Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG
Memasak merupakan salah satu hal yang sangat dekat dengan kehidupan
manusia. Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal
tersebut. Peristilahan dalam hal aktivitas memasak ditandai dengan beragamnya
satuan

lingual,

baik

kata

maupun

frasa,

untuk

menggambarkan

atau

mendefinisikan aktivitas itu. Bahasa Inggris, sebagai salah satu bahasa yang
memiliki penutur terbanyak di dunia, memiliki kebudayaan memasak yang unik
dan

berbeda

dengan

budaya

lainnya.

Hal

ini

tentu

saja

merefleksikan/mencerminkan pandangan masyarakat penutur bahasa tersebut


terhadap aktivitas memasak. Oleh karena itu, jika diamati lebih mendalam, bahasa
Inggris mempunyai kosakata yang sangat kaya, khususnya kosakata pada ranah
kuliner.
Bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional dan menjadi bahasa
komunikasi antar negara di dunia menjadikan banyak peristilahan yang menjadi
penting untuk diamati secara mendetail, misalnya pada kasus peristilahan di
bidang kuliner. Bahasa Inggris, yang mulanya menyebar di daratan Eropa dan
kemudian meluas ke berbagai penjuru dunia, menjadikan western food atau
masakan Eropa sebagai patokan untuk membuat peristilahan dalam bidang
kuliner. Teknik memasak yang kompleks, yang mungkin saja tidak dimiliki oleh
masyarakat di belahan bumi lain, menjadikan peristilahan memasak dalam bahasa

Inggris sangat perlu untuk diamati dan diteliti. Oleh karena itulah, jika diamati
lebih mendalam, bahasa Inggris mempunyai kosakata yang sangat kaya mengingat
kebudayaan memasak di Eropa, seperti Inggris, Prancis, dan Spanyol, merupakan
salah satu kebudayaan dengan cara atau teknik memasak tertua di dunia.
Seperti telah diuraikan pada paragraf sebelumya, maka dapat ditarik
sebuah simpulan awal bahwa aktivitas memasak ditandai dengan beragamnya
satuan lingual. Keberagaman satuan lingual ini menandakan bahwa aktivitas
memasak memiliki beragam kata atau frasa yang merupakan hiponim (kata
khusus) dari hipernim (kata umum) yang menjelaskan aktivitas itu. Setiap
kegiatan yang menghasilkan atau menggunakan teknik berbeda akan ditandai
dengan leksikon yang berbeda-beda pula. Hal ini juga terlihat dalam bahasa
Inggris, yaitu dengan ditemukannya temuan awal berupa sekurang-kurangnya
lima kata yang merupakan hiponim dari hipernim kata cooking atau memasak.
Kosakata tersebut antara lain frying, sauting, simmering, boiling, roasting,
grilling, blanching, baking, dan masih ditemukan beragam kata lainnya.
Pendefinisian kata aktivitas memasak, khususnya dalam bahasa Inggris,
belum dilakukan secara optimal di dalam penyusunan kamus. Jika dirujuk ke
dalam Kamus Inggris Indonesia (1998), definisi kata yang terdapat dalam
aktivitas memasak akan berputar pada kata-kata yang terdapat dalam lema kata
yang akan didefinisikan, misalnya dalam pendefinisian kata grill, roast, fry, dan
saut. Berikut adalah pendefinisian dari makna kamus terhadap kata-kata tersebut.

1. grill bermakna memanggang,


2. roast bermakna memanggang, membakar
3. fry bermakna menggoreng
4. saut bermakna menggoreng sebentar
Dari empat contoh di atas, pendefinisian makna dalam kamus, kata grill, roast,
fry, dan saut cenderung didefinisikan dengan penjelasan yang saling berputar dan
kabur. Pada pendefinisian tersebut juga terlihat bahwa makna kata menggoreng
muncul berulang dalam fry dan saut, begitu pula dengan makna kata
memanggang dan membakar yang juga muncul berulang dalam kata grill dan
roast. Hal ini menimbulkan masalah dalam memilih satuan lingual aktivitas
memasak yang tepat bagi pengguna bahasa Inggris, khususnya bagi pembelajar
bahasa Inggris yang bukan penutur asli bahasa tersebut dan bagi para praktisi
kuliner yang memperlajari resep masakan dalam bahasa Inggris. Oleh karena
itulah perlu dicari sebuah jalan tengah untuk membantu pemecahan masalah
tersebut.
Pendefinisan yang belum optimal dalam kamus terhadap satuan lingual,
baik kata maupun frasa, yang merupakan hiponim dari kata cooking adalah hal
yang selanjutnya diangkat dalam penelitian ini. Kesulitan mendefinisikan makna
satuan lingual dalam ranah hiponim kata cooking atau aktivitas memasak dalam
bahasa Inggris adalah hal yang selanjutnya dicarikan pemecahannya. Kesulitan
mendefinisikan sebuah satuan lingual biasanya terjadi ketika satuan lingual yang
ditemui adalah hal yang dianggap baru bagi pengguna bahasa dan definisi dari
satuan lingual tersebut belum secara rinci dipaparkan dalam kamus. Pendefinisian

makna secara berputar-putar hanyalah akan membingungkan pengguna bahasa.


Oleh karena itulah, penelitian ini mencoba untuk mendata semua satuan lingual,
baik kata maupun frasa, dalam bahasa Inggris yang merupakan hiponim dari kata
yang bermakna cooking dan kemudian menganalisisnya ke dalam sebuah teknik
yang digunakan untuk membedakan makna satuan lingual yang satu dengan kata
yang lain. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
komponen makna, sehingga pada akhirnya diperoleh ciri semantik pembeda antar
kata-kata tersebut.
Penelitian ini berada pada ranah semantik, yaitu sebuah kajian yang
merupakan cabang dari ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna. Melalui
pengkajian makna, maka dengan penelitian ini, diharapkan ciri pembeda antara
satuan lingual yang merupakan hiponim dari kata cooking dapat terlihat jelas.
Makna memiliki pengertian sebagai pertautan yang ada di antara unsurunsur bahasa itu sendiri. Menurut Palmer (1976:30), makna hanya menyangkut
infra bahasa. Lyons (1977:204) menyatakan bahwa mengkaji atau memberikan
makna suatu kata adalah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan
hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata lain.
Pengamatan terhadap medan makna tidak dapat dipisahkan atau
ditinggalkan dalam proses penganalisisan makna. Medan makna merupakan
bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh
seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Di dalam medan makna,
suatu kata terbentuk oleh relasi makna kata tersebut dengan kata lain yang

terdapat dalam medan makna itu. Sebuah medan makna dapat diibaratkan sebagai
mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain dalam medan makna
tersebut juga akan berubah (Lehrer, 1974:16). Oleh karena itu, setelah dilakukan
analisis komponen makna yang bertujuan untuk menemukan komponen pembeda
antar kata ataupun satuan lingual, hal yang perlu dilakukan setelahnya adalah
melihat perkembangan makna dan pergeseran atau perkembangan makna yang
terjadi pada tiap satuan lingual. Hal ini bertujuan agar analisis komponen makna
dapat bermanfaat secara optimal dan agar pergeseran makna dalam bentuk
polisemi ataupun bentuk relasi makna lain dapat terlihat.

