Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

INOVASI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND


LEARNING IPA SD

Guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Pembelajaran IPA SD

Dosen : Erdi Guna Utama, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Aisha Safira 11308505200012

Armon Yazi 11308505200023

Putri Meyriska 11308505200166

Suffi Namira 11308505200201

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SINGKAWANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala ridho dan
karunia-Nya Kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam
mudah-mudahan tercurah limpahkan kepada junjungan kita sekalian yaitu Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya dan umumnya kepada
kita semua selaku penerus risalahnya hingga akhir zaman, aamiin.

Tugas ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan
Pembelajaran IPA SD. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak
Erdi Guna Utama, S.Pd., M.Pd selaku Dosen Pengampu.

Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan dan menuntun pada langkah


yang lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
semua pembaca.

Singkawang, 13 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 5

A. Contextual Teaching and Learning .................................................... 5


B. Karakteristik Contextual Teaching and Learning .............................. 7
C. Pendekatan Contextual Teaching and Learning ................................. 8
D. Langkah-Langkah Contextual Teaching and Learning ...................... 9
E. Kelebihan dan Kekurangan Contextual Teaching and Learning ..... 15
F. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam CTL ............................ 18
G. Komponen Contextual Teaching and Learning ............................... 19
H. Tujuan contextual teaching and learning ......................................... 24

BAB III PENUTUP...................................................................................... 26

A. Kesimpulan ...................................................................................... 26
B. Saran................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah model pembelajaran amat dekat dengan pengertian strategi


pembelajaran dan dibedakan dari istilah strategi, pendekatan dan metode
pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
daripada suatu strategi, metode, dan teknik. Sedangkan istilah “strategi “ awal
mulanya dikenal dalam dunia militer terutama terkait dengan perang atau dunia
olah raga, namun demikian makna tersebut meluas tidak hanya ada pada dunia
militer atau olahraga saja akan tetapi bidang ekonomi, sosial, pendidikan. Menurut
Ruseffendi (1980), istilah strategi, metode, pendekatan dan teknik mendefinisikan
sebagai berikut :

1. Strategi pembelajaran adalah separangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang


telah dikaitkan dengan faktor yang menetukan warna atau strategi tersebut, yaitu :

a. Pemilihan materi pelajaran (guru atau siswa)


b. Penyaji materi pelajaran (perorangan atau kelompok, atau belajar mandiri)
c. Cara menyajikan materi pelajaran (induktif atau deduktif, analitis atau
sintesis, formal atau non formal)
d. Sasaran penerima materi pelajaran ( kelompok, perorangan, heterogen,
atau homogen.
2. Pendekatan Pembelajaran adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru
atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu
disajikan. Misalnya memahami suatu prinsip dengan pendekatan induktif atau
deduktif.
3. Metode Pembelajaran adalah cara mengajar secara umum yang dapat
diterapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah,
ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya.
4. Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran
yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan

1
media pembelajaran serta kesiapan siswa. Misalnya teknik mengajarkan perkalian
dengan penjumlahan berulang.
Sedangkan Model Pembelajaran adalah sebagai suatu disain yang
menggambakan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan
pada diri siswa.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 203),
pengertian strategi (1) ilmu dan seni menggunakan sumber daya bangsa untuk
melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam dan perang damai, (2) rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Soedjadi (1999 :101)
menyebutkan strategi pembelajaran adalah suatu siasat melakukan kegiatan
pembelajaran yang bertujuan mengubah keadaan pembelajaran menjadi
pembelajaran yang diharapkan. Untuk dapat mengubah keadaan itu dapat
ditempuh dengan berbagai pendekatan pembelajaran. Lebih lanjut Soedjadi
menyebutkan bahwa dalam satu pendekatan dapat dilakukan lebih dari satu
metode dan dalam satu metode dapat digunakan lebih dari satu teknik.Secara
sederhana dapat dirunut sebagai rangkaian :
TEKNIK→ METODE → PENDEKATAN →STRATEGI → MODEL
Istilah “ model pembelajaran” berbeda dengan strategi pembelajaran,
metode pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. Model pembelajaran
meliputi suatu model pembelajaran yang luas dan menyuluruh. Konsep model
pembelajaran lahir dan berkembang dari pakar psikologi dengan pendekatan
dalam setting eksperimen yang dilakukan. Konsep model pembelajaran untuk
pertama kalinya dikembangkan oleh Bruce dan koleganya (Joyce, Weil dan
Showers, 1992).
Lebih lanjut Ismail (2003) menyatakan istilah Model pembelajaran
mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode
tertentu yaitu :
1. rasional teoritik yang logis disusun oleh perancangnya,
2. tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
3. tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan secara berhasil dan

