Anda di halaman 1dari 16

Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

GENOLINGUISTIK: ANCANGAN ALTERNATIF DALAM


PENGELOMPOKAN BAHASA
(GENOLINGUISTICS: ALTERNATIVE APPROACH IN LANGUAGE
GROUPING)
Mahsun
Universitas Mataram
Jalan Majapahit Nomor 62, Gomong, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram
Nusa Tenggara Barat 83115
Pos-el: mahsunirn@gmail.com

Yenni Febtaria Wijayatiningsih


Kantor Bahasa NTB
Jalan Dokter Sujono, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram (953,76 km)
Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia 83115
Pos-el: yenniklein@yahoo.co.id
Abstract
Until recently, the results of language grouping in Indonesia conducted by some
linguists still show differences one another. Take for example, the study on grouping
of Malay and Javanese languages done by Dyen and Blust or that of Indonesian
languages conducted by SIL group and by Dempwolff were proved to be dissimilar.
This indicates that analysis focusing only on language aspects is not sufficient to
provide a more accountable language grouping analysis. Therefore, it is important
to collaborate with other disciplines which are expected to be synergic with language
aspect analysis. Plenty of studies which relate ethnic grouping genetically to the
grouping of speakers of certain sublanguages have been conducted. Unfortunately,
the studies of the two disciplines were not conducted integratedly, so that the results
are less satisfying. This is due to the unavailability of established formulation about
the concepts and collaborative method of the two disciplines. Therefore, this paper
aims at describing in detail about how linguistics and genetics collaborate as a new
subinterdisciplines called Genolinguistics to be applied in the study on grouping of
related languages.
Key word: subinterdisciplines, collaborative, genolinguistics, grouping, genetics
Abstrak
Setakat ini, hasil pengelompokan bahasa-bahasa di Indonesia yang dilakukan
para linguis masih terdapat perbedaan satu dengan lainnya, misalnya perbedaan
pengelompokan bahasa Melayu dengan Jawa yang dilakukan Dyen dan Blust
atau pengelompokan bahasa-bahasa di Indonesia yang dilakukan kelompok SIL
dengan pengelompokan bahasa yang dilakukan Dempwolff. Hal ini membuktikan
bahwa analisis dari aspek kebahasaan belum cukup untuk menghasilkan analisis
pengelompokkan bahasa yang lebih dapat dipertanggungjawabkan. Diperlukan
dukungan kajian dari bidang lain yang diharapkan dapat bersinergi dengan analisis
dari aspek kebahasaan. Kajian yang menghubungkan pengelompokkan etnis secara
genetis dengan pengelompokkan penutur bahasa-bahasa tertentu sudah banyak
dilakukan. Namun, sayangnya kajian kedua bidang itu berjalan sendiri-sendiri
sehingga hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Hal ini disebabkan belum
terdapatnya rumusan yang jelas tentang konsep dan metode kolaboratif antarkedua
bidang itu. Untuk itu, tulisan ini mencoba memaparkan secara jelas tentang
bagaimana linguistik dan genetika dapat berkolaborasi sebagai satu subdisiplin
antarbidang baru yang disebut genolinguistik dalam kajian pengelompokkan bahasa-
bahasa berkerabat.
Kata kunci: subinterdisiplin, kolaborasi, genolinguistik, pengelompokan, genetika

59
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

1. Pendahuluan lebih tua sejarahnya. Kenyataan tersebut


selain memungkinkan untuk dilakukan
Dalam linguistik, khususnya linguistik
pengelompokkan populasi manusia penutur
diakronis, terdapat dua hipotesis yang
bahasa (dialek) juga dapat dilakukan penelusuran
mendasari munculnya asumsi-asumsi dasar
keterhubungan satu dengan lainnya dalam mata
sehingga memungkinkan bidang ilmu ini
rantai persebaran populasi etnis/subetnis.
dapat menjalankan kerja akademiknya.
Darwin, dalam teori evolusinya menyatakan
Kedua hipotesis tersebut adalah hipotesis
bahwa perkembangan ras-ras manusia dan
keterhubungan (relatedness hypothesis) dan
diversifikasi bahasa adalah dua sisi dari
keteraturan (regularity hypothesis) tentang
sekeping mata uang yang sama. Pada suatu
semua fenomena lingual yang menjadi objek
saat sebuah bahasa digunakan oleh sekelompok
kajian linguistik. Hipotesis keterhubungan
orang di dunia ini, kemudian kelompok tersebut
berasumsi bahwa bahasa-bahasa/dialek-dialek
terpecah mungkin karena masalah-masalah
itu, pada dasarnya berhubungan satu sama lain
yang terkait dengan kesulitan bahan makanan,
karena semua bahasa/dialek yang ada berasal
kependudukan, pemukiman, atau karena konflik
dari satu bahasa induk. Oleh karena berasal
sosial yang bersifat internal di tempat yang lama.
dari satu bahasa induk, kerja perbandingan
Lama-kelamaan tampilan fisik dan juga bahasa
haruslah ditujukan pada upaya menjelaskan
dari kelompok-kelompok baru hasil pecahan itu
adanya persamaan antara kata-kata dari berbagai
menjadi berbeda. Apabila proses perpecahan
bahasa/dialek yang berbeda tersebut. Selain itu,
yang membentuk kelompok baru tersebut
karena berasal dari satu bahasa induk, pada
berlangsung berkali-kali, akan terbentuklah
bahasa-bahasa atau dialek-dialek turunan dapat
sebuah pohon keluarga ras dan bahasa. Dengan
ditemukan unsur-unsur pewarisan dari bahasa
kata lain, apabila hal itu berlangsung secara
purbanya (bentuk relik, baik berupa retensi
normal, distribusi bahasa di seluruh dunia
maupun inovasi fonologis). Adapun hipotesis
akan berjalan seiring dengan distribusi secara
keteraturan dimaksudkan bahwa rekonstruksi
genetis. Selanjutnya, jika fakta-fakta bahasa
bahasa induk dengan mudah dilakukan karena
mengindikasikan cara-cara kelompok yang
diperkirakan adanya perubahan-perubahan
terpecah-pecah itu menyebar ke seluruh dunia,
bahasa yang bersifat teratur. Diasumsikan
pola-pola penyebaran bahasa semestinya sama
bahwa setiap (bentuk) bunyi dari suatu bahasa
dengan pola penyebaran genetik manusia.
atau dialek akan berubah dengan cara yang
Dalam bidang genetika telah berhasil
sama pada setiap keadaan dan kejadian yang
diidentifikasi unit-unit herediter yang
sama. Meskipun harus dicatat bahwa perubahan
ditransmisikan (diwariskan) dari satu generasi
tidak selamanya berlangsung secara teratur,
ke generasi berikutnya yang disebut dengan
ada unsur-unsur kebahasaan (leksikon) tertentu
gen. Manusia memiliki seperangkat lengkap gen
yang berubah secara sporadis karena setiap kata
yang disebut dengan genom. Gen ini menempati
dalam bahasa memiliki sejarah sendiri-sendiri.
sebuah bintik kecil yang disebut nukleus di dalam
Oleh karena itu, melalui asumsi ini para ahli
setiap sel. Tubuh manusia memiliki 100 triliyun
linguistik diakronis berupaya mengkaji kata-kata
sel yang kebanyakan berdiameter sepersepuluh
yang mempunyai arti yang sama dari berbagai
milimeter. Sementara itu, di dalam nukleus
bahasa yang diperkirakan berasal dari satu
terdapat dua perangkat lengkap (sepasang x
bahasa induk dengan harapan dapat menemukan
sepasang) genom manusia, kecuali dalam sel
hubungan bunyi untuk dilakukan rekonstruksi
telur dan sperma yang masing-masing hanya
bahasa purbanya.
memiliki seperangkat (sebelah pasang) dan sel
Dengan berlandaskan pada dua asumsi
darah merah yang tidak mengandung genom.
tersebut, bahasa-bahasa di dunia ini (termasuk
Genom manusia bagaikan peti harta karun
dialek-dialek dari bahasa itu) di samping
yang berisi informasi/rahasia dalam wujud ribuan
dapat dikelompokan ke dalam kelompok-
gen dan jutaan untaian. Setiap genom terdiri atas
kelompok yang berbeda, juga dapat pula
sekitar 30.000 – 80.000 gen. Genom hadir dalam
diperlihatkan keterkaitan antara satu kelompok
paket yang berisi 23 kromosom yang terpisah-
dengan kelompok lain pada tataran yang
pisah. Setiap kromoson bercerita tentang hal yang
60
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

berbeda-beda, misalnya cerita tentang kehidupan bahasa?