Pada akhirnya,

penelitian mencoba memperlihatkan secara jelas komponen semantis apakah yang


masih dipertahankan pada tiap satuan lingual walaupun maknanya bergeser.
Semantik sebagai ilmu mempelajari kebermaknaan kata dan satuannya
atau kelompok kata akan dijadikan dasar penelitian ini yang menitikberatkan pada
kajian makna kata. Salah satu fenomena menarik dalam semantik adalah
terkadang sifat majemuk bahasa sering menimbulkan kekacauan semantik,
misalnya pada kata rice dalam bahasa Inggris dapat diartikan sebagai beras,
gabah, nasi, dan sebagainya, padahal dalam bahasa Indonesia kata beras, gabah,
dan nasi memiliki makna yang berlainan. Sejalan dengan hal tersebut, dalam unitunit kebahasaan, unit semantik terdiri dari fitur-fitur semantik (semantic features)
(Poedjosoedarmo, 2001:105). Sejalan dengan contoh tersebut di atas, dalam
bidang kuliner, hal yang sejenis juga terjadi, misalnya dalam bahasa Inggris
ditemukan kata yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia akan bermakna
memanggang, namun dalam bahasa Inggris ditemukan sekurang-kurangnya tiga

kata yang memiliki makna memanggang, yaitu baking, grilling, dan roasting,
walaupun ketiganya bermakna memanggang namun ketiganya memiliki
perbedaan makna. Pendefinisian yang berputar semacam ini masih sangat sering
ditemukan dalam kamus. Selanjutnya, untuk memecahkan masalah tersebut maka
hal yang selanjutnya akan dilakukan adalah dengan menemukan ciri semantik
pembeda antara ketiganya, sehingga akan terlihat perbedaan makna dari ketiganya
melalui analisis komponen makna berikut.
Tabel 1.1 Contoh Analisis Komponen Makna
Cooking
Uap

Minyak
banyak

1. baking
2. grilling
3. roasting

sedikit

TM

Membolak
-balik
makanan

Air

api(sumber panas)

menjaga
suhu
stabil
-

tidak
menjaga
suhu stabil

jauh

dekat

kecil

Melalui pengamatan dengan analisis komponen makna, maka perbedaan antar


kata (satuan lingual) dapat dengan mudah diamati, sehingga pada akhirnya
penelitian ini diharapkan dapat membantu mencari pembeda dan mengurai makna
satuan lingual secara lebih terperinci.
Dikaitkan dengan fenomena di atas, penelitian ini menarik untuk
dilakukan karena dianggap belum optimalnya kegiatan pendefinisian satuan
lingual aktivitas memasak di dalam kamus. Padahal kata cooking memiliki
beragam kata/frasa untuk menggambarkan berbagai kegiatan, teknik, metode, dan
cara memasak itu sendiri. Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat
mengoptimalkan pemaknaan dalam kamus.

besar

Hal lain yang mendasari pentingnya penelitian ini adalah mengenai


perkembangan dalam hal kuliner yang semakin pesat, sehingga dengan sendirinya
kosakata dalam kuliner pun semakin berkembang. Hal ini dikarenakan satuan
lingual aktivitas memasak ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian seringkali hal ini dapat menyebabkan pemilihan satuan lingual
aktivitas memasak yang tidak sesuai dengan aktivitas memasak yang dilakukan,
khususnya pada proses penerjemahan buku resep masakan. Banyak resep masakan
yang tidak diterjemahkan secara tepat sehingga langkah-langkah yang dijalankan
oleh pembaca buku resep akan tidak tepat pula. Fenomena yang demikian dapat
menyebabkan timbulnya masalah dalam pemilihan satuan lingual aktivitas
memasak yang tepat bagi pengguna dan pembelajar bahasa Inggris. Dalam bahasa
Inggris sendiri, seperti telah dijabarkan sebelumnya, terdapat banyak kata/frasa
untuk menggambarkan cara atau teknik memasak. Para pengguna bahasa Inggris
harusnya dapat lebih jeli dalam melakukan pemilihan satuan lingual tersebut
untuk menggambarkan, mendeskripsikan dan menerjemahkan suatu proses
memasak. Dalam hal ini tentu saja tidak hanya dengan menggunakan kata cooking
sebagai satu kata untuk menggambarkan semua hal yang berhubungan dengan
cara memasak. Masih banyak satuan lingual lain yang lebih tepat untuk
mendeskripsikan proses masak dengan cara tertentu.
Agar penelitian ini menjadi penelitian yang mendalam dan fokus, maka
penelitian ini diberi batasan yang jelas, yaitu pada bidang semantik yang
dikhususkan dalam medan makna aktivitas cooking dalam bahasa Inggris.
Penelitan ini merupakan penelitian tataran satuan lingual dengan melihat aspek

semantis yang terdapat dalam aktivitas cooking dalam bahasa Inggris. Untuk
dapat menjawab dan mengelompokkan satuan-satuan lingual dalam suatu ranah
dengan tepat, perlu diketahui relasi makna dan komponen makna yang terkandung
dalam setiap satuan lingual dalam ranah tersebut. Selanjutnya, hal yang dapat
dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan hasil analisis komponen makna
adalah dengan mengamati bentuk perluasan makna dari tiap-tiap satuan lingual,
sehingga makna yang beragam tersebut dapat diamati komponen semantiknya,
dan terlihat komponen semantik apa yang tetap dipertahankan. Pengamatan
terhadap keragaman makna dari satuan lingual pada tataran relasi makna polisemi
inilah yang selanjutnya diamati pada penelitian ini. Hal ini dilakukan mengingat
pentingnya pengamatan terhadap komponen sematik apa saja yang masih
dipertahankan walaupun makna menjadi berkembang ataupun bergeser, dan
penelitian diharapkan dapat ini dapat membantu mengoptimalkan pendefinisian
makna dalam kamus dan pengkategorian relasi makna, khususnya polisemi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut.
1. Apa sajakah satuan lingual yang bermakna aktivitas memasak atau
cooking dalam bahasa Inggris?
2. Bagaimanakah komponen semantis yang terkandung di dalam setiap
satuan lingual yang bermakna aktivitas memasak atau cooking dalam
bahasa Inggris?

