Anda di halaman 1dari 26

Antropologi dan sosiologi pendidikan

Dosen Pengampuh: Drs.H.Zaenal Arifin, M.Pd.I

Disusun Oleh:Rahmad Iqbal Zuhpe


Indah Safitri
Sanya Nur Fajri Malika
Farizka Auralie
Silpa Robihatunufus

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM(PAI)


MATA KULIAH: ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM S1

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SHALAHUDDIN AL AYYUBI JAKARTA


TAHUN PELAJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala


rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat
serta salam kita limpahkan kepada junjungan Nabi kita,Nabi Muhammad
SAW yang kita tunggu-tunggu syafaatnya nanti di hari akhir zaman . Kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.H.Zaenal Arifin, M.Pd.I selaku dosen
pengampuh mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan
banyak ilmu dan pengarahan. Akhir kata kami mohon maaf apabila ada
banyak kesalahan pada penulisan kata-kata serta kalimat. Oleh karena itu,
kami meminta kritik dan saran untuk lebih membangun dan menambah ilmu.
Selanjutnya kami berharap dari makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Aamiin.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul........................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG.................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................ 1
C. TUJUAN PENULISAN.................................................................. 2
D. MANFAAT PENULISAN.............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. STRATEGI PEMBELAJARAN................................................... 3
B. METODE PEMBELAJARAN…….............................................. 7
C. PENDEKATAN PEMBELAJARAN…........................................ 9
D. TEKNIK PEMBELAJARAN…………………………….......... 12
BAB III PENUTUP.................................................................................... 14
A. KESIMPULAN............................................................................... 14
B. SARAN............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang
terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, alat, siswa dan guru. Semua unsur atau komponen
tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berfungsi dengan berorientasi
pada tujuan. Seperti telah kita ketahui bahwa tugas utama guru ialah mengajar yang berarti
membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan tertentu atau kompetensi. Tujuan atau
kompetensi itu telah dirumuskan dalam kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman
pelaksanaan proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran yang menjadi persoalan pokok ialah bagaimana memilih
dan menentukan strategi pembelajaran. Strategi belajar mengajar menentukan jenis interaksi
di dalam proses pembelajaran. Selain itu metode mengajar juga diperlukan dalam kegiatan
belajar mengajar. Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam
mengajar. Metode mengajar mempengaruhi belajar, metode mengajar guru yang kurang baik
akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik. Kemudian, sebagai seorang pendidik, juga
harus mengetahui pendekatan-pendekatan yang bisa digunakan dalam pembelajaran serta
teknik-teknik yang sesuai untuk pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang Strategi, Metode, dan Pendekatan
Pembelajaran maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis
membuat rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana strategi dalam pembelajaran?
b. Bagaimana metode dalam pembelajaran?
c. Bagaimana pendekatan dalam pembelajaran?
d. Bagaimana teknik dalam pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengkaji makalah ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
a. Mengetahui macam-macam strategi dalam pembelajaran.
b. Mengetahui macam-macam metode dalam pembelajaran.
c. Mengetahui pendekatan dalam pembelajaran.
d. Mengetahui Teknik yang dipakai dalam pembelajaran.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah, agar dapat lebih memahami dan menelaah
berbagai macam strategi-strategi, metode-metode, pendekatan dan teknik-teknik dalam
pembelajaran. Agar sebagai calon pendidik dapat mengetahui dan bisa menerapkan hal
tersebut dalam pembelajaran kepada peserta didik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), strategi adalah rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Syaiful Bahri Djamarah, mengartikan
strategi adalah suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran
yang telah ditentukan. Strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan
dalam mencapai tujuan.
Beberapa ahli pendidikan, memberikan pengertian strategi pembelajaran dengan
beragam, yaitu:
1. Dewi Salma Prawiradilaga : strategi pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh
perancang dalam menentukan tehnik penyampaian pesan, penentuan metode, dan media,
alur isi pelajaran, serta interaksi antara pengajar dan peserta didik.
2. Wina Sanjaya : strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Made Wena : kata strategi berarti cara dan seni menggunakan sumber daya untuk
mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran berarti upaya membelajarkan peserta didik.
Dengan demikian, strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk menggunakan semua
sumber belajar dalam upaya membelajarkan peserta didik.
4. Mansur Muslih : strategi pembelajaran merupakan cara pandang dan pola pikir guru
dalam mengajar.
5. T. Takajoni : strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum yang dilakukan
guru dan siswa dalam merealisasikan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
6. Sudirdja dan Siregar : strategi pembelajaran adalah usaha dalam menciftakan suatu
kondisi tertentu dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah
pencapaiannya.
7. Miarso : strategi pembelajaran adalah suatu pendekatan yang mnyeluruh dalam sebuah
sistem pembelajaran dalam bentuk pedoman dan kerangka kegiatan untuk mewujudkan
tujuan umum pembelajaran.
8. Kemp : strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan
oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Dari beberapa pengertian strategi pembelajaran, disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan, dengan mengintegrasikan
urutan kegiatan, peralatan dan bahan serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran,
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan secara aktif dan efisien.
Adapun jenis-jenis strategi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Strategi pembelajaran langsung merupakan bentuk dan pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan
demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan.
Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur.
2. Strategi Pembelajaran Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses kerja sama dalam suatu kelompok yang biasa terdiri atas 3 sampai 5 orang
siswa untuk mempelajari suatu materi akademik yang spesifik sampai tuntas. Strategi.
Melalui Cooperative Learning, peserta didik didorong untuk bekerja sama secara
maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Beberapa penulis seperti Slavin,
Johnson, & Johnson, mengatakan ada komponen yang sangat penting dalam strategi
pembelajaran cooperative yaitu kooperatif dalam mengerjakan tugas-tugas dan
kooperatif dalam memberikan dorongan atau motivasi. Slavin, Abrani, dan Chambers
(1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa
perspektif, yaitu perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif dan perspektif
elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan
kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu.
Dengan demikian keberhasilan setiap indivindu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk
memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Perspektif sosial artinya bahwa melalui
kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka
menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara
tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang
bagus, di mana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh
keberhasilan. Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya
interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk
berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa
akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah
pengetahuan kognitifnya.
3. Strategi Pembelajaran Problem Solving
Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan
masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah
mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan soal-
soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah teknik
untuk membantu siswa agar memahami dan menguasai materi pembelajaran dengan
menggunakan strategi pemecahan masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya
terletak pada kedudukan pemecahan masalah itu. Mengajar memecahkan masalah
berarti pemecahan masalah itu sebagai isi atau content dari pelajaran, sedangkan
pemecahan masalah adalah sebagai suatu strategi. Jadi, kedudukan pemecahan
masalah hanya sebagai suatu alat saja untuk memahami materi pembelajaran. Ada
beberapa ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah :
1) Siswa bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kecil.
2) Pembelajaran ditekankan kepada materi pelajaran yang mendukung persoalan-
persoalan untuk dipecahkan dan lebih disukai persoalan yang banyak
kemungkinan cara pemecahanya.
3) Siswa menggunakan banyak pendekatan dalam belajar.
4) Hasil dari pemecahan masalah adalah tukar pendapat (sharing ) di antara semua
siswa.
4. Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru
akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodean lebih mudah
dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu pemindahan
informasi baru dari memori di otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang
dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang
pernah ada. Beberapa bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi,
dan PQ4R. Pembuatan catatan adalah strategi belajar yang menggabungkan antara
informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang didapat melalui
proses mencatat. Dengan mencatat, siswa dapat menuangkan ide baru dari
percampuran dua informasi itu. Analogi merupakan cara belajar dengan
pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda
atau ide, misalnya otak kiri mirip dengan komputer yang menerima dan menyimpan
informasi. P4QR merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa
mengingat apa yang mereka baca. P4QR singkatan dari Preview (membaca selintas
dengan cepat), Question (bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite, dan
review atau membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang
secara menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang terbukti
efektif dalam membantu siswa menghafal informasi bacaan.
5. Strategi Organisasi
Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan
bahan-bahan baru dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi organisasi terdiri
atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi subset yang lebih kecil.
Strategi tersebut juga berperan sebagai pengindentifikasian ide-ide atau fakta kunci
dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Bentuk strategi organisasi adalah
Outlining, yakni membuat garis besar. Siswa belajar menghubungkan berbagai
macam topik atau ide dengan beberapa ide utama. Mapping, yang lebih dikenal
dengan pemetaan konsep, dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining.
Mnemonics membentuk kategori khusus dan secara teknis dapat diklasifikasikan
sebagai satu strategi, elaborasi atau organisasi. Mnemonics membantu dengan
membentuk asosiasi yang secara alamiah tidak ada yang membantu
mengorganisasikan informasi menjadi memori kerja. Strategi Mnemonics terdiri atas
pemotongan, akronim, dan kata berkait.
B. Metode Pembelajaran
Kata metode berasal dari bahasa Latin yakni methodos, yang berarti jalan yang harus
dilalui. Secara etimologi, metode merupakan cara yang digunakan dalam proses pendidikan
yang bertujuan mempermudah tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan
(Suprihatiningrum, 2013). Babbage, Byers, dan Redding (dalam Suprihatiningrum, 2013)
mendefinisikan metode sebagai: (1) Suatu cara melakukan sesuatu, yang dapat diikuti tahap
demi tahap dan digunakan oleh setiap guru, (2) Organisasi dan implementasi dari suatu
pelajaran tertentu sehubungan dengan model-model, pendekatan-pendekatan, dan strategi-
strategi yang telah ditentukan serta dipengaruhi oleh konten matapelajaran, dan (3) Sejumlah
kemungkinan bagi guru dalam memutuskan cara-cara kerja, untuk kelompok-kelompok
maupun kelas-kelas, dan berdasarkan pada program-program belajar dan skema-skema kerja.
Lebih lanjut, Hudoyo (dalam Suprihatiningrum, 2013) merinci bahwa di dalam metode
mengajar terkandung interaksi antara guru dengan siswa, dan interaksi antara siswa dengan
materi pelajaran.
Dari berbagai penjelasan mengenai metode pembelajaran, dapat dibuat suatu
generalisasi tentangnya. Metode pembelajaran dapat dikatakan sebagai seperangkat cara
menyampaikan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran, dengan situasi yang
sesuai dengan model, pendekatan dan strategi yang telah ditentukan, dan adanya guru sebagai
pembawa pesan.
Ada beberapa jenis metode pembelajaran :
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pengajaran secara lisan.
Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan
alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam pengajaran yang
menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya
diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting
yang diberikan oleh guru.
2. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan
mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan
daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntunan dalam mengemukakan pokok-
pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan. Metode ini dapat
menjadi pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelurusan lebih lanjut pada
berbagai sumber belajar. Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila
sebelum proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas.
3. Metode Demonstrasi
Metode demostrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan
suatu proses kejadian. Metode demostrasi biasanya diaplikasikan dengan
menggunakan alat-alat bantu pengajaran seperti benda-benda miniatur, gambar,
perangkat alat-alat laboratorium dan lain-lain. Akan tetapi, alat demostrasi yang
paling pokok adalah papan tulis dan white board, mengingat fungsinya yang multi
proses. Dengan menggunakan papan tulis guru dan siswa dapat menggambarkan
objek, membuat skema, membuat hitungan matematika, dll peragaan konsep serta
fakta yang memungkinkan. Sehingga dapat merangsang siswa untuk aktif mengamati
menyesuaikan antara teori dengan kenyataan dan mencoba untuk melakukannya
sendiri.
4. Metode Penugasan
Metode ini berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan
belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, merangsang untuk
belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina
kebiasaan mencari dan mengolah informasi sendiri. Tetapi dalam metode ini sulit
mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak dapat bekerja secara mandiri.
5. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan
percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa menjadi akan lebih yakin atas suatu
hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman,
mengembangkan sikap ilmiah dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam
ingatan siswa. Metode ini paling tepat apabila digunakan untuk merealisasikan
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri atau pendekatan penemuan.
6. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah.
Dalam diskusi terjadi tukar-menukar gagasan atau pendapat untuk memperoleh
kesamaan pendapat. Dengan metode diskusi keberanian dan kreativitas siswa dalam
mengemukakan gagasan akan terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan
teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan lebih penting melalui
diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama.

