Anda di halaman 1dari 28

FONOLOGI DAN MORFOLOGI

MAKALAH

Untuk memenuhi sebagai persyaratan mata kuliah

Kajian Kebahasaan

Dosen Pengampu:
Nur Azmi Alwi, S.S., M.Pd

Oleh:
Gilang Rayhan Akbar
NIM : 21129398

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan pada kehadirat Allah Swt., yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesikan makalah ini dengan judul “Fonologi dan Morfologi”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah


membesarkan penulis sampai saat ini, dan juga kepada Ibuk Nur Azmi Alwi, S.S.,
M.Pd. sebagai dosen Kajian Kebahasaan yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih


banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan
yang membangun dari pembaca untuk lebih sempurna makalah ini. Akhir kata
semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Payakumbuh, 14 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan Masalah........................................................................... 2
D. Manfaat........................................................................................ 2

BAB II : PEMBAHASAN..................................................................... 3

A. Fonologi...................................................................................... 3
B. Fonem Bahasa Indonesia............................................................. 5
C. Metode dan Implementasi Pembelajaran Fonologi Di SD.......... 9
D. Pengertian Morfologi Bahasa Indonesia..................................... 13
E. Morfem-Morfem Bahasa Indonesia............................................ 14
F. Masalah Morfologi Pada Pembelajaran Di Sekolah Dasar......... 18
G. Solusi Terhadap Masalah Morfologi Pada Anak SD.................. 22

BAB III : PENUTUP............................................................................. 24

A. Kesimpulan.................................................................................. 24
B. Saran............................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalau kita perhatikan dengan baik, dalam kehidupan sehari-hari masih


banyak masyarakat yang memakai bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan
daerahnya terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang
yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Minang,
Jawa, Batak, Bugis, Sunda dan lain sebagainya. Hal ini dimungkinkan karena
sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing.
Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam
kegiatan-kegiatan resmi.

Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah


Dasar, istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah “huruf”
walaupun yang dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya merupakan istilah
yang berbeda, untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan penyesuaian
dalam segi penerapannya.

Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal/fonem baku dalam
bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu
dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan. Sebagai seorang guru,
pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia selain dapat
menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan
berbahasa siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas ditemukan beberapa permasalahan,


diantaranya:

1. Apa yang dimaksud dengan fonologi?

1
2

2. Bagaimana membedakan ilmu-ilmu yang tercakup dalam fonologi?


3. Bagaimana mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia.
4. Bagaimana metode dan implementasi pembelajaran fonologi di Sekolah
Dasar?
5. Apakah yang dimaksud dengan morfologi?
6. Bagaimana mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia?
7. Apa masalah dan solusi pada pembelajaran morfologi di Sekolah Dasar?

C. Tujuan Masalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk menjelaskan pengertian fonologi.


2. Untuk membedakan ilmu-ilmu bahasa yang mencakup dalam fonologi.
3. Untuk mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia.
4. Untuk menjelaskan metode dan implementasi pembelajaran fonologi di
Sekolah Dasar.
5. Untuk menjelaskan pengertian morfologi.
6. Untuk mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia.
7. Untuk mengetahui masalah dan solusi pada pembelajaran morfologi di
Sekolah Dasar.

D. Manfaat

Manfaat membaca makalah ini tentu saja agar dapat mengenal dan
mengerti lebih jauh apa yang dimaksud dengan fonologi dan morfologi, serta
bagaimana cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fonologi dan
morfologi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fonologi
1. Pengertian Fonologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi
adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut
fungsinya. Dengan demikian fonologi merupakan sistem bunyi dalam bahasa
Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi
bahasa.
Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah
bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Dengan demikian, fonologi adalah sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau
dapat juga dikatakan bahwa folologi adalah ilmu tentang bunyi dan bahasa.

2. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi


Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan
fonemik. Berikut merupakan penjelasan dari fonetik dan fonemik:
a) Fonetik

Menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar.


Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik merupakan
bidang linguistik tentang pengucapan (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah
sistem bunyi suatu bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik
adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap
manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.
Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi
tiga jenis fonetik, yaitu
1. Fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi,
mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam
menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu
diklasifikasikan.

