Anda di halaman 1dari 13

KESANTUNAN BERBAHASA PADA INTERAKSI SISWA DAN GURU DI

SEKOLAH

Diajukan sebagai Syarat Meraih Gelar Sarjana Pendidikan


pada Universitas Islam Sultan Agung

Rizqi Ary Maulana


34101700021

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2020
PENGESAHAN
Judul Skripsi : KESANTUNAN BERBAHASA PADA INTERAKSI SISWA
DAN GURU DI SEKOLAH

Nama Mahasiswa : Rizqi Ary Maulana

Nomor Induk Mahasiswa : 34101700021

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

..................... ..........................................

2. Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

...................................................................
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEBIMBIN PROPOSAL SKRIPSI …………………………… i

BAB 1…………………………………………………………………………… 1

PENDAHULUAN ………………………………………………………………... 1

A. Latar Belakang ……………………………………………………………1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 3

C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 4

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 4

BAB II ……………………………………………………………………………..5

Kajian Pustaka …………………………………………………………………….5

A. Deskripsi Konseptual ……………………………………………………..5

1. Prinsip-prinsip kesantunan beserta maksimnya …………………………. 6

2. Peran Guru ………………………………………………………………...7

3. Kesantunan Berbahasa Siswa dan Guru …………………………………. 8

B. Kajian Penelitian Relevan ……………………………………………….. 9

C. Kerangka Berpikir ……………………………………………………….. 9

BAB III …………………………………………………………………………… 11

Metode Penelitian ………………………………………………………………… 11

A. Tempat dan waktu penelitian ……………………………………………. 11

1. Tempat Penelitian ………………………………………………………... 11

2. Waktu Penelitian ………………………………………………………….11

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………………………………………….11

C. Peranan Peneliti …………………………………………………………..13

D. Data dan Sumber Data …………………………………………………… 13

1. Data ……………………………………………………………………….13
2. Sumber Data ……………………………………………………………... 13

E. Pengumpulan Data ………………………………………………………. 14

1. Wawancara Mendalam …………………………………………………... 15

F. Keabsahan Data …………………………………………………………...15

1. Kredibilitas ………………………………………………………………. 15

2. Transferabilitas …………………………………………………………... 15

3. Dependabilitas …………………………………………………………… 16

4. Konfirmabilitas …………………………………………………………... 16

G. Analisis Data ……………………………………………………………...16

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesantunan (politeness) merupakan perilaku yang diekspresikan dengan cara yang baik atau
beretika. Kesantunan merupakan fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur
mungkin tidak demikian halnya dengan kultur yang lain. Tujuan penutur mempergunakan kesantunan,
termasuk kesantunan berbahasa adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak mengancam
muka, dan efektif (Zamzani dkk. 2011: 35).

Prinsip kesantunan berbahasa digunakan dalam berkomunikasi agar komunikasi berjalan dengan
lancar. Ada pepatah Jawa “ajining dhiri saka lathi, ajining sarira saka busana”, di sini dimaknai bahwa
setiap orang itu dihormati dan dihargai karena lidahnya dan busananya, dalam artian orang itu bisa
dihormati ketika ia dapat bertutur kata dengan baik, benar, dapat dipercaya, tidak berlebihan, serta santun
atau ia juga dapat dihormati ketika ia mempunyai jabatan yang tinggi. Seiring dengan perkembangan
zaman, bahasa Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam proses
komunikasi. Seseorang akan mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulis sesuai dengan konteks dan
situasinya, jika ia menguasai bahasa yang baik dan benar.

Kesantunan berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi melalui tanda verbal atau tata
cara berbahasa. Tata cara berbahasa harus sesuai dengan unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat
hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Berbahasa dengan santun mewujudkan
komunikasi yang efektif. Penggunaan bahasa yang sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas
mencerminkan pribadi penuturnya yang berbudi. Aktivitas berbahasa diperlukan prinsip kesantunan.
Dalam berkomunikasi, norma itu tampak dari perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Perilaku
verbal dalam fungsi imperatif misalnya, terlihat pada bagaimana penutur mengungkapkan perintah,
keharusan, atau larangan melakukan sesuatu kepada mitra tutur, sedangkan perilaku nonverbal tampak
dari gerak gerik fisik yang menyertainya. Norma sosiokultural menghendaki agar manusia bersikap
santun dalam berinteraksi dengan sesamanya.