C. Pendekatan Pembelajaran
Roy Killen (dalam Sanjaya, 2011) mencatat ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yakni pendekatan yang berpusat pada guru dan yang berpusat pada siswa.
Masih menurut Roy Killen, pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung, deduktif, atau ekspositori, sedangkan pendekatan yang berpusat
pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri/penemuan serta strategi
pembelajaran induktif.
Istilah pendekatan sendiri didefinisikan oleh Gulo (dalam Suprihatiningrum,
2013) sebagai sudut pandang yang menggambarkan cara berpikir dan sikap seorang guru
dalam menyelesaikan masalah pembelajaran. Secara lebih rinci, Babbage, Byers, dan
Redding (dalam Suprihatiningrum, 2013) mendefinisikan pendekatan sebagai: (1)
Sebuah gagasan filosofis atau titik tolak yang digunakan oleh seorang guru maupun
sekelompok guru untuk menyepakati taktik-taktik bagi pendidikan siswa-siswanya, (2)
Sebuah filosofi personal dan cara kerja yang melandasi pengajaran, serta dapat
ditentukan atau dipengaruhi oleh pokok bahasan, usia dan kemampuan para siswa, gaya
mengajar, nilai-nilai, dan kepercayaan yang dimiliki, (3) Cara-cara yang berbeda dari
pendekatan berbagai materi pelajaran, dan penyampaian kurikulum, (4) Struktur,
organisasi, dan konten pelajaran yang diturunkan dari skema kerja, (5) Penyediaan iklim
yang sesuai untuk belajar, dan (6) Sebuah cara untuk memulai dan memperkenalkan ide-
ide.
Berdasarkan definisi-definisi ini terlihat beberapa unsur penting yang serupa yang
melekat pada pendekatan pembelajaran. Lebih lanjut, dapat digeneralisasi bahwa hakikat
pendekatan pembelajaran adalah suatu landasan filosofis dalam memandang bagaimana
melaksanakan proses pembelajaran agar tujuan yang diharapkan tercapai.
Ada beberapa jenis pendekatan pembelajaran :
1. Pendekatan tujuan pembelajaran
Pendekatan ini berorientasi pada tujuan akhir yang akan dicapai. Sebenarnya
pendekatan ini tercakup juga ketika seorang guru merencanakan penekatan lainnya,
karena suatu pendekatan itu dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Semua
penekatan dirancang untuk keberhasilan suatu tujuan.
2. Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa
dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di
dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep
yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami
konsep.
3. Pendekatan Lingkungan
Penggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam
suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk
memahami materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sering digunakan
pendekatan lingkungan.
4. Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan
kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa,
merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan
proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. penggunaan pendekatan
proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
5. Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM)
Pendekatan pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM
mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan
tersebut ada pada aspek: kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap,
proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai
fasilitator dan informasi yang diterima akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya
pemacahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang
ditemukan sehari-hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah-langkah
ilmiah.
6. Pendekatan penemuan
Pengunaan pendekatan penemuan berarti dalam kegiatan belajar mengajar siwa diberi
kesempatan untuk menemukan sendiri fakta dan konsep tentang fenomena ilmiah.
Penemuan tidak terbatas jika menemukan sesuatu yang baru. Pada umumnya materi
yang diberikan sudah ditentukan oleh guru, demikian pula situasi yang menunjang
proses pemahaman tersebut.
7. Pendekatan pemacahan masalah
Pendekatan pemecahan masalah berangkat ari masalah yang harus dipecahkan melalui
praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan ini siswa dapat menerima saran
tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, an
menyusun srangkaian prtanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Dan siswa
juga dapat merancang pemecahan masalahnya sendiri. Guru berperan hanya dalam
menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk.

D. Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan penggunaan metode ceramah
pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang
tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang
jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang
siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun
dalam koridor metode yang sama.
Teknik pembelajaran adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran
berlangsung.
1. Teknik Umum
Teknik umum adalah cara-cara yang dapat digunakan untuk semua bidang studi.
Contohnya antara lain:
a. Teknik ceramah, merupakan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas.
b. Teknik tanya jawab, merupakan metode mengajar dimana guru menanyakan hal-
hal yang sifatnya factual.
c. Teknik diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya
menggunakan informasi yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu masalah.
d. Teknik pemberian tugas, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa
mempelajari kemudian melaporkan hasilnya.
e. Teknik latihan, merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan
terhadap apa yang dipelajari.
f. Teknik kerja kelompok, merupakan suatu cara mengajar, dimana peserta didik di
dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok.
g. Teknik demonstrasi merupakan teknik mengajar dimana seorang instruktur atau
guru menunjukkan, memperlihatkan suatu proses.
h. Teknik Karya Wisata merupakan tehnik mengajar yang dilaksanakan dengan
mengajak siswa kesuatu tempat atau obyek tertentu diluar sekolah untuk
mempelajari atau menyelidiki sesuatu.
2. Teknik Khusus
Teknik khusus adalah cara mengajarkan (menyajikan atau memantapkan) bahan-
bahan pelajaran bidang studi tertentu. Sebagai contoh, teknik pengajaran keterampilan
berbahasa terdiri atas teknik pembelajaran membaca, teknik pembelajaran menulis, teknik
pembelajaran berbicara, teknik pembelajaran menyimak, teknik pembelajaran tata bahasa,
dan teknik pembelajaran kosa kata. Pembelajaran membaca terbagi pula atas teknik
pembelajaran membaca permulaan dan teknik pembelajaran membaca lanjut. Masing-
masing terdiri pula atas banyak macam. Begitulah, teknik khusus itu banyak sekali
macamnya karena teknik khusus itu berhubungan dengan rincian bahan pembelajaran.
Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, misalnya guru bahasa Indonesia, hanya
menggunakan satu metode, katakanlah metode khusus pembelajaran bahasa (yang
ditunjang sejum!ah pendekatan dan prinsip), tetapi menggunakan sejumlah teknik, baik
umum maupun khusus. Teknik ini setiap saat divariasikan.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Strategi pembelajaran merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan, dengan
mengintegrasikan urutan kegiatan, peralatan dan bahan sertawaktu yang digunakan dalam
proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan secara aktif
dan efisien. Ada beberapa jenis strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran langsung,
strategi pembelajaran cooperative learning, strategi pembelajaran problem solving,
strategi mengulang, strategi elaborasi, dan strategi organisasi.
Metode pembelajaran dapat dikatakan sebagai seperangkat cara menyampaikan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran, dengan situasi yang sesuai dengan model,
pendekatan dan strategi yang telah ditentukan, dan adanya guru sebagai pembawa pesan. Ada
beberapa jenis metode pemblajaran yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode
demonstrasi, metode penugasan, metode eksperimen, dan metode diskusi.
Pendekatan pembelajaran adalah suatu landasan filosofis dalam memandang
bagaimana melaksanakan proses pembelajaran agar tujuan yang diharapkan tercapai. Dalam
pembelajaran metode dan pendekatan pembelajaran tidak bisa dipisahkan karena ketiga unsur
ini merupakan alat dan cara yang digunakan untuk menunjang kelancaran pendidikan.
Pendekatan, lebih menekankan pada strategi dalam perencanaan sedangkan metode, lebih
menekankan pada teknik pelaksanaannya. Ada beberapa jenis pendekatan pembelajaran yaitu
pendekatan tujuan pembelajaran, pendekatan konsep, pendekatan lingkungan, pendekatan
proses, pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM), pendekatan penemuan, dan
pendekatan pemecahan masalah.
Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseoran dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Terdapat dua macam dari teknik
pembelajaran yaitu teknik umum dan teknik khusus.
2.1 Pengertian budaya sekolah dan membangun kultur dan masyarakat sekolah
A. pengertian budaya sekolah
Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, pendidik/guru, petugas
tenaga kependidikan/administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.
Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang dan
menyenangkan, adil, kreatif, inovatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi,
menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan
mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran dan
cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber
daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan iptek.
Tuntunan Sekolah yang profesional membutuhkan pengelolaan yang tepat melalui
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Dengan demikian, lembaga dapat mengiventarisir
kekuatan-kekuatan dan kebutuhannya, kelemahan, peluang, hambatan, dan tantangan yang
mungkin ada. Dalam konteks penerapan MBS,Sergiovani (2005) menyarankan agar para
pengambil kebijakan, para pemilik dan kepala sekolah menggunakan pendekatan budaya
sekolah atau school culture approach.
Dengan pertimbangan sebagai berikut:
 Pertama, pendekatan budaya lebih menitikberatkan faktor manusia di atas faktor-
faktor lainnya. Peran manusia amat sentral dalam suatu proses perubahan berencana.
Sesuai dengan pepatah man behind the gun, manusia adalah faktor yang menentukan
keberhasilan perubahan, bukan struktur atau peraturan legal.
 Kedua, pendekatan budaya menekankan pentingnya peran nilai dan keyakinan dalam
diri manusia. Aspek ini merupakan elemen yang sangat berpengaruh dalam
membentuk sikap dan perilaku. Karenanya, pendekatan budaya menomorsatukan
transformasi nilai dan keyakinan terlebih dahulu sebelum perubahan yang bersifat
legal-formal.
 Ketiga, pendekatan budaya memberikan penghormatan dan penerimaan terhadap
perbedaan-perbedaan yang ada. Sikap menerima dan saling hormat menghormati akan
menciptakan rasa saling percaya dan kebersamaan di antara anggota organisasi. Rasa
kebersamaan akan memunculkan kerja sama, dan kerja sama akan mewujudkan sikap
profesionalisme yang membawa perubahan sehingga mengubah nilai-nilai lama yang
menghambat dengan nilai baru yang mendukung MBS.

