Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
“PENGELOLAAN KELAS”

KELOMPO X
1 M. Fauzan Al Anshory
2 Abdul Gafur (Kota baru)
3 Muhammad Rizki

Pendidikan Teknologi Informasi


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Yapis Dompu
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya
kepada kita semua sehingga makalah  ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah  ini di
dasari pada tinjauan pustaka  mengenai pengertian cerpen, ciri-ciri cerpen, unsur  intrinsik
serta ekstrinsik cerpen, menentukan hal-hal menarik dalam suatu cerpen, dan
membandingkan dengan realitas dalam kehidupan. Makalah  ini disusun dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas bahasa Indonesia . Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.   

Kami  sangat menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh
Karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan
khususnya bagi para siswa sebagai sarana pembelajaran

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. Pengertian cerpen......................................................................................................................2
B. Ciri-ciri Cerita Pendek...............................................................................................................2
C. Dalam cerita pendek terkandung unsur-unsur intrinsik yaitu :...................................................3
D. Unsur ekstrinsik pada cerpen.....................................................................................................5
E. Cara Membuat Cerpen...............................................................................................................5
BAB III CONTOH CERPEN................................................................................................................8
A. Mengidentifikasi Unsur Instrinsik Cerpen...............................................................................15
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cerpen termasuk salah satu jenis karangan narasi, narasi merupakan karangan
berupa rangkaian peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Selain cerpen,
karangan yang tergolong kedalam jenis narasi adalah novel, roman, dan semua karya
prosa imajinatif.

Karangan jenis ini bermaksud menyajikan peristiwa atau mengisahkan apa yang telah
terjadi dan bagaimana suatu peristiwa terjadi.

Selain berdasarkan fakta, kejadiannya boleh berupa sesuatu yang dikhayalkan oleh
penulis dan dihidupkan dalam alam fantasi yang sama sekalijauh dari realita kehidupan.

B. Rumusan masalah

Dalam makalah ini hanya meneliti tentang pengertian cerpen, ciri-ciri cerpen,
unsur intrinsik serta ekstrinsik cerpen, cara menulis cerpen, dan contoh cerpen besrta
strukturnya menentukan hal-hal yang menarik dalam suatu cerpen, dan membandingkan
dengan realitas dalam kehidupan.

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian cerpen

Cerita pendek (cerpen) merupakan sebuah bentuk karya sastra berupa prosa naratif
yang bersifat fiktif. Isinya tidak lebih dari 10.000 kata. Cerita pendek atau sering
disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung
padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang,
seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita
pendek yang sukses mengandalakan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa
dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya
bias dalam berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang
dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan
munculnya novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur,
dengan contoh-contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

B. Ciri-ciri Cerita Pendek

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita


pendek bias anya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting
yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

3
Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur
inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh
utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan
tokoh utama); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi
yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka
terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik
cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di
mana konflik dipecahkan); dan moralnya.

Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula
tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi.
Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah
aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga
mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek
biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan
moral atau pelajaran praktis.

Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuath cerita pendek berbeda-beda
menurut pengarangnya. Adapun yang menjadi ciri khusus cerpen, di antaranya sebagai
beikut.

1. Isinya cenderung kurang kompleks


2. Fokus cerita terpusat pada satu kejadian
3. Hanya menggunakan satu alur cerita yang rapat
4. Tokoh dalam cerpen sangat terbatas dan diulas secara sekilas
5. Setting yang digunakan biasanya tunggal
6. Tempo waktunya relatip pendek
7. Menampilkan konflik yang tidak menimbulkan perubahan nasib pada tokohnya.

C. Dalam cerita pendek terkandung unsur-unsur intrinsik yaitu :


1. Tema

4
Tema  yaitu pokok gagasan menjadi dasar pengembangan cerita pendek. Tema
suatu cerita mensegala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan,
kasih sayang, kecemburuan dan sebagainya. Untuk mengetahui tema suatu cerita,
diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu. Bisa saja
temanya itu dititipkan pada unsur penokohan, alur, ataupun pada latar.