(kromosom 1), tentang sejarah (kromosom 3), Untuk menjawab masalah tersebut
tentang takdir (kromosom 4), dan seterusnya diperlukan data, baik menyangkut data contoh
(Ridley, 2005). Pendeknya, genom berisi pesan- hasil kajian linguistik yang dihubungkan
pesan rahasia, baik tentang masa lampau yang dengan kajian linguistik atau sebaliknya
jauh maupun yang dekat mengenai manusia itu maupun data untuk memperlihatkan bagaimana
sendiri. Dengan demikian, genom sama dengan kajian genolinguistik diterapkan dalam kajian
buku. Apabila buku ditulis pada halaman yang sesungguhnya. Untuk jenis data yang pertama,
rata, genom ditulis pada rantai-rantai panjang disediakan dengan menggunakan metode simak
gula dan posfat yang disebut molekul-molekul teknik simak libat cakap. Metode dengan teknik
DNA tempat basa-basa melekat ke samping ini dimaksudkan sebagai upaya penyediaan data
membentuk anak-anak tangga. Setiap kromosom melalui dokumen hasil kajian yang mencoba
adalah sepasang molekul DNA yang (sangat) menghubungkan antara kajian linguistik dengan
panjang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa genetika atau sebaliknya yang telah dilakukan
gen terdapat dalam molekul-molekul panjang para pakar sebelumnya. Selain itu, metode
asam deoksiribonukleat atau yang sering kita simak dengan teknik ini digunakan juga dalam
kenal dengan DNA (deoxyribonucleat acid). menyediakan data yang berupa hasil analisis
Molekul-molekul inilah yang berperan sebagai genetika pada penutur bahasa yang sama dengan
pembawa informasi genetik dari satu generasi penutur bahasa yang data kebahasaannya
ke generasi berikutnya. Keunggulan dari DNA diambil. Dalam hal ini data hasil analisis genetika
ini adalah kemampuannya untuk menyalin atas penutur bahasa Tobati, Tarfia, Gresis, dan
untaian komplementer yang menghasilkan untai Namblong yang dihasilkan oleh Mulyanto et al.
yang sama dengan yang asli. Jika urutan ACGT (2005-2008). Adapun untuk menyediakan data
menjadi TGCA dalam Salinan, akan ditranskrip kebahasaan dalam keempat bahasa itu dilakukan
kembali menjadi ACGT dalam salinan yang dengan metode cakap teknik cakap semuka,
berasal dari salinan. Hal ini memungkinkan yaitu suatu metode yang bertujuan untuk
DNA mengalami replikasi tanpa batas dengan penyediaan data melalui cara peneliti langsung
tetap menyimpan informasi yang sama. Dengan mewawancarai informan di lokasi tempat penutur
demikian, DNA dapat menjadi instrumen untuk bahasa tersebut. Data yang telah disediakan itu
mengelompokkan dan menjajaki perjalanan dianalisis dengan menggunakan metode padan
historis populasi manusia. teknik hubung-banding menyamakan, hubung-
Adanya kesamaan beberapa tujuan akhir dari banding membedakan, dan hubung-banding
kerja linguistik dengan genetika memunculkan menyamakan hal pokok. Ihwal penggunaan
harapan baru bagi upaya mengolaborasikan metode dan teknik terebut, baik pada tahap
antarkeduanya sehingga menghasilkan satu penyediaan data maupun pada tahap analisis
ilmu antardidsiplin baru yang secara stipulatif data dapat dilihat dalam Mahsun (2017).
diberi nama genolinguistik. Berdasarkan latar
pemikiran tersebut, masalah pokok yang
dibahas dalam artikel ini dapat dirumuskan 2. Kerangka Teori
berikut. 2.1 Pengelompokan Bahasa
1. Apakah yang dimaksudkan dengan studi Berdasarkan Kajian Linguistik
genolinguistik? Upaya yang mencoba menghubungkan
2. Bagaimanakah kerangka konseptual dan antara satu bahasa dengan bahasa yang lain
untuk menemukan keterhubungan bahasa-
metodologis pengitegrasian kajian lingusitik
bahasa itu merupakan spirit kerja akademik yang
dengan kajian genetika dalam konteks mewarnai perjalanan kajian linguistik sepanjang
subdisiplin genolinguistik? abad ke-19. Kegiatan ini mencapai bentuknya
3. Bagaimanakah contoh implementasi kajian yang lebih ilmiah pada paruh kedua abad ke-
19 yang ditandai dengan lahirnya kelompok
genolinguistik dalam kajian pengelompokan
yang menamakan diri sebagai penganut Aliran

61
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

Tata Bahasa Baru (Neogrammarian/Jung dalam subkelompok bahasa rumpun bahasa


Gramatiker) dengan tokoh-tokohnya antara Austronesia yang dilakukan Dyen (1965) dan
lain: Karl Verner, August Leskien, Hermann Blust (1971); atau pertentangan pengelompokan
Paul, dan lain-lain. Teori yang dikembangkan bahasa Melayu dan Jawa ke dalam kelompok
berupa Hukum Perubahan Bunyi tanpa Kecuali keluarga bahasa tertentu antara Nothofer
(Ausnahmslosigkeit der Lautgesetze) telah (1975) dengan Blust (1971). Apabila Nothofer
menyita perhatian para peminat linguistik pada mengelompokkan bahasa Melayu ke dalam
saat itu untuk membuktikan kebenarannya. keluarga bahasa Melayu-Javanik yang di
Implikasi dari upaya-upaya pembuktian itu dalamnya ada bahasa Melayu, Jawa, Madura,
telah mendorong lahirnya subkajian linguistik dan Sunda, namun Blust justru bahasa Melayu
diakronis dan dialektologi yang peletakan dipandang lebih dekat hubungannya dengan
dasarnya dilakukan oleh Gillièron di Prancis bahasa Aceh dan Chamic di Vietnam, sedangkan
dan Wenker di Jerman. Dengan demikian, bahasa Jawa dianggap lebih dekat hubungannya
kajian linguistik diakronis menemukan landasan ke bahasa Bali dan Sasak di Lombok.
epistemologisnya dalam dua bentuk, yaitu Adanya perbedaan dalam pengelompokan
linguistik historis komparatif dan dialektologi bahasa seperti digambarkan di atas, tentu
(diakronis). tidak dapat dibiarkan begitu saja. Ikhtiar
Berbagai upaya akademik yang terkait untuk terus menemukan metode yang handal
dengan kajian linguistik diakronis terus dalam rangka mencapai kebenaran ilmiah
digalakkan. Kajian yang berupaya menelusuri haruslah terus digalakkan. Salah satu ikhtiar itu
relasi kekerabatan dan pengelompokan adalah mencoba memanfaatkan teori, metode
bahasa serta rekonstruksi bahasa purba yang yang terdapat dalam ilmu lain, atau bahkan
menurunkan bahasa-bahasa berkerabat banyak mencoba mengelaborasikan kosep teoretis
membuahkan hasil, seperti ditemukan hasil dengan metode dalam berbagai disiplin ilmu.
rekonstruksi bahasa purba yang menurunkan Langkah-langkah seperti itu bukan sesuatu
kelompok bahasa-bahasa Indo-Eropa yang yang diharamkan karena dalam dunia ide (ilmu)
disebut Protobahasa Indo-Eropa, bahasa purba tidak mengenal pengkotak-kotakan. Dapat saja
yang menurukan bahasa-bahasa Austronesia suatu disiplin ilmu meminjam teknik, konsep,
yang disebut Protobahasa Austronesia dan hukum, data, model, teori, atau penjelasan–
lainnya. pendek kata, apapun yang dianggap berguna
Dalam upaya pengelompokkan (termasuk untuk mencapai kebenaran (Kaplan, 1964). Itu
juga rekonstruksi bahasa purba) bahasa-bahasa sebabnya, linguistik diakronis dapat merapikan
berkerabat yang memiliki tradisi tulis yang hasil analisis pengelompokkan bahasa dan
cukup panjang sejarahnya, seperti kelompok penelusuran arah migrasi penuturnya melalui
bahasa-bahasa Indo-Eropa relatif tidak hasil pengelompokkan populasi yang dilakukan
ditemukan kesulitan karena data berupa naskah dalam kajian genetika. Begitu pula genetika
kuno dapat menyisakan jejak-jejak historis dapat meminjam model penentuan sampel dari
perubahan bahasa yang dialami oleh bahasa- disiplin linguistik diakronis untuk melaksanakan
bahasa tersebut. Berbeda halnya dengan upaya kerja akademiknya.
pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat
yang tidak memiliki sejarah tradisi tulis yang 2.2 Upaya-Upaya Awal Kajian
panjang, seperti bahasa-bahasa yang masuk
Genetika yang Berimplikasi pada
rumpun Austronesia. Bebagai perbedaan dalam
pengelompokan (termasuk dalam penentuan Pengelompokkan Bahasa
wujud etimon purba) sering terjadi antara linguis Dalam kajian genetika, berbagai upaya
yang satu dengan linguis yang lainnya. Sebagai yang mencoba mengaitkan hasil kajian bidang
contoh, dijumpai perbedaan pengelompokan ini dengan hasil kajian bidang linguistik sudah
bahasa-bahasa Melayu Polinesia di Indonesia banyak dilakukan, di antaranya dilakukan oleh
yang dilakukan Brandes (1884) dengan yang Bellwood (2000), Olson (2003), Marzuki et al.
dilakukan Blust (1971); pengelompokan dan (2003) yang secara singkat hasilnya disampaikan
penelusuran kekerabatan beberapa bahasa
62
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

