Anda di halaman 1dari 9

PENGGUNAAN BAHASA SARKASME

DI MEDIA SOSIAL

Dosen Pengampu:
Dyah Prabaningrum, S. S., M. Hum.

Disusun oleh:
Dhea Kirana Fitri
(5402421065)

FAKULTAS TEKNIK
PRODI PENDIDIKAN TATA KECANTIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
PENGGUNAAN BAHASA SARKASME DI MEDIA SOSIAL

Dhea Kirana Fitri (5402421065)


Program Sarjana Pendidikan Tata Kecantikan – Universitas Negeri Semarang
Email: dheakirana0402@gmail.com

ABSTRACT
This study aims to explain the use of language in social media as a reflection of
the character of the country. This descriptive qualitative research contains data in
the form of words, phrases, and sentences that explain the use of language in
social media with various pragmatic differences. The data source is the text
written on blog, Facebook, Twitter and other pages and other websites. Data
collection was carried out using document, listening, and note-taking techniques,
and its effectiveness was determined by source triangulation technique. In
addition, the data were analyzed for content using an inductive method. According
to his findings, social media users tend to deviate from the practical language used
for the purpose of signaling or tripping up the enemy (in a political context).
Variations on the term include using the irony of form to openly or covertly attack
the person he is talking to. The ironic form that appears in the words on social
media is a violation of rude and abusive communication ethics. This is proof that
the character of the Indonesian state as a polite and kind eastern country is getting
stronger. That should not happen because personality is a national identity.
Keywords : Deviation of language use, sarcasm, social media, character fading

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan penggunaan bahasa di media
sosial yang mencerminkan karakter negara. Penelitian kualitatif deskriptif ini
memuat data berupa kata, frasa, dan kalimat yang menjelaskan penggunaan
bahasa media sosial dengan perbedaan pragmatis yang berbeda. Sumber data
adalah teks yang ditulis di blog, Facebook, Twitter, halaman lain, dan situs web
lain. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumen, menyimak, dan
mencatat, dan efektivitasnya ditentukan dengan teknik triangulasi sumber. Selain
itu, data dianalisis dengan metode induktif. Dia menemukan bahwa pengguna
media sosial cenderung menyimpang dari bahasa praktis yang digunakan untuk
memberi isyarat atau menemukan musuh (dalam konteks politik). Variasi dalam
terminologi termasuk menggunakan ironi bentuk untuk secara terbuka atau diam-
diam menyerang orang yang dia ajak bicara. Bentuk ironis dari bahasa media
sosial adalah pelanggaran etika komunikasi yang kasar dan kasar. Ini menjadi
bukti bahwa karakter Indonesia sebagai negara yang santun dan bersahabat
semakin kuat di timur. Itu tidak boleh terjadi karena kepribadian adalah identitas
nasional.
Kata Kunci : Penyimpangan penggunaan Bahasa, sarkasme, media social,
pemudaran karakter

PENDAHULUAN

Bahasa sebagai bagian dari budaya adalah salah satu alat komunikasi yang
paling efektif dan banyak digunakan di antara orang-orang. Bahasa memiliki
berbagai norma budaya yang mengatur perilaku berbahasa anggota masyarakat.

Media sosial berbasis teknologi informasi merupakan sarana komunikasi


publik yang paling efektif saat ini, karena ruang dan waktu tidak terbatas. Media
sosial berbasis teknologi informasi seperti Twitter, Facebook, blog, dan situs
online lainnya sangat diminati oleh semua kalangan. Teknologi Informasi Dengan
banyaknya pengguna media sosial , mudah untuk membentuk opini publik tentang
fasilitas media sosial ini. Dengan pemikiran ini, media sosial seperti Twitter,
Facebook, blog dan situs online lainnya dapat dengan mudah digunakan untuk
berbagai tujuan. Secara khusus, untuk memperkenalkan atau mempromosikan
suatu program, untuk membentuk opini publik, untuk memberikan nama kepada
orang atau kepribadian tertentu, atau untuk secara terbuka memainkan peristiwa
penting atau tokoh penting dan peran publiknya.

