BAHASA INDONESIA
Kelompok 2
disusun oleh:
1. Dwi Purwati
2. Qurrotu Aini R
3. Anggita Wulandari
4. Elda Listi
5. Faisal Bahrul
6. Elsa Sulastri
7. Srimahayati Gulo
8. Suci Cahyati
9. Nitarima Waruwu
10. Inda fo Nerlia
11. Sekar Nofiri
12. Selvika Ramadhani
13. Elsa Novita
14. Filda Niken S
15. Aulia Gita o
16. Dewi
17. Wenny Oktaviani
FAKULTAS KOMPUTER DAN
WALUYO
UNGARAN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dankarunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.Kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswakhususnya dan pembaca pada umumnya, sebagai salah satu sumber
informasi danbahan pembelajaran tentang unit bisnis yang berada dilingkungan universitas.Dalam hal ini
kami selaku penyusun menyadari masih banyak kesulitandan kendala dalam membuat makalah ini, untuk
itu kami meminta maaf atassegala keterbatasan kemampuan kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Segalakritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan demi peningkatankualitas makalah
ini.
Penulis
DAFTAR PUSAKA
B. Tujuan ........................................................................................................................................ 3
Tujuan............................................................................................................................................ 5
C. Sajak contoh-contoh.................................................................................................................. 5
PENUTUP ..................................................................................................................................... 6
KESIMPULAN .............................................................................................................................. 7
PENDAHULUA
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai bahasa Indonesia akan tetapi
tuturan atau ucapan daerahnya terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang
yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak, Bugis, Sunda
dan lain-lain. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-
masing. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam kegiatan-
kegiatan resmi. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis,
beragam, dan manusiawi. Sebagai sebuah sistem, bahasa pada dasarnya memberi kendala pada
penuturnya. Dengan demikian, bahasa pada gilirannya pantas diteliti, karena kendala-kendala yang
dihadapi oleh penutur suatu bahasa memerlukaan penanganan dan pencerahan. Salah satu bidang
pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata bentukan atau morfologi. Bidang
ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa
sering berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini.
Fonologi merupakan cabang Linguistik (ilmu bahasa) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, baik dari
proses terbentuk, maupun perubahannya. Dalam ilmu bahasa, fonologi mengacu pada studi fonemik
yang memperhatikan pembeda makna dari bunyi. Namun dalam ranah umum, fonologi merupakan
ilmu yang dapat mempelajari dua sub-bidang, yakni fonemik (memperhatikan pembeda makna), dan
fonetik (tidak mempedulikan pembeda makna).Oleh karena itu perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan
ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah
tersebut tidak menimbulkankesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai pada
tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila terjadi gangguan pada
kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak
boleh terjadi.Salah satu gejala dalam bidang tata bentukan kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki
peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah proses morfofonemik atau
morfofonemis.Permasalahan dalam morfonemik cukup variatif, pertemuan antara morfem dasar
dengan berbagai afiks sering menimbulkan variasi-variasi yang kadang membingungkan para pemakai
bahasa. Sering timbul pertanyaan dari pemakai bahasa, manakah bentukan kata yang sesuai dengan
kaidah morfologi. Dan yang menarik adalah munculnya pendapat yang berbeda dari ahli bahasa yang
satu dengan ahli bahasa yang lain. Fenomena itulah yang menarik bagi kami untuk melakukan
pengkajian dan memaparkan masalah tentang pengertian morfologi dan morfofonemik ini dalam
makalah ini
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar Belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Finologi
Fonologi merupakan cabang Linguistik (ilmu bahasa) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, baik dari
proses terbentuk, maupun perubahannya. Dalam ilmu bahasa, fonologi mengacu pada studi fonemik
yang memperhatikan pembeda makna dari bunyi. Namun dalam ranah umum, fonologi merupakan
ilmu yang dapat mempelajari dua sub-bidang, yakni fonemik (memperhatikan pembeda makna), dan
fonetik (tidak mempedulikan pembeda makna).
Secara etimologis kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti “bunyi, dan logi yang
berarti “pengetahuan”. Dengan demikian fonologi dapat diartikan sebagai pengetahuan atau ilmu
mengenai bunyi. Namun bunyi yang dipelajari pada fonologi spesifik mengenai bunyi ujaran yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Chaer (2015, hlm. 1) bahwa secara
umum fonologi dapat diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas,
membicarakan, dan menganalisis bunyi ujaran yangdihasilkan oleh alat ucap manusia.
