Teks opini adalah teks yang berisi perkiraan, pikiran, pendapat, atau anggapan tentang suatu hal.
Menyunting teks opini adalah kegiatan memperbaiki teks opini sesuai dengan kaidah-kaidah
bahasa teks opini. Ciri yang paling menonjol adalah penggunaan teks opini antara lain yang
berhubungan dengan adverbia, konjungsi, verba (material, relasional, dan mental) dan kosa kata.
Sebelum teks opini diterbitkan perlu disunting terlebih dahulu. Sebuah teks opini disunting
karena ingin menjaga kualitas teks tersebut. Menyunting naskah tersebut diperlukan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam sebuah teks opini. Menyunting merupakan
langkah terakhir dari tahap penyusunan suatu teks opini sebelum teks tersebut diterbitkan.
Dalam menyunting teks opini ada hal-hal yang harus diperhatikan misalnya, sebelum mulai
menyunting teks opini, penyunting wajib mencari informasi mengenai kaidah penulisan teks
opini, Hal-hal yang mungkin akan diubah dalam teks oleh penyunting wajib dikonsultasikan
dengan penulis teks opini, Dalam kegiatan menyunting teks opini punyunting naskah tidak boleh
menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya. Oleh karena itu, ada beberapa
bagian teks opini yang harus dipahami dalam menyunting struktur dan kaidah-kaidah teks opini.
Cara
menyunting
teks
opini
antara
lain
sebagai
berikut.
Pengimbuhan
Pengimbuhan menunjukkan pertalian yang teratur antara bentuk dan makna kata. Keteraturan itu
dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan makna konsep yang berbeda. Berikut ini terdapat
contoh bentuk berimbuhan yang menunjukkan pertalian makna tersebut. Tugas kalian adalah
mencari bentuk berimbuhan lainnya untuk melengkapi kolom yang kosong.
No
.
Verbal
1. mengubah
Pelaku/Alat
pengubah (yang
mengubah)
Proses
Hasil
pengubahan (proses
mengubah)
ubahan (hasil
mengubah)
2. menyediaka penyedia
n
(yang menyediakan)
penyediaan
(proses menyediakan)
persediaan
(hasil menyediakan)
3. memberi
pemberi
(yang memberikan)
memberikan
(proses memberikan)
pemberian
(hasil memberikan)
4. memasang
pemasang
(yang memasang)
pemasangan
(proses memasang)
pasangan
(hasil memasang)
5. membangun pembangun
(yang membangun)
pembangunan
(proses membangun)
bangunan
(hasil membangun)
6. membuat
pembuat (yang
membuat)
pembuatan (proses
membuat)
7. membawa
pembawa (yang
membawa)
pembawaan (proses
membawa)
bawaan (hasil
membawa)
8. membantu
pembantu (yang
pembantuan (proses
bantuan (hasil
9. mencoba
membantu)
membantu)
membantu)
pencoba (yang
mencoba)
percobaan (proses
mencoba)
cobaan (hasil
mencoba)
pemerolehan (proses
memperoleh)
perolehan (hasil
memperoleh)
Reduplikasi
Reduplikasi merupakan proses pengulangan. Reduplikasi juga merupakan proses penurunan kata
dengan perulangan utuh maupun sebagian. Dalam reduplikasi terjadi perubahan makna
gramatikal, sehingga terjadi satuan yang berstatus kata. Ada tiga macam bentuk reduplikasi,
yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis, dan reduplikasi sintaksis. Reduplikasi
fonologis tidak terjadi perubahan makna, karena pengulangannya hanya bersifat fonologis
artinya bukan atau tidak ada pengulangan leksem. Misalnya dada, tubi-tubi, dan kupu-kupu
termasuk reduplikasi fonologis karna bentuk dasarnya bukan dari da, tubi, dan kupu. Reduplikasi
morfemis terjadi perubahan makna gramatikal atas leksem yang diulang, sehingga terjadilah
satuan yang berstatus kata. Dan reduplikasi sintaksis adalah proses yang terjadi atas leksem yang
menghasil satuan yang berstatus klausa, jadi berada di luar cakupan morfologi. Contoh, asamasam dimakannya juga mangga itu.
No Reduplikasi
.