Bahasa tersedia untuk keperluannya, sehingga Anda dapat menyesuaikan


penggunaan bahasa Anda dengan kebutuhan Anda. Oleh karena itu, fenomena
pelanggaran bahasa harus dipahami dengan mempertimbangkan konteks . Dalam
penelitian ini, konteksnya dibatasi pada propaganda politik Indonesia. Dalam
konteks propaganda politik , media sosial sering digunakan sebagai alat
komunikasi oleh pengguna untuk mengungkapkan pendapat dan mendukung salah
satu tokoh politik sebuah partai politik. Seperti terlihat dalam propaganda , yang
dijalankan oleh pendukung partai melalui komunikasi media sosial.

Media sosial memiliki gaya komunikasi yang beragam, baik berupa


komentar, ulasan, opini, maupun lelucon, yang banyak di antaranya justru berisi
pernyataan yang berbeda. Penyimpangan praktis ini antara lain tercermin dalam
penggunaan bahasa gaya ironis secara terbuka yang dapat dibaca oleh orang-orang
di seluruh dunia. Ini memiliki banyak implikasi. Yang terpenting, ada kesamaan
persepsi bahwa orang Indonesia pada umumnya suka menggunakan istilah ironis
ini. Media sosial secara tidak langsung mendidik masyarakat untuk menggunakan
bahasa sarkastik (kasar). Mempromosikan penggunaan bahasa yang ironis di
media sosial semakin marak dan tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran etika
sosial. Orang Indonesia (bebas) menerima masalah itu. Penting untuk memberikan
perhatian khusus pada topik ini, mengingat berbagai implikasi penggunaan bahasa
di media sosial. Konon, hal ini dapat menyebabkan munculnya budaya
komunikasi baru yang semakin tidak sehat. Hal ini tidak mencerminkan karakter
negara Indonesia sebagai negara timur yang santun, ramah dan sangat terkenal.
budaya. Oleh karena itu, sangat penting dan mendesak untuk dilakukan survei ini
agar dapat menarik perhatian seluruh masyarakat dan berkontribusi dalam
pembentukan karakter bangsa untuk masa depan Indonesia.

PEMBAHASAN

Menurut data survei, bahasa yang digunakan di media sosial sangat


beragam: bahasa Indonesia umum, bahasa campuran, 4.444 bahasa daerah, dan
bahasa asing. Banyak tuturan yang menunjukkan perbedaan makna pragmatis.
Penyimpangan diamati ketika elemen ironis berikut hadir dalam bahasa. Data di
daerah ini menunjukkan bahwa penutur media sosial menggunakan bahasa
campuran bahasa Indonesia, yaitu campuran bahasa Indonesia dan bahasa daerah
atau asing. Gejala bicara tersebut termasuk dalam kelompok gangguan, alih kode,
dan campur kode. Interferensi adalah suatu bentuk kebingungan dalam
penggunaan bahasa yang diakibatkan oleh bilingual atau multilingual (Chaer &
Agustina, 2015). Alih kode menunjukkan bahwa penggunaan bahasa berubah
seiring dengan perubahan keadaan. Campur kode menunjukkan bahwa dua bahasa
digunakan sambil terus mengintegrasikan unsur-unsur dari satu bahasa ke bahasa
lain. Untuk alasan ini, pengguna bahasa biasanya memodifikasi atau mencampur
kode. Bahasa yang digunakan dapat lebih tepat mewakili pikiran dan perasaan.
Tidak ada istilah yang cocok untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan tersebut.
Ironisnya, tampaknya pilihan kamus dalam bahasa lain sengaja dipilih untuk
menunjukkan kepada pembaca media sosial latar belakang etnis penuturnya.
Selain penggunaan kode campuran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, kami juga
menemukan data penggunaan bahasa campuran bahasa Indonesia dan bahasa
asing, termasuk bahasa Inggris dan bahasa Arab. Biasanya hal ini dilakukan
secara sadar untuk tujuan pendidikan atau terlihat modern. Terminologi bahasa
Arab biasanya digunakan agar terlihat religius. Fenomena lain yang diamati dalam
ujaran media sosial adalah penggunaan frasa dan istilah yang bermakna kiasan
seperti otak kosong, kebutaan, perampok mafia, cerita besar, dan orang aneh
kantor. Semuanya digunakan dalam ujaran-ujaran yang memiliki makna negatif
menyerang pembicara.