berikut. dilakukan Bellwood adalah dilakukan Olson


Kajian yang dilakukan oleh Bellwood (2000) (2003). Olson mencoba menjajaki sejarah umat
memfokuskan diri pada upaya penelusuran fase manusia di muka bumi ini dengan memberi
prasejarah kelompok manusia yang terdapat penjelasan dari disiplin ilmu arkeologi,
di kepulauan Indonesia dan Malaysia yang genetika, dan linguistik. Bedanya, apabila
disebutnya dengan nama kepulauan Indo- Bellwood menjajaki prasejarah manusia di
Malaysia. Dalam kajian ini, selain menggunakan kawasan kepulauan Indo-Malaysia, Olson
pendekatan genetika atau disebutnya Antropologi justeru mencoba menguraikan asal usul manusia
Biologis dan arkeologi, juga menggunakan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu populasi
pendekatan linguistik. Dengan menggunakan manusia yang ada di muka bumi yang dimulai
data skunder yang berupa hasil kajian pakar dalam dari penjelasannya tentang bagaimana proses
masing-masing ketiga bidang itu, Bellwood yang dialami manusia purba Afrika menjadi
mampu merajut informasi yang menunjukkan manusia Afrika modern yang tersebar ke seluruh
adanya kesesuaian secara relatif antara fakta penjuru dunia.
arkeologis dengan fakta genetik (DNA) dan Dalam hubungan dengan kajian ini,
fakta kebahasaan dalam menelusuri asal dan pandangan Olson yang patut dikemukakan
migrasi manusia yang mendiami kepulauan ialah adanya kesepadanan/kesesuaian antara
Indo-Malaysia. Dari segi kebahasaan, Bellwood fakta arkeologis, bahasa, dan genetik untuk
secara jelas menyebutkan bahwa simpulan 19 kelompok besar pemakai bahasa-bahasa di
tentang prasejarah kawasan Indo-Malaysia dunia, yaitu kelompok bahasa Afro-Asiatik,
5.000 tahun lalu harus mempertimbangkan Altaik-Japanese-Korea, Amerindian, Australia-
secara serius fakta bahasa dan tidak dengan serta Aboriginal, Austro-Asiatik, Austronesia,
merta menerima begitu saja pandangan yang Kaukasian, Dravida, Eskimo-Aleut, Indo-
dibangun atas dasar fakta arkeologis, melainkan Eropa, Indo-Pasifik, Khoisan, Nia-Dene, Niger-
mencoba memadukan berbagai fakta dari Kordova, Nilo-Sahara, Palaeosiberian, Sino-
berbagai disiplin ilmu, termasuk linguistik dan Tibet, Tai, dan Uralik (Olson, 2003:204).
genetika. Bukti arkeologis yang berupa budaya Selanjutnya, dalam artikel yang berjudul
tembikar menunjukkan kesesuaian dengan “Human Genome Diversity and Disease on
data kebahasaan. Kosakata yang menunjukkan the Island Southest Asia” dalam Tropical
penggunaan benda-benda budaya itu ditemukan Disease yang diterbitkan di New York,
dalam kosakata masyarakat penutur Melayu- Marzuki et al. (2003) mencoba memperlihatkan
Polinesia awal di Taiwan sekitar 4000 dan pengelompokan penutur bahasa Austronesia
3000 SM. Ini menunjukkan bahwa tanah berdasarkan kesamaan genetis. Dengan analisis
asal protobahasa Austronesia paling cocok struktur genetis (kesamaan nukleotida HVR1 dari
ditempatkan di Taiwan (Indo-Cina). Dalam mtDNA) berdasarkan 840 DNA sebagai sampel
hubungan dengan bidang genetika, Bellwood yang diambil dari 28 kelompok etnik (populasi),
baru sebatas mengambil hasil bahasan unsur Marzuki et al. mengajukan pengelompokan
DNA dari sekuens polimorfisme genetik yang populasi dalam bentuk pohon filogenetik yang
berhubungan dengan ada tidaknya varian-varian menggambarkan penutur bahasa Sumbawa
dalam sistem antigen sel merah Diego, protein- berada pada kelompok yang sama dengan penutur
protein serum yang mengikat besi transferin, kelompok bahasa Sumba dan Minahasa karena
immunoglobulin Gm, dan sistem serum Gc. memiliki tingkat divergensi mtDNA (0.052),
Berdasarkan unsur ini mampu diidentifikasi sedangkan Bali dan Sasak dikelompokkan
perbedaan Mongoloid Asia dan Amerika, dengan Minangkabau dan Banjar dengan tingkat
termasuk juga Mongoloid Indo-Malaysia dengan divergensi mtDNA (0.063, 0.064, 0.060). Yang
orang Australia atau Melanesia. Kedua ras ini menarik dari pengelompokan ini ialah bahwa
(Australia dan Melanesia) cukup dekat asal penyatukelompokkan Sasak dengan Bali dan
usulnya, namun keduanya cukup lama terpisah Sumbawa dengan Sumba sebenarnya mengikuti
dari orang-orang Asia Tenggara karena banyak pengelompokkan yang diajukan oleh Bellwood
ciri dari sistem genetik darah yang berbeda. (2000:144) yang disajikannya dalam bentuk
Kajian yang relatif serupa dengan yang peta persebaran bahasa dari subkelompok
63
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

