59
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74
61
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74
Austronesia utama dan rumpun bahasa lain di para pakar genetika. Namun sayangnya, jika
Asia Tenggara berikut. kajian genetika hendak dihubungkan dengan
fakta bahasa seharusnya pengambilan sampel,
baik untuk genetika maupun linguistik dilakukan
secara bersama-sama dengan berbasis pada
penutur bahasa tertentu yang sama pula. Apabila
generalisasi akan dibuat untuk populasi yang
lebih luas, katakan kelompok yang berkategori
keluarga atau rumpun bahasa, sampelnya
harus mencerminkan keberbedaan bahasa yang
terdapat dalam kelompok bahasa tersebut. Ada
kemungkinan, meskipun kelompok bahasanya
sama (sama-sama rumpun Austronesia) bisa
jadi antara penutur bahasa yang satu dengan
penutur bahasa yang lain dalam kelompok
itu berbeda gennya. Sekadar contoh, Nurainy
Peta tersebut memperlihatkan bahwa bahasa
(2005) menyatakan bahwa genotipe VHB pada
Sumbawa dan bahasa Bima yang terdapat di
penutur bahasa Austronesia di Indonesia adalah
pulau Sumbawa disatukelompokkan dengan
genotipe B, sedangkan genotipe C menjadi salah
bahasa Sumba ke dalam kelompok subrumpun
satu ciri penutur bahasa di Papua dan populasi
Austronesia Tengah-Timur. Baik Blust maupun
Austromelanosid.
Brandes tidak memasukkan bahasa Sumbawa
ke dalam kelompok bahasa yang sama
dengan bahasa Bima dan Sumba, melainkan 3. Pembahasan
memasukkan bahasa tersebut ke dalam 3.1 Ihwal Genolinguistik
subrumpun Austronesia Barat. Di wilayah pulau
Dalam bukunya yang berjudul
Sumbawa itulah tempat terjadinya pemisahan
Genolinguistik: Kolaborasi Linguistik dengan
wilayah Austronesia Barat dengan Austronesia
Genetika dalam Pengelompokan Bahasa
Timur menurut konsep Brandes atau Austronesia
dan Populasi Penuturnya, Mahsun (2010)
Tengah-Timur menurut konsep Blust. Akibat
memberi batasan tentang genolinguistik sebagai
dari kesalahan penapsiran yang dilakukan oleh
subdisiplin antarbidang lingistik dengan genetika
Bellwood dimanfaatkan oleh Marzuki et al.
yang menkaji masalah pengelompokkan populasi
lalu dihubungkan dengan hasil analisis genetika
manusia, relasi kekerabatan di antaranya, serta
yang dilakukannya. Dari pembandingan itu
perjalanan historis yang dialami oleh kelompok
terkesan ada pemaksaan fakta genetis untuk
populasi tersebut melalui pengelompokan dan
mengikuti alur penjelasan pemilahan bahasa
penelusuran relasi kekerabatan bahasa dan
yang dapahami oleh peneliti genetika tersebut.
gen. Dimungkinkannya linguistik dan genetika
Apa yang ingin dikatakan dari uaraian
bersinergi untuk tujuan di atas dapat dijelaskan
tersebut ialah kebanyakan ahli genetika yang
berikut.
mencoba mengaitkan kajiannya dengan
a. Baik bahasa (yang menjadi objek
masalah persebaran etnis (sengaja atau tidak
linguistik) maupun gen memiliki “kekuasaan”
sengaja) mendasarkan diri pada kajian bahasa.
istimewa atas kehidupan dan urusan manusia.
Fakta pengelompokan bahasa diupayakan
Kita dapat membayangkan apa yang terjadi
bersesuaian dengan penafsiran genetika. Hal
pada diri manusia jika gen yang memiliki tugas
ini dapat terjadi karena jauh sebelum genetika
tertentu, salah satu atau beberapa di antaranya
mencoba menghubungkan temuannya tentang
tidak berfungsi seperti yang terjadi pada mereka
genom manusia dengan pengelompokan dan
yang mengalami gangguan genetis secara
penelusuran migrasi populasi manusia, linguistik
serius. Dengan analog yang sama, dapat kita
telah lebih dahulu berbicara tentang hal itu. Jadi,
membayangkan pula apa yang terjadi pada
tidak mengherankan jika fakta pengelompokkan
diri manusia yang tidak memiliki kemampuan
populasi manusia berdasarkan bahasa itu dirujuk
berbahasa seperti yang dialami oleh mereka
64
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...