3. Bagaimana bentuk perluasan makna yang terjadi pada tiap satuan lingual
yang bermakna aktivitas memasak atau cooking dalam bahasa Inggris
dan bentuk relasi makna yang merupakan polisemi dari satuan-satuan
lingual tersebut?

1.3 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini berada pada tataran semantik, sehingga ruang lingkup
penelitian ini berada pada ranah makna satuan lingual. Istilah satuan lingual
digunakan karena data yang ditemukan dapat berupa satuan kata maupun frasa.
Pada proses penganalisisan data, penelitian ini membedakan makna satuan lingual
yang satu dengan yang lain, serta mengamati perluasan makna yang terjadi pada
setiap satuan lingual. Satuan lingual yang dipilih untuk dianalisis dalam penelitian
ini adalah satuan lingual yang bermakna aktivitas memasak atau cooking dalam
bahasa Inggris. Satuan lingual dengan makna tersebut dibatasi pada pengertian
bahwa aktivitas memasak atau cooking adalah suatu aktivitas pengolahan bahan
makanan yang mengolah makanan mentah, setengah matang ataupun makanan
matang dengan menggunakan sumber energi panas sehingga bahan makanan yang
melalui proses ini akan mengalami efek tertentu seperti perubahan warna, tekstur,
dan aroma, lalu pada akhirnya bahan makanan tersebut dapat disantap. Dalam
membatasi data, peneliti mencoba membatasinya hanya mengamati dan meneliti
verba yang bermakna memasak dengan melalui proses pemanasan dengan sumber
panas tertentu saja.

10

1.4 TUJUAN PENELITIAN


Berkenaan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan satuan lingual yang bermakna aktivitas memasak atau
cooking dalam bahasa Inggris.
2. Mendeskripsikan komponen semantis yang terkandung di dalam setiap
satuan lingual yang bermakna aktivitas memasak atau cooking dalam
bahasa Inggris.
3. Mendeskripsikan bentuk perluasan makna yang terjadi pada tiap satuan
lingual yang bermakna aktivitas memasak atau cooking dalam bahasa
Inggris dan bentuk relasi makna yang merupakan polisemi dari satuansatuan lingual tersebut.

1.5 MANFAAT PENELITIAN


Hasil penjelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan bagi pembaca
maupun peneliti-peneliti selanjutnya, baik yang bersifat praktis maupun yang
bersifat teoretis.
1.5.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ranah ilmu
pengetahuan bahasa atau linguistik, khususnya semantik. Temuan-temuan dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan dan inspirasi bagi peminat
bahasa dan peneliti bahasa untuk meneliti lebih lanjut mengenai ranah semantik,
hubungan makna, medan makna, dan komponen makna yang menjadi pembeda

11

antar satuan lingual, serta bentuk perluasan makna yang masih dapat dilacak
dengan mengamati komponen semantik yang ada pada makna awal.
1.5.2 Manfaat Praktis
Adapun beberapa manfaat praktis yang diharapkan dapat diambil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penyusunan kamus, baik
kamus satu bahasa atau kamus ekabahasa, kamus dwibahasa, ataupun
tesaurus. Analisis komponen makna pada dasarnya bertujuan untuk
menganailisis komponen distingtif sehingga pembeda antar satuan lingual
terlihat jelas, dan inilah yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan
kamus. Selain itu, hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan untuk keperluan
penentuan status relasi makna, khususnya polisemi dan homonimi, karena
analisis komponen makna dapat membantu penentuan hal tersebut.
2. Dalam dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat pada pembelajaran bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan
pengajaran ilmu perhotelan, kuliner, dan pariwisata yang menuntut banyak
pengetahuan tentang kosakata yang berhubungan dengan memasak dan
macam tekniknya. Pemahaman dan penguasaan satuan lingual diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan memilih satuan lingual secara tepat
sesuai dengan konteksnya, sehingga makin meningkat pula kemampuan
dalam berkomunikasi.
3. Pada bidang penerjemahan, penelitian ini diharapkan dapat mempermudah
penerjemah atau pembelajar bahasa menemukan ekuivalen terjemahan

12

yang tepat. Melalui analisis komponen makna baik secara umum maupun
secara khusus dari bahasa tertentu/bahasa sumber maka dapat ditetapkan
terjemahan yang sepadan sehingga terciptalah terjemahan yang tepat pada
bahasa sasaran.
4. Hasil penelitian ini dapat membantu mahasiswa dalam meneliti komponen
makna dan melakukan pilihan satuan lingual yang tepat, baik kata maupun
frasa yang bermakna memasak dalam bahasa Inggris dan bahasa Inggris,
sehingga terjadi ketepatan dalam melakukan pilihan satuan lingual seperti
dalam menerjemahkan atau menyusun resep masakan.

1.6 TINJAUAN PUSTAKA


Beberapa penelitian yang berhubungan dengan analisis komponen makna
sudah banyak dilakukan oleh banyak peneliti bahasa. Salah satu penelitian yang
melakukan penganalisisan komponen makna adalah sebuah tesis yang berjudul
Ciri Pembeda Semantik Kata yang Bermakna Rumah dalam Bahasa Jawa
(Supiyarno:2009). Penelitian ini membahas ciri pembeda semantik kata yang
bermakna rumah dalam bahasa Jawa. Kata yang bermakna rumah dalam bahasa
Jawa yang pemiliknya manusia maupun hewan merupakan sinonim. Untuk
menjamin keakuratan kesinoniman kata-kata yang bermakna rumah tersebut
dilakukan kajian relasi aspek semantiknya.
Penelian lain yang berhubungan dengan analisis medan makna dan
komponen makna penyusunnya adalah Medan Makna Ranah Emosi dalam
Bahasa Indonesia oleh Pramanik (2005). Pramanik menemukan 80 kata emosi