Austronesia utama dan rumpun bahasa lain di para pakar genetika. Namun sayangnya, jika
Asia Tenggara berikut. kajian genetika hendak dihubungkan dengan
fakta bahasa seharusnya pengambilan sampel,
baik untuk genetika maupun linguistik dilakukan
secara bersama-sama dengan berbasis pada
penutur bahasa tertentu yang sama pula. Apabila
generalisasi akan dibuat untuk populasi yang
lebih luas, katakan kelompok yang berkategori
keluarga atau rumpun bahasa, sampelnya
harus mencerminkan keberbedaan bahasa yang
terdapat dalam kelompok bahasa tersebut. Ada
kemungkinan, meskipun kelompok bahasanya
sama (sama-sama rumpun Austronesia) bisa
jadi antara penutur bahasa yang satu dengan
penutur bahasa yang lain dalam kelompok
itu berbeda gennya. Sekadar contoh, Nurainy
Peta tersebut memperlihatkan bahwa bahasa
(2005) menyatakan bahwa genotipe VHB pada
Sumbawa dan bahasa Bima yang terdapat di
penutur bahasa Austronesia di Indonesia adalah
pulau Sumbawa disatukelompokkan dengan
genotipe B, sedangkan genotipe C menjadi salah
bahasa Sumba ke dalam kelompok subrumpun
satu ciri penutur bahasa di Papua dan populasi
Austronesia Tengah-Timur. Baik Blust maupun
Austromelanosid.
Brandes tidak memasukkan bahasa Sumbawa
ke dalam kelompok bahasa yang sama
dengan bahasa Bima dan Sumba, melainkan 3. Pembahasan
memasukkan bahasa tersebut ke dalam 3.1 Ihwal Genolinguistik
subrumpun Austronesia Barat. Di wilayah pulau
Dalam bukunya yang berjudul
Sumbawa itulah tempat terjadinya pemisahan
Genolinguistik: Kolaborasi Linguistik dengan
wilayah Austronesia Barat dengan Austronesia
Genetika dalam Pengelompokan Bahasa
Timur menurut konsep Brandes atau Austronesia
dan Populasi Penuturnya, Mahsun (2010)
Tengah-Timur menurut konsep Blust. Akibat
memberi batasan tentang genolinguistik sebagai
dari kesalahan penapsiran yang dilakukan oleh
subdisiplin antarbidang lingistik dengan genetika
Bellwood dimanfaatkan oleh Marzuki et al.
yang menkaji masalah pengelompokkan populasi
lalu dihubungkan dengan hasil analisis genetika
manusia, relasi kekerabatan di antaranya, serta
yang dilakukannya. Dari pembandingan itu
perjalanan historis yang dialami oleh kelompok
terkesan ada pemaksaan fakta genetis untuk
populasi tersebut melalui pengelompokan dan
mengikuti alur penjelasan pemilahan bahasa
penelusuran relasi kekerabatan bahasa dan
yang dapahami oleh peneliti genetika tersebut.
gen. Dimungkinkannya linguistik dan genetika
Apa yang ingin dikatakan dari uaraian
bersinergi untuk tujuan di atas dapat dijelaskan
tersebut ialah kebanyakan ahli genetika yang
berikut.
mencoba mengaitkan kajiannya dengan
a. Baik bahasa (yang menjadi objek
masalah persebaran etnis (sengaja atau tidak
linguistik) maupun gen memiliki “kekuasaan”
sengaja) mendasarkan diri pada kajian bahasa.
istimewa atas kehidupan dan urusan manusia.
Fakta pengelompokan bahasa diupayakan
Kita dapat membayangkan apa yang terjadi
bersesuaian dengan penafsiran genetika. Hal
pada diri manusia jika gen yang memiliki tugas
ini dapat terjadi karena jauh sebelum genetika
tertentu, salah satu atau beberapa di antaranya
mencoba menghubungkan temuannya tentang
tidak berfungsi seperti yang terjadi pada mereka
genom manusia dengan pengelompokan dan
yang mengalami gangguan genetis secara
penelusuran migrasi populasi manusia, linguistik
serius. Dengan analog yang sama, dapat kita
telah lebih dahulu berbicara tentang hal itu. Jadi,
membayangkan pula apa yang terjadi pada
tidak mengherankan jika fakta pengelompokkan
diri manusia yang tidak memiliki kemampuan
populasi manusia berdasarkan bahasa itu dirujuk
berbahasa seperti yang dialami oleh mereka
64
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

yang mendapat gangguan berbicara. Mau tidak Protobahasa Sasak-Sumbawa *tutur > BSDSB:
mau hidup mereka menjadi serba terbatas dan tuter ‘tutur, cerita’ tidaklah terjadi serentak
berkekurangan. bersamaan dengan kata yang bermakna ‘kelapa’
b. Apabila garis keturunan gen memiliki melainkan terjadi secara bertahap. Mungkin
potensi menjadi abadi yang dibuktikan melalui yang lebih dahulu kata yang bermakna ‘kelapa’
materi genetis pada organisme-organisme yang lalu beberapa waktu kemudian menyusul kata
ada sekarang yang diturunkan dari generasi yang bermakna ‘tutur, cerita’ dan seterusnya
ke generasi (dengan modifikasi) yang tidak diikuti kata lain yang sama struktur fonologisnya
terputus, hal yang relatif sama terjadi pada dengan kata-kata tersebut. Apa yang menarik
materi bahasa. Dalam bahasa, meskipun tidak dari perubahan (mutasi) yang bertahap, baik
sekuat daya tahan gen, namun materi tertentu yang berhubungan dengan gen maupun bahasa
dari bahasa (seperti satuan gramatis, data kata- ialah bahwa untuk menjadikan perubahan itu
kata tertentu yang menyangkut kosakata dasar) sebagai ciri khas populasi diperlukan waktu
masih dapat dipertahankan meskipun dengan yang panjang. Bahkan untuk bahasa, bukti-bukti
modifikasi (istilah linguistiknya: inovasi) perubahan yang bersifat teratur seperti di atas
fonologis. Fenomena ini mengandung makna dapat dijadikan evidensi untuk merekonstruksi
bahwa berdasarkan fakta linguistik dan genetika bahasa purbanya dan sekaligus dapat dijadikan
yang ada dapat direkonstruksi masa lampau dasar pengelompokan bahasa-bahasa turunan
yang dialami populasi manusia. dari bahasa purba itu. Dengan kata lain, mutasi
c. Suatu ciri penting dari mutasi gen adalah atau perubahan bertahap mengandung dimensi
bahwa mutasi itu berlangsung secara individual. historis dari populasi yang mengalami mutasi
Sebuah mutasi tidak mungkin terjadi secara atau perubahan tersebut. Dalam pada itu, bukti-
serentak pada sebuah kelompok, tidak seperti bukti mutasi yang bersifat khas (teratur) dari
kegandrungan orang secara tiba-tiba pada sekelompok manusia dapat dijadikan bahan
sebuah mode tertentu. Pada mulanya mutasi untuk merekonstruksi sejarah yang dialami oleh
terjadi pada sebuah sel tunggal lalu menyebar populasinya dalam hubungan dengan populasi
pada sel-sel generasi selanjutnya ketika sel lain yang sekerabat dengannya.
pertama pada generasi yang disebut terakhir Dalam kaitan dengan gen virus hepatitis
itu membelah. Oleh karena itu, sebuah mutasi B yang menjadi contoh analisis genolinguistik
warisan hanya memiliki dua cara untuk muncul yang dipaparkan dalam tulisan ini, beberapa hal
pada lebih dari satu individu, yaitu pertama, yang dikemukakan berikut ini menjadi alasan
mutasi yang sama dapat terjadi secara terpisah dimungkinkannya linguistik dan genetika dapat
pada dua orang, namun pristiwa ini sangat jarang berkolaborasi.
terjadi; kedua, mutasi itu mungkin diturunkan Bahasa yang menjadi objek kajian linguistik
oleh orang tua kepada beberapa anaknya. Hal ternyata tidak hadir dalam wujud yang homogen,
yang serupa terjadi dalam bahasa. Bahwa melainkan memiliki varian-varian (heterogen).
perubahan dalam pengucapan suatu bunyi dalam Kemajuan yang dicapai studi linguistik yang
kata suatu bahasa tidaklah berlangsung secara objek sasarannya bahasa telah berhasil merunut
seketika. Sebagai contoh, pengucapan bunyi relasi historis variasi yang terdapat dalam bahasa
[u] Protobahasa Austronesia menjadi bunyi dari level yang paling panjang sejarahnya (paling
[e] pada silabe ultima yang berakhir konsonan kuna/purba) sampai ke yang paling modern.
dalam bahasa Sumbawa dialek Sumbawa Besar Secara konseptual/metodologis Swadesh (1955)
(BSDSB) seperti pada etimon PAN *ñiur > ñer dengan leksikostatistiknya, berhasil menyusun
‘kelapa’, tidaklah terjadi secara serentak. Tidak relasi kekerabatan bahasa dalam satu pohon
mungkin semua penutur bahasa itu bersepakat kekerabatan bahasa, mulai dari level yang
untuk bangun pagi-pagi mengucapkan bunyi [u] paling purba: makrofilum diikuti mesofilum,
menjadi [e], melainkan ada orang tertentu yang mikrofilum, rumpun bahasa, keluarga bahasa,
memulainya dan kecenderungan itu diikuti oleh sampai level bahasa. Sementara itu, Guiter
penutur lainnya. Begitu pula untuk berlakunya (1973) dengan konsep metodologisnya yang
kaidah itu pada kata-kata lain yang strukturnya berupa dialektometri mengajukan suatu kerangka
sama dengan kata tersebut, misalnya dari
65
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