3
4

2. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau


fenomena alam (bunyi-bunyi) itu diselidiki frekuensi geterannya,
amplitudo, intesitas dan timbrenya (kualitas/bentuk suara).
3. Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi
bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia
linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan
masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.
Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik
auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.

b) Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut, fonemik
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1)bidang linguistik
tentang sistem fonem; (2)sistem fonem suatu bahasa; (3)prosedur untuk
menentukan fonem suatu bahasa.
Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat
dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan,
maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-
kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk
membedakan arti.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang
dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan
[u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi
yang pertama, yaitu bunyi [l] dan [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu
fonem /l/ dan fonem /r/.
Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-
bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang
cabang linguistik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik. Berikut
penjelasan fonetik dalam berbagai cabang, sebagai berikut:
5

1) Fonetik dalam cabang morfologi


Bidang morfologi yang konsentrasinya pada tataran struktur internal
kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika
menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara
[butUh] dan [bUtUh] serta di ucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses
morfologis dengan penambahan morfem surfiks {-kan}
2) Fonetik dalam cabang sintaksis
Bidang sintaksis berkonsentrasi pada tataran kalimat, ketika
berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri?
(kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah). Ketiga kalimat
tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama, tetapi mempunyai
maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan
memanfaatkan hasil analisis fonologi, yaitu tentang intonasi, jeda dan
tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat,
terutama dalam bahasa Indonesia.
3) Fonetik dalam cabang semantik
Bidang semantik berkonsentrasi pada persoalan makna kata dan
memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah
kata dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau] akan
bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara
bervariasi [dudU?], [dUdu?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna.
Hasil analisis fonologislah yang membantunya.

B. Fonem Bahasa Indonesia


1. Pengertian Fonem
Santoso (2004) menyatakan bahwa fonem adalah setiap bunyi ujaran
dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran yang
membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena
belum mengandung arti. Tidak berbeda dengan pendapat tadi, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan
bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya
6

satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem tidak dapat berdiri
sendiri karena belum mengandung arti.

2. Jenis-Jenis Fonem
Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yangterdiriatas:
(a) fonem vokal 6 buah (a, i. u, e, ∂, dan o), (b) fonem diftong 3 buah, dan (c)
fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l,w, dan z)
a) Fonem vokal
Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari beberapa hal berikut.
1. Poisi bibir (bentuk bibir ketika mengucapkan sesuatu bunyi).
2. Tinggi rendahnya lidah (posisi ujung dan belakang lidah ketika
mengucapkan bunyi.
3. Maju-mundurnya lidah (jarak yang terjadi antara lidah dan lengkung
kaki gigi).
Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal
digolongkan:
 Vokal tinggi depan dengan menggerakkan bagian depan lidah
ke langit-langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti
pengucapan bunyi [i].
 Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju
dan sedikit membudar, misalnya /u/.
 Vokal sedang dihasilkan dengan menggerakkan bagian depan
dan belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk
ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya
vokal [e].
 Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian
belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang
resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit,
misalnya vokal [o].
 Vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak
menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya
Vokal /б /
7

 Vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah


mendatar, misalnya vokal /a/.
Menurut bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas:
 Vokal bundar: /a/, /o/, dan /u/;
 Vokal tak bundar: /e/, /ə/, dan /i/.
Menurut renggang tidaknya ruang antara lidah dengan langit-
langit, vokal dibedakan atas:
 Vokal sempit: /ə/, /i/, dan /u/;
 Vokal lapang: /a/, /e/, /o/
Jadi /a/ misalnya, adalah vokal tengah, rendah, bundar, dan lapang.
b) Fonem diftong
Diftong dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1998)
dinyatakan sebagai vokal yang berubah kualitasnya. Dalam sistem tulisan,
diftong dilambangkan dengan dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu
tidak dapat dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata pulau adalah diftong,
sehingga <au> pada suku kata –lau tidak dapat dipisahkan menjadi la-u
seperti kata mau.
c) Fonem konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami
hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu. Kualitasnya
ditentukan oleh tiga faktor:
 Keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak
bersuara).
 Penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator
(bibir, gigi, gusi, lidah, langit-langit).
 Cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan.
Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi
pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
 Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam
dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara.
8

(Samsuri, 1994, Supriyadi, dkk. 1992, Santoso, 2004 dan


Depdikbud, 1988)

 Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka


sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu.
Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/,
/g/, /m/, /n/, /ñ/, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/.

 Tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar,


sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk
bunyi tak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/.
 Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam
konsonan, yakni:
 Konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan
cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/,
dan /m/.
 Konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan
cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/.
 Konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan
cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/.
 Konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara
menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak,
misalnya /k/ dan /g/.
 Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat
dibedakan sebagai berikut:
 Konsonan letupan (eksplosif) yakni bunyi yang dihasilkan
dengan menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi
lalu dilepaskan, seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan
lain-lain.
 Konsonan nasal (sengau) adalah bunyi yang dihasilkan
dengan menutup alur udara keluar melalui rongga mulut
9

tetapi dikeluarkan melalui rongga hidung seperti fonem [n,


m, ñ, ]
 Konsonan lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan
menghambat udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah
seperi [l].
 Konsonan frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan
menghambat udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan
secara frikatif misanya [f], [s].
 Konsonan afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan
melepas udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif,
misalnya [c] dan [z].
 Konsonan getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan
mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian
dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r]
pada jarang.