Dalam kurikulum KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) guru


dituntut lebih aktif, kreatif, kompetitif, inspiratif, inisiatif, independen dan inovatif dalam
menemukan dan mengembangkan kurikulum baru. Sekolah diberi kebebasan dalam
membuat program kerja oleh pemerintah melalui Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang merupakan salah satu dari delapan standar nasional pendidikan sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen) No.23 Tahun 2006.
Pengelola sekolah harus membangun sebuah sistem yang di dalamnya mengutamakan
kerjasama atau team work. Kesuksesan dibangun atas dasar kebersamaan dan bukan kerja
satu orang kepala sekolah atau one man show. Kepala sekolah setiap periode akan
berganti, tetapi sistem akan terus berjalan mendampingi siapapun pemimpinnya.
Setiap sekolah harus dapat menciptakan budaya sekolahnya sendiri sebagai identitas diri,
dan juga sebagai rasa kebanggaan akan sekolahnya. Kegiatan tidak hanya terfokus pada
intrakurikuler, tetapi juga ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan otak kiri dan
kanan secara seimbang sehingga melahirkan kreativitas, bakat dan minat siswa.
Selain itu, dalam menciptakan budaya sekolah yang kokoh, kita hendaknya juga
berpedoman pada misi dan visi sekolah yang tidak hanya mencerdaskan otak saja, tetapi
juga watak siswa serta mengacu pada 4 tingkatan umum kecerdasan yaitu : kecerdasan
intektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan rohani (SQ) dan kecerdasan
sosial.
Keterlibatan orang tua dalam menunjang kegiatan sekolah, keteladan guru
(mendidik dengan benar, memahami bakat, minat dan kebutuhan belajar anak,
menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan serta
memfasilitasi kebutuhan belajar anak), dan prestasi siswa yang membanggakan adalah
tiga hal yang akan menyuburkan budaya sekolah. Kegiatan-kegiatan itu menjadi gengsi
tersendiri dalam suatu sistem yang utuh (komprehensif) melalui indikator yang jelas,
sehingga ”karakter atau watak siswa” dapat terpotret secara optimal melalui kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh sekolah. Kegiatan itu akan menjadi budaya dan
berpengaruh dalam perkembangan siswa selama bersekolah di sekolah itu. Karena budaya
sekolah yang tetap eksis itulah yang akan tertanam di hati para siswa. Sehinga sekolah
akan terbebas dari narkoba, rokok, minuman keras, tawuran antar pelajar, dan ’penyakit’
kenakalan pelajar lainnya. Pastikan siswa terbaik yang lulus, akan terukir namanya dalam
batu prasasti sekolah. Pastikan pula para alumninya tersebar ke sekolah-sekolah favorit
’papan atas’ baik di tingkat propinsi maupun nasional dan akan menjadi ’leader’ di
sekolahnya masing-masing.
Kredibilitas sekolah di mata masyarakat, akuntabilitas kinerja sekolah, dan sigma
kepuasan orang tua siswa harus sudah terbentuk, sehingga membawa sekolah memiliki
budaya sekolah yang tetap eksis. Guru, orang tua, dan siswa harus dapat bekerja sama
menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis di tengah era derasnya globalisasi dan
pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Budaya sekolah terbentuk dari eratnya kegiatan akademik dan kesiswaan, seperti dua sisi
mata uang logam yang tak dapat dipisahkan. Melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
beragam dalam bidang keilmuan, keolahragaan, dan kesenian membuat siswa dapat
menyalurkan minat dan bakatnya masing-masing.
Kultur sekolah pada dasarnya adalah suatu kondisi yang terbentuk dari seluruh
sikap dan tindakan individu atau kelompok dalam komunitas sekolah yang cenderung
untuk melakukan segala aktivitas berbasis belajar sehingga menjadi ciri, watak dan
kebiasaan yang dimiliki. Kokohnya budaya sekolah diawali dengan membangun
kesamaan persepsi bahwa sekolah yang didalamnya terdapat anggota komunitas interaktif
kegiatan belajar mengajar adalah sebuah organisasi yang memiliki tujuan untuk
membangun masyarakat yang berilmu, berbudaya dan berkeadaban (bermoral, beretika,
dalam wujud karakter yang berakar kepada nilai-nilai agama, tradisi, adat dan kebiasaan
positif) demi mewujudkan cita-cita dan harapan masa depan. Secara konseptual Deal dan
Peterson (1999) menyampaikan teorinya bahwa budaya sekolah adalah sekumpulan nilai
yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian yang dipraktikkan oleh kepala
sekolah, guru, karyawan serta siswa sehingga menjadi ciri khas, karakter atau watak yang
dapat membentuk citra sekolah di masyarakat. Dilain pihak studi yang dilakukan Leslie J.
Fyans, Jr. dan Martin L. Maehr menemukan adanya pengaruh dari lima dimensi budaya
sekolah yaitu: tantangan akademik, prestasi, penghargaan terhadap prestasi, komunitas
sekolah, dan persepsi tentang tujuan. Namun pada intinya penguatan budaya sekolah akan
bermuara pada efektivitas pembelajaran yang tidak hanya didasarkan pada seberapa
banyak ilmu pengetahuan dapat diserap oleh peserta didik, namun lebih ditekankan pada
seberapa jauh ilmu pengetahuan tersebut dirasakan manfaatnya oleh peserta didik dalam
wujud kompetensi yang teraplikasi ke dalam bentuk kecakapan hidup (life skills) yang
dapat dipergunakan di lapangan kehidupan nyata.
Saat ini kita perlu mencermati persoalan yang sedang dihadapi berkaitan dengan
desentralisasi pengelolaan pendidikan yang telah menempatkan sekolah sebagai unit
utama basis peningkatan kualitas yang tentunya akan sangat berpengaruh pada perubahan
kultur sekolah karena mekanisme kerja operasionalnya akan menitikberatkan pada
pemberdayaan sekolah itu sendiri. Salah satunya adalah dalam hal orientasi kerja
dimungkinkan akan mengakar dari inovasi- inovasi kreativitas serta mampu
menghilangkan orientasi kerja yang serba instruktif (top down oriented) walaupun
tampaknya sekolah belum mampu sepenuhnya mengembangkan ke arah itu karena
pengelolaan sekolah saat ini baru bersifat swa-manajemen (self managing school) yang
dilaksanakan berdasarkan petunjuk pelaksanaan yang masih sentralistik sehingga belum
dapat membangun penyelenggaraan secara mandiri (self governing school ). Oleh
karenanya realitas sekolah masih berada pada posisi pelaksana operasional kebijakan
pendidikan atau user dari juknis juklak yang masih bersifat trial and error. Hal ini
diasumsikan mungkin pemerintah belum bisa sepenuhnya memberikan kewenangan
manajerial berkerangka manajemen berbasis sekolah sebagai bentuk otonomi yang
diamanatkan Undang-undang Sisdiknas karena infrastruktur sekolah yang dinilai belum
siap menyelenggarakannya.
B. kultur sekolah
Peran kultur di sekolah akan sangat mempengaruhi perubahan sikap maupun perilaku
dari warga sekolah. Kultur sekolah yang positif akan menciptakan suasana kondusif bagi
tercapainya visi dan misi sekolah, demikian sebaliknya kultur yang negatif akan membuat
pencapaian visi dan misi sekolah mengalami banyak kendala.
1. Kultur Sekolah yang Positif
Meliputi kegiatan-kegiatan yang mendukung (Pro) pada peningkatan kualitas pendidikan,
misalnya:
a. Kerjasama dalam mencapai prestasi, yang melibatkan: Kepala sekolah, guru, siswa, pegawai,
komite sekolah.
b. Penghargaan terhadap yang berprestasi, seperti: pujian, hadiah, sertifikat.
c. Komitmen terhadap belajar yang dimiliki guru dan siswa.
d. Interaksi antar warga sekolah yang harmonis.
2. Kultur Sekolah yang Negatif
Meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak mendukung (Kontra) pada peningkatan kualitas
pendidikan, misalnya:
a. Siswa takut berbuat salah: diancam, dihukum, diejek.
b. Siswa takut bertanya ataupun mengemukakan pendapat: malu, tidak diberi kesempatan, takut
dicemooh, takut pada guru.
c. Siswa jarang melakukan kerjasama dalam memecahkan masalah: tidak dibiasakan oleh guru,
dianggap tidak penting.
3. Kultur Sekolah yang Netral
Kegiatan yang kurang berpengaruh positif maupun negatif pada peningkatan kualitas
pendidikan, misalnya:
a. arisan guru-guru di sekolah
b. seragam guru
Kebudayaan sekolah ialah a complex set of beliefs, values and traditions, ways of
thinking and behaving yang membedakannya dari institusi-institusi lainnya(Vembriarto,
1993:82). Kebudayaan sekolah memiliki unsur-unsur penting, yaitu :
1. Letak, lingkungan, dan prasarana fisik sekolah gedung sekolah, dan perlengkapan lainnya.
2. Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta yang menjadi
keseluruhan program pendidikan.
3. Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas siswa, guru, non teaching
specialist, dan tenaga administrasi.
4. Nilai-nilai moral, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah.

