang
dibenci. Benci adalah tidak menyukai atau menghindari sesuatu, salah satu bentuk eksperesi diri
yang menolak (KBBI). Maka dapat diartikan jika, perkataan atas rasa benci adalah kalimat yang
menyatakan perasaan benci atau tidak menyukai sesuatu kepada orang lain.

Metode Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan
pendekatan Semantik. data dari penelitian ini adalah berupa tuturan yang di ucapkan oleh penutur
yang mengandung ujaran kebencian dan hubungannya dengan semantik. Sumber data dari
penelitian ini adalah media social yaitu youtube. Tuturan lisan berupa video yang merupakan
ujaran kebencian dapat di lihat dari video yang telah di transkrip terlebih dahulu. Data ujaran
kebencian dapat di bedakan menjadi empat yaitu masalah politik, agama, sosial, dan ekonomi.
Teknik pengumpulan data menggunakan Teknik dokumentasi dengan metode simak dan catat.
Langkah langkah penelitian yaitu Mengumpulkan ujaran kebencian berupa kata atau kalimat yang
diucapkan oleh Edy Mulyadi pada media sosial youtube, Menganalisis kata atau kalimat yang
termasuk ujaran kebencian ke pendekatan Semantik dengan di dukung oleh pasal-pasal yang
menyangkut ujaran kebencian, Menarik kesimpulan dari hasil analisis.

Hasil Dan Pembahasan


Kasus ini berawal dari sebuah video yang di tayangkan di youtube, dalam video itu Edy
Mulyadi Bersama rekannya sedang membahas tentang pemindahan ibukota lama ke ibukota baru
yaitu di Kalimantan. Dalam video itu Edy menyampaikan kritik bahwa Kalimantan tidak strategis
dan tidak cocok untuk investasi. Edy menyebut bahwa Kalimantan adalah tempat jin buang anak
dan juga menyebut Kalimantan itu pasarnya para kuntilanak dan genderuwo. Edy menyampaikan
bahwa dia juga tidak setuju jika ibukota di pindahkan di Kalimantan.
Edy Mulyadi adalah seorang wartawan senior di Forum News Network (FNN), media masa
milik PT Forum Adil Mandiri. Media ini sebelumnya dikenal dengan nama Majalah Keadilan. Edy
tercatat lahir di Jakarta, pada 8 Agustus 1966. Sebelum berkarier di FNN, Edy diketahui bekerja
di Harian Neraca dan terdaftar di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sejak 22 Mei 1995. Selain
sebagai wartawan, Edy juga menjabat sebagai Sekjen Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF).
Edy Mulyadi sempat terjun ke dunia politik juga dalam Pemilihan Legislatif 2019 sebagai anggota
legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), namun gagal. Edy juga merupakan seorang
youtuber pemilik akun Bang Edy Channel. Akunnya sempat viral setelah mengunggah konten pada
9 Desember 2020 soal penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI).
Pernyataan Edy Mulyadi soal Kalimantan viral di media sosial. Dalam video yang viral itu,
Edy mengungkit soal Kalimantan Timur yang akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Pernyataan Edy Mulyadi dianggap menghina Kalimantan Timur dan memunculkan tanda tagar
#WargaKalimantanBukanMonyet di Twitter. Tagar itu viral bersamaan dengan tagar
#TangkapEdyMulyadi. Video viral Edy Mulyadi itu sudah diunggah ulang oleh berbagai akun di
Twitter, salah satunya akun @SamarindaTalk. Sejumlah elemen mahasiswa dan lembaga swadaya
masyarakat yang tak terima dengan pernyataan Edy Mulyadi melaporkannya ke polisi. Salah
satunya adalah Bintang Wahyu Saputra selaku ketua umum Pengurus Besar Mahasiswa Muslimin
Indonesia (PB SEMMI).
Edy Mulyadi mengungkit soal ibu kota negara yang akan dipindah ke Kalimantan.
Dikatakannya, Kalimantan sebagai tempat jin membuang anak. "Bisa memahami enggak, ini ada
sebuah tempat elite punya sendiri yang harganya mahal," kata Edy dalam video itu.
Edy Mulyadi juga menyebut pasar bagi Ibu Kota Baru adalah kuntilanak dan genderuwo.
"Pasarnya siapa?" ucap dia. "Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo ngapain ngebangun di
sana," ujarnya. Dalam video itu, tampak Edy Mulyadi menanyakan di mana lokasi tempat tinggal
pada rekan yang ada di sampingnya. "Enggak ada, nih sampean tinggal di mana om?" ungkapnya.
"Mana mau tinggal di Gunungsari pindah ke Kalimantan Panajam sana untuk beli rumah di
sana," katanya. (news.detik.com : 2022)

Sumber : https://youtu.be/C47FXPu94MU

Hasil analisis kasus Edy Mulyadi :