2. Plot atau alur

Plot  yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama
sehingga menggerakkan jalan cerita melalui perkenalan klimaks dan penyelesaian.
Pada umumnya alur terdiri atas beberapa tahap diantaranya:

a. Pengenalan

Tahap ini menguraikan latar cerita atau penokohan.

b. Penampilan masalah / konflik

Tahap ini menceritakan persoalan yang dihadapi pelaku cerita. Dalam


tahap ini akan terjadi konflik antarpelaku.

c. Konflik memuncak

Tahap ini menceritakan konflik yang dihadapi pelaku semakin meningkat.

d. Puncak ketegangan/ klimaks

5
Tahap ini menggambarkan ketegangan masalah dalam cerita atau masalah
itu telah mencapai klimaks/ puncak.

e. Ketegangan menurun

Tahap ini menceritakan masalah yang telah berangsur-angsur dapat diatasi


dan kekhawatiran mulai hilang.

f. Penyelesaian

Tahap ini menceritakan masalah tersebut sudah dapat diatasi. Pengarang


memberikan pemecahan dari semua peristiwa sebelumnya.

3. Penokohan dan perwatakan

Penokohan yaitu cerita pengarang menggambarkan dan mengembangkan


watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya.

Untuk mengetahui watak pelaku cerita, perhatikanlah!

a. Apa yang dilakukan pelaku;


b. Apa yang dikatakan pelaku;
c. Bagaimana sikap pelaku dalam menghadapi persoalan;
d. Bagaimana penilaian pelaku lain terhadap dirinya.
4. Seting atau latar

Latar yaitu tempat dan waktu terjadinya cerita. Latar ini berguna untuk
memperkuat tema, menuntun watak tokoh, dan membangun suasana cerita. Latar
terdiri atas latar tempat, waktu dan sosial.

5. Sudut pandang

6
Sudut pandang yaitu posisi pengarang dalam membawakan cerita.

Ada beberapa macam sudut pandang ata bercerita.

a. Sudut pandang orang pertama

Pengarang memakai istilah “aku” untuk menghidupkan tokoh, seolah-olah


dia menceritakan pengalamannya sendiri.

b. Sudut pandang orang ketiga

Pengarang memilih salah seorang tokohnya untuk menceritakan orang


lain. Tokoh yang diceritakan itu disebut “dia”.

c. Sudut pandang pengarang sebagai pencerita (objective point of view)

Pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seolah-olah pembaca


menonton pementasan sandiwara. Pembaca hanya bisa menafsirkan cerita
berdasarkan kejadian, dialog, dan perbuatan para pelakunya karena pengarang
tidak memberikan petunjuk atau tuntunan terhadap pembaca.

d. Sudut pandang serba tahu (omniscient point of view)

Pengarang seolah serba tahu segalanya. Ia dapat menciptakan apa saja


yang diperlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang
diinginkan. Pengarang bisa mengomentari kelakuan para pelakunya dan dapat
berbicara langsung dengan pembaca.

e. Amanat

7
Amanat  yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya
kepada pembaca atau pendengar. Pesan bisa berupa harapan, nasehat, kritik dan
sebagainya.

D. Unsur ekstrinsik pada cerpen


a. Latar belakang pengarang

Kehidupan pengarang dan kejiwaannya berpengaruh terhadap proses penciptaan


karya sastra.

b. Aspek-aspek sosial politik

Situasi sosial politik seperti masalah ekonomi, budaya, dan pendidikan


akan berpengaruh terhadap karya sastra.

c. Hasil pemikiran manusia atau masyarakat

Hasil pemikiran manusia, baik berupa ideologi, filsafat, maupun


pengetahuan lain juga berpengaru terhadap karya sastra. Kedekatan sastrawan
dengan Tuhan, misalnya, akan melahirkan karya sastra yang sarat dengan pesan
religius.

d. Semangat zaman, atmosfer, atau iklim tertentu


e. Semangat zaman yang dimaksud disini menyangkut masalah aliran seni yang
digemari pada saat itu.