13

dalam bahasa Indonesia yang berasal dari kategori adjektiva dasar. Dari 80 kata
emosi itu, ada makna kata berani dan penasaran yang tidak memiliki kelompok
medan makna sehingga tidak dilakukan analisis komponen. Dengan demikian
tersisa 78 kata emosi yang ditemukan melalui analisis konteks verbal, aspek
semantis dan dimensi semantis. Dari 78 kata emosi tersebut, terbentuk 9 medan
makna kata emosi, yaitu medan makna senang, suka, heran, sedih, marah,
bosan, benci, takut, dan malu. Melalui analisis komponen makna terlihat
bahwa setiap kata dalam medan makna memiliki komponen makna yang hampir
sama, tetapi dapat dibedakan dengan komponen diagnostik yang terdapat pada
kata tersebut.
Berikut adalah beberapa penelitian dan hasil penelusuran pustaka lain
yang dilakukan oleh peneliti untuk melihat bagaimana analisis komponen makna
dilakukan dan apa saja yang telah dilakukan dalam penelitian komponen makna.
Penelitian aspek komponen makna verba dalam bahasa Indonesia tentang
komponen makna memasak pernah diteliti Wijana (2000). Pada penelitiannya,
dilakukan analisis komponen makna terhadap makna generik memasak untuk
kata-kata

seperti

menggoreng,

menumis,

menyangrai,

mengukus,

merebus, mengetim, dan membakar. Faktor pembedanya adalah pada alat


dan penggunaannya untuk memasak.

14

Tabel 1.2 Analisis Komponen Makna Memasak dalam Bahasa Indonesia


Nama Leksem
Minyak
Banyak
Sedikit
1. Menggoreng
2. Menumis
3. Menyangrai
4. Mengukus
5. Mengetim
6. Merebus
7. Memanggang
8. Membakar

+
-

+
-

TM
+
-

Memasak
Uap
Satu
Dua
Alat
Alat
+
+
-

Air
Jauh
+
+
-

+
+
+
+
+
+
+
-

Api
Dekat
+

Penelitian lainnya pernah dilakukan adalah penelitian yang berjudul


Medan Makna Leksikal Memasak oleh Sitanggang (2007). Sitanggang
menderetkan 41 kosa kata yang termasuk dalam medan makna memasak itu
dengan maknanya secara alfabetis. Dari deretan kata serta deskripsi yang terdapat
dalam medan makna kata memasak di atas tampak adanya seperangkat makna
yang mempunyai komponen umum yang sama. Sitanggang menganalisis leksem
dengan beberapa komponen makna pembeda, yaitu:
a. bahan, yakni bahan utama yang dipakai untuk memasak, misalnya minyak
goreng, air, santan, kecap, atau uap,
b. bahan yang akan dimasak, misalnya sayur, daging, ikan, dan ubi,
c. proses atau cara memasak, misalnya ditumis, direbus, dikukus, dibakar,
dipanggang, digoreng,
d. tempat memasak yaitu wadah untuk tempat memasak, misalnya kuali,
panci,
e. alat, yaitu alat yang dipakai untuk memasak kompor, tungku, bara api,
arang, oven, dan

15

f. cara mengolah : - berkuah atau tidak berkuah - dengan gula atau tanpa
gula.
Berdasarkan

peninjauan

terhadap

penelitian-penelitian

sebelumnya,

ternyata peneliti belum menemukan penelitian yang mengamati tentang medan


makna aktivitas memasak dalam bahasa Inggris. Penelitian medan makna yang
pernah dilakukan adalah penelitian dalam bahasa Prancis, yaitu bahasa yang satu
rumpun dengan bahasa Inggris, rumpun Indo Eropa. Penelitian tersebut adalah
yang ditulis oleh tesis yang berjudul Medan Makna Aktivitas Memasak dalam
Bahasa Perancis yang mengkaji makna leksem yang terdapat dalam aktivitas
memasak yang ditulis oleh Harianja (2010). Objek penelitian ini adalah leksemleksem aktivitas memasak yang berasal dari Dictionnaire Franais - Indonsien
dan kosa kata kuliner. Penelitian ini merumuskan klarifikasi semantis leksemleksem yang terdapat dalam aktivitas memasak bahasa Perancis, menemukan
komponen makna yang terdapat dalam leksem-leksem bahasa Perancis yang
berasal dari aktivitas memasak, dan menemukan relasi makna leksem-leksem
aktivitas memasak bahasa Perancis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
leksem aktivitas memasak yang menggunakan proses pemanasan terdapat 22
leksem. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penentuan komponen makna
leksem aktivitas memasak banyak ditentukan oleh faktor proses atau cara
memasak dan bahan utama yang digunakan.
Dari beragamnya penelitian mengenai analisis komponen makna terhadap
beberapa bahasa, dalam penelitian digambarkan sebuah analisis komponen makna
hiponim dari cooking dalam bahasa Inggris yang belum pernah dilakukan

16

sebelumnya, sehingga akan terlihat jelas perbedaan antar kata maupun frasa yang
bermakna cooking. Tataran kata atau frasa ini selanjutnya disebut sebagai satuan
lingual. Hal ini juga yang menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya, karena penelitian ini menyentuh tataran frasa atau gabungan kata.
Hal lain yang digunakan untuk membantu penelitian ini adalah beragamnya teknik
penganalisisan dari penelitian-penelitian sebelumnya dipelajari dan dijadikan
landasan bagaimana menjalankan penelitian ini.

1.7 LANDASAN TEORI


Beberapa teori oleh beberapa ahli bahasa digunakan untuk menganalisis
data-data berupa satuan lingual (kata maupun frasa) dari bahasa Inggris dalam
sebuah analisis komponen makna.
1.7.1 Medan Makna
Medan makna merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan. Hubungan dengan masalah relasi makna kata dari kurun waktu
yang berbeda, asosiasi hubungan kata secara paradigmatis sesuai dengan ciri
referen dan konseptualisasinya, juga berhubungan secara internal antara kata yang
satu dengan yang lainnya (Aminuddin, 1998:109).
Medan makna ialah seperangkat leksem yang maknanya berelasi dan
eksistensinya merupakan salah satu ciri universal leksikon setiap bahasa. Medan
makna adalah sekelompok atau sejumlah leksem yang berelasi secara semantis

