Disusun oleh :
Kelas A7-20
2021
Daftar Isi
ii
b) Pemahaman Penggunaan Intonasi ..................................................................................... 12
Kesimpulan .................................................................................................................................... 13
Saran .............................................................................................................................................. 13
Daftar Pustaka............................................................................................................................... 14
iii
A. Pengertian Fonologi
Secara etimilogis fonologi berasal dari kata Yunani yaitu phone yang berarti
“bunyi” dan logos yang berarti “ilmu”. Maka pengertian secara harfiah fonologi adalah
“ilmu bunyi”. Fonologi merupakan bagian dari ilmu Bahasa yang mengkaji bunyi.
Objek kajian fonologi yang prtama adalah bunyi Bahasa (fon) yang disebut tata bunyi
(fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang dsebut sebagai tata fonem (fonemik).
Dengan demikian maka dapat disimpulkan fonologi ialah cabang ilmu Bahasa
(linguistic) yang mengkaji bunyi-bunyi Bahasa, proses terbentuknya dan
perubahannya. Garapan ilmu fonologi terbagi menjadi dua yaitu, fonetik dan fonemik.
Fonetik ialah ilmu fonologi yang memandang Bahasa hanya sebagai bunyi utuh
sedangkan fonemik memandang Bahasa sebagai suatu unsur yang membedakan
maknanya.
B. Pengertian Fonetik
Fonetik merupakan cabang linguistik yang membahas tentang bunyi bahasa yang
terfokus pada pelafalan. Menurut Abdul Chaer (dalam Saida Gani & Berti Arsyad,
2018:5), fonetik merupakan cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa
tanpa memperhatikan bahwa bunyi tersebut memiliki fungsi sebagai pembeda makna
atau tidak. Ahmad Muaffaq juga berpendapat bahwa fonetik merupakan ilmu yang
mengkaji bunyi bahasa, yang mencakup produksi, tranmisi, dan presepsi terhadapnya,
tanpa memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna. Sementara, menurut Verhaar
(dalam Saida Gani & Berti Arsyad, 2018:3-4), fonetik adalah cabang ilmu linguistik
yang meneliti dasar fisik bunyi-bunyi bahasa. Yang mana, fonetik meneliti bunyi
bahasa menurut cara pelafalannya dan menurut sifat-sifat akuistiknya. Sehingga, secara
umum dapat dikatakan bahwa fonetik merupakan bidang linguistik yang mempelajari
bunyi bahasa baik itu prosesi terbentuknya dan bagaimana bunyi diterima oleh telinga
pendengar, tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai
pembeda makna atau tidak.
C. Pengertian Fonemik
Menurut Abdul Chaer (dalam Saida Gani & Berti Arsyad, 2018:3), fonemik
merupakan cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan
memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Menurut Waridah
(2016:67) yang dikutip dari Tsaqifa Taqiyya Ulfah & Aninditya Sri Nugraheni
(2020:203), fonemik adalah cabang kajian fonologi yang membahas bunyi bahasa
dengan memperhatikan fungsi bunyi selaku pembeda makna. Sependapat dengan hal
itu menurut Ahmad Muaffaq (dalam Saida Gani & Berti Arsyad, 2018:5), fonemik
merupakan cabang studi fonologi yang menyelidiki dan mempelajari bunyi ujaran atau
bahasa maupun sistem fonem suatu bahasa dalam fungsinya sebagai pembeda arti.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fonemik merupakan satuan bahasa terkecil
1
yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan
makna.
F. Kajian Fonetik
A. Klasifikasi Bunyi
a. Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara.
1. Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami
rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi.
2. Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus
udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi.
2
3. Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan,
tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan
murni.
3
Klaster (gugus konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl].
g. Berdasarkan arus udara
1. Bunyi egresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara mengeluarkan
arus udara dari dalam paru-paru. Bunyi egresif di bedakan menjadi :
Bunyi egresif pulmonik : di bentuk dengan mengecilkan ruang paru-
paru,otot perut dan rongga dada.
Bunyi egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara
sehingga glottis dalam keadaan tertutup.
2. Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara menghisap udara
ke dalam paru-paru. Bunyi ingresif di bedakan menjadi :
Ingresif glotalik : pembentukannya sama dengan egresif glotalik
tetapi berbeda pada arus udara.