2
4. lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Model pembelajaran (Teaching Models) atau (Models of Teaching)
memiliki makna lebih luas dari metode, strategi/pendekatan dan prosedur. Istilah
model pembelajaran adalah pendekatan tertentu dalam pembelajaran yang
tercakup dalam tujuan, sintaks, lingkungan dan sistem manajemen (Arends,
1997:7). Adapun ciri-ciri dari model pembelajaran dapat digambarkan sebagai
berikut.
1. Memiliki Rasionalisasi Teoritis
2. Terkait Dengan Hasil Pembelajaran
3. Menuntut Perilaku Guru
4. Menuntut Struktur Kelas

Sintak dalam model pembelajaran merupakan urutan tahap-tahap yang


selalu diikuti dalam pembelajaran. Berbedanya pengertian antara model, strategi,
pendekatan dan metode serta teknik diharapkan guru mata pelajaran umumnya
dan khususnya ilmu pengetahuan alam mampu memilih model dan mempunyai
strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kompetensi dalam
kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1) Apa Yang Dimaksud Contextual Teaching And Learning ?
2) Bagaimana Karakteristik Contextual Teaching And Learning ?
3) Bagaimana Pendekatan Dalam Contextual Teaching And Learning ?
4) Bagaimana Langkah-Langkah Penerapan Contextual Teaching And Learning
?
5) Apa Saja Kelebihan Dan Kekurangan Contextual Teaching And Learning ?
6) Bagaimana Faktor-Faktor Dalam Penyusunan CTL ?
7) Apa Saja Komponen Contextual Teaching And Learning ?
8) Apa Tujuan Contextual Teaching And Learning ?

C. Tujuan Penulisan
1) Mengetahui Contextual Teaching And Learning
2) Mengetahui Karakteristik Contextual Teaching And Learning

3
3) Mengetahui Pendekatan Contextual Teaching And Learning
4) Mengetahui Langkah-Langkah Contextual Teaching And Learning
5) Mengetahui Kelebihan Dan Kekurangan Contextual Teaching And Learning
6) Mengetahui Faktor-Faktor Dalam Penyusunan Contextual Teaching And
Learning
7) Mengetahui Komponen Contextual Teaching And Learning
8) Mengetahui Tujuan Contextual Teaching And Learning

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Contextual Teaching and Learning


Pengertian Contextual Teaching and Learning menurut para ahli :
 Contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep belajar yang
memandang bahwa anak akan belajar lebih baik dan lebih bermakna jika
anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan
sekedar “mengetahuinya” (Kadir 2013).
 Sanjaya (2010) menjelaskan bahwa CTL adalah suatu pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata. Sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka. Pembelajaran CTL merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari- hari.
 Pendapat lain dikemukakan oleh Johnson (2014) yang mengatakan bahwa
CTL merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan membantu
siswa dalam melihat makna di dalam materi akademik yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka, meliputi konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya
mereka. Ada delapan komponen berikut yang sangat penting di dalamnya,
diantaranya: membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan
yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan
kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh
dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan
penilaian autentik.
 Contextual Teaching and Learning yaitu pembelajaran kontekstual atau
proses pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks di mana siswa berada.
Pada dasarnya membantu guru untuk mengaitkan materi pembelajaran

5
dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan
pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka (Abdul Majid:
171).
 Contextual Teaching and Learning adalah pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi
yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata,
sehingga siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka. Belajar tidak hanya sekedar duduk, mendengarkan, dan mencatat,
tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung (Sanjaya
2006).
 Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pendekatan yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Proses pembelajaran CTL berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami. Tugas guru lebih banyak
menyusun strategi dan mengelola kelas supaya peserta didik dapat
menemukan pengetahuannya sendiri bukan berdasarkan informasi dari
guru. ( Nasrul Hakim dan Ali Sadikin, 2017: 103-104)

Dapat disimpulkan bahwa CTL merupakan konsep belajar yang


melibatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat
menemukan konsep yang dipelajarinya dan mengaitkannya dengan pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian


atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi
yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi
konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip
pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan

6
mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi.