Sarkasme masalah memanifestasikan dirinya dalam penggunaan kata-kata


berikut: naudzubillah mindhalik yang artinya Allah melindungi. naudzubillah
mindhalik adalah istilah Islam yang biasa digunakan orang untuk menanggapi
berita buruk. Jika kata ini digunakan untuk merujuk pada tindakan lawan, itu
sangat kasar dan berbahaya bagi lawan. Kalimat tersebut berarti bahwa pesan
yang baru saja Anda dengar adalah berita buruk dan mengerikan. Tentu saja
kalimat ini sangat kasar dan mengandung semacam ironi. Pemilihan kamus `tuek`
untuk menggantikan kata "lama". Kata "pecicilan" pada tahun berarti "banyak
keinginan atau banyak keinginan. Kata "Anthek" dalam berarti "kaki tangan".
Kata "diberhentikan" , yang berarti "diberhentikan". merupakan pilihan kata yang
bertentangan dengan kesantunan, sopan, tidak kasar, dan sangat tidak pantas. Jika
kalimat seperti itu tertulis di media sosial yang terbuka dan dapat dibaca oleh
siapa pun, sangat tidak bijaksana dan menunjukkan kepribadian yang buruk.

Mengingat bahwa semua ini melanggar norma moral dari kehidupan etis
masyarakat yang dibudidayakan dan dibentuk. Dalam pemilihan "The Bearded
Arab Devil" , dianggap berarti "Arab marah, marah," dan kalimatnya sangat Ini
juga menunjukkan bahwa itu ironis. ini bertentangan dengan suku, ras, dan agama
(SARA) karena mengacu pada negara (Arab) lainnya yang harus dihormati dan
bersahabat. Selain itu, kata berjenggot adalah sinonim untuk Muslim. Sebuah
generalisasi dari arti bahwa orang Arab itu jahat karena setan sebenarnya sangat
lemah dan bahkan argumennya adalah asli. Oleh karena itu, kalimat ini
merupakan pernyataan yang melanggar SARA, yang dilarang keras di negara-
negara yang sah seperti Indonesia.

Pilihan kata yang berarti turunnya harkat dan martabat 4.444 orang
tersebut juga terdapat pada kalimat “Prabowo hanya pembicara yang hebat”.
Prabowo , mantan jenderal yang hanya berbohong. tentu sangat agresif dan
absurd. Sebab, pada kenyataannya, Prabowo adalah tokoh nasional yang sangat
disegani. Kalimat tersebut tentu tidak tepat dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Mungkin teks ini ditulis semata-mata untuk tujuan menghina atau
mengungkapkan kebencian pembicara terhadap topik yang dimaksud.