Markhamah (2009: 155) menyebutkan bahwa secara linguistik kesantunan berbahasa diketahui
dari pilihan kata, dan pemakaian jenis kalimat. Pertama, dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata yang
menunjukkan adanya kesantunan tinggi, sedang dan rendah. Kedua, jenis kalimat pada umumnya
menunjukkan referensi atau makna yang sesuai. Ketiga, pemakaian kalimat pasif untuk menghindari
perintah secara langsung. Kesantunan berbahasa dalam penelitian ini mengacu pada kesantunan
pragmatik imperatif. Proses komunikasi juga terjadi pada sebuah percakapan antara penutur dan lawan
tutur. Percakapan merupakan komunikasi langsung antara penutur dan lawan bicara. Oleh karena itu,
harus memperhatikan kesantunan berbahasa agar tercipta kelancaran pemahaman dari tuturannya, tanpa
terkecuali baik anak, maupun orang dewasa.

Kesantunan berbahasa lebih berkenaan dengan substansi bahasanya (Chaer, 2010 : 6).
Kesantunan Berbahasa sebenarnya merupakan cara yang ditempuh oleh penutur di dalam komunikasi
agar petutur tidak merasa tertekan, tersudut, atau tersinggung (Markhamah, 2009: 153). Selanjutnya,
menurut Moeliono (1984) dalam (Sofyan Sauri, 2006 : 51), kesantunan berbahasa berkaitan dengan tata
bahasa dan pilihan bahasa, yaitu penutur bahasa menggunakan tata bahasa yang baku dan mampu
memilih kata–kata yang sesuai dengan isi atau pesan yang disampaikan dan sesuai pula dengan tata nilai
yang berlaku di dalam masyarakat.

Dari ketiga pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kesantunan berbahasa adalah cara yang
ditempuh oleh penutur dalam berkomunikasi dengan menggunakan tata bahasa yang benar dan mampu
memilih kata–kata yang sesuai dengan isi pesan dan tatanan nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
Leech (1983) dalam Chaer (2010:56) mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan
(politeness principles), yang dijabarkan menjadi maksim (ketentuan, ajaran). Maksim-maksim tersebut
terdiri dari maksim Kearifan (Tact Maxim), maksim Kedermawaan (Generosity Maxim), maksim Pujian
(Approbation Mazim), maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim), maksim Kesepakatan (Agreement
Maxim), maksim Simpati (Sympthy Maxim).

Interaksi akan selalu berkait dengan insilah komunikasi atau hubungan, pada proses komunikasi,
dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator. Hubungan antara komunikator dengan komunikan
biasanya menginteraksikan sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (massage). Kemudian untuk
menyampaikan atau mengontakkan pesan itu diperlukan adanya media atau saluran (channel). Jadi unsur-
unsur yang terlibat dalam komunikasi itu adalah: komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media.
Begitu juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, empat unsur untuk terjadinya
proses komunikasi itu akan selalu ada.

Pada proses belajar-mengajar, kegiatan interaksi antara guru dan siswa merupakan kegiatan yang
cukup dominan. Kemudian di dalam kegiatan interaksi antara guru dan siswa dalam rangka transfer of
knowledge dan bahkan juga transfer of values akan senantiasa menuntut komponen yang serasi antara
komponen yang satu dengan komponen yang lain. Serasi dalam hal ini berarti komponen-komponen yang
ada pada kegiatan proses belajar mengajar itu saling menyesuaikan dalam rangka mendukung pencapaian
tujuan belajar bagi anak didik. Jelasnya, proses interaksi antara guru dan siswa tidak semata-mata hanya
bergantung cara atau metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen yang lain juga akan memengaruhi
keberhasilan interaksi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kesantunan berbahasa pada interaksi antara guru dan siswa di sekolah?

2. Bagaimana bentuk kesantunan berbahasa pada interaksi antara guru dan siswa di sekolah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui kesantunan berbahasa pada interaksi antara guru dan siswa di sekolah.