2.2. Membangun Kultur Masyarakat Sekolah


Pendekatan budaya untuk mengembangkan atau meningkatkan kinerja sekolah akan
lebih efektif jika dibandingkan dengan pendekatan struktural (Sastrapratedja Dinamika
Pendidikan, 2001:1). Pendekatan budaya dengan pusat perhatian pada budaya keunggulan
(culture of excellence) menekankan pengubahan pada pikiran, kata-kata, sikap, perbuatan,
dan hati setiap warga sekolah. Pendekatan budaya dalam rangka membangun budaya/kultur
sekolah dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan atau orientasi, yaitu :
1. Pembentukan tim kerja dari berbagai unsur dan jenjang untuk saling berdialog dan
bernegosiasi. Tim ini terdiri dari pimpinan sekolah, guru, konselor, karyawan administrasi.
2. Berorientasi pada pengembangan visi. Pendekatan visioner menekankan pandangan kolektif
mengenai yang ideal.
3. Hubungan kolegial. Melalui kolegialitas tim, akan muncul bagaimana sikap saling
menghargai dan memperkuat identitas kelompok, bersama-sama dan saling mendukung.
4. Kepercayaan dan dukungan. Saling percaya (trust) dan dukungan (support) adalah esensial
bagi bekerjanya organisasi. Tim dapat bekerja secara sinergis dan dinamik jika dua unsure
tersebut ada.
5. Nilai dan kepentingan bersama. Tim harus dapat mendamaikan berbagai kepentingan.
Menjadi tugas pimpinan untuk merekonsiliasikan kepentingan.
6. Akses pada informasi. Mereka yang bekerja dalam organisasi hanya akan dapat
menggunakan kemampuannya secara efektif jika mereka dapat memperoleh akses pada
informasi yang dibutuhkan.
7. Pertumbuhan sepanjang hidup. Lifelong learning dibutuhkan dalam dalam dunia yang
berubah dengan pesat.
Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk menghidupkan
kultur kelas/sekolah yang kondusif bagi pendidikan nilai di sekolah :
1. Hadapi masalah/Problem Solving
Murid diajak berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah konkrit.
2. Reflective Thinking/Critical Thinking
Murid secara pribadi atau kelompok diajak untuk membuat catatan refleksi atau tanggapan
atas suatu artikel, peristiwa, kasus, gambar, foto, dan lain-lain.
3. Dinamika kelompok (Group Dynamic)
Murid banyak dilibatkan dalam kerja kelompok secara kontinyu untuk mengerjakan suatu
proyek kelompok.
4. Membangun suatu komunitas kecil (Community Building)
Murid satu kelas diajak untuk membangun komunitas atau masyarakat mini dengan tatanan
dan tugas-tugas yang mereka putuskan bersama secara demokratis.
5. Membangun sikap bertanggung jawab (Responsibility Building)
Murid diserahi tugas atau pekerjaan yang konkrit dan diminta untuk membuat laporan
sejujur-jujurnya.
Pada sumber lain, dijelaskan pula bahwa banyak sekali nilai-nilai sosial budaya yang
harus dibangun di sekolah, karena sekolah adalah ibarat taman yang subur tempat menanam
benih-benih nilai-nilai sosial budaya tersebut.