Ingresif velarik : di bentuk dengan menaikkan pangkal lidah di
tempatkan pada langit-langit lunak. Kebanyakan bunyi bahasa
Indonesia merupakan bunyi egresif.
B. Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster
a. Pembentukan Vokal
Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang
bergerak, bentuk bibir, serta strikturnya. Berikut ini adalah jenis-jenis vokal
berdasarkan cara pembentukannya :
1. Berdasarkan bentuk bibir :
Vokal bulat, yaitu, vocal yang diucapkan dengan bentuk bibir
bulat. Misalnya, u, o, dan a.
Vokal tak bulat, yaitu, vocal yang diucapkan dengan bentuk bibir
tidak bulat atau terbentang lebar. Misalnya, i dan e.
Vokal netral
2. Berdasarkan tinggi rendahnya lidah :
Vokal tinggi atau atas yang dibentuk apabila rahang bawah
merapat ke rahang atas : I dan u.
Vokal madya (sedang) atau tengah yang dibentuk apabila rahang
bawah
menjauh sedikit dari rahang atas : e dan o.
Vokal rendah atau bawah yang dibentuk apabila rahang bawah
diundurkan lagi sejauh-jauhnya : a.
3. Berdasarkan bagian lidah yang bergerak :
Vokal depan yaitu, vokal yang dihasilkan oleh gerakan turun
naikknya lidah bagian depan, seperti : i dan e.
Vokal tengah yaitu, vokal yang dihasilkan oleh gerakan lidah
bagian tengah, misalnya dan a.
Vokal belakang yaitu, vokal yang dihasilkan oleh gerakan turun
naiknya lidah bagian belakang atau pangkal lidah, seperti : u dan
o.
4
4. Berdasarkan strikturnya : vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal
semi-terbuka, dan vokal terbuka.
b. Pembentukan Konsonan
Pembentukan konsonan didasarkan pada empat faktor, yakni daerah
srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan keluarnya udara. Berikut
ini klasifikasi konsonan tersebut :
1. Berdasarkan daerah artikulasi :
Konsonan bilabial, konsonan yang dihasilkan dengan
mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama
bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang
dihasilkan ialah p, b, m, dan w.
Konsonan labio dental, konsonan yang dihasilkan dengan
mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah
sebagai artikulator. Bunyi yang dihasilkan ialah f dan v.
Konsonan apiko dental, konsonan yang dihasilkan dengan ujung
lidah yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi
sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah t, d, dan n.
Konsonan apiko alveolar, konsonan yang dihasilkan oleh ujung
lidah sebagai artikulator dan lengkung kaki gigi sebagai titik
artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah s, z, r, l.
Konsonan palatal atau lamino-palatal, yaitu konsonan yang
dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebagai artikulator dan
langit-langit keras sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan
c, j, Ŝ, ň, dan y.
Konsonan velar atau dorso-velar, konsonan yang dihasilkan oleh
belakang lidah sebagai artikulator dan langit-langit lembut
sebagai artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah k, g, x, dan ή.
Konsonan glotal atau hamzah, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan posisi pita suara sama sekali merapat sehingga menutup
glottis.
Konsonan laringal, konsonan yang dihasilkan dengan pita suara
terbuka lebar sehingga udara uang keluar digesekkan melalui
glottis. Bunyi yang dihasilkan ialah h
2. Berdasarkan cara artikulasi :
Konsonan hambat, konsonan yang dihasilkan dengan cara
menghalangi sama sekali udara pada daerah artikulasi.
Konsonan yang dihasilkan ialah p, t, c, k, b, d, j, g.
Konsonan geser atau frikatif, konsonan yang dihasilkan dengan
cara menggesekkan udara yang keluar dari paru-paru. Konsonan
yang dihasilkan ialah f, v, x, h, s, Ŝ, z, dan x.
Konsonan getar atau trill, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan mendekatkan dan menjauhkan lidah ke alveolum dengan
5
cepat dan berulang-ulang sehingga udara bergetar. Konsonan
yang dihasilkan ialah r.
Konsonan likuida, atau lateral, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan menaikkan lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa
diaduk dan dikeluarkan melalui kedua sisi lidah. Konsonan yang
dihasilkan ialah l.
Konsonan semi-vokal, konsonan yang pada waktu
diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Misalnya,
semivokal (w) dan (y). Bunyi bilabial (w) dibentuk dengan
tempat artikulasi yang berupa bibir atas dan bibir bawah.