2. Mengetahui bentuk kesantunan berbahasa pada interaksi antara guru dan siswa di sekolah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Berdasarkan manfaat teoritis, secara umum hasil penelitian analisis kesantunan berbahasa ini
dapat dijadikan rujukan bagi siswa dalam berinteraksi kepada guru sehingga guru dan siswa dapat
berkomunikasi dengan santun

2. Manfaat Praktis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesantunan berbahasa antara guru dan
siswa di sekolah.

BAB II

Kajian Pustaka

A. Deskripsi Konseptual

Menurut George Yule (1996: 3) Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh
penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih
banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya
daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik
adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu.

Menurut Yule (2007: 82), “kesantunan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang
digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain”. Sebagai istilah teknis, wajah
merupakan wujud pribadi seseorang dalam masyarakat. Wajah mengacu kepada makna sosial dan
emosional yang setiap orang memiliki dan mengharapkan orang lain untuk mengetahui. Dalam
pengertian ini, kesantunan dapat disempurnakan dalam situasi kejauhan dan kedekatan sosial. Dengan
menunjukkan kesadaran untuk wajah orang lain ketika orang lain itu tampak jauh secara sosial sering
dideskripsikan dalam kaitannya dengan persahabatan, camaraderie, atau solidaritas. Berdasarkan
pendekatan semacam ini, hal tersebut berarti bahwa terdapat nada berbagai macam kesantunan yang
berbeda berkaitan (dan secara linguistik ditandai) dengan asumsi jarak atau kedekatan sosial yang relatif.

Kesantunan berbahasa pada tuturan juga dipengaruhi bidal-bidal.Menurut Leech (dalam Rustono,
1999:70-77) prinsip kesantunan didasarkan pada kaidahkaidah.Kaidah tersebut adalah bidal atau pepatah
yang memiliki nasihat yang harus ditaati agar penutur dalam bertutur memenuhi prinsip-prinsip
kesantunan.

1. Prinsip-prinsip kesantunan beserta maksimnya

a. Maksim Kebjaksanaan (Tact Maxim)

Pemikiran utama maksim kebijaksanaan/tact maxim dalam prinsip kesantunan yaitu peserta
petuturan sebaiknya berpegang terhadap prinsip agar meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri serta
memperbanyak keuntungan pihak lain saat berkomunikasi. Apabila dalam bertutur orang berpegang teguh
pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain
yang kurang santun terhadap mitra tutur. Oleh karena itu, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur
dapat dilakukan apabila maksim kebijaksanaan sengan baik.

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Maksim kedermawaanatau kemurahan hati, peserta pertuturan dihimbau untuk menghormati


sesama. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi
dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.

c. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)

Pada maksim penghargaan/approbation maxim dipaparkan jika seseorang dikatakan santun bila
saat berbicara berusaha untuk memberi penghargaan kepada rekan bicara. Penutur dan mitra tutur yang
saling mencaci pada saat berkomunikasi dapat digolongkan sebagai manusia yang tidak baik maka
perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya.

d. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

Pada maksim kesederhanaan/modesty maxim, peserta tutur dihimbau untuk memiliki sikap
rendah hati. Kerendahhatian ini dilakukan dengan mengurangi pujian kepada diri sendiri. Orang
dikategorikan congkak hati atau sombong bila dalam berbicara sering memuji diri sendiri. Dalam
masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai
parameter penilaian kesantunan seseorang.

e. Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)

Pada maksim permufakatan/agreement maxim ini diharapkan supaya peserta tutur bisa membina
kemufakatan saat berbicara. Di dalam masyarakat tutur Jawa, orang tidak diperbolehkan memenggal atau
bahkan membantah secara langsung apa yang dituturkan oleh pihak lain.

f. Maksim Kesimpatisan (Sympath Maxim)

Pada maksim kesimpatisan/sympath maxim, menghimbau kepada peserta tutur agar


memaksimalkan sikap simpati antar manusia dalam berbicara. Orang yang bersikap sinis terhadap pihak
lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.

2. Peran Guru

Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Salah satunya, guru
dituntut mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif sehingga siswa dapat melakukan
pembelajaran dalam suasana psikologis yang mendukung dengan memperhatikan kondisi setiap siswa dan
membantunya ke arah perkembangan yang optimal (Surya, 2006:46). Suasana pembelajaran yang
kondusif tersebut hanya dapat diciptakan, jika guru bersikap ramah kepada siswa. Guru menggunakan
bahasa yang santun, sehingga tidak mengancam muka siswa.