C. Metode dan Implementasi Pembelajaran Fonologi Di SD


1. Metode-Metode Pembelajaran Fonologi
Anak-anak pada masa sekolah dasar cenderung lebih suka bermain, karena
pada masa ini adalah masa bermain.  Jadi, pengajaran yang diberikan kepada
mereka sebaiknya didasarkan pada prinsip bermain, sehingga anak akan merasa
senang untuk mengikuti pembelajaran, dapat bereksplorasi, dan memperoleh
banyak pengalaman. Akan tetapi masa konsentrasi mereka juga sangat pendek
dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga seorang guru harus memiliki
banyak strategi, metode dan teknik pembelajaran agar mereka tidak merasa jenuh.
Proses pembelajaran yang  menggunakan pendekatan PAKEM
(Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) haruslah memiliki cara-
cara yang unik. Metode yang dapat diterapkan pada pengajaran konsep fonologi
adalah sebagai berikut:
A. Metode foxfire
Metode foxfire merupakan metode penugasan atau pemberian tugas kepada
peserta didik. Metode ini dapat diterapkan pada pengajaran fonologi, karena siswa
10

akan memiliki pemahaman yang matang melalui pengerjaan tugas, setelah ia


memahami konsep fonologi. Misalnya, siswa diberi tugas untuk mendata bunyi
“a” di depan, di tengah, dan di akhir kata.
Pemahaman konsep pembelajaran fonologi dapat dilakukan dengan
banyak cara pengajaran. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Guru dapat membentuk kelompok, siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut
tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran,
kemudian siswa berdiskusi dalam tim mereka untuk memastikan seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Saat belajar berkelompok,
siswa saling membantu untuk menuntaskan materi yang dipelajari. Guru
memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk melihat adanya
kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan guru. Dengan demikian
semua siswa akan memahami konsep fonologi yang diajarkan.
b. Diskusi dengan teman akan dapat melatih kemampuan berbahasanya.
Penggunaan bahasa tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain karena
bahasa itu sendiri digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh
karena itu, perlu diciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif,
sehingga anak merasa nyaman untuk berdiskusi. Hal ini tentunya sangat
berdampak terhadap perkembangan bahasa anak, karena anak tidak hanya
sebagai pengguna bahasa yang pasif, melainkan juga dapat menjadi
pengguna bahasa yang aktif.
c. Tempat terbuka juga dapat dijadikan tempat yang menarik untuk
pengajaran fonologi. Anak akan menemui banyak benda nyata yang
menarik hati mereka. Pada kesempatan inilah guru dapat memantapkan
pemahaman mereka tentang fonologi dengan mengambil contoh benda-
benda nyata. Sesuai dengan perkembangan kognitif anak, bahwa pada
masa ini anak akan memiliki pemahaman yang baik pada apa yang dapat
ditangkap penglihatannya secara nyata.

B. Metode “listen and repeat”


11

“Listen and repeat” adalah suatu metode dimana guru memberikan contoh
pelafalan, kemudian siswa menirukan. Dengan metode ini, maka guru dapat
langsung membenarkan pelafalan siswa yang salah, sehingga semua huruf dan
kata bisa dilafalkan siswa dengan baik dan benar. Setelah itu, guru dapat
menunjuk siswa satu per satu untuk melafalkan suatu kata, sebagai salah satu
bentuk evaluasi keberhasilan pengajaran konsep fonologi secara individual.
Dengan demikian, tidak akan ditemukan lagi kesalahan-kesalahan dalam pelafalan
kata yang dapat menimbulkan ambigutas.

2. Implementasi Pembelajaran Fonologi


Dalam KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD, pembelajaran
fonologi tidak dicantumkan sebagai aspek atau komponen tersendiri. Salah satu
perangkat KBK yang dapat dijadikan pedoman operasional dalam melaksanakan
pembelajaran fonologi adalah kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
SD, yang isinya meliputi Kompetensi Dasar, Hasil Belajar dan Indikator.
Pada pembelajaran fonologi yang akan diimplementasikan pada setiap
kelas, guru harus mampu menentukan atau mencermati komponen–komponen
tersebut, serta berpedoman pada hal yang terkait. Misalnya, melalui aspek
mendengarkan dan berbicara yang dianggap sesuai dengan uraian yang tertulis
dalam lajur kompetensi dasar. Sehingga seorang guru harus bisa mengembangkan
bahan apa dan bagaimana untuk menentukan langkah pembelajarannya. Dalam
hal ini, tentu saja tidak berarti seorang guru dapat semaunya untuk menentukan
fonem apa saja yang akan diajarkan pada kelas-kelas tertentu.