Hal lain yang juga termasuk unsur ekstrinsik yakni pengaruh sastra asing.

8
E. Cara Membuat Cerpen

Setiap pembuatan karya sastra yang berbentuk prosa tentu tak akan pernah terlepas
dari yang namanya unsur intrinsik. Baik itu membuat novel atau pun membuat cerpen.
Nah, pada bahasan ini penulis akan menyajikan bahasan tentang cara atau langkah
membuat cerpen.

Cerita cerpen bisa dalam berbagai jenis, namun langkah dasar pembuatannya
memiliki pola dasar yang hampir sama, yakni menampilkan suatu keadaan yang harus
dihadapi tokoh atau pelaku, kemudian perlahan-lahan muncul sebuah masalah atau konflik
yang pada akhirnya akan mencapai puncaknya, setelah itu konflik akan mulai mulai
mereda dan masalah pun bisa diselesaikan pelaku.

Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dipahami dan diperhatikan ketika Anda hendak
membuat sebuah cerpen.

1. Tema. Setiap tulisan yang dibuat tentu harus memiliki arti atau pesan yang tersirat
agar hasilnya bisa dinikmati. Untuk itu, Anda memerlukan sebuah tema yang
berfungsi sebagai tali penghubung antara awal cerita dan akhir cerita. Apapun yang
ingin Anda tulis, usahakan selalau berkaitan dengan tema ini.
2. Tempo Waktu. Tempo waktu penceritaan dalam sebuah cerpen sangatlah pendek,
yakni hanya dalam hitungan hari atau bahkan hitungan jam. Tempo yang singkat ini
biasanya berupa gambaran tentang satu kejadian yang dialami atau terjadi dalam
kehidupan tokoh utama. Usahakan agar tema yang Anda angkat tadi bisa dimunculkan
dalam kejadian yang dialami si tokoh.
3. Setting. Ingat setting dalam cerpen ini bersifat tunggal, jadi Anda harus pintar dalam
memilih setting. Usahakan agar setting yang dipilih itu cukup familiar dengan calon
pembaca agar mereka pun bisa merasakan suasana cerita melalui setting yang Anda
pilih tadi.
4. Penokohan . Tokoh dalam cerita pendek sangatlah terbatas dan itu pun hanya dibahas
sekilas, jadi jangan terlalu banyak menyertakan tokoh dalam cerpen. Satu sampai dua
tokoh rasanya sudah sangat cukup sehingga efektivitas cerita tetap terjaga.

9
5. Alur. Alur ini akan sangat menentukan menarik tidaknya sebuah cerita. Munculkan
alur yang baik di awal paragraf cerpen Anda agar pembaca merasa tertarik dan
penasaran untuk mengetahui kelanjutan cerpen yang Anda buat.
6. Baca Ulang. Sebelum mempublikasikan cerpen yang Anda buat, sebaiknya Anda
membacanya terlebih dulu. perhatikan penggunaan tanda baca dan tata bahasa yang
Anda pakai. Jika dua hal ini Anda abaikan, bukan mustahil cerita yang menarik
sekalipun akan kehilangan maknanya karena pembaca sudah lebih dulu terpengaruh
oleh format penulisan yang tidak rapi.