17

yang pada umumnya dicakupi atau dipayungi oleh leksem yang menjadi
superordinatnya (Lehrer, 1974:1). Sekelompok leksem itu akan membentuk suatu
medan jika seperangkat leksem itu mempunyai komponen bersama.
1.7.2 Relasi Makna
Verhaar (1993:390) mendefinisikan mengenai relasi makna sebagai
hubungan kebermaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan
kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan kebermaknaan mungkin menyangkut
hal kesamaan makna, kebalikan makna, kegandaan makna, ketercakupan makna
dan sebagainya. Sehubungan dengan tata hubungan makna ini, Suwandi
(2008:101)

merangkum

dari

beberapa

pernyataan

linguis

dunia

dan

menyimpulkan bahwa tujuh hubungan atau relasi kemaknaan satuan bahasa yang
satu dengan satuan bahasa yang lain. Tata hubungan makna tersebut ialah (1)
sinonimi, (2) antonimi, (3) homonimi, (4) polisemi, (5) hiponimi, dan (6)
ambiguitas.
1. Sinonimi
Verhaar (1999:394) mendefiniskan sinonim sebagai ungkapan (berupa
kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan bentuknya
yang berbeda. Sementara Palmer (1981:88) mendefinisikan sinonimi sebagai
bentuk relasi makna yang menunjukkan kemiripan makna antara satuan lingual
yang satu dengan satuan lingual yang lain. Sebagai contoh sinonim dalam bahasa
Indonesia, nasib dan takdir, keduanya bermakna hampir sama, tetapi dengan
perbedaan nuansa kecil. Makna dua buah kata yang bersinonimi tidak pernah

18

mempunyai makna yang sama persis, mutlak atau simetris. Hubungan makna
antara dua buah kata yang bersinonim juga bersifat dua arah.
Parker (1946:33) mendefinisikan sinonimi sebagai dua buah kata atau
lebih yang memiliki kemiripan makna, sehingga keduanya memiliki kemiripan
komponen semantik. Dalam bahasa Inggris, pasangan conceal dan hide
menyembunyikan, stubborn and obstinate keras kepala, dan big dan large
besar dianggap sebagai sinonimi dalam bahasa Inggris. Walaupun pasanganpasangan tadi memiliki kesamaan ciri semantik, tetapi tidak ada pasangan kata
dalam bahasa yang benar-benar memiliki ciri semantik yang sepenuhnya sama
walaupun pasangan kata tersebut digunakan dalam konteks yang sama. Contohnya
adalah walaupun pasangan big dan large memiliki relasi sinonimi, frasa a big
sister dan a large sister memiliki makna yang tidak sama. A big sister bermakna
saudara perempuan yang lebih tua (kakak perempuan), sedangkan a large sister
bermakna sebagai saudara perempuan yang besar (secara ukuran tubuh).
2. Antonimi atau Oposisi
Verhaar (1999:395) mendefinisikan antonomi adalah ungkapan (bisa
berupa kata, tetapi dapat juga berbentuk frase, atau kalimat) yang maknanya
dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain, misalnya kata bagus berantonim
dengan kata buruk, besar dengan kecil, membeli dengan menjual dan sebagainya.
Hubungan makna antara dua buah kata yang berantonimi bersifat dua arah. Jadi
kalau bagus berantonim dengan buruk maka buruk berantonim dengan bagus.

19

Antonim disebut juga dengan istilah lawan kata,

lawan makna atau

oposisi. Dalam Suwandi (2008:106), berdasarkan sifatnya, antonimi atau oposisi


dapat dibedakan menjadi:
a.

Oposisi Mutlak

Dalam Parker (1946:36), oposisi atau antonimi mutlak dikenal dengan


binary antonyms. Terdapat perlawanan makna yang mutlak, misalnya antara alive
hidup dengan dead mati terdapat batas yang mutlak, sebab sesuatu yang hidup
pasti tidak mati, dan sesuatu yang mati pasti tidak hidup.
b.

Oposisi Kutub

Oposisi kutub juga dikenal dengan gradable antonyms (Parker, 1946:36).


Makna kata-kata yang termasuk oposisi kutub ini pertentanganya tidak bersifat
mutlak, melainkan bersifat gradasi. Dapat diartikan bahwa oposisi kutub artinya
terdapat tingkat-tingkat makna pada kata-kata tersebut, misalnya kata hot panas
dan cold dingin. kaya dan miskin, terdapat tingkatan pada kata tersebut misalnya
warm hangat dan cool dingin.
Kata-kata yang berasoiasi kutub ini umumnya berasal dari kelas kata
adjektif, misalnya far jauh near dekat, long panjang short pendek, high
tinggi low rendah, dan sebagainya.
c.

Oposisi Hubungan

Makna kata-kata yang beroposisi hubungan (relasional) ini bersifat saling


melengkapi. Artinya kehadiran kata yang satu karena ada kata yang lain yang
menjadi oposisinya. Tanpa kehadiran keduanya maka oposisi ini tidak ada,
misalnya kata menjual beroposisi dengan membeli, suami degan istri.

20

d.

Oposisi Hierarkial

Makna kata kata yang beroposisi hierakrial ini menyatakan suatu deret
jenjang atau tindakan. Oleh karena itu kata-kata yang beroposisi hierarkial ini
adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang dan isi), nama
satuan hitungan dan penanggalan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya,
misalnya meter beroposisi dengan kilometer karena berada dalam satuan yang
menyakatan panjang.
e.

Oposisi resiprokal

Oposisi resiprokal adalah sejenis antonim yang mengandung pasangan


yang berlawanan atau bertentangan dalam makna tetapi secara fungsional
memiliki hubungan yang sangat erat dan hubungan itu berupa hubungan timbal
balik, misalnya teaching mengajar dan learning belajar, dan sending
mengirim dan receiving menerima.
3. Homonimi, Homofoni, dan Homograf
a.

Homonimi

Verhaar (1999:395) mendefinisikan

homonimi sebagai hubungan di

antara dua kata (atau lebih) yang yang bentuknya sama dengan ungkapan lain
tetapi maknanya berbeda, misalnya bisa yang bermakna racun ular dan bisa yang
bermakna sanggup.
b.

Homofoni

Homofoni berasal dari dua kata yaitu kata homo yang bermakna sama dan
fon yang bermakna bunyi, jadi homofoni adalah kata-kata yang mempunyai
bentuk yang berbeda, maknanya berbeda tetapi mempunyai bunyi yang sama,

21

misalnya kata bang dengan bank. Bank adalah lembaga yang mengurus lalu lintas
uang, sedangkan bang berasal dari abang yang bermakna kakak laki-laki. Dalam
bahasa Inggris dicontohkan read /ri:d/ membaca dan reed /ri:d/ buluh.
c.