1. Prinsip-prinsip Pembelajaran Fonologi


Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
implementasi pembelajaran fonologi bahasa Indonesia di SD yaitu sebagai
berikut:
a. Pembelajaran dimulai dari yang mudah ke yang sukar, yang
sederhana ke yang kompleks.
Khusus dalam pembelajan fonem atau huruf, di kelas
rendah (satu dan dua) dapat dimulai dari fonem-fonem vokal dan
konsonan yang bilabial dan labiodental. Misalnya, fonem atau
12

huruf a, i, u, e, o, m, n, b, p, serta disesuaikan dengan kemampuan


perkembangan siswa (dimulai dari kelas satu). Pada akhir kelas
satu diharapkan siswa telah mengenal semua huruf yang
melambangkan fonem-fonem atau bunyi-bunyi bahasa Indonesia.
b. Pembelajaran fonem diwujudkan melalui empat aspek
keterampilan berbahasa.
Empat aspek keterampilan berbahasa yaitu, menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Untuk kelas tinggi bisa melalui
aspek kebahasaan.
c. Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu atau tematik, khususnya
di kelas rendah.
Pembelajaran terpadu disini yaitu, terpadu antara aspek bahasa
itu sendiri (connected). Namun, dalam setiap pertemuan guru harus
memberi penekanan pada satu aspek (yang menjadi titik fokus)
dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
 Melalui aspek membaca permulaan
Kegiatan pembelajaran fonem di kelas rendah (kelas
satu dan dua), dapat dimulai dari membaca kalimat
sederhana, kata, suku kata, yang mengandung fonem /r/, /s/,
kemudian dilanjutkan dengan latihan ucapan atau lafal  dan
intonasi yang benar. Kemudian pembelajaran dapat
dilanjutkan dengan menuliskan fonem-fonem atau huruf
tersebut dengan bentuk dan ukuran yang benar.
 Melalui menyimak
Siswa menyimak ucapan guru, kemudian siswa
diminta menirukan ucapan lafal /i/, i – ni  na-ni. Perhatikan
bibir siswa ketika mengucapkan fonem tertentu, misalnya
fonem /u/ bentuk bibir bulat, /a/ bentuk bibir bundar, dan
fonem /i/ bentuk bibir melebar ke samping. Sehingga jika
masih ada siswa yang belum benar dalam ucapan atau
bentuk bibirnya diminta untuk mengulangi kembali ucapan
tersebut, guru harus membimbing untuk memberi contoh.
13

 Untuk kelas tinggi


Pembelajaran intonasi, dapat melalui membaca
teknik dan membaca indah. Pelaksanaan pembelajaran ini
didahului oleh siswa untuk menyimak contoh pembacaan
yang benar. Hal ini dapat dilakukan melalui kaset atau oleh
guru. Kemudian siswa berlatih membaca teks dengan
intonasi yang benar. Latihan dapat dilakukan secara
bertahap, misalnya berbaris, kemudian bertiga dan akhirnya
satu per satu ke depan kelas.
Dalam hal ini guru harus memilih materi bacaan
yang sesuai dengan fokus, indikator dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Misalnya untuk membaca
indah, contoh materi bacaannya yaitu dapat berupa puisi
atau fiksi yang sesuai untuk siswa SD dan kelas yang
bersangkutan

D. Pengertian Morfologi Bahasa Indonesia


Ramlan (1978:19) menjelaskan bahwa morfologi ialah bagian dari ilmu
bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan kata dan arti kata,
atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi
gramatik maupun fungsi semantik.
Nida (1949:1) menjelaskan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem
dan susunannya di dalam pembentukan kata. Susunan morfem yang diatur
menurut morfologi suatu bahasa meliputi semua kombinasi yang membentuk kata
atau bagian dari kata.
Verhaar (2004:97) juga menjelaskan bahwa morfologi adalah cabang
lunguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan
gramatikal. Jadi dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata.
14

E. Morfem-Morfem Bahasa Indonesia


1. Pengertian Morfem
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa morfem
adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara relatif stabil
dan tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil.
Lyons (1968:80) menyatakan bahwa morfem adalah unit analisis
gramatikal yang terkecil. Katamba (1993:24) menjelaskan bahwa morfem adalah
perbedaan terkecil mengenai makna kata atau makna kalimat atau dalam struktur
gramatikal. Jadi dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil
yang bermakna.