Chaer (2015, hlm. 5) juga menekankan bahwa dalam mempelajari fonologi, objek studinya adalah
bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ucapan bersama dengan “kombinasi” bunyi yang
menghasilkan suku kata serta unsur suprasegmentalnya seperti tekanan, nada, hentian, dan durasi. Apa
yang ditekankan di sini adalah fonologi sebagai ilmu yang mengkaji bahasa individu yang mengacu
langsung pada sub-disiplin fonemik, misalnya fonologi Bahasa Indonesia. Hal ini karena fonemik
merupakan sub-disiplin fonologi yang paling berkaitan langsung dengan bahasa, sementara fonologi
dari sisi fonetiknya berkaitan erat pula denganilmu kesehatan dan fisika (bunyi tanpa makna).
B. Cabang Fonologi
Fonologi ada dua cabang, yaitu fonemik dan fonetik yaitu sebagai berikut :
FONEMIK : Ilmu yang mempelajari fonem. kajian bunyi bahasa sebagai pembeda makna.a.Gugus
Gugus fonem adalah dua buah fonem yang berbeda tetapi berada dalam sebuah silabel atau suku kata.
Sedangkan yang dimaksud deret fonem adalah dua buah fonem yang berbeda, berada dalam silabel
yang berbeda, meskipun letaknya berdampingan.
c.Perubahan Bunyi/Fonem
Di dalam praktik bertutur fonem atau bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri, melainkan saling
berkaitan di dalam suatu runtutan bunyi. Oleh karena itu, secara fonetis maupun fonemis, akibat dari
saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja berubah.
FONETIK : Ilmu yang mempelajari fon. kajian bunyi bahasa dari segi jenis, cara menghasilkan,
distribusinya, dan lain-lain.
FONETIK : cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, apa adanya, tanpa
memperhatikan fungsi bunyi bahasa itu.
a.Fonetik Artikulatoris: Fonetik yang melihat bunyi bahasa dari segi cara menghasilkannya.
Pembahasannya meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam memproduksi bunyi bahasa;
bagaimana bunyi bahasa dibuat; mengenai klasifikasi bunyi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria
yang digunakan; mengenai silabel; juga mengenai unsur-unsur atau ciri-ciri suprasegmental, seperti
tekanan, jeda, durasi, dan nada.
b.Fonetik Akustis: Fonetik yang melihat bunyi dari segi maujudnya sebagai gelombang bunyi. Fonetik
akustik mempelajari bagaimana bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisiknya. Bunyi- bunyi itu diselidiki
frekuensinya, getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya
c.Fonetik auditoris: Fonetik yang melihat bunyi bahasa dari segi penangkapannya. Fonetik audiotori
meniliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima oleh telinga, sehingga bunyi- bunyi itu didengar
dan dapat dipahami. Dalam hal ini tentunya pembahasan mengenai struktur dan fungi alat dengar,
yang disebut telinga itu bekerja. Bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu sehingga bisa
dipahami. Oleh karena itu, kiranya kajian fonetik audiotori lebih berkenaan dengan ilmu kedokteran
Fonetik akustis dan auditoris tidak dikaji secara mendalam dalam ilmu bahasa hanya fonetik
artikulatoris yang dikaji dalam ilmu bahasa.
C. Pengertian Morfologi
Pengertian Morfologi Di dalam kajian linguistik atau ilmu kebahasaan, morfologi merupakan suatu
ilmu tentang bentuk-bentuk dan pembentukan kata (Chaer, 2015, hlm. 3). Sementara itu, menurut
Ramlan (2019, hlm. 29) menyatakan bahwa morfologi adalah bagian ilmu bahasa yang mempelajari
mengenai seluk-beluk kata dan pengaruh perubahan bentuk kata pada golongan dan juga arti kata.
Dengan kata lain, bisa dikatakan morfologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari mengenai seluk-
beluk kata dan juga fungsi perubahan-perubahan bentuk tersebut, baik itu dalam fungsi gramatik atau
arti kata berdasarkan konteks penggunaan, maupun fungsi semantik atau arti kata berdasarkan makna
kamus/leksikal.