yang mendapat gangguan berbicara. Mau tidak Protobahasa Sasak-Sumbawa *tutur > BSDSB:
mau hidup mereka menjadi serba terbatas dan tuter ‘tutur, cerita’ tidaklah terjadi serentak
berkekurangan. bersamaan dengan kata yang bermakna ‘kelapa’
b. Apabila garis keturunan gen memiliki melainkan terjadi secara bertahap. Mungkin
potensi menjadi abadi yang dibuktikan melalui yang lebih dahulu kata yang bermakna ‘kelapa’
materi genetis pada organisme-organisme yang lalu beberapa waktu kemudian menyusul kata
ada sekarang yang diturunkan dari generasi yang bermakna ‘tutur, cerita’ dan seterusnya
ke generasi (dengan modifikasi) yang tidak diikuti kata lain yang sama struktur fonologisnya
terputus, hal yang relatif sama terjadi pada dengan kata-kata tersebut. Apa yang menarik
materi bahasa. Dalam bahasa, meskipun tidak dari perubahan (mutasi) yang bertahap, baik
sekuat daya tahan gen, namun materi tertentu yang berhubungan dengan gen maupun bahasa
dari bahasa (seperti satuan gramatis, data kata- ialah bahwa untuk menjadikan perubahan itu
kata tertentu yang menyangkut kosakata dasar) sebagai ciri khas populasi diperlukan waktu
masih dapat dipertahankan meskipun dengan yang panjang. Bahkan untuk bahasa, bukti-bukti
modifikasi (istilah linguistiknya: inovasi) perubahan yang bersifat teratur seperti di atas
fonologis. Fenomena ini mengandung makna dapat dijadikan evidensi untuk merekonstruksi
bahwa berdasarkan fakta linguistik dan genetika bahasa purbanya dan sekaligus dapat dijadikan
yang ada dapat direkonstruksi masa lampau dasar pengelompokan bahasa-bahasa turunan
yang dialami populasi manusia. dari bahasa purba itu. Dengan kata lain, mutasi
c. Suatu ciri penting dari mutasi gen adalah atau perubahan bertahap mengandung dimensi
bahwa mutasi itu berlangsung secara individual. historis dari populasi yang mengalami mutasi
Sebuah mutasi tidak mungkin terjadi secara atau perubahan tersebut. Dalam pada itu, bukti-
serentak pada sebuah kelompok, tidak seperti bukti mutasi yang bersifat khas (teratur) dari
kegandrungan orang secara tiba-tiba pada sekelompok manusia dapat dijadikan bahan
sebuah mode tertentu. Pada mulanya mutasi untuk merekonstruksi sejarah yang dialami oleh
terjadi pada sebuah sel tunggal lalu menyebar populasinya dalam hubungan dengan populasi
pada sel-sel generasi selanjutnya ketika sel lain yang sekerabat dengannya.
pertama pada generasi yang disebut terakhir Dalam kaitan dengan gen virus hepatitis
itu membelah. Oleh karena itu, sebuah mutasi B yang menjadi contoh analisis genolinguistik
warisan hanya memiliki dua cara untuk muncul yang dipaparkan dalam tulisan ini, beberapa hal
pada lebih dari satu individu, yaitu pertama, yang dikemukakan berikut ini menjadi alasan
mutasi yang sama dapat terjadi secara terpisah dimungkinkannya linguistik dan genetika dapat
pada dua orang, namun pristiwa ini sangat jarang berkolaborasi.
terjadi; kedua, mutasi itu mungkin diturunkan Bahasa yang menjadi objek kajian linguistik
oleh orang tua kepada beberapa anaknya. Hal ternyata tidak hadir dalam wujud yang homogen,
yang serupa terjadi dalam bahasa. Bahwa melainkan memiliki varian-varian (heterogen).
perubahan dalam pengucapan suatu bunyi dalam Kemajuan yang dicapai studi linguistik yang
kata suatu bahasa tidaklah berlangsung secara objek sasarannya bahasa telah berhasil merunut
seketika. Sebagai contoh, pengucapan bunyi relasi historis variasi yang terdapat dalam bahasa
[u] Protobahasa Austronesia menjadi bunyi dari level yang paling panjang sejarahnya (paling
[e] pada silabe ultima yang berakhir konsonan kuna/purba) sampai ke yang paling modern.