Bahasa guru yang santun akan dapat dijadikan sebagai model oleh siswa. Dengan demikian,
secara tidak langsung, guru sekaligus menanamkan nilai karakter sopan santun kepada peserta didik.
Sopan-santun merupakan salah satu nilai karakter yang dicanangkan pemerintah untuk ditanamkan
kepada peserta didik (Samani & Hariyanto, 2011); dan salah satu strategi yang harus dilakukan adalah
melalui keteladanan atau pemodelan (Lickona, 1992). Karena itu, sebagai seorang profesional menurut
UUGD (Undang-Undang Guru dan Dosen), guru dituntut mempunyai kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial (Setneg RI, 2005; dan Sagala, 2008).

3. Kesantunan Berbahasa Siswa dan Guru

Kesantunan berbahasa sangat penting dalam dunia pendidikan. Siswa adalah penerus bangsa. Jika
siswa menggunakan bahasa yang tidak santun, maka akan lahir generasi yang arogan, kasar, tidak
mempunyai nilai-nilai etika dan agama. Oleh karena itu, siswa perlu dibina dan diarahkan berbahasa
santun sebab siswa adalah generasi penerus yang akan hidup sesuai dengan zamannya. Selain itu,
kesantunan berbahasa merupakan salah satu pendidikan berkarakter. Pendidikan akan tidak maju ketika
sumber daya manusia mempunyai karakter yang buruk. Hal tersebut berarti kesantunan berbahasa sangat
diperlukan keberadaannya dalam dunia pendidikan.

Kesantunan berbahasa dalam interaksi dari guru ke siswa, siswa ke guru, dan siswa ke siswa pada
proses pembelajaran bahasa Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga mempunyai
bentuk kesantunan yang berbeda pula. Guru mempunyai status yang lebih tinggi atau derajat yang lebih
tinggi daripada siswa, sehingga bentuk interaksinya berbeda dengan interaksi dari siswa ke siswa yang
mempunyai derajat atau status yang sama. Interaksi dari guru ke siswa umumnya menggunakan sapaan
orang kedua kamu, Anda; interaksi dari siswa ke guru menggunakan sapaan bapak/ibu; interaksi dari
siswa ke siswa menggunakan sapaan Saudara, Anda. Selain itu, masih ada beberapa karakter lain yang
menunjukkan perbedaan bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi dari guru ke siswa, siswa ke guru,
dan siswa ke siswa. hal tersebut dikaji pada penelitian ini.

B. Kajian Penelitian Relevan

Penelitian yang sesuai dengan topic pembahasan yang dibahas oleh peneliti kaitannya dengan
kesantunan berbahasa sebagai berikut, Anzhari Djungmin yang melakukan penelitian mengkaji tentang
analisis kesantunan berbahasa guru dan siswa pada kegiatan presentasi pembelajaran bahasa Indonesia
kelas VIII SMP Negeri 12 Makassar dengan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif. Hasil
kajian menunjukkan bahwa Bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi dari guru ke siswa yang
ditemukan pada kalimat deklaratif adalah maksim kearifan, pujian, dan kemufakatan; kalimat interogatif
adalah maksim kearifan dan pujian; kalimat imperatif adalah maksim kearifan; kalimat ekslamatif adalah
maksim kearifan.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan konsep berpikir peneliti untuk mempermudah penelitian sehingga
jelas arah yang diteliti kerangka berpikir dalam penelitian ini akan mengkaji terkait bagaimana
kesantunan berbahasa pada interaksi guru dan siswa di sekolah. Adapun kerangka berpikir penelitian ini
disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut.

Kesantunan berbahasa akan terjadi dalam kehidupan sehari-hari tidak terkecuali, termasuk antara
guru dan siswa. Guru sebagai pihak yang mengajar dan siswa sebagai pihak yang belajar. Seorang guru
dan siswa dituntut mampu mengomunikasikan ide, gagasan, dan pikiran dengan menggunakan bahasa
yang baik dan sesuai dengan tata cara berbahasa atau dapat menggunakan bahasa yang santun, begitu pula
sebaliknya.