Alwasilah mengatakan bahwa Di dalam bahasa linguistik Bahasa Arab, morfologi disebut dengan
tasrif, yaitu sebuah perubahan suatu bentuk asal kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk
memperoleh makna yang berbeda. Tanpa adanya perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan
terbentuk. Dari beberapa pendapat ahli di atas tentang definisi morfologi, bisa kita simpulkan bahwa
morfologi merupakan cabang linguistik yang membahas mengenai seluk-beluk bentuk serta
pembentukan kata hingga berbagai macam fungsi perubahan bentuk kata tersebut untuk memperoleh
makna yang berbeda.
a.Morfem merupakan satuan terkecil di dalam bahasa yang mempunyai pengertian dalam satu ujaran.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Hocket, morfem merupakan unsur terkecil yang secara individual
memiliki pengertian dalam satu ujaran suatu bahasa. Kemudian, seperti apa bentuk morfem itu?
Bentuk dari morfem sendiri bisa berupa imbuhan kata, misalnya aja: ber-, di-, juang. Menurut Keraf,
morfem dibedakan menjadi dua, yaitu Morfem bebas yang bisa langsung membentuk sebuah kalimat
ataupun morfem yang bisa berdiri sendiri. Morfem terikat yang tidak bisa langsung membina sebuah
kalimat, namun selalu terikat dengan morfem lainnya.
b.Kata merupakan sebuah bentuk bebas yang paling kecil. Akan tetapi, morfem mungkin saja termasuk
ke dalam keseluruhan kata ataupun merupakan bagian dari suatu kata. Jadi, bisa dikatakan juga
bahwa kemungkinan besar, sebenarnya morfem adalah satuan kata yang paling kecil. Untuk
perbedaan yang paling mendasar dari morfem dan juga kata adalah kata bisa berdiri sendiri dan bisa
membentuk suatu makna bebas. Sebagai satuan gramatik, kata sendiri terdiri satu ataupun beberapa
morfem. Suatu kata bisa berupa bentuk tunggal ataupun terdiri dari satu satuan gramatikal dan bisa
juga berupa bentuk kompleks atau terdiri dari beberapa satuan gramatikal. Dalam artian lain, bentuk
kompleks tersebut dibangun oleh satuan gramatikal yang lebih kecil.
Klasifikasi Kata Dengan melihat jumlah morfem yang membentuk sebuah kata, bisa dibedakan
menjadi 2, yaitu: Kata monomorfemis yang mana terdiri dari satu morfem seperti meja, burung,
pohon, nasi, ibu, dan lain sebagainya. Kata polimorfemis adalah kata yang terdiri dari dua morfem
atau lebih, misalnya saja, membeli, makanan, kue-kue, duduklah, jejaring, rumah makan, mitra kerja,
temanmu, dan lain sebagainya.
BAB III
Bahasa adalah sebuah sistem dalam kehidupan manusia sehari-hari yang berkaitan dengan susunan
teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau memiliki fungsi. Sistem
bahasa ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya berhubungan
secara fungsional. Secara sistematis, bahasa merupakan pola-pola keteraturan yang membentuk suatu
sistem yang tunggal yang dibentuk dari komponen- komponenya.
Pemahaman tentang sintaksis dan semantik bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan
sehari-hari dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa, sehingga materi ini
dapat menjadi modal awal bagi yang ingin menjadi pengajar bahasa Indonesia yang baik di SD.
Karena dengan dikuasainya materi ini kita dapat memiliki kemampuan yang mendukung tugas dalam
membimbing anak didik sehingga semakin mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
1.3 Tujuan
3. Untuk mengetahui penerapan dan contoh dari semantik dan sintaksis bahasa Indonesia.
2.1 Sintaksis Bahasa Indonesia
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax.
Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat,
klausa dan frase (Ramlan, 2001). Tidak berbeda dengan pendapat tersebut, Tarigan (1984)
mengemukakan bahwa sintaksis adalah salah satu cabang dari tatabahasa yang menbicarakan struktur
kalimat, klausa, dan frasa. Dalam sejarah linguistic terdapat beberapa analisis sintaksis, yaitu:
1. Linguistik Tradisional
Setiap kalimat dalam linguistik tradisional memiliki unsur yang disebut pokok kalimat, yaitu unsur
yang merupakan tumpuan pembicaraan. Pokok kalimat ini akan diikuti oleh unsur yang disebut sebutan
kalimat, yaitu unsur yang menyatakan apa dan bagaimana pokok kalimat itu. Lalu sebutan kalimat itu
akan diikuti oleh sebuah pelengkap kalimat, yakni unsur yang melengkapi pokok dan sebutan kalimat itu.