Pada ujaran tersebut termasuk kedalam penghinaan kenudian di analisis menggunakan


pendekatan semantik. Penghinaan merupakan perbuatan menghina dan menistakan entah itu dalam
agama, suku, dan ras (KBBI V, 2019)Bentuk satuan tata bahasa yang memperlihatkan sebuah
penghinaan yang di tujukan ke ibukota baru yaitu Kalimantan adalah klausa Tempat Jin Buang
Anak, frase Pasarnya Kuntilanak,Genderuwo, klausa Gue Mau Jadi Warga Ibukota Baru Mana
Mau. Secara makna konseptual kata Tempat berarti kedudukan; keadaan; letak (KBBI V, 2019).
Kata Jin berarti makhluk halus (KBBI V, 2019). Kata Buang berarti lempar; lepaskan; keluarkan
(KBBI V, 2019). Kata Anak berarti manusia yang masih kecil (KBBI V, 2019). Kata Pasar berarti
tempat orang berjual beli (KBBI V, 2019). Kata Kuntilanak yang berarti hantu yang konon
berkelamin perempuan, suka mengambil anak kecil atau menganggu Wanita yang baru saja
melahirkan (KBBI V, 2019). Kata Genderuwo berarti hantu yang konon serupa manusia yang
tinggi besar dan berbulu lebat (KBBI V, 2019). Kata Gue berarti aku (KBBI V, 2019). Kata Mau
berarti sungguh sungguh (KBBI V, 2019). Kata betul betul terjadi; menjadi kenyataan (KBBI V,
2019) kata Warga berarti anggota;tingkatan dalam masyarakat (KBBI V, 2019). Kata Ibukota
berarti kota yang menjadi pusat pemerintahan (KBBI V, 2019). Kata Baru berarti belum pernah
ada (dilihat) (KBBI V, 2019). Kata Mana berarti kata tanya untuk menanyakan keadaan (KBBI
V, 2019).

Secara Makna Kontekstual klausa tempat jin buang anak frase pasarnya
kuntilanak,genderuwo, dan klausa Gue Mau Jadi Warga Ibukota Baru Mana Mau, pada ujaran
bisa memahami enggak ini ada sebuah tempat elite punya sendiri yang harganya mahal punya
Gedung sendiri lalu di jual pindah ke tempat jin buang anak”. “ pasarnya siapa? kalo pasarnya
kuntilanak,genderuwo ngapain kok bangun di sana?”. “gue mau jadi warga ibukota baru mana
mau. Secara makna kontekstual bermakna merendahkan kedudukan Kota Kalimantan. Dalam
konteks tersebut Edy menyebut bahwa kota Kalimantan hanyalah tempat jin untuk membuang
anak dalam artian kota Kalimantan tidak pantas di jadikan sebagai Ibukota Negara Indonesia
karena tempatnya yang buruk. Tidak hanya itu, Edy juga menyebut bahwa kota Kalimantan adalah
pasarnya para kuntilanak dan genderuwo, dalam artian bahwa kota Kalimantan tidak pantas di
tempati oleh pejabat atau masyarakat karena kota kalimantan hanyalah tempat tinggal para
kuntilanak dan genderuwo. Edy pun berkata bahwa ia juga tidak mau menempati ibukota baru
tersebut karena menurutnya hanya monyet yang bisa tinggal di tempat tersebut.

Pasal pasal yang berlaku atas kasus Edy Mulyadi ini adalah :
• pasal 45A ayat 2 tersebut adalah 'Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
• Pasal 28 ayat (2) UU ITE: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
• Pasal 156 KUHP berbunyi, " Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan
permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat
Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 4.500 "

Edy Mulyadi terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara karena telah terbukti melakukan
ujaran kebencian berupa penghinaan terhadap Kota Kalimantan.

Kesimpulan
Ujaran kebencian yaitu perbuatan komunikasi yang bisa berupa hinaan, provokasi, hasutan,
dan lainnya kepada seorang individu atau kelompok yang berasal dari berbagai suku, ras, agama,
gender, warna kulit, budaya dan sebagainya. Dari hasil analisis data tersebut, di temukan ujaran
kebencian yang di ucapkan oleh Edy Mulyadi di media sosial berupa youtube yang dalam bentuk
lisan yaitu : Ujaran kebencian dalam bentuk kebahasaan satuan gramatikal frase pasarnya
kuntilanak, genderuwo. Ujaran kebencian dalam bentuk kebahasaan satuan gramatikal klausa
tempat jin buang anak, gue mau jadi warga ibukota baru mana mau. Secara konseptual dan
kontekstual makan kata, frase dan klausa adan berbeda. Pada konseptual makna akan mengikuti
konsepnya sedang kontekstual makna akan di pengaruhi hubungan ujaran dan situasi. Kata , frase
, dan klausa akan memiliki makna berbeda jika konteksnya juga berbeda.

Referensi
Nasution, E. H. (2019). Analisis ujaran kebencian bahasa di media sosial (Doctoral
dissertation).
Qamar, N., & Djanggih, H. (2017). Peranan Bahasa Hukum dalam Perumusan Norma
Perundang-undangan. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 11(3), 337-347.
Tri, F. T. (2021). Ujaran Kebencian di Media Sosial: Kajian Linguistik Forensik (Doctoral
dissertation, Universitas Andalas).
Waljinah, S. (2016). Linguistik forensik interogasi: kajian implikatur percakapan dari perspektif
makna simbolik bahasa hukum. Prosiding Prasasti, 740-744.

Anda mungkin juga menyukai