perunutan varian yang terdapat pada level bahasa dan penyebaran virus hepatitis B (VHB) telah
ke varian yang lebih modern dalam hal ini dialek/ berhasil mengidentifikasi variasi yang terdapat
subdialek, termasuk perbedaan wicara. Guiter pada unsur fenotipe VHB atas empat jenis:
mengajukan pandangannya dengan menghitung adw, adr, ayw, dan ayr (Mulyanto, 1992 dan
persentase perbedaan yang terdapat pada isolek- Nurainy, 2005), dan variasi pada genotipenya
isolek yang diperbandingkan. Apabila kategori berhasil diidentifikasi atas delapan varian,
yang dikemukakan Swadesh dan Guiter itu yaitu: A, B, C, D oleh Okamoto et al. (1988);
dipadukan, akan diperoleh hierarkhi kekerabatan E, F oleh Norder et al. (1994), G oleh Stuyver
bahasa dari yang paling modern (subdialek) et al. (2000), dan H oleh Arauz et al. (2002).
sampai ke yang paling kuno: makrofilum. Untuk Dari sudut pandang virologi dan manifestasi
jelasnya dapat dilihat dalam ilustrasi berikut ini. klinik DNA VHB dapat berbeda walaupun
Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa dalam genotipe yang sama, misalnya dilaporkan
variasi bahasa tidak hanya dapat dirunut dari adanya subgenotipe pada genotipe B, yaitu Ba (a
sebuah protobahasa (bahasa purba) pada untuk Asia) dan Bj (j untuk Jepang). Ba ditandai
tataran yang paling purba/kuno: macrofilum dengan adanya rekombinasi dengan genotipe
lalu ditemukan variasi berkerabat pada level C pada daerah precore dan core (Sugauchi et
di bawahnya: mesofilum, microfilum, rumpun al., 2002). Serokonversi HBeAg lebih banyak
bahasa (stock), sampai keluarga bahasa ditemukan pada genotipe Bj dibandingkan
(family), tetapi di bawah level bahasa itu pun pada Ba (Sugauchi et al., 2004). Selain adanya
masih dapat dirunut variasi level dialek dan subgenotipe Ba dan Bj dilaporkan adanya variasi
subdialek. Sejalan dengan itu, dalam bidang DNA pada genotipe A yaitu Ae (e untuk Eropa)
biologi molekuler/genetika, para pakar yang dan Aa (a untuk Asia dan Afrika) (Saugachi et
menaruh perhatian pada upaya penyembuhan al., 2004).
Dengan demikian, varian-varian dalam
DNA VHB itu memiliki wilayah persebaran
BPI makrofilum spesifik, misalnya serotipe VHB: adw menyebar
di wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali,
Lombok, Ternate, Morotai; ayw tersebar di
BPI mesofilum Nusa Tenggara Timur dan Maluku; dan adr di
wilayah Papua (Mulyanto et al., 1997). Bahkan
keberadaan varian VHB itu, oleh Nurainy (2005)
BPI mikrofilum dihubungkan dengan persebaran subrumpun
bahasa Austronesia Barat: adw dan subrumpun
Austronesia Tengah-Timur: ayw.
BPI rumpun bhs

3.2 Cakupan Kajian Genolinguistik


BPI keluarga bhs Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa
adanya asumsi yang berangkat dari hipotesis
keterhubungan (relatedness hypothesis) dan
BPI satu bhs
keteraturan (regularity hypothesis) sebagai
(Prabahasa) landasan kerja linguistik diakronis dan
BPI level Pradialek ditemukannya DNA sebagi persenyawaan
kimia pada mahluk hidup yang membawa
keterangan genetik dari satu generasi ke generasi
Bahasa Modern berikutnya memungkinkan kerja subdisiplin
ilmu genolinguistik untuk memfokuskan kerja
(dialek/subdialek)
akademiknya pada upaya pengelompokkan dan
penelusuran persebaran populasi manusia. Selain
itu, ditemukannya fakta bahwa munculnya
varian dalam bahasa sehingga memunculkan

66
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

dialek atau bahasa baru disebabkan adanya penting karena yang akan ditelusuri adalah
kelompok penutur suatu bahasa tertentu yang pengelompokkan populasi dan penelusuran
melakukan inovasi secara intens sementara yang arah migrasi. Apabila unsur yang dianalisis
lainnya lebih konservatif. Dengan demikian, bukan unsur kesamaan karena pewarisan dari
dalam bahasa-bahasa atau dialek-dialek yang suatu asal yang sama, generalisasi yang dibuat
berkerabat dimungkinkan untuk diidentifikasi dalam rangka menjelaskan arah migrasi akan
adanya bahasa atau dialek tertentu dalam menyesatkan. Selain itu, keaslian itu penting
kelompok bahasa/dialek berkerabat yang lebih karena baik unsur kebahasaan maupun unsur
inovatif; sementara yang lain ada yang lebih genetis (DNA) dapat merupakan unsur yang
konservatif. Persoalannya, dari sudut pandang sama karena proses peminjaman atau sama
genetika apakah genom pada dialek/subdialek secara kebetulan untuk aspek kebahasaan, atau
yang inovatif dan konservatif itu terjadi sama karena telah terjadi rekombinasi genetis
perbedaan atau tidak? Pertanyaan yang sama akibat kawin campur untuk aspek genetik. Oleh
apakah terjadi pula pada bahasa yang inovatif karena itu, agar individu yang menjadi sampel
dan bahasa yang konservatif. Hal-hal semcam hendaknya individu-individu yang memenuhi
ini menjadi kajian yang menarik untuk dikuak syarat-syarat (1) individu itu adalah warga
dalam kajian genolinguistik. Dengan kata lain, tutur bahasa yang berada di perdesaan, tidak
genolinguistik dapat memfokuskan kajiannya dekat dengan kota besar, (2) mobilitas individu
pada (1) pengelompokkan dan penelusuran itu rendah (jarang bepergian), (3)lahir dan
penyebaran bahasa dan populasi penuturnya, dibesarkan di tempat itu, (4) bukan merupakan
(2) penelusuran relasi kekerabatan bahasa hasil perkawinan silang (lintas bahasa), (5)
dan penuturnya melalui analisis ada tidaknya berpendidikan rendah, maksimal tamat SMU,
kesepadanan fakta bahasa dan genetik, (3) dan (6) mempunyai kebanggan terhadap bahasa
penelusuran ada tidaknya kesejajaran fakta dan kebudayaannya.
bahasa dan fakta genetik yang menyangkut Persyaratan pertama ditetapkan dengan
bahasa/dialek yang inovatif dan konservatif, dan asumsi bahwa masyarakat yang tinggal di
(4) merekonstruksi sejarah wilayah yang bahasa perdesaan dipandang masih banyak menyimpan
dan komunitasnya diteliti. Dengan diperolehnya keaslian, jarang menerima pengaruh, baik
dua jenis pembuktian, yaitu pembuktian yang berupa unsur kebahasaan maupun yang
kebahasaan dan pembuktian genetis, upaya- menyangkut kemungkinan rekombinasi gen
upaya yang dilakukan tersebut dapat lebih akibat perkawinan campuran.Adapun persyaratan
dipertanggungjawabkan. kedua, dengan mobilitas rendah, individu itu
jarang berinteraksi dengan komunitas lain yang
3.3 Kerangka Kerja Kajian menggunakan bahasa yang berbeda yang dapat
memengaruhi penggunaan bahasanya. Begitu
Genolinguistik
pula untuk persyaratan ketiga, seseorang yang
Agar hasil kedua bidang itu dapat lahir di desa yang menggunakan bahasa ibunya
digeneralisasi perlu ditetapkan kerangka itu diasumsikan tidak akan menerima pengaruh
kerja/metodologis yang lebih dapat dari bahasa lain yang bukan menjadi bahasa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kerangka ibunya sehingga keaslian bahasa yang digunakan
kerja/metodologis ini terutama dalam penentuan dapat lebih terjaga. Selanjutnya, persyaratan
sampel tempat pengambilan data kebahasaan keempat, di samping masalah kebahasaan dapat
dan data sera (darah). Ada beberapa prinsip lebih terjaga keasliannya juga yang menyangkut
yang dapat dianut dalam kajian genolinguistik, kemungkinan terjadinya rekombinasi genetik
khsusunya dalam penentuan sampel penelitian, akibat perkawinan campur dapat diminimalkan.
yaitu prinsip keaslian dan prinsip keterwakilan. Individu yang menjadi sampel dapat dipastikan
Prinsip keaslian secara metodologis dapat adalah individu yang bukan merupakan hasil
dimaknai bahwa sampel yang diambil itu sedapat perkawinan campuran. Untuk persyaratan
mungkin berupa individu yang masih memelihara kelima dan keenam pada dasarnya lebih bersifat
unsur asli, baik bahasa maupun gennya (bukan mendukung persyaratan sebelumnya. Dengan
gen hasil rekombinasi genetis). Keaslian ini pendidikan rendah diharapkan mobilitasnya
67
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