2. Prinsip Mengenal Morfem


Edi Subroto (1976:40) mengemukakan tentang ciri morfem, bahwa
(1)morfem adalah satuan terkecil di dalam tingkatan morfologi yang bisa
ditemukan lewat analisis morfologi, (2)morfem selalu merupakan satuan terkecil
yang berulang-ulang dalam pemakaian bahasa (dengan bentuk yangl ebih kurang
sama) dengan arti gramatikal tertentu yang lebih kurang sama pula.
Samsuri (1992) mengemukakan tiga prinsip pokok pengenalan morfem.
(1)Bentuk-bentuk yang berulang yang mempunyai pengertian yang sama,
termasuk morfem yang sama. (2)Bentuk-bentuk yang mirip (susunan fonem-
fonemnya) yang mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama,
apabila perbedaan-perbedaannya dapat diterangkan secara fonologis. (3)Bentuk-
bentuk yang berbeda susunan fonem-fonemnya, yang tidak dapat diterangkan
secara fonologis perbedaan-perbedaannya, masih bisa dianggap sebagai alomorf-
alomorf dari morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan itu dapat diterangkan
secara morfologis.

3. Wujud Morfem
Samsuri (1982:182) yang juga dikutip oleh Prawirasumantri (1985:138)
memaparkan hasil penelitian para pakar terhadap bahasa-bahasa di dunia. Pada
dasarnya, wujud morfem bahasa itu ada lima macam, yaitu :
15

a) Morfem berwujud fonem atau urutan fonem segmental.


Berdasarkan hal itu, morfem dapat berwujud sebuah fonem missal: -i atau
lebih dari satu fonem misalnya: ber-, makan, juang. Contoh diatas, merupakan
morfem-morfem bahasa Indonesia.
b) Morfem terdiri atas gabungan fonem segmental dengan suprasegmental
(prosodi).
Sebagai contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba belum
mengandung pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Urutan
fonem tersebut akan jelas apabila ditambah oleh tekanan pada suku pertama atau
kedua, /bóttar/ atau /bottár/. Yang pertama maknanya “darah” sedangkan yang
kedua bermakna “anggur”.
c) Morfem berwujud fonem-fonem prosodi (suprasegmental).
Dalam tuturan, fonem-fonem suprasegmental ini selalu bersama-sama
dengan fonem segmental. Apabila ada fonem-fonem segmental bersama-sama
dengan fonem suprasegmental maka pengertiannya menjadi rangkap, yakni
fonem-fonem suprasegmental menyatakan konsep atau pengertian yang lainnya.
Morfem-morfem seperti itu banyak terdapat pada bahasa Indian Amerika dan
bahasa-bahasa Afrika, yakni morfem yang berwujud suprasegmental atau prosodi
nada.
d) Morfem berwujud gabungan fonem suprasegmental (prosodi)
Dengan kesuprasegmentalan (keprosodian) yakni intonasi atau kalimat.
Yang lazim digunakan pada morfem ini ialah gabungan nada dengan persendian.
e) Morfem bisa berwujud kekosongan (Tanwujud)
Yang dimaksud dengan kekosongan di sini yaitu bahwa morfem tersebut
bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut dengan morfen zero
atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan Ø.

4. Jenis-Jenis Morfem
Berdasarkan kriteria tertentu, morfem dapat diklasifikasikan
menjadibeberapa jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi yakni
hubungannya dan distribusinya (Samsuri, 1982:186; Prawirasumantri, 1985:139)
a) Dintinjau dari Hubungan Struktur
16

Pengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, dapat dilihat dari


hubungan struktural dan hubungan posisi.
1) Ditinjau dari Hubungan Struktur Menurut hubungan strukturnya
Morfem dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu morfem
bersifat aditif (tambahan) yang bersifat replasif (penggantian), dan yang
bersifat substraktif (pengurangan).
Morfem yang bersifat aditif yaitu morfem-morfem yang biasa yang
pada umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra,
tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan
yang satu dengan yang lain.
Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah
bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu
mungkin disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah.
Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris. Untuk
menyatakan jamak, biasanya dipergunakan banyak alomorf. Bentuk-
bentuk /fiyt/, /mays/, /mεn/ masing-masing merupakan dua morfem /f…
t/, /m…s/, /m…n/ dan /iy ← u/, /ay ←aw/, /ε/, /æ/. Bentuk-bentuk yang
pertama dapat diartikan masing-masing ‘kaki’, ‘tikus’, dan ‘orang’.
Sedangkan, bentuk-bentuk yang kedua merupakan alomorf-alomorf jamak.
Bentuk-bentuk yang kedua inilah yang merupakan morfem-morfem atau
lebih tepatnya alomorf-alomorf yang bersifat penggantian itu, karena /u/
diganti oleh /iy/ pada kata foot dan feet, /aw/ diganti oleh /ay/ pada kata
mouse dan mice, dan /æ/ diganti oleh / ε/ pada kata man dan men.
Morfem bersifat substraktif, misalnya terdapat dalam bahasa
Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk ajektif yang dikenakan pada
bentuk betinadan jantan secara ketatabahasaan.
2) Ditinjau dari Hubungan Posisi
Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi
tigamacam yakni ; morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan.
Tiga jenismorfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai
morfem-morfemimbuhan dan morfem lainnya.
17

Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian


yaitu /ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan yakni yang satu
terdapatsesudah yang lainnya.
Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat kita lihat dari kata /
telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di
samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi / t…unjuk/+/-e1-/.
Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada
kata-kata seperti /kehujanan/. /kesiangan/ dan sebagainya. Bentuk
/kehujanan/ terdiri dari /ke…an/ dan /hujan/, sedangkan /kesiangan/ terdiri
dari /ke…an/ dan /siang/. Bentuk /ke-an/ dalam bahasa Indonesia
merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak
mengenal bentuk /kehujan/ atau /hujanan/ maupun /kesiang/ atau
/siangan/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu
(discontinous morpheme).

b) Ditinjau dari Distribusinya


Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam
yaitumorfem bebas dan morem terikat.
1) Morfem Bebas
Menurut Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem
yangmempunyaipotensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat
langsungmembentukkalimat. Dengan demikian, morfem bebas merupakan
morfemyang diucapkantersendiri; seperti: gelas, meja, pergi dan
sebagainya.Morfembebas sudah termasuk kata.Tetapi ingat, konsep kata
tidak hanya morfem bebas kata juga meliputi semua bentuk gabungan
antara morfem terikatdengan morfem bebas, morfem dasar dengan
morfem dasar.Jadi dapatdikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.
2) Morfem Terikat
Morfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri
dalam tuturan biasa, misalnya : di-, ke-, -i, se-, ke-an. Disamping itu ada
bentuk lain seperti juang, gurau, yang selalu disertai oleh salah satu
imbuhan baru dapat digunakan dalam komunikasi yang wajar.
18

Samsuri (1982:188) menamakan bentuk-bentuk seperti bunga,


cinta, sawah, dan kerbau dengan istilah akar; bentuk-bentuk seperti di-,
ke-, -i, se-, ke-an dengan nama afiks atau imbuhan; dan juang, gurau
dengan istilah pokok.
Sementara itu Verhaar (1984:53) berturut-turut dengan istilah dasar
afiks atau imbuhan dan akar. Selain itu ada satu bentuk lagi seperti belia,
renta, siur yang masing-masing hanya mau melekat pada bentuk muda,
tua, dan simpang, tidak bisa dilekatkan pada bentuk lain. Bentuk seperti itu
dinamakan morfem unik. Dalam bahasa-bahasa tertentu, ada pula bentuk-
bentuk biasanya sangat pendek yang mempunyai fungsi “memberikan
fasilitas”, yaitu melekatnya afiks atau bagi afiksasi selanjutnya. Contoh
dalam bahasa Sansekerta, satuan /wad/ ‘menulis’ tidak akan dibubuhi afiks
apabila tidak didahului dengan pembubuhan satuan /a/ sehingga terjelma
bentuk sekunder atau bentuk kedua yakni satuan /wada/ yang dapat yang
dapat memperoleh akhiran seperti wadati, wadama. Bentuk /a/ seperti itu
disebut pembentuk dasar.
Sehubungan dengan distribusinya, afiks atau imbuhan dapat pula
dibagi menjadi imbuhan terbuka dan tertutup. Imbuhan terbuka yaitu
imbuhan yang setelah melekat pada suatu benda masih dapat menerima
kehadiran imbuhan lain. Sebagai contoh afiks /per/ setelah dibubuhkan
pada satuan /besar/ menjadi perbesar /perbesar/. Satuan /perbesar/ masih
menerima afiks lain seperti /di/ sehingga menjadi /diperbesar/. Imbuhan
/per/ dinamakan imbuhan terbuka, karena masih dapat menerima
kehadiran afiks /di/. Sedangkan yang dimaksud dengan imbuhan tertutup
ialah imbuhan atau afiks yang setelah melekat pada suatu bentuk tidak
dapat menerima kehadiran bentuk lain, misalnya afiks /di/ setelah melekat
pada satuan /baca/ menjadi /dibaca/ tidak dapat menerima kehadiran afiks
lainnya. Afiks /di/ itulah merupakan contoh afiks atau imbuhan tertutup.