Homografi

Homografi secara etimologi beras dari kata homo yang bermakna sama
dengan graf yang bermakna tulisan, jadi homografi adalah kata-kata mempunyai
tulisan yang sama tetapi bunyi dan maknanya berbeda. Dalam bahasa Indonesia,
contoh dari homografi adalah seperti, apel /apl/ yang berarti buah, sedangkan
apel /apl/ yang berarti upacara.
4. Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, frase) yang
memiliki makna lebih dari satu. Suwandi (2008:112) mendefinisikan polisemi
sebagai pemakaian bentuk bahasa seperti kata. Frasa, dan sebagainya dengan
makna yang berbeda-beda. Polisemi merupakan kata atau frasa yang mempunyai
makna lebih dari satu. Beberapa arti kata tersebut masih ada hubungannya,
misalnya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna:

Bagian tubuh dari leher ke atas (seperti terdapat pada manusia dan hewan)

Bagian dari sesuatu yang terletak di bagian atas atau depan yang
merupakan bagian yang penting (kepala kereta api, kepala meja).

Bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat (kepala paku, kepala jarum)

Pemimpin atau ketua (kepala sekolah, kepala kantor)

Jiwa orang, seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp.
5000.000

22

Akal budi, seperti dalam kalimat Badannya besar tetapi kepalanya


kosong.
Konsep polisemi hampir sama dengan konsep homonimi. Perbedaanya

adalah homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang
kebetulan maknanya sama. Tentu saja homonimi itu bukan sebuah kata maka
maknanya pun berbeda. Makna kata pada homonimi tidak ada kaitannya atau
hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan
polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu, makna kata
pada polisemi masih ada hubungannya antara makna yang satu dengan yang lain
karen memang kembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata tersebut.
Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengamati relasi makna polisemi dan
homonimi yang terkadang sulit dibedakan.
5. Hiponimi dan Hipernimi
a.

Hiponimi

Verhaar (1999:396) hiponim adalah ungkapan biasanya berupa kata, tetapi


kiranya dapat berupa frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan
bagian dari makna suatu ungkapan lain, misalnya gurame adalah hiponim dari
ikan. Makna gurame termasuk dalam makna kata ikan. Gurame memang ikan,
tetapi bukan hanya gurami yang termasuk dalam makna ikan. Bandeng, tenggiri,
salmon, mujair, cakalang, teri, mas dan sebagainya juga termasuk dalam makna
ikan. Hubungan antara gurame, teri, cakalang dan ikan-ikan lain disebut
hubungan kohiponim. Jadi gurame berkohiponim dengan tenggiri, bandeng dan
sebagainya.

23

Hubungan hiponim ini hanya bersifat satu arah, artinya hiponim dari
bandeng adalah ikan, tetapi ikan tidak berhiponim dengan bandeng melainkan
ikan berhipernim dengan bandeng.
b.

Hipernimi

Konsep hipernimi adalah kebalikan dari konsep hiponimi. Konsep


hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan,
adanya makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya. Oleh
karena itu, ada kemungkinan sebuah kata yang merupakan hipernim dari sebuah
kata merupakan hipernim dari kata lainnya, akan menjadi hiponim terhadap kata
lain yang hierarkial di atasnya, misalnya kata mahluk berhipernim dengan
manusia dan binatang tetapi binatang berhipernim juga dengan ikan, kambing,
monyet, gajah dan sebagainya, ikan berhipernim juga dengan gurame, tongkol,
bandeng dan sebagainya.
Di samping istilah hiponimi dan hipernimi terdapat istilah lain yaitu
meronimi. Kedua istilah ini mengadung konsep yang hampir sama. Bedanya kalau
hiponimi menyatakan adanya kata (unsur leksikal) yang maknanya berada di
bawah makna kata lain, sedangkan meronimi menyatakan adanya kata (unsur
leksikal) yang merupakan bagian bagian dari kata lain. Misalnya ikan mempunyai
bagian-bagian tubuh, kepala, sirip, ekor, ingsang, sisik, dan sebagainya maka bisa
dikatakan bahwa meronimi dari ikan adalah kepala, sirip, ekor, ingsang, sisik dan
sebagainya.

24

6. Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna
ganda atau mendua arti. Pengertian ambiguitas hampir sama dengan pengertian
polisemi. Perbedaannya terletak pada kegandaan makna dalam polisemi dari kata,
sedangkan kegandaan makna pada ambiguitas berasal dari satuan yang lebih besar
yaitu frase atau kalimat dan terjadi akibat penafsiran struktur gramatikal yang
berbeda, misalnya buku sejarah baru dapat ditasfirkan sebagai (1) buku sejarah
itu baru terbit atau baru dibeli dan (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.
Pengertian ambiguitas hampir sama dengan homonimi. Perbedaanya
terletak pada apabila homonimi dilihat sebagai bentuk yang kebetulan sama dan
dengan makna yang berbeda, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan
makna yang berbeda sebagai akibat dari berbedanya penafsiran struktur
gramatikal bentuk tersebut. Ambiguitas hanya terjadi pada tataran frasa dan
kalimat sedangkan homonimi dapat terjadi pada semua satuan gramatikal.
1.7.3 Analisis Komponen Makna
Berkaitan dengan penjelasan tata hubungan makna di atas, salah satu cara
dalam menetapkan hubungan makna antara seperangkat satuan lingual (kata atau
frasa) dan suatu medan adalah dengan analisis komponen makna. Dalam
penjelasannya, Lyons (1963:336) menghubungkan analisis komponen makna
bersama dan komponen makna pembeda. Analisis komponen makna adalah
analisis satuan lingual, baik kata atau frasa, berdasarkan komponen pembedanya.
Analisis tersebut berguna untuk melihat kekontrasan antara satuan lingual yang
satu dengan yang lain di dalam medan leksikal.