BAB III

Metode Penelitian

A. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Dongos Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
Penelitian ini akan meneliti kesantunan berbahasa antara guru dan siswa yang ada di sekolah.
2. Waktu Penelitian

Penelitian ini meliputi tahap perencanaan, pelakasnaan dan pelaporan, adapun waktu yang
digunakan utuk merencanakan penelitian pada bulan november, kemudian pelaksanaan penelitian pada
bulan desember dan laporan penelitian dimungkinkan pada bulan januari 2020. Penelitian ini diharapkan
dapat selesai tepat waktu sehingga peneliti dalam memperoleh hasil penelitian sesuai dengan apa yang
sudah direncanakan.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif serta analisis data
deskriptif. Dilakukan dengan mengutamakan kedalaman penghayatan konsep yang dikaji secara empiris.
Penelitian kualititatif ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang umumya peneliti dapat menemukan
data deskriptif maupun dokumentasi yang diperoleh dari kegiatan observasi. Data didapatkan berupa
catatan observasi, catatan wawancara, dokumentasi lapangan, foto-foto dan data pendukung lainya. Ciri
dari penelitian ini terletak pada fokus penelitian, yaitu kajian mendalam tentang keadaan tertentu.

Sugiyono (2016: 15) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive dan snowbaal, teknik pegumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Penelitian kualitatif tidak melakukan generalisasi tetapi lebih menekankan kedalaman informasi
sehingga sampai pada tingkat makna. Seperti telah dikemukakan, makna adalah data dibalik yang tampak.
Walaupun penelitian kualitatif tidak membuat generalisasi, tidak berarti hasil penelitian kualitatif tidak
dapat diterapkan di tempat lain. Generalisasi dalam penelitian kualitatif disebut dengan transferability
dalam bahasa Indonesia dinamakan keteralihan. Maksudnya adalah, bahwa hasil penelitian kualitatif
dapat ditransferkan atau diterapkan di tempat lain, manakala kondisi tempat lain tersebut tidak jauh
berbeda dengan tempat penelitian.

Adapun rancangan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Melihat kondisi lapangan dengan cara melakukan observasi untuk mengetahui situasi yang ada di
lapangan.

2. Mengumpulkan studi literatur dengan melihat kondisi lapangan dan mengaitkan dengan teori-
teori ahli yang sesuai.

3. Merencanakan tahapan pemecahan masalah dengan teori-teori yang dikaitkan.

4. Pelaksanaan penelitian, dalam tahap ini peneliti akan melaksanakan penelitian terhadap orang tua
siswa, siswa dan guru sebagai sumber data primer yang didapat dari penelitian.

5. Pengumpulan data, dalam tahap ini peneliti mengumpulkan data dengan cara melaksanakan
observasi awal, wawancara, dokumentasi kegiatan dan pencataatan penelitian sehingga data-data tersebut
akan disesuaikan.
6. Melakukan analisis data, analisis data akan dilakukan dengan cara akan menganalisi data yang
sdah didapat dari proses pengumpulan data. Data yang terkumpul akan direduksi, disajikan dan
disimpulkan kemudian diverifikasi.

7. Penyimpulan hasil penelitian, tahap ini akan dilaksanakan penyimpulan terhadap data yang telah
dianalisis

8. Evaluasi dan tindak lanjut penelitian, tahap ini merupakan tahap terakhir pada penelitian ini.
Hasil penelitian akan dicoba untuk dievaluasi sehingga akan diberikan tindak lanjut terhadap
permasalahan penelitian.

C. Peranan Peneliti

Pada penelitian ini, peneliti memiliki peranan yang begitu penting untuk terwujudnya
keberhasilan dalam penelitian. Peneliti memiliki peranan mulai dari observasi terhadap permaslaahan
sampai akhir menyimpulkan hasil penelitian yang telah didapat. Peran peneliti dalam penelitian kualitatif
ini adalah sebagai, perencana penelitian, pengumpul data penelitian, penganalisis data hingga akhirnya
menyimpulkan data yang didapatkan dari sebuah penelitian tersebut. Oleh karenanya peneliti disini
memiliki peranan yang begitu penting untuk melakukan sebuah penelitian. Peneliti tidak hanya sebagai
seorang yang murni mengumpulkan data melainkan peneliti juga berperan sebagai pendamping dari objek
yang akan diteliti.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Data informasi penting yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif. Data lebih
banyak berupa uraian kata-kata. Dalam penelitian ini diperoleh secara lisan maupun tulisan.