B. Karakteristik Contextual Teaching and Learning

Belajar tidak hanya menghafal, akan tetapi mengalami dan harus


mengkonstruksikan pengalaman. Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan fakta-
fakta yang integral, dan dijadikan keterampilan sehingga dapat diaplikasikan. Jika
Contextual Teaching and Learning diterapkan dengan tepat, pendekatan
pembelajaran ini dapat memotivasi siswa untuk belajar dan membangun
pengetahuan mereka sendiri tanpa bergantung kepada guru, yang dapat
berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa (Nasrul Hakim, Penerapan
Project-Based Learning Dipadu Group Investigation Untuk Meningkatkan
Motivasi, Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas
Muhammadiyah Malang, 2015). Berikut adalah karakteristik dari Contextual
Teaching and Learning.

1. Materi dipilih berdasarkan kebutuhan siswa;


2. Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran;
3. Materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/simulasinya;
4. Materi dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik;
5. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang ilmu sesuai dengan
tematiknya;
6. Proses belajar berisi kegiatan untuk menemukan, menggali informasi,
berdiskusi, berpikir kritis, mengerjakan projek dan pemecahan masalah
(melalui kerja kelompok)
7. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, sesuai dengan konteksnya
8. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

7
C. Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam Contextual Teaching and


Learning adalah:

1. Problem-based learning

Problem-based learning yaitu pendekatan pembelajaran yang


menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat
belajar berpikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk
memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari proses pembelajaran yang
memberikan penekanan pada pemecahan masalah sebagai usaha kolaboratif dalam
periode pembelajaran tertentu. Dengan demikian dimungkinkan siswa untuk
bekerja secara mandiri dalam membentuk pembelajarannya dan memunculkannya
dalam produk nyata.

2. Authentic instruction

Authentic instruction yaitu pendekatan pembelajaran yang


memperkenankan peseta didik mempelajari konteks kebermaknaan melalui
pengembangan keterampilan berpikir dan melakukan pemecahan masalah di
dalam konteks kehidupan nyata.

3. Inquiry-based learning

Inquiry-based learning yaitu pendekatan pembelajaran dengan mengikuti


metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

4. Project-based ledarning

Project-based ledarning yaitu pendekatan pembelajarn yang


memperkenankan peserta didik untuk bekerja mandiri dalam menkonstruksi
pembelajarannya (pengetahuan dan keterampilan baru), dan
mengkulminasikannya dalam poduk nyata.

8
5. Work-based learning

Work-based learning yaitu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan


peserta didik menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari bahan ajar
dan menggunakannya kembali.

6. Service learning

Service learning pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu


penerapan praktis dari pengetahuan baru dan berbagai keterampilan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat melalui tugas yang terstruktur dan kegiatan
lainnya.

7. Cooperative learning

Cooperative learning yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan


kelompok kecil peserta didk untuk bekerja sama dalam rangka mengoptimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

D. Langkah-Langkah Contextual Teaching and Learning

Sintaks (langkah-langkah) atau fase-fase model pembelajaran kontekstual


(CTL) menurut Sa’ud (2014, hlm. 173-174) adalah sebagai berikut.

1. Fase Invitasi

Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang


konsep yang dibahas. Guru memancing dengan memberikan pertanyaan
yang problematik tentang fenomena kehidupan sehari-hari melalui kaitan
konsep-konsep yang dibahas dengan pendapat yang siswa miliki. Siswa
diberikan kesempatan untuk mengomunikasikan dan mengikutsertakan
pemahamannya tentang konsep tersebut.

2. Fase Eksplorasi

Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep


melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data
dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok
siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang mereka

9
bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan
siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya.

3. Fase Penjelasan dan Solusi

Siswa memberi penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada data


hasil observasi ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat
menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman, dan
ringkasan.

4. Fase Pengambilan Tindakan

Siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan


keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan
lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang
berhubungan dengan pemecahan masalah.

Adapun pendapat lain mengataka bahwa langkah- langkah Model


CTL sebagai berikut.

1) Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi –


tujuan, pengarahan – petunjuk, rambu-rambu, contoh);
2) Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi);
3) Learning community (seluruh siswa berpartisipati dalam belajar
kelompok dan individual, otok berpikir dan tangan bekerja,
mengerjakan berbagai kegiatan dan percobaan);
4) Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, generalisasi, menemukan);
5) Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis);
6) Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut);
7) Authentic assessment (penilaian selama proses dan seusai pembelajaran
harus dilakukan secara objektif dan dilakukan dengan berbagai cara
untuk mendapatkan hasil yang benar-benar mewakili kompetensi
siswa).
Sanjaya (2010) menjelaskan bahwa ada tujuh langkah, diantaranya:

10
1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun


struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan berasal
dari luar dan di konstruksikan dari dalam diri seseorang, oleh sebab itu
pengetahuan terbentuk dari dua faktor penting, yaitu objek yang diamati
dan kamampuan untuk menginterpretasi objek tersebut. di sini guru
akan mengutarakan kompetensi dan tujuan, bimbingan dan motivasi.
Tanamkan pola pikir bahwa para siswa akan lebih memahami pelajaran
dengan belajar secara mandiri, menemukan ilmu secara mandiri,
mengkonstruksi gagasan secara mandiri.

2. Inquiri

Inquiri adalah pencarian dan penemuan melalui proses berpikir


secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari
mengingat, melainkan proses menemukan sendiri. Inquiri terdiri dari
pengidentifikasian, analisis, observasi, hipotesis. Lakukan aktivitas
inquiry untuk berbagai teori dan konsep.

3. Bertanya (questioning)

Bertanya dipandang sebagai rasa keingintahuan setiap individu dan


membangkitkan motivasi belajar siswa. Dalam setiap proses
pebelajaran bertanya selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan
guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat

diperlukan. langkah ini mencakup mengarahkan, eksplorasi, menuntun,

evaluasi, inquiry dan generalisasi. Tanamkan karakter ingin tahu pada


pembelajar dengan bertanya.

4. Masyarakat belajar (learning community)

Melalui penerapan pembelajaran secara kelompok yang


anggotanya bersifat heterogen, membantu siswa untuk saling
membelajarkan, bertukar informasi dan bertukar pengalaman.

11
Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk
memecahkan suatu permasalahan.

5. Pemodelan (Modeling)

Memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh


setiap siswa dan mengindari siswa dari pembelajaran yang teoritis-
abstrak. Proses ini tidak terbatas pada guru saja, melainkan guru
memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan.

6. Refleksi (Reflection)

Pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan


mengurutkan kembali kejadian-kejadian pembelajaran yang telah dilalui
siswa. Melalui proses refleksi, mengulas dan merangkum pengalaman
belajar dimasukan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya
akan menjadi bagian dari pengetahuannya.

7. Penilaian nyata (authentic assessment)

Pengumpulan informasi tentang perkembangan belajar yang dilalui


siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahuai apakah siswa benar-
benar belajar atau tidak dan dilakukan secara terus-menerus selama
kegiatan pembelajaran berlangsung.

12
Adapun contoh pembelajaran dengan menggunakan model CTL seperti berikut.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas/Semester : IV / 2

Alokasi waktu : 2 X 35 Menit

A. Standar Kompetensi

3.1 Menggolongkan hewan, berdasarkan jenis makanannya

B. Kompetensi Dasar

3.2. Menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya

C. Indikator

- Menjelaskan hewan berdasarkan jenis makanannya

- Menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya

D. Tujuan Pembelajaran

- Setelah memperhatikan/menganalisa gambar yang berkaitan dengan kompetensi


dasar siswa diharapkan dapat menjelaskan hewan berdasarkan jenis makanannya
dengan tepat.

- Setelah melakukan diskusi bersama kelompok masing-masing siswa diharapkan


dapat menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya dengan tepat.

E. Materi Pembelajaran

Penggolongan Hewan Berdasarkan Jenis Makanannya

F. Sumber

Media : Gambar hewan pemakan tumbuhan, daging dan pemakan segala

13
Buku : SD, Ikhwan. (2009). Ilmu Pengetahuan Alam 4: Untuk SD/MI Kelas IV.
Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

G. Model Pembelajaran

Pendekatan : Contextual Teaching and Learning

Model : Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Metode : Cooperative learning

Teknik : Kelompok, diskusi, tanya jawab

H. Kegiatan Pembelajaran

1. Kegiatan Pembuka (5 menit)

a. Guru mengucapkan salam, mengajak berdoa sesuai dengan


kepercayaannya masing-masing.
b. Guru menanyakan siswa yang tidak hadir.