F. Masalah Morfologi pada Pembelajaran di Sekolah Dasar


Salah satu proses morfemis adalah afiksasi. Afiksasi adalah proses
pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat
19

unsur- unsur (1) dasar atau bentuk dasar (2) afiks dan (3) makna gramatikal yang
dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif.
Namun, proses ini tidak berrlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang
tidak mengenal proses afiksasi ini.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat
berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi,
misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat juga berupa bentuk kompleks,
seperti terbelakang pada kata keterbelakangan, berlaku pada kata memperlakukan,
dan aturan pada kata beraturan. Dapat juga berupa frase seperti ikut serta pada
keikutsertaan, istri simpanan pada istri simpanannya, dan tiba di Jakarta pada
setiba di Jakarta.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang
diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentujan kata. Sesuai dengan
sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afiks yaitu afiks inflektif
dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif adalah afiks yang
digunakan dalam pembentukan kaya- kata inflektif atau paradigma infleksional.
Misalnya prefiks me- yang inflektif dan prefiks me- yang derivatif. Sebagai afiks
inflektif prefiks me- menandai bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai kebalikan
dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif pasif. Sebagai afiks derivatif,
prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata identitas leksikalnya tidak sama
dengan bentuk dasarnya. Misalnya, terdapat pada kata membengkak yang berkelas
verba dari dasar ajektifa atau mematung yang berkelas verba dari dasar nomina.
Ada beberapa macam proses afiksasi dan salah satunya adalah prefiks.
Yang dimaksud dengan prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk
dasar. Prefiks dapat muncul bersama dengan sufiks atau prefiks lain. Misalnya
prefiks ber- bersama sufiks –kan pada kata berdasarkan, prefiks me- dengan
sufiks kan- pada kata mengiringkan, prefiks ber- dengan infiks -em- dan sufiks –
an pada kata bergemetaran.
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagaimana afiksasi
atau awalan pada afiks me- pada pembelajaran anak Sekolah dasar. Masalah yang
terdapat pada anak- anak ini adalah mereka kurang bisa pada variasi awalan me-.
20

Misalnya pada awalan me- menjadi men- kalau dirangkaikan dengan kata
asal yang awalnya huruf konsonan /d/, /c/, /j/.
Contohnya:
a. me + cubit à anak- anak biasanya menulis menyubit yang seharusnya adalah
mencubit.
b. me +  contoh à anak- anak biasanya menulis menyontoh yang seharusnya
adalah mencontoh.
 Awalan me- menjadi meny- jika dirangkaikan dengan kata yang huruf
awalnya berkonsonan /s/.
Contohnya:
a. me + sapu à anak- anak biasanya menulis mensapu yang seharusnya menyapu.
 Awalan me- yang mendapat imbuhan /sy/.
Contohnya:
a. me + syiarkan à  anak- anak biasanya menulis  menyiarkan yang seharusnya
adalah mensyiarkan.
      Sehingga dapat diajarkan kepada anak didik, ada beberapa variasi awalan me-
1. Awalan me- menjadi men- kalau dirangkaikan dengan kata asal yang awalnya
huruf konsonan /d/, /c/, /j/, /t/
Misalnya:
me + dapat   = mendapat
me + debat   = mendebat
me + curi      = mencuri
me + cabut   =mencabut
me + jumlah = menjumlah
me + jaga     = menjaga
me + tulis     = menulis
2. Awalan me- menjadi meny- jika dirangkaikan dengan kata yang huruf awalnya
berkonsonan /s/, konsonan /s/ umumnya luluh. Dan yang berkonsonan /sy/,
konsonan /sy/ tidak luluh.
Misalnya:
me + sapu       =  menyapu
me + syiarkan = mensyiarkan
21