25

Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic


property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur
leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk
makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Analisis ini mengandaikan setiap
unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya
dengan unsur lain (Chaer, 2009:115). Sementara pengertian komponen menurut
Palmer ialah keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri atas sejumlah elemen,
yang antara elemen yang satu dengan yang lain memiliki ciri yang berbeda-beda
(Aminuddin, 1998:128).
Analisis dengan cara seperti ini sebenarnya bukan hal baru, R. Jacobson
dan Morris Halle dalam laporan penelitian mereka tentang bunyi bahasa yang
berjudul Preliminaries to Speech Analysis: The Distinctive Features and Their
Correlates (1969) telah menggunakan cara analisis seperti itu. Dalam laporan itu
mereka mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa dengan menyebutkan ciri-ciri
pembeda di antara bunyi yang satu dengan bunyi yang lain. Bunyi-bunyi yang
memiliki sesuatu ciri diberi tanda plus (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi
tanda minus (-). Konsep analisis dua-dua ini lazim disebut analisis biner oleh para
ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata
yang lain. Analisis komponen makna yaitu usaha memahami makna satuan bahasa
atas dasar komponen makna yang membentuk makna satuan bahasa.
Lyons (1977: 317-335) menjelaskan bahwa analisis bahasa adalah
pendekatan untuk mendeskripsikan makna kata atau frasa yang mendasarkan pada
tesis bahwa makna setiap leksem dapat diuraikan atas komponen-komponen

26

maknanya. Sedangkan, Chaer (2009:114-122) menjelaskan teori komponen


makna atau komponen semantik yang menjelaskan bahwa setiap leksem atau kata
terdiri atas satu yang bersama-sama membentuk makna kata tersebut. Contoh,
leksem perjaka dan mempunyai komponen makna: (+) manusia, (-) berpotensi
melahirkan, (-) menikah; gadis mempunyai komponen makna: (+) manusia, (+)
berpotensi melahirkan, (-) menikah. Analisis komponen makna leksem perjaka
dan gadis itu dapat dilihat dalam tabel 1.3.
Tabel 1.3 Komponen Makna Leksem Perjaka dan Gadis
Komponen Makna
Manusia
Berpotensi melahirkan
Menikah

Leksem
Perjaka
+
-

Gadis
+
+

Lyons (1977:323-335) menjelaskan bahwa dalam analisis komponen, ada


empat unsur yang harus diperhatikan, yaitu komponen (makna), fitur, pemarkah,
dan ciri pembeda. Komponen makna adalah kumpulan fitur makna. Fitur adalah
variabel makna yang dinilai (dalam komponen makna mengandung sejumlah
variabel makna yang dapat dinilai). Pemarkah adalah penanda nilai suatu fitur.
Ciri pembeda adalah ciri khas nilai fitur suatu leksem atau satuan leksikal pada
saat leksem itu dibandingkan dengan leksem yang lain. Penerapan konsep
komponen (makna), fitur, pemarkah, dan ciri pembeda dapat dilihat dalam contoh
analisis komponen makna kerbau, sapi dan di tabel 1.4.

27

Tabel 1.4 Analisis Komponen Makna Kerbau, Sapi, dan Kuda


KOMPONEN MAKNA
Binatang
Berkaki empat
Pemakan rumput
Berkuku lebah dua
Untuk menarik pedati
Untuk pembajak
Sebagai tunggangan
Suka berkubang

LEKSEM
Kerbau
+
+
+
+
+
+
+

Sapi
+
+
+
+
+
+
-

Kuda
+
+
+
+
+
-

Berdasarkan analisis makna leksem kerbau, sapi, dan kuda pada tabel 4, dapat
diketahui sebagai berikut: binatang adalah fitur makna yang pertama; berkaki
empat fitur makna yang kedua; pemakan rumput adalah fitur makna kedua;
berkuku belah dua adalah fitur makna yang ketiga; untuk menarik pedati fitur
makna yang keempat; untuk membajak adalah fitur makna yang kelima;
sebagaitunggangan adalah fitur makna yang keenam; suka berkubang adalah fitur
makna yang ketujuh. Fitur makna ini nilainya bisa berbeda atau bisa sama antara
leksem yang satu dengan yang lain. Misalnya fitur untuk membajak sama-sama
dimiliki oleh kerbau dan sapi, tetapi tidak dimiliki oleh kuda.
Permarkah adalah tanda yang menandai nilai suatu fitur. Permakah plus(+)
berarti fitur itu dimiliki oleh leksem yang sedang dianalisis, sedangkan permakah
minus(-) berarti fitur itu tidak dimiliki oleh leksem yang sedang dianalisis.
Contoh, fitur berkuku belah dua (+) untuk kerbau, (+) untuk sapi, tetapi (-) untuk
kuda. Artinya, fitur berkuku belah dua dimiliki oleh kerbau dan sapi, tetapi tidak
dimiliki oleh leksem kuda. Komponen makna adalah semua fitur makna yang
sudah dimarkahi.

28

1.7.4 Aktivitas Memasak


Untuk dapat mengerti lebih jelas batasan aktivitas memasak di dalam
penelitian ini, maka penelitian ini didasarkan pada pengertian aktivitas memasak
seperti yang dijabarkan di dalam A Taste of Vitality : Nutrient Dense Cooking
(2001 : 243), cuisiner adalah masakan, cara, seni masak.

Dalam Merriam

Websters Collegiate Dictionary (1998:254), memasak dideskripsikan sebagai


aktivitas untuk menyiapkan makanan dengan melalui proses pemanasan (Cook 1.
To prepare food for eating by means of heat; 2.To undergo the action of being
cooked (the rice is ~ ing now)). Sementara Oxford Dictionaries Online
mendefinisikan cooking atau aktivitas memasak sebagai prepare (food, a dish, or
a meal) by mixing, combining, and heating the ingredients menyiapkan makanan
dengan cara mencapur, mengkombinasikan, dan memanaskan bahan-bahan
makanan. Berdasarkan pendefinisian dari beberapa sumber, maka dapat
disimpulkan bahwa cooking merupakan suatu aktivitas pengolahan bahan
makanan yang mengolah makanan mentah, setengah matang ataupun makanan
matang dengan menggunakan sumber energi panas sehingga bahan makanan yang
melalui proses ini akan mengalami efek tertentu seperti perubahan warna, tekstur,
dan aroma, lalu pada akhirnya bahan makanan tersebut dapat disantap. Proses
mengolah makanan dengan cara memanaskannya inilah yang selanjutnya menjadi
batasan dalam penelitian ini.