rendah, jarang berinteraksi dengan komunitas ada standar minimalnya. Dalam hal ini, untuk
tutur lain sehingga keaslian bahasanya lebih sampel penelitian yang jumlah populasinya
terjaga. Hal yang sama diharapkan juga dari cukup tinggi, kita dapat mengambil darah/sera
persyaratan keenam karena kebanggaan pada jumlah sampel paling sedikit 500 orang,
terhadap bahasa dapat menjadi penjaga dari sedangkan pada populasi yang jumlahnya kecil
banyaknya unsur kebahasaan bahasa lain yang kita dapat mengambil sampel dalam sejumlah
masuk dalam bahasa ibunya. Semua persyaratan yang disesuaikan dengan kondisi.
tersebut pada dasarnya diharapkan menjadi
penapis bagi kemungkinan banyaknya pengaruh 3.4 Bahasa Austronesia dan Non-
bahasa lain dan terjadinya rekombinasi genetik
Austronesia: Implementasi Awal
akibat perkawainan campuran.
Kemudian, masalah keterwakilan populasi Kajian Genolinguistik
dimaksudkan di sini ialah bahwa jumlah sampel Dalam buku Bahasa-Bahasa di Indonesia
yang diambil haruslah dapat merepresentasikan (Languages of Indonesia) yang diterbitkan
populasi yang menjadi objek penelitian. Untuk dalam seri berbahasa Indonesia dan berbahasa
penelitian dari aspek kebahasaan karena Inggris oleh Summer Institute of Linguistics
analisisnya menyangkut analisis diakronis yang (2006) ditemukan uraian ihwal bahasa-bahasa
berbasis pada struktur bahasa (struktur fonologis, yang terdapat di wilayah Indonesia. Selain
leksikon, gramatika), jumlah informan paling jumlah penutur, lokasi tempat dituturkan
tidak tiga orang, satu orang yang menjadi bahasa-bahasa itu juga ditemukan penjelasan
informan utama sedang dua orang lainnya ihwal keanggotaan bahasa-bahasa itu dalam
sebagai informan pendamping yang menjadi kelas/kelompok tertentu. Ada empat klasifikasi
teman berdiskusi untuk saling melengkapi keanggotaan bahasa-bahasa tersebut, yaitu kelas/
jawaban atas pertanyaan yang disiapkan dalam kelompok Austronesia, Trans Nugini, Papua
bentuk instrumen penelitian. Barat, dan kelompok tanpa identitas keanggotaan
Selanjutnya, untuk data sera mengingat dalam kelas tertentu. Kelompok yang terakhir
bahwa sampel yang dimaksudkan di sini adalah digunakan untuk menyebutkan bahasa-bahasa
sampel yang terindikasi mengidap VHB, tertentu yang belum dapat ditentukan menjadi
sementara individu yang terindikasi pengidap anggota dari kelompok yang mana.
VHB itu baru terdeteksi setelah pemeriksaan Penyebutan kelompok/kelas Austronesia
darah/seranya, idealnya yang pertama di dalam buku tersebut langsung dirujuk pada
ditetapkan adalah penentuan jumlah sampel subklasifikasi/subkelompok Melayu Polinesia
yang dipandang representatif untuk membuat Barat, Melayu Polinesia Tengah-Timur, atau
generalisasi tentang kondisi populasi. Namun Melayu Polinesia Timur. Perujukan Austronesia
demikian, mengingat bahwa jumlah individu atas subklasifikasi itu mengindikasikan bahwa
yang mengindap VHB dalam suatu populasi yang disebut bahasa Austronesia hanyalah
sangat terbuka kemungkinannya, dapat banyak bahasa-bahasa yang masuk dalam subrumpun
dan dapat sedikit, upaya yang dilakukan adalah Melayu Polinesia. Bahasa-bahasa yang tidak
mengambil darah/sera pada sampel dalam termasuk dalam kategori subkelompok itu
jumlah maksimal sejauh dapat dicapai. Tentunya adalah bahasa-bahasa yang non-Austronesia
harus diingat bahwa pengambilan sampel dalam dapat berkelas Trans Nugini atau berkelas Papua
jumlah yang cukup besar banyak hambatannya, Barat.
misalnya keberadaan individu yang memang Dalam rangka kerja genolinguistik akan
bersedia diambil darahnya dan keterbatasan dikemukakan hasil kajian Mulyanto et al.
jumlah populasi dari komunitas yang menjadi (2009) Penelitian tersebut dilakukan sebagai
objek penelitian, seperti penelitian yang pembuktian awal tentang pengelompokan
dilakukan terhadap kelompok penutur bahasa- bahasa di Indonesia atas Austronesia dan non-
bahasa yang terancam punah yang justru banyak Austronesia dengan mengambil sampel bahasa
ditemukan di daerah terpencil (perdesaan). Tarfia dan Tobati yang mewakili kelompok
Oleh karena itu, ukuran besar/kecilnya sampel Austronesia dan bahasa Gresi dan Nambolong
sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dalam arti
68
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