Langkah langkahnya antara lain :

1. Pilih titik narasi sudut pandang cerita pendek. Anda dapat menulis kisah sebagai
dalam salah satu karakter (orang pertama), atau sebagai narator terpisah yang
menyajikan hanya satu pikiran karakter dan pengamatan (orang ketiga yang
terbatas), atau sebagai narator terpisah yang menyajikan pengalaman dan
pengamatan dari beberapa karakter (orang ketiga yang mahatahu). Titik pertama-
orang pandang akan mengacu pada karakter sentral sebagai ‘aku’ bukan ‘dia’ atau
‘dia’.
2. Pengembangan dan kekuatan dari sudut pandang narasi, akan menentukan jalan
cerita. Tentu saja sudut pandang orang ketiga akan lebih leluasa mengeksplorasi si
tokoh dan bagaimana penokohan berlangsung, namun akan kehilangan greget
dalam proses pencarian jati diri.
3. Buat protagonis, atau karakter utama. Ini harus menjadi yang paling berkembang
dan biasanya karakter paling simpatik dalam cerita.
4. Buat masalah, atau konflik, atau sudut kerja bagi protagonis. Konflik dari cerita
pendek harus mengambil salah satu dari lima bentuk dasar: orang vs orang, orang
vs dirinya sendiri, orang vs alam, orang vs masyarakat, atau orang vs Tuhan atau

10
nasib. Jika Anda memilih konflik orang vs orang, membuatnya antagonis untuk
melayani mereka yang protagonis maka harus ada pertentangan yang fair.
5. Menetapkan karakter terpercaya dan pengaturan, dengan deskripsi yang jelas dan
dialog, untuk menciptakan cerita di mana pembaca akan peduli.
6. Membangun ketegangan cerita pendek dengan memiliki tokoh protagonis yang
die hard, mati matian, bahkan menglami beberapa usaha yang gagal untuk
memecahkan dan mengatasi masalahnya sendiri.
7. Menciptakan krisis yang berfungsi sebagai kesempatan terakhir bagi protagonis
untuk memecahkan masalah nya.
8. Menyelesaikan ketegangan dengan membuat protagonis lolos dari lubng jarum
melalui, kreativitas keberanian intelijensia, atau atribut positif lainnya. Hal ini
biasanya disebut sebagai klimaks cerita.

11
BAB III
CONTOH CERPEN

Salwah Anandita
Oleh M. Fauzan Al Anshory

Salwah Anandita adalah nama ibuku. Dia wanita tercantik yang pernah kukenal dan
walaupun aku banyak mengenal wanita yang menawan, tapi hanya dia yang lulus ujian
sebagai perempuan walaupun dengan pengujian yang paling kritis sekalipun.

Ibuku selalu bisa bersikap manis bahkan ketika sedang marah. Kalau ada dia, rasanya
semuanya bisa diurus dengan baik. Semua orang sayang padanya. Bahkan, kupikir bunga-
bunga di kebun itu mengangguk-angguk bukan hanya karena tertiup angin, tapi juga karena
ingin menyapa Ibu.

Ibu sangat sayang padaku meski aku hanya jarang-jarang saja berada di dekatnya. Aku sangat
sering pergi.

Kadang aku pergi dan kembali hanya untuk sebuah alasan sederhana. Kadang bahkan tak
perlu alasan sama sekali. Dan aku senang melakukannya. Tapi Ibu tidak.

Tiap kali aku muncul di depan pintu, kata pertama bukan “selamat datang” atau paling tidak
“hai sayang”, tapi “berapa lama kau akan tinggal?” dan kalau jawabanku adalah “besok aku
harus kembali” wajahnya jadi muram seakan- akan aku sedang pamit perang melawan seribu
orang raksasa.

Orang menganggap ibuku wanita yang sangat beruntung padahal sebenarnya dia orang yang
malang. Orang-orang yang Ibu cintai selalu meninggalkan Ibu sendirian. Ayah selalu sibuk
dengan pekerjaannya, Senin ke Jepang, Rabu ke Singapura, Kamis ke Swiss, dan minggu
berikutnya entah ke mana lagi. Kalau Ibu protes, paling-paling Ayah akan pulang dengan
wajah tidak berdosa sambil membawa sebuket bunga, kalung permata, dan ajakan makan
malam berdua. Begitu saja Ibu langsung tersipu-sipu. Ayah memang pandai merayu. Aku tak
pernah tahu bagaimana dia berpamitan pada Ibu keesokan harinya sebelum dia menghilang di
balik pintu.