Pembagian kata dilakukan berdasarkan criteria makna dan menurut criteria fungsi. Mengenai kalimat
majemuk, linguistic tradisional menyatakan bahwa kalimat majemuk adalah dua buah kalimat atau lebih
yang digabung menjadi sebuah kalimat. Analisis kalimat dalam linguistic tradisional memeng
memudahkan dalam memahami struktur kalimat, tetapi analisis ini belum dapat menerangkan struktur
kalimat, karena prosesnya di dalam suatu paragraf menjadi tidak memiliki fungsi-fungsi kalimat secara
lengkap seperti yang kini dikenal.
2. Linguistik Struktural
Analisisis linguistik struktural menggunakan tekhnik yang disebut Immediate Constituent Analysis.
Teknik ini menyatakan bahwa setiap satuan ujaran terdiri atas dua unsure terdekat, atau dua unsur
langsung yang membentuk satuan ujaran itu. Mengenai penentuan kategori kata, linguistik struktural
sangat berpegang pada struktur atau posisi sebuah kata di dalam suatu konstruksi.
Dikemukakan dan dikembangkan oleh Noam Chomsky (1957, 1965), menyatakan bahwa setiap kalimat
yang ada dan pernah dibuat orang dapat dikembalikan pada pola kalimat dasarnya. Prinsip lain dalam
linguistik generatif transformasi adalah bahwa sebelum dilakukan ujaran dalam bentuk struktur luar
yang bersifat konkret, terlebih dahulu kalimat itu disusun dalam bentuk struktur dalam yang bersifat
abstrak. Mengenai criteria untuk membuat kategori kata, linguistik generatif tranformasi tidak berbicara
apa-apa dan hanya menerima saja apa yang telah dibicarakan orang lain.
4. Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus menganalisis kalimat dengan membagi struktur kalimat atas dua komponen yaitu
modalitas dan proposisi. Analisis kalimat dalam tata bahasa kasus tidak jauh berbeda dengan analisis
linguistik generatif.
Dalam analisis ini ditampilkan adanya relasi di antara elemen-elemen yang ada dalam sebuah klausa
atau kalimat.
Dalam analisis ini diasumsikan bahwa setiap kalimat terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut
tema dan bagian kedua disebut rema. Tema adalah bagian kalimat yang member informasi tentang apa
yang dibicarakan, sedangkan rema adalah bagian yang memberi informasi tentang apa yang dikatakan
tentang tema.
Konsep gatra ini bertumpu pada analisis tema-rema, yakni setiap kalimat dibangun oleh dua buah satuan
kalimat yang disebut gatra pangkal (setara dengan fungsi objek) dan gatra sebutan (setara dengan fungsi
predikat). Analisis gatra ini memudahkan dalam memahami struktur kalimat, sebab inti gatra dan unsur -
unsur lain yang tergantung padanya dengan mudah dapat dilihat.
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi
unsur klausa. Frase juga dapat disebut sebagai kelompok kata yang menduduki suatu fungsi (subjek,
predikat, pelengkap, objek, dan keterangan) dan kesatuan makna dalam kalimat.
Ramlan (1981) membagi frase berdasarkan kesetaraan distribusi unsur -unsurnya ada dua jenis, yakni frase
endosentrik dan frase eksosentrik.
1. Frase Endosentrik
Frase ini distribusi unsur - unsurnya setara dalam kalimat. Terbagi atas tiga jenis:
Yakni frase yang unsure-unsurnya setara, dapat dihubungkan dengan kata dan, atau, misalnya:
1) Rumah pekarangan
Yakni frase yang unsure-unsurnya tidak setara sehimgga tak dapat disisipkan kata penghubung
dan, atau, misalnya:
1) Buku baru
Yakni frase yang unsurnya bisa saling menggantikan dalam kalimat tapi tidak dapatdihubungkan
dengan kata dan dan atau, misalnya:
2. Frase eksosentrik
Frase eksosentrik adalah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semuaunsurnya,
misalnya: di pasar, ke sekolah, dari kampung.