yang mewakili kelompok Trans Nugini. Keempat sebagai ne atau e, seperti pada: kəlambine Amer
bahasa itu berada di wilayah Provinsi Papua. ‘baju milik Amir’, bapake Susno ‘bapak milik
Selanjutnya, terhadap kedua kelompok bahasa Susno’ dan lain-lain atau dapat juga muncul
tersebut dilakukan kajian genolinguistik dengan sebagai ni seperti dalam bahasa Tarfia: Ik ni
bertumpu pada upaya menjawab masalah apakah siwim ‘kamu mempunyai hidung; atau dapat
bahasa-bahasa yang diklasifikasikan sebagai berwujud n seperti dalam bahasa Sumbawa
kelompok Austronesia dan non-Austronesia (dialek Jereweh): balen Esa ‘rumah kepunyaan
tersebut benar-benar merupakan dua kelompok Esa/Aisyah’ dan lain-lain.
bahasa yang berbeda? Terkait dengan hal tersebut, keempat
Dengan menggunakan analisis dialektometri bahasa yang diperbandingkan memperlihatkan
terhadap 200 kosakata dasar dan 443 kosakata pawarisan penanda milik Austronesia *nia
selain kosakata dasar untuk keempat isolek melalui perubahan fonologis. Dalam bahasa
tersebut diperoleh hasil bahwa kempat- Tarfia dan Tobati penanda milik itu menjadi ni,
empatnya merupakan bahasa yang berbeda, sedangkan dalam bahasa Gresi dan Namblong
sebagaimana diidentifikasi kelompok linguis masing-masing menjadi de dan ge seperti pada
SIL karena persentase perbedaan fonologi dan contoh berikut ini.
leksikon berada di atas 95% (kisaran antara
95,50%--100%), suatu angka perbedaan yang
Bahasa Tarfia:
masih dapat dikategorikan sangat tinggi. Dalam
hal ini masing-masing disebut sebagai bahasa Duk ni siwi-k ‘Saya mempunyai hidung =
Tarfia, Tobati, Gresi, dan Namblong. Untuk hidung saya’
mengetahui relasi kekerabatan antarbahasa itu Saya pos hidung-ku (k < ku < aku)
dilakukan penghitungan leksikostatistik terhadap
200 kosakata dasar dan memperlihatkan hasil Bahasa Tobati:
bahwa untuk bahasa Tarfia dan Tobati yang Ayi ni rum ’Ayah mempunyai rumah =
diklasifikasikan sebagai rumpun Austronesia rumah ayah’
ternyata memiliki persentase di bawah 5%, jadi ayah pos rumah
bahasa-bahasa itu merupakan bahasa-bahasa
yang diturunkan dari sebuah filum (mikrofilum) Bahasa Namblong:
yang sama, bukan dari rumpun yang sama. ηayO de yamó ’ Ayah mempunyai rumah =
Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan rumah ayah’
berbagai kelemahan tentang asumsi dasar
diterapkannya metode lesikostatistik, hasil ayah pos rumah
perhitungan kuantitatif tidak dapat dijadikan Bahasa Gresi:
patokan untuk menentukan relasi kekerabatan aya ge yap ‘Ayah mempunyai rumah =
antarbahasa tersebut. Dalam konteks inilah rumah ayah’
analisis kualitatif memainkan peran untuk
memecahkan kelemahan yang dikandung ayah pos rumah
pendekatan kuantitatif. Untuk itu, analisis
kualitatif dilakukan dengan memfokuskan Tahap terbentuknya penanda milik dalam
diri pada penelusuran unsur pemarkah posesif bahasa-bahasa tersebut dapat diskenariokan
(sebagai penghubung antara unsur yang Austronesia Purba: *nia > ne > de > ge atau *nia
diterangkan dengan unsur yang menerangkan) > ni > di > gi.
pada konstruksi genetif yang terdapat dalam Brandes (1884) mengelompokkan
bahasa-bahasa yang diperbandingkan. bahasa Austronesia atas Austronesia Barat
Nothofer (komunikasi pribadi, 1990) dan Austronesia Timur dengan menggunakan
menyebutkan bahwa pemarkah yang menjadi konstruki kompletif. Lebih lanjut, konstruksi
penghubung tersebut, dalam bahasa-bahasa kompletif dengan susunan terbalik ini dijadikan
Austronesia berwujud *nia, yang refleksnya salah satu dasar pembedaan antara kelompok
dalam bahasa-bahasa turunan dapat bervariasi. Austronesia dengan non-Austronesia, khususnya
Dalam bahasa Jawa pemarkah itu dapat muncul
69
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

untuk kelompok Filum Trans Nugini dan Papua Namblong terkait kategori kata yang menjadi
Barat. Sebagai contoh dalam bahasa-bahasa yang unsur pemiliknya. Jika unsur pemiliknya berupa
dikelompokkan sebagai bahasa-bahasa Trans pronomina, penanda milik tidak akan muncul.
Nugini oleh SIL memang dapat diidentifikasi Sebaliknya, jika unsur pemiliknya berupa nomina
adanya konstruksi kompletif dengan susunan nama diri dan nomina yang berhubungan dengan
terbalik, seperti dalam bahasa Namblong dan istilah kekerabatan, penanda miliknya akan
Gresi pada contoh berikut. muncul. Apa yang disebut sebagai konstruksi
kompletif atau konstruksi genitif dengan
Bahasa Namblong: susunan terbalik oleh Brandes sesungguhnya
merupakan konstruksi milik dalam bentuk aktif
ηambe təmbriη ’Saya mempunyai hidung = yang mengalami pelesapan penanda miliknya
hidung saya’ (lebih jauh tentang hal ini dapat dilihat dalam
saya hidung Mahsun, 2010). Dengan demikian, berdasarkan
ciri-ciri linguistik berupa konstruksi genitif
Bahasa Gresi:
dengan penanda milik yang terdapat antara unsur
age muiy ’Saya mempunyai hidung = pemilik dan unsur termiliknya dapat dikatakan
hidung saya’ bahwa keempat bahasa tersebut merupakan
saya hidung bahasa Austronesia.
Munculnya dua bentuk konstruksi genitif, Dari segi genetika, khusus DNA VHB,
yaitu pertama konstruksi genitif dengan penanda keempat penutur bahasa itu dominan memiliki
milik dan kedua adalah konstruksi milik dengan DNA VHB subgenotipe C6 seperti terlihat dalam
tanpa penanda milik dalam bahasa Gresi dan Tabel 1 dan 2 berikut ini.

Tabel 1 Hasil Sekuensing DNA VHB pada Kelompok Penutur Bahasa Tarfia dan Gresi

DNA VHB: Genotipe/Subgenotipe VHB


No Wilayah
B3 C6 B3 + C6 D6 D6 + C6 Total
1 Tarfia 1 6 1 1 - 9
2 Gresi 1 10 - 1 1 13

Tabel 2 Hasil Sekuensing DNA VHB pada Kelompok Penutur Bahasa Tobati dan Namblong

DNA VHB: Genotipe/Subgenotipe VHB


No Wilayah
B2 B7 B8 C5 C6 C11 C12 D1 D6 Total
1 Tobati - - 1 1 6 - - - 1 9
2 Namblong 1 1 - 16 2 1 1 1 23

Tabel 1 menggambarkan bahwa DNA di Tarfia), dan rekombinasi subgenotipe D6+C6


VHB yang dominan terdapat di wilayah pakai yang ditemukan di Gresi. Selanjutnya, Tabel 2
bahasa Tarfia dan Gresi adalah genotipe C, menggambarkan bahwa genotipe C subgenotipe
subgenotipe C6 (6 di Tarfia dan 10 di Gresi), C6 merupakan subgenotipe yang juga dominan
yaitu masing-masing: 60% dan 70,69%, disusul ditemukan di wilayah pakai bahasa Tobati
oleh genotipe B, subgenotipe B3 (1 di Tarfia dan Namblong masing-masing: 66,66% dan
dan 1 di Gresi) dan genotipe D, subgenotipe D6 69,56%, disusul oleh subgenotipe C11 (8,69%
(1 di Tarfia dan 1 di Gresi), kemudian disusul di Namblong), lalu disusul oleh subgenotipe B8,
oleh genotipe campuran, hasil rekombinasi C5, dan D6 (masing-masing 11% di Tobati) B2,
antara subgenotipe B3+C6 (hanya ditemukan B7, C12, D1, dan D6 masing-masing 4,34% di