Dari beberapa analisis data yang disajikan dan pembahasan yang disajikan,
umumnya dalam bentuk Twitter, Facebook, Blog di media sosial, dan situs online
lainnya diunggah untuk tujuan promosi politik. bukan bahasa yang sopan karena
mengandung ironi. Ironisnya penggunaan di media sosial mencerminkan bahwa
orang Indonesia adalah bahasa budaya rendah, tidak memiliki kepribadian yang
baik dan tidak mendukung etika kesopanan dalam bahasa tersebut. Jika tidak
dikendalikan, akan berdampak lebih besar dan akan menciptakan budaya baru,
yang akan mengurangi karakter Negara Indonesia , yang dikenal sebagai Negara
Timur, yang baik, sopan dan mulia. Karena bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
dan bahasa nasional, sudah sepatutnya orang Indonesia menghormati kedudukan
bahasa itu. Tujuannya untuk meningkatkan potensi peserta didik agar beriman
kepada Yang Maha Esa, bertakwa, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, demokratis dan warga negara yang bertanggung jawab. di negara
Oleh karena itu, dianggap sangat penting bagi untuk menasihati semua orang
Indonesia tentang semua masalah.

Melalui pendidikan formal, pendidikan informal, organisasi masyarakat,


organisasi politik, instansi pemerintah, dan semua lini lainnya. Semua ini
membantu menjaga karakter negara, identitas negara, dan identitas itu. Dari sudut
pandang Indonesia sebagai negara multikultural yang berbeda suku, ras dan
agama, peran Indonesia sebagai sarana persatuan sangatlah penting dan penting.
Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, bangsa Indonesia bahkan bisa menjadi
katalis utama perpecahan, konflik, dan runtuhnya persatuan bangsa. Mengingat
peran dan karakteristik bahasa yang sangat penting, pengguna bahasa Indonesia
perlu memahami “etiket berbahasa”.

PENUTUP

Dari pembahasan yang disajikan, kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat


kontradiksi pragmatis dalam penggunaan bahasa di media sosial Indonesia. Hal
ini dapat dilihat dalam banyak aplikasi pencitraan dan ironi. Dalam konteks
propaganda politik ini, gaya sarkastik adalah untuk mengungkapkan kebencian,
kebencian, penghinaan, penghinaan, penghinaan, dan verbalisasi mereka yang
menjadi lawan politik, sengaja digunakan oleh pembicara. Beberapa serangan itu
ironis, ada yang eksplisit, dan ada yang implisit.

Ekspresi ironis di media sosial menunjukkan bahwa orang Indonesia kasar


dalam bahasa. Hal ini mencerminkan fakta bahwa karakter negara Indonesia
sebagai negara timur yang baik, sopan dan berbudaya tinggi justru semakin
berkurang. Jika dibiarkan, menghancurkan identitas dan identitas Negara
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Ajat Rukajat. 2018. Pendekatan Penelitian Kuantitatif: Quantitative Research


Approach. Yogyakarta: Deepublish.
Ariyani, Nur Indah & Okta Hadi Nurcahyono. (2014). Digitaslisasi Pasar
Tradisional: Perspektif Teori Perubahan Sosial, dalam Jurnal Analisa
Sosiologi Faklutas Islmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, Vol 3, No 1, Hal 1-12, April 2014.

Basid, Abdul. 2020. Sosiologi Sastra. Malang : Edulitera.


Emzir. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta :PT Raja
Grafindo Persada Pusat.
Fitrah, M. dan Luthfiyah. (2017). Metode Penelitian: Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas & Studi Kasus. CV Jejak: Sukabumi.

Umar, Azhar. (2007). Stratifikasi Sosial Dalam Bahasa Indonesia. Dalam Medan
Makna. Medan. Vol. 4 hal. 37-38, Desember 2007
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Dinari, I. (2015). Jenis-jenis dan Penanda Majas Sarkasme dalam Novel The
Return Of Sherlock Holmes. In Seminar Nasional Prasasti II Kajian Pragmatik
dalam Berbagai Bidang.
Kesuma, T. M. J. (2007). Pengantar Metode Penelitian Bahasa.Yogyakarta:
Carasvalibooks.
Setiawan, M. E. (2018). “Penggunaan Gaya Bahasa Sarkasme Pada Komunitas
Motor”
Turnitin 5%

Anda mungkin juga menyukai