Frase ditinjau dari segi persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frase terdiridari:
a. Frase verbal
Frase verbal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verbasebagai
intinya dan tidak merupakan klausa. Misalnya:
b. Frase nominal
Frase nominal adalah dua buah kata atau lebih yang intinya dari nominal atau benda dan satuanitu tidak
membentuk klausa. Misalnya:
c. Frase ajektival
Frase ajektifal adalah satuan gramatik yang terdiri dari atas dua kata atau lebih sedang intinyaadalah
ajektival (sifat) dan satuan itu tidak membentuk klausa. Misalnya:
Frase pronominal adalah dua kata atau lebih yang intinya pronomina dan hanya menduduki satufungsi
dalam kalimat. Misalnya:
e. Frase numeralia
Frase numeralia adalah dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi dalam kalimatnamun
satuan gramatik itu intinya pada numeralia. Misalnya:
1) Tiga buah rumah sedang terbakar
Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan
predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana 1982:85). Pengertian yang sama
dikemukakan oleh Ramlan (1981:62) yaitu klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri atas P
baik disertai S, O, PEL, dan KET atau tidak. Dengan ringkas klausa ialah (S) P (O), (PEL) (KET). Tanda
kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada
boleh juga tidak ada.
Dari segi kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi Predikat terdiri atas klausa: nominal, verbal,
bilangan dan depan. (Ramlan,1981).
1. Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya terdiri dari kata atau frasa golongan nomina.
Misalnya:
a. Ia guru IPA
2. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya terdiri dari kata atau frasa kategori verbal, danklausa
verbal terbagi atas empat jenis, yakni:
a. Klausa verbal yang ajektif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal yang
termasuk kategori sifat sebagai pusatnya. Misalnya:
b.Klausa verbal intransitif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan kata kerja intransitif
sebagai unsur intinya. Misalnya:
. Klausa verbal yang aktif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal yang transitif
sebagai unsur intinya. Misalnya:
d. Klausa verbal yang reflektif adalah klausa yang predikatnya dari kata verbal yang tergolong kata
kerja reflektif. Misalnya:
e. Klausa verbal yang resiprok adalah klausa yang pedikatnya dari kata golongan verbal yang
termasuk kata resiprok. Misalnya:
f.Klausa bilangan adalah klausa yang predikatnya dari kata atau frasa golongan bilangan.
Misalnya:
g.Klausa depan adalah klausa yang predikatnya dari kata atau frasa depan yang diawali katadepa
sebagai penanda. Misalnya:
1.Pengertian Kalimat
Menurut ahli tata bahasa tradisional menyatakan kalimat adalah satuan kumpulan kata yangterkecil
yang mengandung pikiran yang lengkap. Misalnya, “Saya makan nasi.”
Sedangkan menurut Kridalaksana bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara reatif berdiri
sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual dan potensial terdiri dari klusa. Misalnya,
“Diam!”.
Intonasi final merupakan syarat penting dalam pembentukan sebuah kalimat dapat berupa intonasi
deklaratif (yang dalam bahasa ragam tulis diberi tanda titik), intonasi interogatif (yang dalam bahasa
ragam tulis diberi tanda tanya), intonasi imperatif (yang dalam bahasa ragam tulis diberi tanda seru).
Tanpa intonasi final ini sebuah klausa tidak akan menjadi sebuah kalimat
Konjungsi dalam kalimat berklausa ganda, meskipun dikatakan boleh ada bila diperlukan tetapisebaiknya
digunakan untuk menghindari kesalah pahaman.
2. Jenis Kalimat
1) Kalimat verbal, kalimat yang predikatnya berupa verba atau frase verbal.
2) Kalimat ajektifal, kalimat yang predikatnya berupa ajektifa atau frase ajektifal.
3) Kalimat nominal, kalimat yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal.
4) Kalimat preposisional, kalimat yang predikatnya berupa frase proposional dan hanYa
digunakan dalam bahasa ragam nonformal.
5) Kalimat numeral, kalimat yang predikatnya berupa numeralia dan hanya digunakan dalambahsa
aam nonformal.
2) Kalimat “bersisipan”, kalimat yang salah satu fungsinya “disisipkan”sebuah klausa sebagai
penjelas.
3) Kalimat majemuk ratapan, sebuah kalimat majemuk yang terdiri dari dua klausa atau lebihdimana
fungsi klausanya yang dirapatkan karena merupakan substansi yang sama.
4) Kalimat majemuk setara, kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih danmemiliki
kedudukan yang setara.
5) Kalimat majemuk bertingkat, kalimat yang terdiri dari dua buah klausa yang kedudukannyatidak
setara.
6) Kalimat majemuk kompleks, kalimat yang terdiri dari tiga klausa atau lebih yang didalamnyaterdapat
hubungan koordinatif (setara) dan juga hubungan subordinatif (bertingkat).
2) Kalimat tanya (interogatif), kalimat yang berisi pertanyaan yang perlu diberi jawaban.