12
Walaupun begitu, Ibu boleh bangga karena Ayah sangat mencintainya. Bagi Ayah, itu adalah
rahasia terbesarnya, tapi aku tahu karena aku laki-laki dan juga putra Ibu.

Pernah suatu ketika, di antara sedikit waktu luang Ayah, dia menceritakan bagaimana dulu
dia harus berjuang keras untuk mendapatkan cinta Ibu.

Ibu adalah gadis paling manis yang pernah dikenal Ayah, sedangkan Ayah adalah laki-laki
paling brengsek yang pernah diketahui Ibu. Vila keluarga mereka di Kaliurang berdekatan,
tapi keluarga keduanya berbeda seratus delapan puluh derajat. Ibu dibesarkan dalam keluarga
bangsawan yang penuh martabat dan tata krama, sedangkan keluarga Ayah merupakan
gambaran paling ideal untuk penganut paham materialisme dan pemikiran liberal: punya
segalanya, tapi jelas tidak bahagia. Tapi, sudah merupakan hukum Tuhan kalau kutub positif
magnet selalu bertemu dengan kutub negatifnya.

Sejak melihat Ibu pertama kali, Ayah tak pernah membiarkan Ibu lepas dari pengawasannya.
Dia terus berkeliaran di sekitar Ibu sampai Ibu menyadari keberadaannya. Tapi waktu itu Ibu
masih sangat muda sehingga terlalu bodoh untuk tahu bahwa Ayah mencintainya.

Berkat kerja keras dan didukung kepintarannya dalam mempengaruhi orang, Ayah berhasil
membujuk orangtua Ibu untuk menikahkannya dengan Ibu. Ayah sama sekali tak merasa
perlu membujuk Ibu karena dia tahu Ibu itu sangat penurut dan menganut paham: cintailah
apa yang kau miliki.

Suatu ketika kutemukan buku harian tua di salah satu sudut loteng yang digunakan sebagai
gudang. Buku bersampul kulit itu milik Ayah, ditulis ketika aku mungkin masih berupa sel-
sel yang tercecer di dalam tanah. Di dalamnya tertulis kalimat yang sudah cukup
menggambarkan seperti apa cinta Ayah pada Ibu. Kalimat itu adalah “Aku sangat
mencintainya sampai rasanya ingin memakannya”.

Ibu adalah contoh istri yang luar biasa. Dia mengabdi sepenuhnya pada suami. Mencintainya,
merawatnya, dan sebisa mungkin tidak melakukan apa yang tidak disukai Ayah. Ibu sangat
setia pada Ayah, mungkin seperti Salwah Anandita dalam cerita pewayangan yang rela jari-
jarinya dipotong demi menolong suaminya.

Setelah melahirkan aku, Ibu tidak pernah bisa benar-benar sehat seperti sebelumnya, padahal
Ibu ingin punya banyak anak supaya rumah jadi ramai. Meski begitu, Ibu punya anak yang

13
lain, Ayah, dia jelas lebih merepotkan dari anak mana pun juga dan bayi yang tidak pernah
menjadi besar.

Sebagai anak tunggal, aku punya kewajiban setidaknya menelepon Ibu untuk laporan harian
sebelum tidur dan harus meluangkan waktu senggangku untuk pulang.

Sebenarnya berada di rumah sangat menyenangkan. Ada Ibu dan segala bentuk perhatiannya
dan kalau aku cukup beruntung, ada Ayah yang bisa aku ajak menonton pertandingan bola.

Tapi ada terlalu banyak daya tarik yang ada di luar rumah sehingga aku tidak bisa berlama-
lama berada di rumah. Meskipun begitu, tetap saja aku merindukan Ibu dan menyimpannya
sebagai alasan untuk pulang di bulan berikutnya.

Suatu kali aku pulang. Ada kabar gembira yang harus kusampaikan pada Ibu.

“Bu, aku sedang jatuh cinta,” kataku. “Hebat sekali, bukan?”