Makna
Contoh Kalimat
2. antarmengantar
berbalasan
(resiprokal)
3. beres-beres
sungguh-sungguh
(intensif)
4. kelilingkeliling
berkali-kali (iteratif)
5. rumahrumah
bentuk jamak
6. warna-warni bermacam-macam
7. lelaki
tidak mengalami
perubahan makna
8. tali-temali
variasi
9. ibu-ibu
yang bertindak
sebagai
10. mobilmobilan
yang mirip
Konjungsi
Hubungan antarkalimat yang membentuk kalimat majemuk selain ditandai oleh kata penghubung
(konjungsi) juga ditandai oleh koma (,) atau titik koma (;). Jika hubungan ini menunjukkan
ketidaklogisan, salah satu penyebabnya adalah penggunaan konjungsi yang tidak tepat. Berikut
diberikan beberapa contoh kalimat majemuk yang menggunakan konjungsi. Jika pengggunaan
konjungsi berikut sudah tepat, berilah tanda () pada kolom (B). Akan tetapi, jika penggunaan
konjungsi dalam kalimat berikut tidak logis, berilah tanda () pada kolom (S).
No
.
Reduplikasi
1. Resor tumbuh menjamur, oleh sebab itu kontribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal.
2. Karena secara terminologis kata baik dan benar sudah menyaran pada hal yang
sempurna dan tanpa cacat, orang pun tidak segan-segan memaknai slogan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu sama dengan bahasa
Indonesia baku. Sebagai akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa tidak
memiliki kemampuan untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
3. Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang lebih sering berada dalam situasi tidak resmi sehingga tuntutan untuk selalu berbahasa Indonesia ragam
baku itu pun tidak ada.
4. Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan situasi pemakaiannya, meskipun bahasa yang benar adalah bahasa yang digunakan
sesuai dengan kaidah (aturan) bahasa.
5. Berbahasa dengan baik dan benar ternyata tidak hanya dapat memperlancar komunikasi, kemudian juga dapat meluruskan cara berpikir (berlogika) dan
sekaligus mengajarkan cara bertanggung jawab.
6. Pemilihan umum (pemilu) bukan hanya pesta demokrasi, namun juga pesta akronim (dan singkatan).
8. Meskipun saya tidak dapat menghadiri undangan tersebut tetapi saya akan tetap mengirimkan kado.
9. Jepang telah menyiapkan teknologi tahan bencana dan membangun sistem sosial yang tanggap bencana.
10. Jika guru tidak hadir, maka para siswa akan berkeliaran di luar kelas.
Kalimat Majemuk
Kesejajaran unsur kalimat pada kalimat majemuk setara itu diperlukan. Kesejajaran itu meliputi
jenis kalimat ataupun urutan unsur kalimatnya. Sebagai contoh, jika kalimat pertama yang
menjadi unsur kalimat majemuk setara itu berupa kalimat nomina, pengisi predikatnya berupa
nomina, kalimat kedua dan kalimat selanjutnya juga harus berupa kalimat nominal. Selanjutnya,
jika kalimat pertama dalam kalimat majemuk setara itu berupa kalimat transitif, kalimat kedua
dan selanjutnya juga harus berupa kalimat transitif. Misalnya sebagai berikut.
Para pegawai negeri menerima gaji setiap awal bulan dan dibelanjakan sebagian untuk
keperluannya sehari-hari.
Para pegawai negeri menerima gaji setiap awal bulan dan membelanjakannya sebagian
untuk keperluannya sehari-hari.
Penulisan laporan itu dilakukan oleh kelompok V, tetapi disempurnakan oleh kelompok
I.
Unsur kalimat (a) ibu sedang membersihkan halaman belakang; (b) Rani kecewa; serta (c) Cerita
pendek ini sangat bagus merupakan induk kalimat karena dapat berdiri sendiri sebagai kalimat
tunggal yang mandiri, tidak bergantung pada unsur lainnya. Buatlah 10 kalimat majemuk lainnya
yang memiliki unsur induk kalimat.
No
.