dalam bahasa Sumbawa dialek Sumbawa Besar Secara konseptual/metodologis Swadesh (1955)
(BSDSB) seperti pada etimon PAN *ñiur > ñer dengan leksikostatistiknya, berhasil menyusun
‘kelapa’, tidaklah terjadi secara serentak. Tidak relasi kekerabatan bahasa dalam satu pohon
mungkin semua penutur bahasa itu bersepakat kekerabatan bahasa, mulai dari level yang
untuk bangun pagi-pagi mengucapkan bunyi [u] paling purba: makrofilum diikuti mesofilum,
menjadi [e], melainkan ada orang tertentu yang mikrofilum, rumpun bahasa, keluarga bahasa,
memulainya dan kecenderungan itu diikuti oleh sampai level bahasa. Sementara itu, Guiter
penutur lainnya. Begitu pula untuk berlakunya (1973) dengan konsep metodologisnya yang
kaidah itu pada kata-kata lain yang strukturnya berupa dialektometri mengajukan suatu kerangka
sama dengan kata tersebut, misalnya dari
65
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74
perunutan varian yang terdapat pada level bahasa dan penyebaran virus hepatitis B (VHB) telah
ke varian yang lebih modern dalam hal ini dialek/ berhasil mengidentifikasi variasi yang terdapat
subdialek, termasuk perbedaan wicara. Guiter pada unsur fenotipe VHB atas empat jenis:
mengajukan pandangannya dengan menghitung adw, adr, ayw, dan ayr (Mulyanto, 1992 dan
persentase perbedaan yang terdapat pada isolek- Nurainy, 2005), dan variasi pada genotipenya
isolek yang diperbandingkan. Apabila kategori berhasil diidentifikasi atas delapan varian,
yang dikemukakan Swadesh dan Guiter itu yaitu: A, B, C, D oleh Okamoto et al. (1988);
dipadukan, akan diperoleh hierarkhi kekerabatan E, F oleh Norder et al. (1994), G oleh Stuyver
bahasa dari yang paling modern (subdialek) et al. (2000), dan H oleh Arauz et al. (2002).
sampai ke yang paling kuno: makrofilum. Untuk Dari sudut pandang virologi dan manifestasi
jelasnya dapat dilihat dalam ilustrasi berikut ini. klinik DNA VHB dapat berbeda walaupun
Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa dalam genotipe yang sama, misalnya dilaporkan
variasi bahasa tidak hanya dapat dirunut dari adanya subgenotipe pada genotipe B, yaitu Ba (a
sebuah protobahasa (bahasa purba) pada untuk Asia) dan Bj (j untuk Jepang). Ba ditandai
tataran yang paling purba/kuno: macrofilum dengan adanya rekombinasi dengan genotipe
lalu ditemukan variasi berkerabat pada level C pada daerah precore dan core (Sugauchi et
di bawahnya: mesofilum, microfilum, rumpun al., 2002). Serokonversi HBeAg lebih banyak
bahasa (stock), sampai keluarga bahasa ditemukan pada genotipe Bj dibandingkan
(family), tetapi di bawah level bahasa itu pun pada Ba (Sugauchi et al., 2004). Selain adanya
masih dapat dirunut variasi level dialek dan subgenotipe Ba dan Bj dilaporkan adanya variasi
subdialek. Sejalan dengan itu, dalam bidang DNA pada genotipe A yaitu Ae (e untuk Eropa)
biologi molekuler/genetika, para pakar yang dan Aa (a untuk Asia dan Afrika) (Saugachi et
menaruh perhatian pada upaya penyembuhan al., 2004).
Dengan demikian, varian-varian dalam
DNA VHB itu memiliki wilayah persebaran
BPI makrofilum spesifik, misalnya serotipe VHB: adw menyebar
di wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali,
Lombok, Ternate, Morotai; ayw tersebar di
BPI mesofilum Nusa Tenggara Timur dan Maluku; dan adr di
wilayah Papua (Mulyanto et al., 1997). Bahkan
keberadaan varian VHB itu, oleh Nurainy (2005)
BPI mikrofilum dihubungkan dengan persebaran subrumpun
bahasa Austronesia Barat: adw dan subrumpun
Austronesia Tengah-Timur: ayw.