Ibu memandangku lama, kelihatan sangat heran, tapi kemudian tersenyum. Senyum paling
indah yang pernah kulihat. “Oya? Benarkah? Ayo ceritakan pada Ibu.”

Lalu aku pun bercerita. Tentang seorang gadis yang berasal dari desa yang namanya tak
tercantum di peta. Tentang bidadari kecil yang sangat manis. Tentang mahasiswi paling
pintar di kampus. Tentang wanita angkuh yang pernah menampar wajahku.

Ibu sangat heran. “Dia menamparmu?”

“Ya, aku berdebat dengannya di sebuah forum diskusi. Dia melawan dengan gigih. Sewaktu
acara usai, aku mencoba mengajaknya kencan dan dia menamparku.”

Ibu tertawa. “Kamu pasti jadi marah sekali.”

“Tentu saja. Setelah hari itu aku membuntutinya ke mana pun dia pergi. Dia marah, jengkel,
dan kadang ketakutan. Lucu sekali.”

“Kenapa kamu mengganggunya? Terang-terang kamu yang salah. Bukankah seharusnya


kamu minta maaf padanya?”

14
“Ibu bercanda. Masa gadis seperti itu harus dibiarkan saja? Karena dia sudah membuatku
susah, maka dia harus dihukum. Bagaimanapun dia harus jadi milikku.”

“Ya ampun, kau persis ayahmu.”

Aku tersipu malu. “Ah, aku lebih suka mirip Ibu.”

“Tidak, Nak, kau persis ayahmu.”

Beberapa bulan kemudian aku telah berhasil menjadikan gadis itu pacarku. Ketika liburan
semester tiba, aku membujuknya agar mau menghabiskan liburan di rumahku. Aku sangat
ingin mengenalkannya pada Ibu. Kebetulan Ayah baru saja pulang dari Kanada dan kurasa
sedang punya keinginan yang luar biasa untuk berada di rumah bersama Ibu.

Oya, pacarku itu bernama Salwah Anandita. Tahu itu Ayah tertawa. “Itu adalah nama yang
khusus diberikan pada wanita yang hebat,” katanya. Saat itu Ayah sedang melirik Ibu, tapi
pacarku tersipu-sipu.

Selama seminggu itu Salwah Anandita mendominasi ibuku. Mereka berkeliaran berdua
sepanjang hari, dari mulai memetik buah di kebun, membuat kue-kue kecil aneka rupa yang
nama-namanya sangat aneh, keluar masuk toko mencoba segala jenis gaun, sampai
membicarakan sesuatu yang tak pernah bisa kumengerti meskipun sudah kucoba.

Aku dan Ayah mengawasi mereka berdua sambil tertawa cekikikan. Lucu sekali melihat
bagaimana dua orang itu berkeliaran di sekeliling kami seperti angin ribut dan amat sangat
repot mengerjakan ini dan itu untuk kami.

“Apakah kau menyadarinya?” tanya Ayah. “Kita ini memang ayah dan anak.”

Itu memang benar, pikirku, tapi tak perlu mengatakan sesuatu yang sudah jelas, kan?

Setelah pacarku pulang, aku menemui Ibu. Kukatakan kalau aku ingin menikahi Salwah
Anandita.

“Jangan menikahinya, Nak,” kata Ibu.

Aku mengerti. Kukira Ibu menyukainya. “Kenapa, Bu?”

15
“Jangan. Jangan menikahinya.”

“Bu, dia memang miskin, tapi dia sangat baik.”

“Aku tahu, tapi kau tak boleh menikahinya, Nak.”

“Kenapa, Bu? Aku mencintainya. Dia manis seperti Ibu.”

“Dan kau seperti ayahmu.”

“Aku tak mengerti.”

“Kalau kau menikahinya, kau akan membuatnya menderita seperti yang ayahmu lakukan
pada Ibu.”