Contoh nilai-nilai sosial budaya yang harus ditanam pada masyarakat sekolah :
1. Kebiasaan menjaga kebersihan.
2. Etika. Adalah tata aturan untuk bisa hidup bersama dengan orang lain. Kita hidup tidak
sendirian, dilahirkan oleh dan dari orang lain dan kemudian hidup bersama dengan orang
lain. Oleh karena itu, kita harus hidup beretika, menghormati diri sendiri dan orang lain.
3. Kejujuran. Semua warga sekolah harus dilatih berbuat jujur, mulai jujur kepada dirinya
sendiri, jujur kepada Tuhan, jujur kepada orang lain.
4. Kasih sayang. Mengutip pandangan guru besar IKIP Surabaya, yang menyatakan bahwa ada
tiga landasan pendidikan yang harus dibangun, yaitu (1) kasih sayang, (2) kepercayaan, dan
(3) kewibawaan. Menurut beliau, kasing sayang telah melahirkan kepercayaan dan
kepercayaan akan menghasilkan kewibawaan.
5. Mencintai belajar. Learning how to learn, ternyata akan jauh lebih penting ketimbang
bersusah payah menghafalkan bahan ajar yang selalu akan terus bertambah itu. Dari sini
lahirlah pendapat bahwa belajar konsep jauh lebih penting daripada menghafalkan fakta dan
data.
6. Bertanggung jawab. Sering kali kita menuntut hak ketimbang tanggung jawab. Itulah
sebabnya maka kita harus memupuk rasa tanggung jawab ini sejak dini ini di lembaga
pendidikan sekolah, bahkan dari keluarga.
7. Menghormati hukum dan peraturan. Sering kita menghormati hukum dan peraturan karena
takut kepada para penegak hukum. Kita mematuhi hukum dan perundang-undangan karena
takut terhadap ancaman hukuman. Seharusnya, kita mengormati hukum dan peraturan atas
dasar kesadaran bahwa hukup dan peraturan itu adalah kita buat untuk kebaikan hidup kita.
8. Menghormati hak orang lain. Kita masih sering membeda-bedakan orang lain karena
berbagai kepentingan. Kita tidak menghargai bahwa sebagian dari apa yang kita peroleh
adalah hak orang lain. Kita masih lebih sering mementingkan diri sendiri ketimbang
memberikan penghargaan kepada orang lain. Penghargaan kepada orang lain tidak boleh
melihat perbedaan status sosial, ekonomi, agama, dan budaya.
9. Mencintai pekerjaan. Pekerjaan adalah bagian penting dari kehidupan ini. Siapa yang tidak
bekerja adalah tidak hidup. Oleh karena itu, peserta didik harus diberikan kesadaran tentang
pentingnya menghargai pekerjaan.
10. Suka menabung. Memang kita sering memperoleh hasil pas-pasan dari hasil pekerjaan kita.
Tetapi, yang lebih sering, kita mengikuti pola hidup ”lebih besar tiang daripada pasak”. Kita
masih jarang memiliki semangat menabung untuk masa depan.
11. Suka bekerja keras. Ngobrol dan duduk-duduk santai adalah kebiasaan lama buruk kita.
Untuk ini, suka bekerja harus menjadi bagian dari pendidikan anak-anak kita di sekolah dan
di rumah.
12. Tepat waktu. Mulai menanam benih-benih menghargai waktu di ladang sekolah. Sudah
barang tentu masih banyak lagi nilai-nilai sosial budaya yang harus kita tanam melalui ladang
lembaga pendidikan sekolah. Nilai-nilai sosial budaya tersebut harus dapat kita tanam dan
terus kita pupuk melalui proses pendidikan dan pembudayaan di rumah, sekolah, dan dalam
kehidupan masyarakat.
Dalam semua kegiatan tersebut, murid dan juga gurunya akan mendapat kesempatan
untuk banyak berinteraksi dan mengalami nilai-nilai dalam berbagai bentuknya yang konkrit,
kontekstual, dan relevan bagi hidup mereka. Hal itu sekaligus akan membentuk dan
mengembangkan kepribadian dalam hidup mereka dari dalam, dari yang rohani.
Selain itu yang juga perlu diperhatikan untuk pengembangan nilai dan moral adalah :
1. Para pendidik terlebih dahulu harus tahu dan jelas akan akal budinya, memahami dengan
hatinya nilai-nilai apa saja yang akan diajarkan.
2. Para pendidik mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik dengan sentuhan
hati dan perasaan, melalui contoh-contoh konkrit dan sedapat mungkin teladan si pendidik
sehingga peserta didik dapat melihat dengan mata kepala sendiri alangkah baiknya nilai itu,
misalnya melalui metode problem solving, value clarification technique, dIl.
3. Membentu peserta didik untuk mengintemalisasikan nilai-nilai tersebut tidak hanya dalam
akal budinya, tetapi terutama dalam hati sanubari si peserta didik sehingga nilai-nilai yang
dipahaminya menjadi bagian dari seluruh hidupnya. Dalam tahap ini diharapkan peserta didik
merasa memiliki dan menjadikan nilai tersebut sebagai sifat dan sikap hidupnya.
4. Peserta didik yang telah merasa memiliki sifat-sifat dan sikap hidup sesuai dengan nilai-nilai
tersebut didorong dan dibantu untuk mewujudkan atau mengungkapkannya dalam tingkah
laku hidup sehari-hari.
Jika dalam praktik di masyarakat umum sendiri menunjukkan adanya berbagai
tindakan yang mencerminkan krisis moral, tentunya sulit bagi para pendidik di sekolah untuk
melakukan penyemaian nilai-nilai moral secara efektif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
nilai-nilai moral telah dilecehkan di masyarakat. Bagaimana mengembangkan kultur sekolah
dalam masyarakat seperti itu ? Tanpa adanya dukungan dari masyarakat, kultur sekolah yang
kondusif bagi penyemaian nilai-nilai moral yang dengan susah payah dikembangkan di
sekolah bagaikan angin lalu saja. Namun walaupun begitu, kiranya upaya pengembangan
moral melalui kultur sekolah tetap harus diupayakan.