3. Awalan me- menjadi meng- jika dirangkaikan dengan kata yang huruf awalnya
bervokal /a/, /i/, /e/, /u/, /o/, dan konsonan /h/, /kh/, /k/.
Misalnya:
me + ambil   = mengambil
me + injak    = menginjak
me + ejek     = mengejek
me + embun = mengembun
me + obral   = mengobral
me + urus    = mengurus
me + harap  = mengharap
me + khayal = mengkhayal
me + karang = mengarang
me + alir      = mengalir
4. Awalan me- menjadi mem- jika dirangkaikan dengan kata yang huruf awalnya
berkonsonan /b/, /p/, /f/, /v/
Misalnya:
me + beku   = membeku
me + pukul = memukul
me + fitnah = memfitnah
me + veto   = memveto
5. Awalan me- tetap berbentuk me- jika dirangkaikan dengan kata yang awalnya
berkonsonan /l/, /r/, /w/, /m/, /n/, /ng/, /ny/.
Misalnya:
me + laju          = melaju
me + rusak       = merusak
me + wangi      = mewangi
me + minta       = meminta
me + nari          = menari
me + ngemil     = mengemil
me + penyanyi = menyanyi.
6. Awalan me- yang mengalami perubahan dengan menge-
Misalnya :
22

me + suku tunggal  ( tik )    à mengetik


me + suku tunggal  ( bom ) à mengebom
me + suku tunggal  ( pel )   à mengepel
me + suku tunggal  ( las )   à mengelas
Dari penjelasan pengimbuhan awalan me- di atas dapat kita catat bahwa:
a. Huruf fonem k,p,t,s diawal bentuk dasar luluh sehingga yang terjadi adalah
urutan bentuk:
meng-
mem-
men-
menye-
b. Huruf c dan sy diawal bentuk dasar tidak luluh.
bentuk penulisannya menjadi:
                                                  menc-
                                                  mensy-

me + cubit = mencubit                                    bukan menyubit


me + contoh = mencontoh                              bukan menyontoh
me + cinta = mencinta                                     bukan menyinta
me + syiarkan = mensyiarkan                          bukan menyiarkan
me + syariatkan = mesyariatkan                      bukan menyariatkan

G. Solusi Terhadap Masalah Morfologi Pada Anak SD


Jadi solusi yang diberikan kepada anak didik ketika mengajarkan prefiks
(awalan) me- ini adalah
1) Guru harus mampu memberikan dan menjelaskan bagaimana awalan me-
itu ketika ditambah oleh huruf vokal ataupun huruf konsonan, apakah
mengalami peluluhan atau tidak mengalami peluluhan, kepada peserta
didiknya
2) Guru harus banyak memberikan evaluasi (latihan) atau pekerjaan rumah
kepada peserta didik yang menyangkut masalah imbuhan yang diberi
awalan (prefiks) tersebut.
23

3) Ketika peserta didik (siswa) diberikan evaluasi (latihan) apabila ada yang
tidak dimengerti siswa maka guru harus mengulang kembali atau
menjelaskan kembali beserta contoh, sehingga siswa benar- benar
mengerti.
4) Guru adalah model. Sehingga guru harus mampu mencontohkan
bagaimana penggunaan awalan tersebut, baik dalam berbicara secara lisan
maupun dalam tulisan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah
sistem bunyi dalam bahasa Indonesia. Fonologi mencakup dua kajian ilmu, yaitu
fonetik dan fonemis. Morfologi merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari
seluk-beluk pembentukan kata. Proses perulangan atau reduplikasi adalah
pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi
fonem maupun tidak.

B. Saran
Sebagai seorang guru, pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa
Indonesia perlu diperluas, karena selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian
bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat
bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.

24
DAFTAR PUSTAKA

Blogspot.com. (2013). Fonologi Dalam Bahasa Indonesia. [online] Available at:


https://al-muzhoffar.blogspot.com/2016/10/fonologi-dalam-bahasa-
indonesia.html [Accessed 18 Oct. 2021].

Rizzty Mennelz (2012). Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa


Indonesia. [online] Slideshare.net. Available at:
https://www.slideshare.net/Rizzty/makalah-fonologi-dan-morfologi-
dalam-bahasa-indonesia [Accessed 18 Oct. 2021].

G. Surya Alam, Y. Zulkarnain. (2000). Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya:


Karya Utama. hlm.134
Hendro Darmawan, dkk. (2010). Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Bintang
Cemerlang. cet. I, hlm.160
Keraf. Gorys. (1986). Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah
Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry. (1994). Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta:
Arkola. hlm.184
Santosa Puji, dkk. (2009). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. 
Jakarta: Universitas Terbuka

Bahasa dan Sastra Indonesia. (2010). Morfologi Bahasa Indonesia. [online]


Available at: https://hatmanbahasa.wordpress.com/2010/02/16/morfologi-
bahasa-indonesia/ [Accessed 18 Oct. 2021].

Finda Novelia Fitri (2021). Masalah Morfologi pada Anak SD. [online]


Blogspot.com. Available at: http://finda-
novelia.blogspot.com/2012/05/masalah-morfologi-pada-anak-sd.html
[Accessed 18 Oct. 2021].

25

Anda mungkin juga menyukai