Aku tak pernah tahu kalau Ayah bisa membuat Ibu menderita. Hanya saja kalau Ayah tidak
pulang, aku sering melihat Ibu duduk termenung di dekat jendela. Di pangkuannya ada
sebuah buku, tapi tampaknya lembarannya tak berganti. Aku curiga dia memang tidak sedang
membaca. Pikirannya mungkin terbang pada Ayah. Tapi sebelum ini aku tak pernah
memikirkan hal itu dengan serius meski aku melihatnya.

“Tidak, Bu, aku tidak seperti Ayah. Aku akan membuatnya bahagia. Ibu akan melihatnya
nanti dan Ibu akan bangga.”

Seperti yang aku inginkan, memang pada akhirnya aku menikahi Salwah Anandita.
Bukankah sudah seharusnya begitu?

Salwah Anandita persis seperti yang aku harapkan dari seorang istri. Manis, menyenangkan,
dan mengurus segala keperluanku dengan baik. Dia menyediakan apa yang aku butuhkan:
makanan yang lezat, rumah yang nyaman, dan cinta. Aku sangat mencintai Salwah Anandita
dan sangat kusadari bahwa hidupku pasti tak akan sesempurna ini tanpa dirinya.

Aku bekerja di perusahaan Ayah, mewakili Ayah dalam beberapa hal. Ternyata bekerja itu
sangat menyenangkan, membaca laporan, memimpin rapat, memikirkan strategi baru,
menandatangani banyak sekali dokumen dan kertas kerja, setelah itu uang datang seperti
hujan.

16
Aku sangat suka pekerjaanku, termasuk setiap sentimeter kantorku. Bekerja memberiku
kegairahan yang sama seperti saat aku bersama Salwah Anandita. Banyak sekali kemajuan
yang satu per satu dapat aku raih. Itu adalah suatu prestasi dan tentu saja berarti uang. Aku
senang karena dengannya aku dapat membelikan Salwah Anandita barang-barang paling
bagus, perhiasan, gaun, dan apa saja yang terlintas di benakku atau apa saja yang dianjurkan
sekretarisku yang menurutnya akan diterima oleh seorang wanita dengan senang hati.

Aku yakin Salwah Anandita sangat bangga padaku. Tiap kali aku pulang, aku melihat pijar di
matanya. Seperti biasa dia sangat baik hingga tak akan mau menyentuh makan malam
sebelum aku pulang.

Ketika aku terlalu sibuk untuk makan bersamanya, aku merasa menyesal dan untuk menebus
kesalahan itu kusuruh sekretarisku mengirimkan padanya rangkaian bunga mawar putih dan
sebuah kartu berisi ucapan maaf. Salwah Anandita akan mengeluh dan marah, tapi cuma
sebentar karena aku punya cara paling manjur untuk membujuknya, yaitu dengan meminta
maaf dan ditambah sedikit keluhan capek atau sakit kepala. Dia akan tergopoh- gopoh
mengurusku dan lupa sama sekali dengan kemarahannya.

Tahun demi tahun berlalu, kurasakan waktu berjalan dengan begitu cepat sehingga aku
hampir selalu kekurangan waktu untuk segala hal. Salwah Anandita telah menjadi lebih
memahamiku sehingga makin lama makin jarang mengeluh. Dia memang mirip Ibu. Ekspresi
wajahnya serupa Ibu ketika menyambut aku di muka pintu. Dan aku sangat mencintainya.

Suatu hari aku pulang, berharap menemukan Salwah Anandita yang cantik sedang
menungguku di ruang keluarga sambil merajut. Tapi Salwah tidak ada di mana-mana. Di atas
bantalnya kutemukan selembar surat.