2. Kegiatan Inti (30 menit)

a. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.


b. Guru menampilkan/menempelkan gambar di papan tulis.
c. Guru memberikan apersepsi.
d. Siswa memperhatikan dan menganalisa gambar yang ada di papan tulis.
e. Setelah menganalisa gambar, siswa berdiskusi dengan kelompok masing-
masing.
f. Setiap kelompok mengerjakan LKS yang diberikan guru.
g. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk membacakan hasil diskusi
(LKS) oleh perwakilan dari kelompok tersebut.
h. Siswa melakukan tanya jawab.
i. Guru memberikan penjelasan tentang materi menggolongkan hewan
berdasarkan jenis makanannya.
j. Siswa mampu menjelaskan dan menggolongkan hewan berdasarkan jenis
makanannya.

3. Kegiatan Penutup (5 menit)

14
a. Guru dan siswa menyimpulkan materi pembelajaran tentang
menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya.
b. Guru memberikan PR kepada siswa.
c. Berdo’a.

I. Penilaian

Jenis : Tes

Bentuk: Tulisan

Ragam: Soal

E. Kelebihan dan Kekurangan Contextual Teaching and Learning

1. Kelebihan dari model pembelajaran CTL

a) Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai


dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam
PBM.
b) Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,
memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih
kreatif
c) Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh
guru.
e) Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f) Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g) Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.

2. Kekurangan dari model pembelajaran CTL

a) Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada


kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya
berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi
pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
b) Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM

15
c) Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak
jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang
memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak
percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya
d) Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL
ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan,
karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari
keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap
pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang
tertinggal
dan mengalami kesulitan.
e) Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan
model CTL ini.
f) Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki
kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya
dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih
mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya.
g) Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak
merata.
h) Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini
peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih
menuntut
siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati
fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan

Hudson dan Wishler (dalam Setyowati, 2017) menyatakan bahwa CTL


memiliki kelebihan mampu membantu siswa membangun pengetahuan mereka
sendiri dengan cara membimbing mereka. Siswa diwajibkan untuk secara aktif
mengeksplorasi konten untuk mencapai tujuan, memecahkan masalah,
menyelesaikan sebuah proyek, atau menjawab pertanyaan. Sutardi & Sudirjo
(2007) mengungkapkan keunggulan dari pembelajaran kontekstual

16
diantarannya: mengutamakan dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, pembelajaran
berpusat pada siswa dan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.

Adapun kekurangan model pembelajaran CTL menurut Muslich (dalam


Rahayuningsih dkk., 2013) yaitu:

a) dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara
siswa yng memiliki kemampuan unggul dan biasa
b) tidak meratanya pengetahuan yang didapatkan siswa
c) bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran CTL akan
mengalami kesulitan untuk mengejar karena dalam pembelajaran ini
kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri. Kelana
(2015) menjelaskan bahwa kelemahan CTL, diantaranya: sulitnya
membuat siswa aktif secara keseluruhan, guru harus memiliki kemampuan
yang mendalam dalam mengkontekstual materi yang diberikan kepada
siswa dan ketika siswa di dalam kelas jumlah banyak, memerlukan
penanganan yang ekstra dari guru.

Menurut Putra (2015, hlm. 259) penerapan CTL memiliki beberapa


kelebihan sebagai berikut.

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil (nyata). Siswa dituntut


untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata, sehingga materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa dan lebih sulit untuk dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena CTL menganut aliran kontruktivisme. Siswa
dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan
filosofis kontruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami”
dan bukan dari “menghafal”.
3. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas
siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
4. Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk
memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil
temuan di lapangan.

17
5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa bukan hasil
pemberian guru.
6. Penerapan pembelajaran kontekstual bisa menciptakan suasana
pembelajaran yang bermakna.

Sedangkan kekurangan CTL yang disampaikan oleh Putra (2015, hlm.