3) Kalimat perintah (imperatif), kalimat yang berisi perintah dan perlu diberi reaksi berupa
tindakan.
Kata semantik berasal dari bahasa yunani sema yang berarti “tanda” atau “lambang” kata kerjanya
adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Semantik merupakan salah satu bagian dari
ilmu bahasa, yang mengkaji tentang makna kata.
2.2.2 Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu.
Diksi menyakut kecermatan dan ketelitian memilih sejumlah kata yang relatif sinonim dalam konteks
tertentu sehingga dapat memberikan kesan yang khusus, estetis dan tepat. Kaitannya dengan diksi perlu
dipahami dengan baik tentang perbedaan antara :
Kata baku ialah kata yang sesuai kaidah tata bahasa. Kata non baku ialah kata yang tidak sesuai
dengan standar kaidah bahasa yang tepat
Kata abstrak adalah kata yang tidak mempinyai rujukan atau objek yang jelas secara inderawi,
sedangkan kata konkret adalah kata yang rujukannya berupa objek yang dapat diserap panca indra atau
nyata. Misalnya
Abstrak: kesehatan,keadilan,dsb.
jenis makna
Makna lesikal adalah makna kata secara lepas tanpa ikatan dengan kata yang lainnya atau kata yang
belum mengalami perulangan, misalnya makan, satu, mata, sedangkan makna gramatikal adalah makna
baru yang timbul akibat terjadinya peristiwa gramatika (pengimbuhan, reduplikasi, atau pemajemukan),
misalnya makanan, satu-satu
Makna lugas adalah makna yang acuannya cocok dengan makna dasarnya, misalnya kaki (alat berjalan).
Sedang makna kias adalah makna yang acuannya tidak sesuai dengan acuan dasarnya, misalnya mata-
mata (penyelidik).
Makna denotatif adalah makna kata yang tidak mengandung nilai rasa (positif atau negatif), sedangkan
makna konotasi adalah makna kata yang mengandung nilai rasa (positif atau negatif) misalnya pembantu,
asisten, dan babu. Kata pembantu bermakna denotasi tetapi asisten dan babu bermakna konotasi positif
dan negatif.
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Penggunaan dan pemahaman tentang sintaksis serta semantik bahasa indonesia dalam pembelajaran
bahasa indonesia mampu meningkatkan penerapan menulis kalimat dengan baik juga pemaknaan kata
dengan tepat. Pengenalan terhadap frasa, klausa juga kalimat melati kreatifitas dalam membuat susunan
kata dengan benar. Pengetahuan tetang diksi dapat mengenal makna dalam kata-kata dalam berbahasa
3.2 SARAN
Setelah memaparakan pengertian sampai dengan contoh sintaksis dan semantik bahasaindonesia maka
diharapkan untuk dapat menerapkan penulisan setruktur kalimat dan pemahaman makna dengan baik
2. Perlu ada pengenalan sintaksis dan semantik bahasa indonesia secara intensif kepada murid, agar sesuai
perkemangan pesertadidik dapat mengetahui setruktur kalimat yang tepat dan pengetahuan makna yang
luas.
Struktur morfologi dan fonologi sangat penting untuk penagajarn mahasiswa nanti setelahturun di
masyarakat, oleh karena itu saat perkuliahan berlangsung diharapkan dosen memberikan materi secara
lebih mendalam.
Sebuah materi yang esensial, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini. Seorang siswamampu
berbicara dengan baik dikerenakan pendidik yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Faisa, M. Dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD 3 SKS. Jakarta: Departement Pendidikan
bdksurabaya.kemenag.go.id/.../SEMANTIKDALAMBAHASAINDONESIA. Diakses
GAMAL THABRONI16-04-202213-05-2022
Arifin, Z., Sumarti, Rokhayati, R., Muzaki, A. (2017). Fonologi bahasa indonesia. Tangerang:Pustaka
Mandiri.
Marsono. (2019). Fonologi bahasa kndonesia jawa dan jawa kuna. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity
Press.
( http://rianmeigiana.blogspot.com/2016/06/fonologi-dan-cabang-cabang-fonologi.html )
Pengantar Morfologi Bahasa etnik kao dan bahasa melayu ternate oleh sunaidin ode Mulae s.s, m.Hum
Morfologi Kajian Proses pembentukan kata oleh prof. Dr. Drs,i Wayon Simpoen, M,Hum. Gramedia Blog
( https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-morfologi/ko