Untuk suamiku tercinta,

Selama ini telah kau berikan segalanya padaku, uang, kemewahan, kedudukan yang
terhormat, semuanya. Kau juga telah begitu baik padaku. Tapi kau melupakan satu hal,
bahwa aku sangat membutuhkanmu di sampingku, sesuatu yang kurasa hampir setiap saat
kau lupakan. Aku telah mencoba bertahan, aku benar-benar telah mencobanya, tapi aku
menyadari aku bukan wanita luar biasa yang sanggup diabaikan setiap waktu. Karena itu aku
memilih pergi. Maafkan aku. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tahu aku akan sangat

17
menderita jika terus bersamamu. Kumohon, demi kebaikan kita berdua, uruslah surat cerai
secepatnya. Kalau kau lakukan itu, aku akan sangat berterima kasih.

Dariku, Salwah Anandita.

Ini semua tidak mungkin. Kenapa? Bukankah semuanya baik-baik saja? Aku tak mengerti,
tapi surat itu ada di sana dan Salwah Anandita telah benar-benar pergi.

Aku menelepon Ibu.

“Nak,” katanya. “Sekarang kau mengerti, bukan? Kau seperti ayahmu.”

Lalu kutanyakan padanya apa yang ingin aku tahu. “Apakah Ibu juga akan pergi?
Meninggalkan Ayah?”

Jawabnya, “Nak, Salwah yang ini berbeda dengan Salwah -mu. Dia punya sayap yang kuat
untuk terbang, sedangkan Ibu, Nak, Ibu tak punya kekuatan dan keberanian untuk pergi.
Sayap-sayap Ibu telah patah. Nak, sudah sejak lama. Lama sekali.”

Aku sangat ingin menangis dan meminta maaf pada Salwah. Dan juga pada Ibu.

18
A. Mengidentifikasi Unsur Instrinsik Cerpen

Tema : Penyesalan

Judul cerpen : Salwah Anandita

Tokoh : Aku (sebagai suami dari Salwah Anandita), Ibu, Ayah, Salwah Anandita
(sebagai istri dari si aku)

Penokohan :

1. Aku : sifat dari si aku serupa dengan sifat dari si ayah. Contoh halnya, si aku sering
meninggalkan istri untuk bekerja. Si aku tidak menepati janjinya kepada ibunya
bahwa ia akan membuat istrinya bahagia. Ia bahkan larut dalam pekerjaanya sendiri
tanpa memikirkan perasaan dari sang istri yang membutuhkan perhatian dari dia.
2. Ibu : lemah lembut, penyayang, sangat setia kepada ayah, dan sabar. Dapat dilihat
dari sifat ibunya pada saat ibunya di tinggal oleh ayah dan si aku untuk bekerja.
Ibunya juga tidak pernah melanggar larangan dari sang ayah.
3. Ayah : setia, dapat dilihat dari cerpen tersebut bahwa sang ayah sangat mencintain
ibu. Sang ayah hanya jarang untuk pulang ke rumah, jarang untuk mempunyai waktu
luang bersama dengan ibu di rumah.
4. Salwah Anandita : sifat dari Salwah Anandita ini hampir sama dengan ibu dari si aku.
Penyayang ,murah hati, dan juga lemah lembut. Tetapi Salwah Anandita ini tidak
seperti ibu, ia tidak tahan dengan perlakuan si aku yang sering meninggalkannya
dirumah, sehingga ia meminta untuk bercerai.

Latar :

1. Malam hari
2. Teras rumah
3. Rumah
4. Villa
5. Loteng rumah
6. Kampus
7. Kebun

19
8. Toko
9. Perusahaan sang ayah
10. Kantor

Alur : maju

Sudut pandang : orang pertama pelaku sampingan

Amanat : penyesalan selalu dating terakhir, jika ingin melakukan sesuatu sebaiknya
dipikir kembali dan meminta saran kepada orang terdekat, sehingga apapun yang ingin
dilakukan dapat berjalan dengan baik

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Cerita pendek (cerpen) merupakan sebuah bentuk karya sastra berupa prosa


naratif yang bersifat fiktif. Isinya tidak lebih dari 10.000 kata. Cerita pendek atau sering
disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung
padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang,
seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel.
Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik
sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan
fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.

21

Anda mungkin juga menyukai