2. Sumber Data

Sumber data adalah, subjek data yang diperoleh. Sumber data dari penelitian ini adalah guru dan
siswa yang akan memberikan informasi secara langsung melalui wawancara. Sumber data dibedakan
menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Sumber Primer

Menurut Sugiyono (2016: 308) sumber primer adalah sumber yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data.

2. Sumber Sekunder

Menurut Sugiyono (2016: 308) sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Data primer dari penelitian ini adalah siswa dan guru. Tujuan data yang akan diperoleh yaitu,
siswa dan guru, dalam subjek penelitian ini data yang akan diperoleh berupa penjelasan deskriptif terkait
dengan bagaimana interaksi antara siswa dan guru terkait dengan kesantunan berbahasa. Kemudian dalam
data sekunder akan dijadikan sebagai data pendukung penelitian yang akan didapatkan melalui
dokumentasi, catatan penelitian dan data pendukung lainya.

E. Pengumpulan Data

Sugiyono (2016 :308) teknik pengumpulan data adalah merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Berdasarkan pendapat
ahli maka tahap pengumpulan data adalah tahap yang menjadi palng penting dalam penelitian ini karena
pada tahap ini peneliti akan mendapatkan sumber data yang akan dianalisis, berikut merupakan teknik
yang akan digunakan untuk mengumpulkan data.

1. Wawancara Mendalam

Sugiyono (2016) wawancara mendalam berupa wawancara semi terstruktur. Wawancara semi
struktur dalam pelaksanaannya lebih bebas dari pada wawncara struktur. Tujuan dari wawancara jenis ini
adalah untuk menemukan permasalahan lebih terbuka dan mendapatkan inormasi lebih jauh. Wawancara
mendalam digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti.

Wawancara menjadi dasar utama dalam penelitian kualitatif yang dipercayai data yang akan
didapatkan bersifat (valid). Wawancara identik dengan penelitian kualitatif karena data yang didapatkan
merupakan data yang berbentuk deskriptif sehingga peneliti dapat menganallisis data sesuai dengan
informasi yang didapatkan dari wawancara tersebut. Berikut merupakan narasumber yang rencananya
akan diwawancarai.

a. Guru

b. Siswa

F. Keabsahan Data

Keabsahan data yang dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian dilakukan benar-benar
ilmiah sekaligus untuk menguji data yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif
meliputi uji credibility, transferability, dependability danconfirmability Sugiyono (2016).

1. Kredibilitas

Uji kredibilitas atau uji kepercayaan terhadap penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil
penelitian yang dilakukan tidak meragukan sebuah karya ilmiah.

2. Transferabilitas

Transferbilitas merupakan validitas eksternal dalam sebuah penelitian kualitatif. Validitas


eksternal menunjukan derajat ketetapan atau dapat diterapkan hasil penelitian ke populasi dimana sampel
tersebut diambil.

3. Dependabilitas
Reliabilitas atau penelitian dapat dipercaya, dengan kata lain beberapa percobaan yang dilakukan
selalu mendapatkan hasil yang sama. Penelitian yang dependability adalah penelitian apabila penelitian
yang dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian yang sama akan memperoleh hasil yang sama
pula.

4. Konfirmabilitas

Pengujuan konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji obyektivitas penelitian.
Menguju konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

G. Analisis Data

Menurut Sugiyono (2016: 335) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sitematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit melakukan sintesa dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri dan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sadirman. 2016. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Rahardi, Kunjana. 2005 Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Djungmin, Anzhari. 2017. Analisis kesantunan berbahasa guru dan siswa pada kegiatan presentasi
pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII SMP Negeri 12 Makassar. Skripsi pada FBS Universitas Negeri
Makassar.

Pramjiono, Agung dan Nurjati, Nunung. 2017. “ Guru sebagai Model Kesantunan Berbahasa dalam
Interaksi Intruksional di Sekolah Dasar.” Mimbar Pendidikan. Vol 2. No 2. Hlm 143-154. Bandung.

Febriasari, Diani. Dan Wijayanti, Wenny. 2018. “Kesantunan Berbahasa dalam Proses Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.” Kredo. Vol 2. No 1. Hlm. 140-156. Kudus.

Anda mungkin juga menyukai