BPI rumpun bhs
66
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...
dialek atau bahasa baru disebabkan adanya penting karena yang akan ditelusuri adalah
kelompok penutur suatu bahasa tertentu yang pengelompokkan populasi dan penelusuran
melakukan inovasi secara intens sementara yang arah migrasi. Apabila unsur yang dianalisis
lainnya lebih konservatif. Dengan demikian, bukan unsur kesamaan karena pewarisan dari
dalam bahasa-bahasa atau dialek-dialek yang suatu asal yang sama, generalisasi yang dibuat
berkerabat dimungkinkan untuk diidentifikasi dalam rangka menjelaskan arah migrasi akan
adanya bahasa atau dialek tertentu dalam menyesatkan. Selain itu, keaslian itu penting
kelompok bahasa/dialek berkerabat yang lebih karena baik unsur kebahasaan maupun unsur
inovatif; sementara yang lain ada yang lebih genetis (DNA) dapat merupakan unsur yang
konservatif. Persoalannya, dari sudut pandang sama karena proses peminjaman atau sama
genetika apakah genom pada dialek/subdialek secara kebetulan untuk aspek kebahasaan, atau
yang inovatif dan konservatif itu terjadi sama karena telah terjadi rekombinasi genetis
perbedaan atau tidak? Pertanyaan yang sama akibat kawin campur untuk aspek genetik. Oleh
apakah terjadi pula pada bahasa yang inovatif karena itu, agar individu yang menjadi sampel
dan bahasa yang konservatif. Hal-hal semcam hendaknya individu-individu yang memenuhi
ini menjadi kajian yang menarik untuk dikuak syarat-syarat (1) individu itu adalah warga
dalam kajian genolinguistik. Dengan kata lain, tutur bahasa yang berada di perdesaan, tidak
genolinguistik dapat memfokuskan kajiannya dekat dengan kota besar, (2) mobilitas individu
pada (1) pengelompokkan dan penelusuran itu rendah (jarang bepergian), (3)lahir dan
penyebaran bahasa dan populasi penuturnya, dibesarkan di tempat itu, (4) bukan merupakan
(2) penelusuran relasi kekerabatan bahasa hasil perkawinan silang (lintas bahasa), (5)
dan penuturnya melalui analisis ada tidaknya berpendidikan rendah, maksimal tamat SMU,
kesepadanan fakta bahasa dan genetik, (3) dan (6) mempunyai kebanggan terhadap bahasa
penelusuran ada tidaknya kesejajaran fakta dan kebudayaannya.
bahasa dan fakta genetik yang menyangkut Persyaratan pertama ditetapkan dengan
bahasa/dialek yang inovatif dan konservatif, dan asumsi bahwa masyarakat yang tinggal di
(4) merekonstruksi sejarah wilayah yang bahasa perdesaan dipandang masih banyak menyimpan
dan komunitasnya diteliti. Dengan diperolehnya keaslian, jarang menerima pengaruh, baik
dua jenis pembuktian, yaitu pembuktian yang berupa unsur kebahasaan maupun yang
kebahasaan dan pembuktian genetis, upaya- menyangkut kemungkinan rekombinasi gen
upaya yang dilakukan tersebut dapat lebih akibat perkawinan campuran.Adapun persyaratan
dipertanggungjawabkan. kedua, dengan mobilitas rendah, individu itu
jarang berinteraksi dengan komunitas lain yang
3.3 Kerangka Kerja Kajian menggunakan bahasa yang berbeda yang dapat
memengaruhi penggunaan bahasanya. Begitu
Genolinguistik
pula untuk persyaratan ketiga, seseorang yang
Agar hasil kedua bidang itu dapat lahir di desa yang menggunakan bahasa ibunya
digeneralisasi perlu ditetapkan kerangka itu diasumsikan tidak akan menerima pengaruh
kerja/metodologis yang lebih dapat dari bahasa lain yang bukan menjadi bahasa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kerangka ibunya sehingga keaslian bahasa yang digunakan
kerja/metodologis ini terutama dalam penentuan dapat lebih terjaga. Selanjutnya, persyaratan
sampel tempat pengambilan data kebahasaan keempat, di samping masalah kebahasaan dapat
dan data sera (darah). Ada beberapa prinsip lebih terjaga keasliannya juga yang menyangkut
yang dapat dianut dalam kajian genolinguistik, kemungkinan terjadinya rekombinasi genetik
khsusunya dalam penentuan sampel penelitian, akibat perkawinan campur dapat diminimalkan.