259) adalah sebagai berikut.
1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual
berlangsung.
2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas, maka bisa menciptakan situasi
kelas yang kurang kondusif.
3. Guru lebih intensif dalam membimbing, karena dalam CTL guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan
dan keterampilan yang baru.
4. Guru memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide-ide serta mengajak siswa menggunakan strateginya sendiri
dalam belajar. Namun, tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai
dengan yang diterapkan semula.

F. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam CTL

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam


Contextual Teaching and Learning:

1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental


(developmentally appropriate) peserta didik.
2. Membentuk kelompok belajar yang saling bergantung satu sama lain
(interdependent learning groups).
3. Mempertimbangkan keberagaman peserta didik (disversity of students).
4. Menyediakan llingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri, dengan
tiga karakteristik yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan
motivasi berkelanjutan.

18
5. Memperhatikan multi intelegensi (multiple intelli-gences).
6. Menggunakan teknik bertanya (questioning) dalam rangka meningkatkan
peserta didik dalam pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi.
7. Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih
bermakna jika ia diberi kesempatan untuk belajar menemukan, dan
menkontruksi sendiri pengetahuan dan ketearampilan baru (contructivism).
8. Memfasilitasi kegiatan penemuan, supaya peserta didik memperoleh
pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri.
9. Mengembangkan rasa ingin tahu di kalangan peserta didik melalui
pengajuan pertanyaan.
10. Menciptakan masyarakat belajar dengan membangun kerja sama di antara
peserta didik.
11. Memodelkan sesuatu agar peserta didik dapat beridentifikasi dan
berimitasi dalam rangka memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
12. Mengarahkan peserta didik untuk merefleksikan tentang apa ysng sudah
diperoleh.
13. Menerapkan penilaian autentik.

G. Komponen Contextual Teaching and Learning

Komponen Contextual Teaching and Learning akan berhasil jika dibarengi


dengan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan
sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental
seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis
asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Sehingga kemampuan berpikir kritis
siswa menjadi modal awal untuk mengeksplorasi lebih pengetahuan yang
didapatkan dan dibangun oleh pemikirannya. Kemampuan berpikir kritis siswa
juga dapat mengaplikasikan keterampilan maupun sikap ilmiah lainnya. ( Hifni
Septina Carolina, dkk. Pengembangan Buku Ajar Perubahan Lingkungan
Berbasis Model Search, Solve, Create, Share (Sscs) Untuk Memberdayakan

19
Kemampuan Berpikir Kritis, 2017). Beberapa komponen yang ada di dalam
motode Contextual Teaching and Learning adalah sebagai berikut:

1. Kontruktivisme

Contextual Teaching and Learning dibangun dalam landasan


kontruktivisme yang memiliki anggapan bahwa pengetahun dibangun peserta
didik secara sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui
konteks terbatas. Peserta didik harus mengkontruksi pengetahun baru secara
bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan
mentransformasi informasi ke dalam situasi lain secara kontekstual. Proses
pembelajaran merupakan proses mengkontruksi gagasan dengan strateginya
sendiri bukan sekedar menerima pengetahuan, peserta didik menjadi pusat
perhatian dalam proses pembelajaran.

2. Menemukan (inquiry)

Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses


menemukan terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Menemukan
(inquiry) dapat dioptimalkan dengan menggunakan pembelajaran berbasis
praktikum. Siswa akan lebih mudah mendapatkan pengalaman langsung
dengan melakukan atau mempraktekkan sendiri. Kegiatan praktikum memberi
kesempatan bagi peserta didik untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran,
atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas
proses yang dialaminya. (Hifni Septina Carolina dkk, Pengembangan
Instrumen Penilaian Praktikum Lapangan (Outdoor Practicum) Biologi, 2019).
Proses inquiry terdiri dari: a) Pengamatan (observation) b) Bertanya
(questioning) c) Mengajukan dugaan (hipothesis) d) Pengumpulan data (data
gathering) e) Penyimpulan (conclussion)

3. Bertanya (questioning)

Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik diawali dengan


bertanya, yang merupakan proses berpikir dalam memecahkan masalah dalam
kehidupannya. Proses bertanya begitu berarti dalam rangka:

20
a) Membangun perhatian (attention building)
b) Membangun minat (interest building)
c) Membangun motivasi (motivation building)
d) Membangun sikap
e) Membangun rasa keingintahuan
f) Membangun interaksi antara siswa dengan siswa
g) Membangkitkan interaksi antara siswa dengan guru
h) Interaksi antara siswa dan lingkungannya secara kontesktual
i) Membangun lebih banyak lagi pertanyaan pada siswa dalam rangka
menggali dan menemukan lebih banyak informasi/ pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa.
4. Masyarakat belajar (learning community)
Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antara peserta didik
dengan peserta didik, antara peserta didik dengan gurunya, dan antara peserta
didik dengan lingkungannya. Proses belajar ini dapat dilaksanakan baik secara
homogen maupun heterogen, sehingga di dalamnya terjadi saling berbagi
masalah, berbagi informasi, berbagi pengalaman, dan lain-lainnya.
5. Permodelan (modeling)
Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya
permodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan (identifikasi)
maupun yang bersifat fisik. Permodelan bisa dilakukan oleh guru, peserta
didik, atau dengan mendatangkan narasumber dari luar.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi dalam pembelajaran adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajarinya atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan
atau dipelajarinya di masalalu. Refleksi pembelajaran merupakan respon
terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima
dalam proses pembelajaran. Guru harus dapat membantu peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan
pengetahuan yang baru.dengan demikian peserta didik akan memperoleh
pengetahuan yang berguna bagi dirinya dari apa yang baru dipelajarinya. Pada

21
akhir proses pembelajaran sebaiknya guru menyisakan waktu agar peserta
didik melakukan refleksi, yang diwujudkan dalam bentuk:
a) Pernyataan langsung peserta didik tentang yang diperoleh hari itu
b) Jurnal belajar di buku peserta didik
c) Kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran hari itu.
7. Penilain yang sebenarnya (aunthentic assesment)
Penilain merupakan proses pengumpulan data yang dapat mendesktipsikan
mengenai perkembangan perilaku peserta didik.penilaian menekankan pada
proses pembelajaran, data yang dikumpulkan dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan pembelajaran. Penilaian tidak hanya
dilakukan oleh guru, tetapi juga teman-teman ataupun orang lain. Adapun
karakteristik penilaian autentik sebagai berikut:
a) Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
b) Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performasi. Penilaian
dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dilakukan dalam beberapa tahapan
dan periodic, sesuai dengan tahapan waktu dan bahasannya baik dalam
formatif maupun sumatif.
c) Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan
utuh.
d) Hasil penilaian digunakan sebagai feedback yaitu untuk keperluan
pengayaan (enrichment) stancar minimal telah tercapai atau mengulang
(remedial) jika standar belum tercapai.

Beberapa komponen utama dalam pembelajaran Kontekstual menurut


Johnson (2000: 65), yang dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Melakukan hubungan yang bermakna (Making Meaningful Connections)

Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran


dan pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata
pelajaran akademik, ilmu pengetahuan alam. Atau sejarah dengan
pengalamannya mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna
memberi mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan

22
kehidupan seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan
inilah inti dari CTL.

2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (Doing Significant Works)

Model pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran


yang dilakukan di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka
dapat mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan siswa.

3. Belajar yang diatur sendiri (Self-Regulated Learning)

Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif,


mandiri, melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan
kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran
yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan kepada siswa menggunakan
gaya belajarnya sendiri.

4. Bekerjasama (collaborating) Siswa dapat bekerja sama.

Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu


siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

5. Berpikir kritis dan kreatif (Critical dan Creative Thinking)

Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan


berpikir tahap tinggi, nerpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah
suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai,
memecahkan masalah menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis
asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental
untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam
mengembangkan sesuatu.

6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (Nuturing The Individual)

Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan


kemampuan-kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-
aspek kepribadian: integritas pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin,

23
motif berprestasi, dsb. Guru dalam pembelajaran kontekstual juga berperan
sebagai konselor, dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan siswa
harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.

7. Mencapai standar yang tinggi (Reaching High Standards)

Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara


optimal, mencapai keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai
keunggulan, asalkan sia dibantu oleh gurunya dalam menemukan potensi dan
kekuatannya.

8. Menggunakan Penilaian yang otentik (Using Authentic Assessment)

Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan


keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu.
Penilaian autentik merupakan antitesis dari ujian stanar, penilaian autentik
memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik
mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.