2.3. Peningkatan Mutu Sekolah


Peningkatan mutu sekolah tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah bagaimana
mengembangkan/membangun kultur sekolah. Karena pada dasarnya sekolah yang memiliki
kultur yang berkembang dengan baik akan memiliki kualitas yang baik pula. Tentunya,
proses belajar mengajar dan realitas sekolah lah yang menentukan mutu pendidikan didalam
sekolah tersebut.
Selanjutnya untuk meningkatkan mutu sekolah seperti yang disarankan oleh Sudarwan
Danim ( 2007 : 56 ), yaitu dengan melibatkan lima faktor yang dominan :

1. Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi
kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang
tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikanlayananyang optimal, dan disiplin
kerja yang kuat.
2. Siswa; pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga
kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat
menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .
3. Guru; pelibatan guru secara maksimal , dengan meningkatkan kopmetensi dan profesi
kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil
dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
4. Kurikulum; adanya kurikulum yang ajeg / tetap tetapi dinamis , dapat memungkinkan
dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals (tujuan ) dapat
dicapai secara maksimal;
5. Jaringan Kerjasama; jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah
dan masyarakat semata (orang tua dan masyarakat ) tetapi dengan organisasi lain,
seperti perusahaan / instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam
dunia kerja

Berdasarkan pendapat diatas, perubahan paradigma harus dilakukan secara bersama-


sama antara pimpinan dan karyawan sehingga mereka mempunyai langkah dan strategi yang
sama yaitu menciptakan mutu dilingkungan kerja khususnya lingkungan kerja pendidikan.
Pimpinan dan karyawan harus menjadi satu tim yang utuh (teamwork) yangn saling
membutuhkan dan saling mengisi kekurangan yang ada sehingga target (goals ) akan tercipta
dengan baik.

Secara umum untuk meingkatkan mutu pendidikan harus diawali dengan strategi
peningkatan pemerataan pendidikan, dimana unsure makro dan mikro pendidikan ikut
terlibat, untuk menciptakan (Equality dan Equity ), mengutip pendapat Indra Djati Sidi ( 2001
: 73 ) bahwa pemerataan pendidikan harus mengambil langkah sebagai berikut :

1. Pemerintah menanggung biaya minimum pendidikan yang diperlukan anak usia


sekolah baik negeri maupun swasta yang diberikan secara individual kepada siswa.
2. Optimalisasi sumber daya pendidikan yang sudah tersedia, antara lain melalui double
shift ( contoh pemberdayaan SMP terbuka dan kelas Jauh )
3. Memberdayakan sekolah-sekolah swasta melalui bantuan dan subsidi dalam rangka
peningkatan mutu Pembelajaran siswa dan optimalisasi daya tampung yang tersedia.
4. Melanjutkan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB ) dan Ruang Kelas Baru (RKB )
bagi daerah-daerah yang membutuhkan dengan memperhatikan peta pendidiakn di
tiap –tiap daerah sehingga tidak mengggangu keberadaan sekolah swasta.
5. Memberikan perhatian khusus bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin,
masyarakat terpencil, masyarakat terisolasi, dan daerah kumuh.
6. Meningkatkan partisipasi anggota masyarakat dan pemerintah daerah untuk ikut serta
mengangani penuntansan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

Sedangkan peningkatan mutu sekolah secara umum dapat diambil satu strategi dengan
membangun Akuntabilitas pendidikan dengan pola kepemimpinan , seperti kepemimpinan
sekolah Kaizen ( Sudarwan Danim, 2007 : 225 ) yang menyarankan :

1. Untuk memperkuat tim-tim sebagai bahan pembangun yang fundamental dalam


struktur perusahaan
2. Menggabungkan aspek – aspek positif individual dengan berbagai manfaat dari
konsumen
3. Berfokus pada detaiol dalam mengimplementasikan gambaran besar tentang
perusahaan
4. Menerima tanggung jawab pribadi untuk selalu mengidentifikasikan akar menyebab
masalah
5. Membangun hubungan antarpribadi yang kuat
6. Menjaga agar pemikiran tetap terbuka terhadap kritik dan nasihat yang konstruktif
7. Memelihara sikap yang progresif dan berpandangan ke masa depan
8. Bangga dan menghargai prestasi kerja
9. Bersedia menerima tanggung jawab dan mengikuti pelatihan
BAB III

PENUTUP
1.1 KESIMPULAN

Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, pendidik/guru,
petugas tenaga kependidikan/administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah.Kultur
sekolah yang positif akan menciptakan suasana kondusif bagi tercapainya visi dan misi
sekolah, demikian sebaliknya kultur yang negatif akan membuat pencapaian visi dan
misi sekolah mengalami banyak kendala. Masyarakat sekolah yang dapat meningkatkan
mutu di sekolah tentunya harus ditanamkan sosial dan budaya yang baik sehingga
menciptakan kualitas yang bermutu bagi pendidikan di sekolah.

1.2 SARAN

Kultur yang ada di sekolah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa.


Alangkah baiknya jika Sekolah yang unggul memiliki visi dan misi yang jelas. Akhirnya,
kultur sekolah yang baik dimana hal ini akan menciptakan suasana belajar yang kondusif
akan terwujud jika semua komponen di lingkungan sekolah menyadari, bahwa menjaga
dan ikut memelihara serta menciptakan suasana yang baik dilingkungan sekolah
merupakan tanggung jawab semua pihak.

Anda mungkin juga menyukai