yaitu prinsip keaslian dan prinsip keterwakilan. Individu yang menjadi sampel dapat dipastikan
Prinsip keaslian secara metodologis dapat adalah individu yang bukan merupakan hasil
dimaknai bahwa sampel yang diambil itu sedapat perkawinan campuran. Untuk persyaratan
mungkin berupa individu yang masih memelihara kelima dan keenam pada dasarnya lebih bersifat
unsur asli, baik bahasa maupun gennya (bukan mendukung persyaratan sebelumnya. Dengan
gen hasil rekombinasi genetis). Keaslian ini pendidikan rendah diharapkan mobilitasnya
67
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74
rendah, jarang berinteraksi dengan komunitas ada standar minimalnya. Dalam hal ini, untuk
tutur lain sehingga keaslian bahasanya lebih sampel penelitian yang jumlah populasinya
terjaga. Hal yang sama diharapkan juga dari cukup tinggi, kita dapat mengambil darah/sera
persyaratan keenam karena kebanggaan pada jumlah sampel paling sedikit 500 orang,
terhadap bahasa dapat menjadi penjaga dari sedangkan pada populasi yang jumlahnya kecil
banyaknya unsur kebahasaan bahasa lain yang kita dapat mengambil sampel dalam sejumlah
masuk dalam bahasa ibunya. Semua persyaratan yang disesuaikan dengan kondisi.
tersebut pada dasarnya diharapkan menjadi
penapis bagi kemungkinan banyaknya pengaruh 3.4 Bahasa Austronesia dan Non-
bahasa lain dan terjadinya rekombinasi genetik
Austronesia: Implementasi Awal
akibat perkawainan campuran.
Kemudian, masalah keterwakilan populasi Kajian Genolinguistik
dimaksudkan di sini ialah bahwa jumlah sampel Dalam buku Bahasa-Bahasa di Indonesia
yang diambil haruslah dapat merepresentasikan (Languages of Indonesia) yang diterbitkan
populasi yang menjadi objek penelitian. Untuk dalam seri berbahasa Indonesia dan berbahasa
penelitian dari aspek kebahasaan karena Inggris oleh Summer Institute of Linguistics
analisisnya menyangkut analisis diakronis yang (2006) ditemukan uraian ihwal bahasa-bahasa
berbasis pada struktur bahasa (struktur fonologis, yang terdapat di wilayah Indonesia. Selain
leksikon, gramatika), jumlah informan paling jumlah penutur, lokasi tempat dituturkan
tidak tiga orang, satu orang yang menjadi bahasa-bahasa itu juga ditemukan penjelasan
informan utama sedang dua orang lainnya ihwal keanggotaan bahasa-bahasa itu dalam
sebagai informan pendamping yang menjadi kelas/kelompok tertentu. Ada empat klasifikasi
teman berdiskusi untuk saling melengkapi keanggotaan bahasa-bahasa tersebut, yaitu kelas/
jawaban atas pertanyaan yang disiapkan dalam kelompok Austronesia, Trans Nugini, Papua
bentuk instrumen penelitian. Barat, dan kelompok tanpa identitas keanggotaan
Selanjutnya, untuk data sera mengingat dalam kelas tertentu. Kelompok yang terakhir
bahwa sampel yang dimaksudkan di sini adalah digunakan untuk menyebutkan bahasa-bahasa
sampel yang terindikasi mengidap VHB, tertentu yang belum dapat ditentukan menjadi
sementara individu yang terindikasi pengidap anggota dari kelompok yang mana.