Konsonan nasal,
3. Berdasarkan keadaan pita suara :
Konsonan bersuara, konsonan yang terjadi jika udara yang
keluar dari rongga ujaran turut menggetarkan pita suara.
Konsonan yang dihasilkan ialah m, b, v, n, d, r, ñ, j, η, g, dan R.
Konsonan tak bersuara, konsonan yang terjadi jika udara yang
keluar dari rongga ujaran tidak menggetarkan suara. Konsonan
yang dihasilkan ialah p, t, c, k, f, Š, x, dan h
4. Berdasarkan jalan keluarnya udara :
Konsonan oral, konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui
rongga mulut. Konsonan yang dihasilkan ialah p, t, c, k, b, d, j,
g, f, Š, x, h, r, l, w, dan y.
Konsonan nasal. konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui
rongga hidung. Konsonan yang dihasilkan ialah m, n, ñ, dan η.
c. Pembentukan Diftong
Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri bersama dan pada saat
diucapkan berubah kualitasnya. Perbedaan vokal dengan diftong adalah terletak
pada cara hembusan nafasnya. Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai
berikut:
Diftong /au/, pengucapannya [aw]. Contohnya : [harimaw] /harimau/,
[kerbaw] /kerbau/
Diftong /ai/, pengucapannya [ay]. Contohnya : [santay] /santai/,
[sungay] /sungai/
Diftong /oi/, pengucapannya [oy]. Contohnya : [amboy] /amboi/, [asoy]
/asoi/
d. Pembentukan Kluster
Gugus atau kluster adalah deretan konsonan yang terdapat bersama pada
satu suku kata.
Gugus konsonan pertama : /p/,/b/,/t/,/k/,/g/,/s/ dan /d/.
Gugus konsonan kedua : /l/,/r/ dan /w/.
Gugus konsonan ketiga : /s/,/m/,/n/ dan /k/.
Gugus konsonan keduanya adalah konsonan lateral /l/, misalnya :
6
/pl/ [pleno] /pleno/
/bl/ [blaƞko] /blangko/
Dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/ dan /w/.
Jika tiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu /s/, yang
kedua /t/,/p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau /l/. Contohnya :
a) /spr/ [sprey] /sprei
b) /skr/ [skripsi] /skripsi/
c) /skl/ [sklerosis] /sklerosis/
G. Kajian Fonemik
Fonem merupakan satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya
berfungsi untuk membedakan makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi
yang bersifat distingtif atau unit bunyi yang signifikan. Oleh karena itu, perlu adanya
fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam
rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian, fonemisasi memiliki tujuan
untuk menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan membuat ortografi yang praktis
atau ejaan sebuah bahasa. Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang
bersifat fungsional atau fonem, biasanya dilakukan melalui kontras pasangan minimal
yaitu, bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa
kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda. Selain itu, terdapat 4
premis untuk mengenali sebuah fonem, yaitu :
7
b) Penghilangan Fonem
Merupakan hilangnya bunyi atau fonem pada awal, tengah dan
akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan ini biasanya
berupa pemendekan kata.
c) Perubahan Fonem
Merupakan berubahnya bunyi atau fonem pada sebuah kataagar
kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu.
d) Kontraksi
Merupakan gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih
fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau
penggantian fonem.
e) Analogi
Merupakan pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu
contoh yang sudah ada.
f) Fonem Suprasegmental
Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena
dapat diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama
dengan ciri suprasegmental seperti tekanan, jangka, nada, intonasi, dan
ritme.
b) Disimilasi
Merupakan perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau
mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contoh : kata belajar
[bǝlajar] berasal dari penggabungan prefix ber [bǝr] dan bentuk dasar
ajar [ajar]. Harusnya, jika tidak ada perubahan menjadi berajar [bǝrajar].
Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang pertama diperbedakan
atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi [bǝlajar]. Karena
perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan
alofon dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka
disebut disimilasi fonemis.
c) Modifikasi vokal
8
Merupakan perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh
bunyi lain yang mengikutinya.
d) Netralisasi
Merupakan perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh
lingkungan. Perhatikan ilustrasi berikut! Dengan cara pasangan minimal
[baraƞ] ‘barang’−[parang] ‘paraƞ’ bisa disimpulkan bahwa dalam
bahasa Indonesia ada fonem /b/ dan /p/. Tetapi dalam kondisi tertentu,
fungsi pembeda antara /b/ dan /p/ bisa batal setidak-tidaknya bermasalah
karena dijumpai yang sama. Misalnya, fonem /b/ pada silaba akhir pada
kata adab dan sebab diucapkan [p’]: [adap] dan [sǝbab’], yang persis
sama dengan pengucapan fonem /p/ pada atap dan usap: [atap’] dan
[usap’]. Mengapa terjadi demikian? Karena konsonan hambatan letup
bersuara [b] tidak mungkin terjadi pada posisi koda. Ketika
dinetralisasikan menjadi hambatan tidak bersuara, yaitu [p’], sama
dengan realisasi yang biasa terdapat dalam fonem /p/.
e) Zeroisasi
Merupakan penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya
penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Dalam bahasa Indonesia
sering dijumpai pemakaian kata ndak untuk tidak, tiada untuk tidak ada,
gimana untuk bagaimana, tapi untuk tetapi. Padahal, penghilangan
beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku tetapi karena demi
kemudahan dan kehematan, gejala itu terus berlangsung. Zeroisasi
dengan model penyingkatan ini biasa disebut kontraksi. Apabila
diklasifikasikan, zeroisasi ini paling tidak ada tiga jenis, yaitu : aferesis,
apokop, dan sinkop.
f) Metatesis
Merupakan perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata
sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing.
g) Diftongisasi
Merupakan perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong)
menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan.
Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan
dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba.
h) Monoftongisasi
Perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi
vokal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi
dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap
bunyi-bunyi diftong. Contoh : ramai menjadi (rame), kalao menjadi
(kalo), danau menjadi (danau), satai menjadi (sate).
9
i) Anaptiksis atau suara bakti
Merupakan perubahan bentuk kata dengan menambahkan bunyi
vokal tertentu di antara dua konsonan. Contoh : Putri menjadi puteri.
Jenis anaptikis ada 3, yaitu :
1. Protesis merupakan proses bunyi ada awal kata. Misalnya : mas
menjadi emas, tik menjadi ketik, mpu menjadi empu.
2. Epentesis merupakan proses penambahan bunyi pada tengah
kata. Misalnya : kapak menjadi kampak, sajak menjadi sanjak.
3. Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata.
Misalnya : huubala menjadi hulubalang.
1. Metode Foxfire
Metode foxfire merupakan metode pemberian tugas (penugasan) kepada
peserta didik. Metode ini dapat diimplementasikan pada pembelajaran fonologi,
sebab peserta didik akan lebih memahami konsep fonologi setelah mengerjakan
tugas. Tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik tersebut misalnya,
dengan mendata bunyi “a” baik di depan, di tengah, maupun di akhir kata. Oleh
karena itu, untuk memberikan pemahaman konsep pembelajaran fonologi ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara pengajaran. Diantaranya, guru dapat
membentuk kelompok atau tim belajar yang setiap kelompoknya beranggotakan
4-5 orang anak. Yang mana, setiap kelompoknya terdiri dari campuran anak
berdasarkan jenis kelamin, tingkat prestasi, maupun suku. Kemudian, guru
menyajikan pelajaran agar setiap tim dapat berdiskusi dan memastikan agar
seluruh anggota tim dapat menguasai pelajaran tersebut. Setelah itu, guru pun
turut memantau dan berkeliling disetiap tim untuk melihat adanya kemungkinan
peserta didik membutuhkan bantuan guru. Sehingga, ketika belajar
berkelompok, harapannya agar setiap peserta didik saling membantu untuk
menuntaskan materi yang dipelajari. Dengan demikian, semua peserta didik
akan dapat memahami konsep fonologi yang diajarkan.
Cara pengajaran lainnya adalah dengan melakukan diskusi dengan
teman agar dapat melatih kemampuan berbahasanya. Hal itu karena, bahasa
10
digunakan untuk berinteraksi sehingga penggunaan bahasa tidak terlepas dari
interaksi dengan orang lain. Oleh karenanya, perlu adanya lingkungan yang
nyaman dan kondusif, sehingga anak merasa nyaman untuk berdiskusi. Hal ini
tentunya sangat berdampak terhadap perkembangan bahasa anak, sebab anak
tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang pasif, tetapi juga dapat menjadi
pengguna bahasa yang aktif. Di samping itu, tempat terbuka juga dapat
dijadikan sebagai tempat yang menarik untuk pengajaran fonologi. Sebab, pada
kesempatan ini guru dapat memantapkan pemahaman fonologi anak dengan
mengambil contoh benda-benda konkret yang dapat menarik hati dan minat
anak untuk mempelajarinya. Hal ini tentunya sesuai dengan perkembangan
kognitif anak, bahwa pada masa ini anak akan memiliki pemahaman yang baik
pada apa yang dapat ditangkap penglihatannya secara nyata.