29

1.8 METODE PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Metode ini

menerapkan persyaratan bahwa penelitian harus berdasar pada fakta yang ada
sehingga pemerian yang diberikan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Metode
deskriptif adalah metode yang mengolah dan menganalisis data berdasarkan
bahan yang diperoleh tanpa menambahi dan mengurangi lalu kemudian
menganalisisnya. Medan makna cooking menjadi sasaran penelitian ini
dideskripsikan keberadaannya dengan struktur yang memperlihatkan hubungan
makna antar satuan lingual. Sejalan dengan itu, sebagai langkah kerja, dilakukan
tiga tahapan yang utama yaitu (1) pengumpulan data, (2) pengolahan data atau
penganalisisan data, dan (3) penyajian hasil pengolahan data.
Data penelitian ini adalah kalimat, paragraf atau wacana-wacana lisan dan
tulisan yang mengandung satuan lingual (kata/frasa) yang merupakan hiponimi
dari kata cooking, sedangkan objek dari penelitian ini adalah satuan lingual dalam
bahasa Inggris yang merupakan hiponimi dari kata cooking.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data yang terbagi menjadi
sumber data lisan dan sumber data tulisan. Data lisan diperoleh dari beberapa ahli
kuliner yang merupakan penutur bahasa Inggris dan penutur bahasa Indonesia
yang merupakan pembelajar bahasa Inggris. Data tulisan diperoleh dari kamus
bahasa Inggris, buku resep masakan, dan artikel tentang dunia kuliner di internet.
Dalam pengumpulan data digunakan teknik simak catat (Sudaryanto,
1988:15-20) dengan cara menyimak penggunaan kata dengan makna memasak
melalui informasi dari beberapa ahli kuliner dan video memasak melalui DVD

30

dan situs video YouTube. Peneliti juga melakukan penelusuran melalui referensireferensi yang ada, seperti kamus, artikel majalah, buku resep, dan penelitianpenelitian sebelumnya. Data yang diperoleh kemudian diinventarisasi dalam
bentuk catatan atau kartu data, lalu diklasifikasikan berdasarkan kesamaan
komponen semantik leksikalnya.
Pada tahapan penganalisisan komponen makna, metode analisis data yang
dipakai adalah metode padan. Menurut Sudaryanto (1993: 15), metode padan
adalah metode penganalisisan data yang alat penentunya merupakan bagian
(langue) yang bersangkutan. Teknik dasar analisis data yang dipakai adalah teknik
pilah unsur penentu, yaitu teknik yang alat penentunya adalah daya pilah yang
bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti. Hal yang menjadi daya pilah dalam
penelitian ini adalah daya pilah referensial, misalnya membagi satuan lingual kata
menjadi beberapa jenis, maka perbedaan referen teracu yang ditunjuk oleh kata itu
harus diketahui terlebih dahulu, dan untuk mengetahui perbedaan referen itu, daya
pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh setiap peneliti harus digunakan
(Sudaryanto, 1993: 22). Dalam hal ini, daya pilah referensial yang digunakan oleh
peneliti adalah dengan memilah satuan lingual atau data yang diperoleh
berdasarkan komponen makna penyusunnya.
Pada penganalisisan data, peneliti membagi hal tersebut ke dalam
beberapa langkah kerja atau tahapan. Hal yang dilakukan adalah melakukan
pendataan terhadap satuan-satuan lingual bermakna cooking dalam bahasa
Inggris dan melakukan penganalisisan terhadap komponen semantis pembeda
melalui teknik analisis komponen makna, kemudian mengamati pergeseran makna

31

yang terjadi pada setiap satuan lingual dan melihat komponen semantik apakah
yang tetap dipertahankan pada bentuk makna-makna yang bergeser tersebut.
Menganalisis komponen makna memerlukan langkah-langkah tertentu.
Nida menyebutkan enam langkah untuk menganalisis komponen makna
(Sudaryat, 2009:57) :
a. menyeleksi sementara makna yang muncul dari sejumlah komponen yang
umum dengan pengertian makna yang dipilih masih berada di dalam
makna tersebut,
b. mendaftar semua ciri spesifik yang dimiliki oleh rujukannya,
c. menentukan komponen yang dapat digunakan untuk kata yang lain,
d. menentukan komponen diagnostik yang dapat digunakan untuk setiap
kata,
e. mengecek data yang dilakukan pada langkah pertama, dan
f. mendeskripsikan komponen diagnostiknya, misalnya dalam bentuk
matriks.
Setelah dilakukan analisis komponen makna dan terlihat ciri semantik
pembeda antar satuan lingual, hal yang dilakukan selanjutnya adalah mengamati
keragaman makna dari tiap-tiap satuan lingual. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk melihat komponen semantis apakah yang tetap dipertahankan dalam
keragaman makna dari tiap-tiap satuan lingual tersebut, dan hal ini dapat
mengoptimalkan penggunaan hasil analisis komponen makna. Dari hasil analisis
ini dapat dilihat relasi makna dari tiap satuan lingual, khususnya relasi makna
yang berupa polisemi.

32

Penyajian data dilakukan dengan metode formal dan informal. Metode


formal adalah sebuah metode penyajian data dengan tanda lambang, tanda panah,
tanda bintang, lambang huruf, dan berbagai diagram (Sudaryanto, 1993: 145).
Metode penyajian data formal yang dipakai dalam penelitian ini adalah tabel
analisis komponen makna. Sementara metode informal adalah sebuah metode
penyajian data dengan menjelaskan data dengan kata-kata.

1.9 SISTEMATIKA PENYAJIAN


Penelitian mengenai Ciri Semantik Pembeda Satuan Lingual yang
Mengandung Makna Cooking dalam Bahasa Inggris ini dibahas ke dalam empat
bab. BAB I merupakan bagian pendahuluan yang berisikan 1.1 Latar Belakang,
1.2 Rumusan Masalah, 1.3 Ruang Lingkup Penelitian, 1.4 Tujuan Penelitian, 1.5
Manfaat Penelitian, 1.6 Tinjauan Pustaka, 1.7 Landasan Teori, 1.8 Metode
Penelitian, dan 1.9 Sistematika Penyajian. BAB II akan membahas satuan-satuan
lingual

aktivitas

memasak

yang

termasuk

dalam

ranah

aktivitas

memasak/pengolahan bahan makanan dalam bahasa Inggris. BAB III membahas


mengenai komponen semantis di dalam setiap satuan lingual aktivitas cooking
dalam bahasa Inggris. BAB IV membahas mengenai polisemi dari tiap satuan
lingual yang bermakna cooking dalam bahasa Inggris. Sedangkan BAB V
Penutup, terdiri atas 5.1 Kesimpulan dan 5.2 Saran.

Anda mungkin juga menyukai