VHB itu baru terdeteksi setelah pemeriksaan Penyebutan kelompok/kelas Austronesia
darah/seranya, idealnya yang pertama di dalam buku tersebut langsung dirujuk pada
ditetapkan adalah penentuan jumlah sampel subklasifikasi/subkelompok Melayu Polinesia
yang dipandang representatif untuk membuat Barat, Melayu Polinesia Tengah-Timur, atau
generalisasi tentang kondisi populasi. Namun Melayu Polinesia Timur. Perujukan Austronesia
demikian, mengingat bahwa jumlah individu atas subklasifikasi itu mengindikasikan bahwa
yang mengindap VHB dalam suatu populasi yang disebut bahasa Austronesia hanyalah
sangat terbuka kemungkinannya, dapat banyak bahasa-bahasa yang masuk dalam subrumpun
dan dapat sedikit, upaya yang dilakukan adalah Melayu Polinesia. Bahasa-bahasa yang tidak
mengambil darah/sera pada sampel dalam termasuk dalam kategori subkelompok itu
jumlah maksimal sejauh dapat dicapai. Tentunya adalah bahasa-bahasa yang non-Austronesia
harus diingat bahwa pengambilan sampel dalam dapat berkelas Trans Nugini atau berkelas Papua
jumlah yang cukup besar banyak hambatannya, Barat.
misalnya keberadaan individu yang memang Dalam rangka kerja genolinguistik akan
bersedia diambil darahnya dan keterbatasan dikemukakan hasil kajian Mulyanto et al.
jumlah populasi dari komunitas yang menjadi (2009) Penelitian tersebut dilakukan sebagai
objek penelitian, seperti penelitian yang pembuktian awal tentang pengelompokan
dilakukan terhadap kelompok penutur bahasa- bahasa di Indonesia atas Austronesia dan non-
bahasa yang terancam punah yang justru banyak Austronesia dengan mengambil sampel bahasa
ditemukan di daerah terpencil (perdesaan). Tarfia dan Tobati yang mewakili kelompok
Oleh karena itu, ukuran besar/kecilnya sampel Austronesia dan bahasa Gresi dan Nambolong
sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dalam arti
68
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...
yang mewakili kelompok Trans Nugini. Keempat sebagai ne atau e, seperti pada: kəlambine Amer
bahasa itu berada di wilayah Provinsi Papua. ‘baju milik Amir’, bapake Susno ‘bapak milik
Selanjutnya, terhadap kedua kelompok bahasa Susno’ dan lain-lain atau dapat juga muncul
tersebut dilakukan kajian genolinguistik dengan sebagai ni seperti dalam bahasa Tarfia: Ik ni
bertumpu pada upaya menjawab masalah apakah siwim ‘kamu mempunyai hidung; atau dapat
bahasa-bahasa yang diklasifikasikan sebagai berwujud n seperti dalam bahasa Sumbawa
kelompok Austronesia dan non-Austronesia (dialek Jereweh): balen Esa ‘rumah kepunyaan
tersebut benar-benar merupakan dua kelompok Esa/Aisyah’ dan lain-lain.
bahasa yang berbeda? Terkait dengan hal tersebut, keempat
Dengan menggunakan analisis dialektometri bahasa yang diperbandingkan memperlihatkan
terhadap 200 kosakata dasar dan 443 kosakata pawarisan penanda milik Austronesia *nia
selain kosakata dasar untuk keempat isolek melalui perubahan fonologis. Dalam bahasa
tersebut diperoleh hasil bahwa kempat- Tarfia dan Tobati penanda milik itu menjadi ni,
empatnya merupakan bahasa yang berbeda, sedangkan dalam bahasa Gresi dan Namblong
sebagaimana diidentifikasi kelompok linguis masing-masing menjadi de dan ge seperti pada
SIL karena persentase perbedaan fonologi dan contoh berikut ini.
leksikon berada di atas 95% (kisaran antara
95,50%--100%), suatu angka perbedaan yang
Bahasa Tarfia:
masih dapat dikategorikan sangat tinggi. Dalam
hal ini masing-masing disebut sebagai bahasa Duk ni siwi-k ‘Saya mempunyai hidung =
Tarfia, Tobati, Gresi, dan Namblong. Untuk hidung saya’
mengetahui relasi kekerabatan antarbahasa itu Saya pos hidung-ku (k < ku < aku)
dilakukan penghitungan leksikostatistik terhadap
200 kosakata dasar dan memperlihatkan hasil Bahasa Tobati:
bahwa untuk bahasa Tarfia dan Tobati yang Ayi ni rum ’Ayah mempunyai rumah =
diklasifikasikan sebagai rumpun Austronesia rumah ayah’
ternyata memiliki persentase di bawah 5%, jadi ayah pos rumah
bahasa-bahasa itu merupakan bahasa-bahasa
yang diturunkan dari sebuah filum (mikrofilum) Bahasa Namblong:
yang sama, bukan dari rumpun yang sama. ηayO de yamó ’ Ayah mempunyai rumah =
Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan rumah ayah’
berbagai kelemahan tentang asumsi dasar
diterapkannya metode lesikostatistik, hasil ayah pos rumah
perhitungan kuantitatif tidak dapat dijadikan Bahasa Gresi:
patokan untuk menentukan relasi kekerabatan aya ge yap ‘Ayah mempunyai rumah =
antarbahasa tersebut. Dalam konteks inilah rumah ayah’
analisis kualitatif memainkan peran untuk
memecahkan kelemahan yang dikandung ayah pos rumah
pendekatan kuantitatif. Untuk itu, analisis
kualitatif dilakukan dengan memfokuskan Tahap terbentuknya penanda milik dalam
diri pada penelusuran unsur pemarkah posesif bahasa-bahasa tersebut dapat diskenariokan
(sebagai penghubung antara unsur yang Austronesia Purba: *nia > ne > de > ge atau *nia
diterangkan dengan unsur yang menerangkan) > ni > di > gi.