11
rendahnya kemampuan ejaan serta belum memahami tanda baca yang ada,
sehingga nada yang dihasilkan peserta didik terdengar datar. Sementara itu,
pemahaman peserta didik kelas 2 dalam menggunakan intonasi saat
membaca juga masih rendah. Hal ini karena, meskipun peserta didik sudah
mengenal intonasi, namun belum dapat menerapkannya saat membaca.
Namun, ketika di kelas 3, kemampuan intonasi peserta didik sudah mulai
terlihat. Yang mana, peserta didik sudah mampu membaca dengan
memperhatikan intonasi bacaan.
2. Kelas Tinggi
a) Pemahaman Pelafalan Bunyi Bahasa
Kemampuan peserta didik kelas 4-6 memiliki tingkat pemahaman
yang semakin bertambah sehingga dalam melafalkan atau mengucapkan
suatu bunyi bahasa dapat meningkat secara drastis. Pelafalan bunyi vokoid,
kontoid dan semi kontoid lebih bagus daripada kelas sebelumnya. Yang
mana, di kelas tinggi, peserta didik sudah dapat memahami bagaimana cara
melafalkan bunyi bahasa dengan tepat sehingga tidak merasa kesulitan saat
melafalkannya. Disisi lain, peserta didik sudah mulai menguasai banyak
kosakata, sehingga dapat membedakan bunyi yang terlihat sama namun
pelafalan yang berbebeda, seperti pada bunyi vokoid.
b) Pemahaman Penggunaan Intonasi
Pemahaman peserta didik kelas 4-6 dalam menggunakan intonasi
sudah mengalami peningkatan dari kelas sebelumnya. Yang mana, peserta
didik sudah mulai terbiasa membaca menggunakan intonasi. Sehingga,
intonasi yang dihasilkan peserta didik sudah tepat, namun terdapat rasa tidak
percaya diri pada peserta didik sehingga intonasi yang dihasilkan belum
sempurna. Sedangkan, intonasi yang dihasilkan oleh peserta didik kelas 5-6
SD sudah lebih bagus dari kelas sebelumnya. Sebab, tingkat percaya diri
peserta didik mulai meningkat sehingga pesan yang ada dalam buku pun
dapat tersampaikan dengan baik, namun belum sempurna layaknya orang
dewasa.
12
Kesimpulan
Saran
Bagi pengajar disarankan untuk mempelajari strategi peningkatan kesadaran fonologi
dan terus menggali potensi mengajarnya, hingga dapat mengajarkan materi fonologi dan bunyi
bahasa secara menarik dan kreatif, sehingga siswa merasa senang, tidak jenuh, serta mudah
memahaminya. Disisi lain, penyusun kurikulum SD terutama untuk kelas rendah agar
memasukkan materi yang dapat menciptakan kesadaran fonologi. Serta, orang tua juga harus
berupaya dalam menstimulin anak dalam perkembangan bahasanya dengan penekanan pada
aspek kesadaran fonologinya, mengingat kemampuan membaca awal perlu dilatihkan sebelum
memasuki usia sekolah.
13
Daftar Pustaka
Gani, Saida. & Arsyad, Berti. (2018). KAJIAN TEORITIS STRUKTUR INTERNAL BAHASA
(Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Semantik). A Jamiy : Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab, 7 (1). Hal 1-20.
Lafamane, F. (2020). FONOLOGI (Sejarah Fonologi, Fonetik, Fonemik).
Noor Izzati, Arini. (2014). Evaluasi Formatif Bahan Ajar Jarak Jauh pada Bahan Ajar
PBIN4101/Linguistik Umum. Hal 13-14.
Santosa Puji, dkk. (2009). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Taqiyya Ulfah, Tsaqifa. & Sri Nugraheni, Aninditya. (2020). Phonetic Understanding
Elementary School Students of Voice Reading Techniques. Yogyakarta : Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga. Hal 203-208.
Tiani, R. (2015). ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA.
HUMANIKA, 21(1), hal 2-3.
14