70
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

Namblong. Apa yang menarik dari fakta genetis genolinguistik dapat dilakukan: pengelompokan
ini ialah dari sudut pandang DNA VHB, baik dan penelusuran penyebaran bahasa dan populasi
komunitas penutur bahasa Tarfia, Gresi, Tobati penuturnya; penelusuran relasi kekerabatan
maupun Namblong merupakan komunitas yang bahasa dan penuturnya melalui analisis ada
sama, setidak-tidaknya berasal dari asal yang tidaknya kesepadanan fakta bahasa dan genetik;
sama dengan DNA VHB-nya bergenotipe C penelusuran ada tidaknya kesejajaran fakta
dengan subgenotipe C6 yang lebih dominan. bahasa dan fakta genetik yang menyangkut
Dengan demikian, baik dari segi linguistik bahasa /dialek yang inovatif dan konservatif;
maupun dari segi genetik (DNA VHB), keempat dan perekonstruksian sejarah wilayah yang
bahasa tersebut merupakan bahasa yang bahasa dan komunitasnya diteliti.
bekategori yang sama, yaitu Austronesia. Berdasarkan contoh hasil implementasi
kajian genolinguistik atas kelompok bahasa
yang diklaim sebagai kelompok yang berbeda,
4. Penutup
Austronesia dan non-Austronesia yang masing-
4.1 Simpulan masing direpresentasikan oleh bahasa Tobati
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dan Tarfia (Austronesia) dan bahasa Gresi dan
dikemukakan beberapa hal sebagai simpulan Namblong (non-Austronesia) menunjukkan
berikut ini. bahwa, baik fakta linguistik maupun fakta
Adanya kesamaan beberapa tujuan akhir dari genetika menunjukkan bahwa keempat bahasa
kerja linguistik dengan genetika memunculkan sampel menunjukkan kelompok rumpun
harapan baru bagi upaya mengolaborasikan bahasa yang sama, yaitu Sustronesia. Dalam
antarkeduanya sehingga menghasilkan satu kaitan dengan pembangunan bangsa, penelitian
ilmu antardidsiplin baru yang secara stipulatif genolinguistik dipandang cukup penting,
diberi nama genolinguistik. Kolaborasi setidak-tidaknya dalam pembangunan sosial
antarkedua bidang ilmu ini diharapkan dapat (social engenering).
menghasilkan satu kajian pengelompokkan,
penelusuran relasi kekerabatan, dan migrasi 4.2 Saran
penutur bahasa atau variannya yang lebih dapat
Kolaborasi antarkedua bidang ilmu ini
dipertanggungjawabkan.
diharapkan dapat menghasilkan satu kajian
Kolaborasi antara linguistik dengan
pengelompokan, penelusuran relasi kekerabatan,
genetika yang melahirkan subdisiplin ilmu
dan migrasi penutur bahasa atau variannya yang
Genolinguistik sangat dimungkinkan karena
lebih dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu,
kedua objek kajian masing-masing disiplin ilmu
penelititian genolinguistik diharapkan mampu
tersebut memiliki sifat yang sama, yaitu (1) baik
memberi sumbangan bagi upaya penyediaan
bahasa yang menjadi objek kajian linguistik
informasi tentang kesamaan dalam keberbedaan
maupun gen (DNA) yang menjadi objek kajian
suku bangsa di Indonesia. Kesamaan, baik
genetika, terutama untuk DNA VHB, memiliki
itu karena kesamaan sejarah maupun karena
varian yang sangat beragam, (2) setiap varian
kesamaan asal dapat menjadi titik masuk
mempunyai distribusi geografis spesifik, (3)
bagi upaya menjalin komunikasi budaya
distribusi geografis varian-varian tersebut
antarberbagai etnis yang berbeda yang pada
mengikuti alur migrasi manusia.
akhirnya dapat mengarah pada integrasi sosial
Selain itu, menginat bahwa epidemi
menuju integrasi bangsa. Pendeknya, Indonesia
virus terjadi biasanya karena adanya kontak,
yang kaya akan bahasa lokal denga topografi
sementara itu kontak biasanya terjadi karena
medan yang beragam menjadi pertanda akan
ada sarana komunikasi yang sama, yaitu bahasa,
keberagaman genetis dan karena itu menjadi
pada penutur bahasa atau varian bahasa yang
lahan yang menarik dan menantang bagi studi
sama cenderung memiliki gen (DNA) VHB
genolingistik pada masa-masa mendatang.
yang sama. Dengan demikian, melalui kajian

71
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

DAFTAR PUSTAKA
Akuta N. et al. 2003. “The Influence of Hepatitis B Virus Genotype on the Development of Lamivudin
Resistance During Long-Term Treatment”. Dalam Journal Hepatol 2003, 37: 19--26.
Arauz-Ruiz P. et al. 2002. “Genotype H: A New Amerindian Genotype of Hepatitis B Virus Revealed in
Central America”. Dalam Journal Gen Virol 2002, 83:2059--73.
Bellwood, Peter. 1997. Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. University of Hawai’i Press.
Blust, R. 1971. “Proto-Austronesian Addenda”. Working Papers in Linguistiks 3 (1) :1-106.
Honolulu: University of Hawaii.
Blust, R. 1984. “The Austronesian Homeland: A Linguistic Perspective”. Dalam AP 26: 45-67.
Brandes, J.L.A. 1884. Bidrage tot de Verglijkende Klankleer der Westersche Afdeeling van de
Danie, J. A. 1991. Kajian Geografi Dialek di Minahasa Timur Laut. Jakarta Balai Pustaka.
Dyen, Isidore. 1965. “A Lexicostatistical Classification of the Austronesian Languagees”, dalam
International Journal of Americen Linguistics. Memoir, 19 (Jil. 31, No.1).
Guiter, Henri. 1973. “Atlas et Frontiere Linguistique”. Dalam Les Dialectes Romans de Frence, No.
930: 61-109. Paris: Centre National de la Recherche Scientifique.
Kaplan, Abraham. 1964. The Conduct of Inqury: Methodology of Behavioral Sciences. Chandler
Publishing Co.
Mahsun. 2010. Genolinguistik: Kolaborasi Linguistik dan Genetika dalam Pengelompokan Bahasa
dan Populasi Penuturnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mahsun. 2017. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya (Edisi Ketiga).
Depok: Rajawali Pers, PT RajaGrafindo.
Marzuki, Sangkot et al. 2003.”Human Genom Diversity and Desease on the Island Southeast Asia”.
Dalam Tropical Deseases (edit by Marzuki et al.). New York: Kluwer Academic/Plenum
Publishers.
Mulyanto et al. 2009. “Bahasa Genom”. Laporan Penelitian Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Mulyanto et al. 1997. “Distribution of the Hepatitis B Surface Antigen Subtypes in Indonesia:
Implication for Etnic Heterogeneity and Infection Control Measures”. Dalam Archives of
Virology 142: 1221--2129, Austria.
Mulyanto. 1991. “Perbedaan Imunogenisitas Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) dari Berbagai
Subtipe: Studi Seroepidemiologik dan Laboratorik dalam Rangka Pemurnian HbsAg”.
Disertasi Doktor, Universitas Airlangga, Surabaya.
Murakami, Kazuo. 2007. The Divine Message of the DNA (Terjemahan: Tuhan dalam Genetika).
Bandung: Mizan.
Norder H. et al. 1994. “Complete Genomes, Philogenetic Relatedness, and Structural Proteins of
Six Strains of the Hepatitis B Virus, Four of which Represent Two New Genotypes”. Dalam
Virology 1994;198:489--503.
Nothofer, B. 1975. The Reconstruction of Proto-Malayo-Javanic. S’Gravenhage-Martinus Nijhoff.
Nurainy, Neni. 2005. “Keanekaragaman Molekul Virus Hepatitis B dan Kaitannya dengan Latar
Belakang Populasi Manusia di Indonesia”. Disertasi Doktor, Universitas Indonesia.
Olson, Steve. 2003. Mapping Human History: Discovering the Past Through Our Genes. New York:
Mariner Book.
Okamoto H. et al. 1988. “Typing Hepatitis B Virus by Homology in Nucleotide Sequence: Comparison
of Surface Antigen Subtypes”. Dalam Journal Gen Virol 1988;69:2575--83

72
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...

Ridley, Matt. 2005. Genom: Kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
SIL. 2006. Languages of Indonesia. Jakarta: SIL International, Indonesia Branch.
Stuyver L. et al. “A New Genotype of Hepatitis B Virus: Complete Genome and Phylogenetik
Relatedness”. Dalam Journal Gen Virol 2000;81:67--74.
Sugauchi F. et al. 2004. “Two Subgenotype of Genotype B (Ba and Bj) of Hepetitis B Virus in Japan”.
Clin Infect Dis 2004, 38: 1222--1228.
Sugauchi F. et al. 2002. “Hepatitis B Virus of Genotype B with or without Recombination with
Genotype C Over the Pre-core Region Plus the Core Gene”. Dalam Journal Gen Virol 2002,5:
985--992.
Swadesh, Morris. 1955. “Lexicostatistic Dating of Prehistoy Etnic Contacts”. Proceedings of the
American Philosophical Society, 96. Hal: 452--463

73
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74

74

Anda mungkin juga menyukai