Kalimat Majemuk
Induk Kalimat
Anak Kalimat
Nenek membaca
majalah
Ajiz mendapatkan
rangking pertama
Dia mendirikan
perusahaan itu
ketika memberikan
keterangan
Abstraksi
Teks
Abstraksi adalah ringkasan, intisari, atau garis besar. Mengabstraksi teks opini adalah meringkas
teks opini dengan menuliskan garis besar teks tersebut dalam beberapa kalimat yang padu.
Abtsraksi harus memperhatikan bagian-bagian penting dari suatu teks untuk disusun menjadi
sebuah
garis
besar
yang
lengkap.
Perhatikan
teks
berikut.
Mitigasi Belum Optimal
1. Tanpa kebijakan permanen menghadapi bencana gunung, penyelamatan morat-marit.
Hindari simpang-siur media sosial.
2. Pemerintah terlihat kurang cekatan dalam menanggulangi dampak erupsi. Seolah-olah tak
belajar dari akibat letusan Sinabung yang morat-marit, dari penyediaan masker sampai
pasokan air minum, selimut, dan obat-obatan, pemerintah terkesan kurang sigap-tanggap.
Terkatung-katungnya sejumlah pengungsi karena pos penampungan mereka ternyata
sudah digunakan pengungsi lain membuktikan manajemen penanggulangan yang serba
dadakan.
3. Operasi tanggap darurat yang dilakukan pemerintah terkesan sebatas respons reaktif,
spontan, dan sporadis. Sudah saatnya kita memiliki kebijakan permanen yang mampu
mengantisipasi dan meminimalkan dampak bencana, yakni kebijakan yang berangkat dari
database pemetaan daerah rawan letusan gunung berapi. Dibutuhkan operasi dengan
persiapan koordinasi penyelamatan, penyediaan infrastruktur, sampai pelatihan relawan
yang dilakukan secara prabencana.
4. Negara seperti Jepang, yang merupakan langganan gempa, secara sistemik memiliki
program kesiap-siagaan menghadapai bencana. Mereka menyiapkan teknologi tahan
bencana dan membangun sistem sosial yang tanggap bencana. Mereka menginginkan
masyarakatnya memiliki kultur sadar bencana yang rasional. Sedangkan dalam alam pikir
masyarakat kita, letusan gunung masih dianggap sesuatu yang insidental, yang walaupun
merupakan malapetaka tetap mengandung hikmah tertentu.
5. Kemampuan pemerintah memberikan informasi penting yang harus dipatuhi masyarakat
masih lemah. Akibatnya, banyak korban jatuh yang sebetulnya bisa dihindari. Erupsi
Kelud, misalnya, tak banyak memakan korban langsung. Korban meninggal dan lukaluka justru karena dampak tak langsung. Beberapa orang tewas karena keruntuhan atap
rumah ketika membersihkan debu yang menumpuk di bubungan.
6. Tatkala hujan turun, air membuat debu mengeras, menjadi mirip campuran semen. Atap
pun ambruk karena tak kuat menahan beban. Masih ada kemungkinan korban bertambah
akibat masyarakat melanggar zona bahaya. Dalam radius sepuluh kilometer, masyarakat
dilarang masuk karena kemungkinan datangnya awan panas. Tetapi, dalam kenyataannya,
banyak penduduk menerobos karena menganggap keadaan sudah aman.
7. Kesimpang-siuran informasi hampir selalu terulang pada setiap bencana. Setelah letusan
Kelud, di media sosial ramai dibicarakan Gunung Bromo-Semeru akan menyusul. Isu
palsu ini bisa membuat panik. Erupsi tak mirip virus influenza. Setiap gunung memiliki
aktivitas vulkanis sendiri-sendiri, tidak bergantung gunung lain.
8. Seyogianya, pemerintah tangkas memberi informasi yang terangbenderang, yang tingkat
akurasinya mampu menyelamatkan masyarakat. Pada kenyataannya, masyarakat lebih
sering mempercayai prediksi dari sumber tak jelas, misalnya juru kunci. Pemerintah,
bagaimanapun, harus mampu menyinergikan deteksi bencana yang bertolak dari ilmu
pengetahuan dan pengalaman lokal.
9. Tugas mitigasi adalah meningkatkan pengetahuan mayarakat tentang ciri-ciri letusan
gunung secara ilmiah. Tugas mitigasi juga membangun menajemen rasional