H. Tujuan contextual teaching and learning

Adapun tujuan penerapan model pembelajaran contextual teaching and


learning yaitu :

1) Dengan penerapan pembelajaran CTL ini siswa bisa terdorong untuk


mengetahui hakikat dari sebuah bahan pelajaran yang diterima. Karena
pelajaran yang diterima tidak jauh dari fakta yang ada di kehidupan
mereka.
2) Tujuan Model pembelajaran CTL adalah siswa akan aktif dalam
pembelajaran karena dalam prosesnya pembelajaran ini tidak hanya duduk
pasif mengingat, mencatat dan mendengar.
3) CTL mengharuskan guru untuk bisa menumbuhkan minat siswa dalam
belajar

24
4) Pendekatan pembelajaran CTL memiliki tujuan agar siswa bisa berpikir
kritis dan mandiri sehingga kedepannya mereka bisa memfilter dan
memilih segala pengetahuan yang masuk.
5) Tujuan Model pembelajaran CTL adalah melibatkan siswa untuk bisa
mengkoneksikan pelajaran sekolah dengan konteks di kehidupan nyata.
6) Siswa bisa lebih leluasa untuk menjelaskan segala data informasi yang
rumit dan siswa juga bisa memahami sebuah informasi dengan baik.

Hasil belajar siswa akan lebih bermakna jika pada saat belajar diikuti
dengan sikap dan motivasi yang kuat, belajar dengan sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab. Agar sikap, motivasi, kesungguhan belajar dan tanggung
jawab dapat terjaga maka iklim belajar yang mengarah perlu di ciptakan.
(Nasrul Hakim, Penerapan Project-Based Learning Dipadu Group Investigation
Untuk Meningkatkan Motivasi, Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pendidikan
Biologi Universitas Muhammadiyah Malang, 2015). Sehingga tujuan
pembelajaran contextual teaching and learning (ctl) sebagai berikut :

a. Pengajaran autentik adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa


belajar dalam konteks bermakna strategi ini menyatukan keterangan 12
berfikir dan pemecahan yang merupakan keyerangan penting dalam
tatanan kehidupan nyata.
b. Pembelajaran berbasis inquiri adalah merupakan pembelajaran yang
berpola pada metode Matematika dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk lebih aktif pembelajaran.
c. Pembelajaran berbasis masalah adalah merupakan suatu kegiatan yang
mengunakan masalah dunia nyata sebagi kontes bagi siswa untuk belajar
berfikir kritis dan keterangan dalam pemecahan masalah.
d. Pembelajaran kooperatif adalah merupakan strategi belajar dimana siswa
belajar kelompok kecil saling membantu untuk memahami suatu materi
pelajaran memeriksa dan memperbaiki jawaban teman dalam kelompok

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah tergambar di atas maka dapat saya simpulkan
bahwa Contextual Teaching and Learning adalah pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga
siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Belajar
yang efektif harus berpusat pada peserta didik sehingga memahami bagaimana
cara peserta didik menggunakan pengetahuan dan keterampilan baru. Perlu kerja
sama antar kelompok peserta didik sehingga menumbuhkembangkan kebiasaan
sharing dalam team. Penilaian peserta didik tidak hanya dinilai pada hasil
akhirnya saja tetapi juga sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

B. Saran

Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Kesalahan
ejaan, metodologi penulisan dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang
masih kurang adalah diantara kekurangan dalam makalah ini . Karena saran dan
kritik membangun sangat kami harapkan dalam penyempurnaan makalah ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Widyaiswara, G. P., Parmiti, D. P., & Suarjana, I. M. (2019). Pengaruh Model


Pembelajaran Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar
IPA. International Journal of Elementary Education, 3(4), 389-395.

Servitri, M. (2017). Pembelajaran Multimedia IPA Dengan Model Contextual


Teaching and Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Mimbar
Sekolah Dasar, 4(1), 1-8.

Fathurrohman, M. (2015). Model-model pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz


media.

Kadir, A. (2013). Konsep pembelajaran kontekstual di sekolah. Dinamika ilmu.

Sugiyanto.2007. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG): Model-


model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon
13 Surakarta.

Hasibuan, M. I. (2014). Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and


Learning). Logaritma: Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan dan Sains, 2(01).

Ardiawan, I. K. N., & Diari, K. P. Y. (2020). PENERAPAN MODEL


PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPA. Adi Widya: Jurnal
Pendidikan Dasar, 5(1), 10-16.

27

Anda mungkin juga menyukai