pada konstruksi genetif yang terdapat dalam Brandes (1884) mengelompokkan
bahasa-bahasa yang diperbandingkan. bahasa Austronesia atas Austronesia Barat
Nothofer (komunikasi pribadi, 1990) dan Austronesia Timur dengan menggunakan
menyebutkan bahwa pemarkah yang menjadi konstruki kompletif. Lebih lanjut, konstruksi
penghubung tersebut, dalam bahasa-bahasa kompletif dengan susunan terbalik ini dijadikan
Austronesia berwujud *nia, yang refleksnya salah satu dasar pembedaan antara kelompok
dalam bahasa-bahasa turunan dapat bervariasi. Austronesia dengan non-Austronesia, khususnya
Dalam bahasa Jawa pemarkah itu dapat muncul
69
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74
untuk kelompok Filum Trans Nugini dan Papua Namblong terkait kategori kata yang menjadi
Barat. Sebagai contoh dalam bahasa-bahasa yang unsur pemiliknya. Jika unsur pemiliknya berupa
dikelompokkan sebagai bahasa-bahasa Trans pronomina, penanda milik tidak akan muncul.
Nugini oleh SIL memang dapat diidentifikasi Sebaliknya, jika unsur pemiliknya berupa nomina
adanya konstruksi kompletif dengan susunan nama diri dan nomina yang berhubungan dengan
terbalik, seperti dalam bahasa Namblong dan istilah kekerabatan, penanda miliknya akan
Gresi pada contoh berikut. muncul. Apa yang disebut sebagai konstruksi
kompletif atau konstruksi genitif dengan
Bahasa Namblong: susunan terbalik oleh Brandes sesungguhnya
merupakan konstruksi milik dalam bentuk aktif
ηambe təmbriη ’Saya mempunyai hidung = yang mengalami pelesapan penanda miliknya
hidung saya’ (lebih jauh tentang hal ini dapat dilihat dalam
saya hidung Mahsun, 2010). Dengan demikian, berdasarkan
ciri-ciri linguistik berupa konstruksi genitif
Bahasa Gresi:
dengan penanda milik yang terdapat antara unsur
age muiy ’Saya mempunyai hidung = pemilik dan unsur termiliknya dapat dikatakan
hidung saya’ bahwa keempat bahasa tersebut merupakan
saya hidung bahasa Austronesia.
Munculnya dua bentuk konstruksi genitif, Dari segi genetika, khusus DNA VHB,
yaitu pertama konstruksi genitif dengan penanda keempat penutur bahasa itu dominan memiliki
milik dan kedua adalah konstruksi milik dengan DNA VHB subgenotipe C6 seperti terlihat dalam
tanpa penanda milik dalam bahasa Gresi dan Tabel 1 dan 2 berikut ini.
Tabel 1 Hasil Sekuensing DNA VHB pada Kelompok Penutur Bahasa Tarfia dan Gresi
Tabel 2 Hasil Sekuensing DNA VHB pada Kelompok Penutur Bahasa Tobati dan Namblong
70
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...
Namblong. Apa yang menarik dari fakta genetis genolinguistik dapat dilakukan: pengelompokan
ini ialah dari sudut pandang DNA VHB, baik dan penelusuran penyebaran bahasa dan populasi
komunitas penutur bahasa Tarfia, Gresi, Tobati penuturnya; penelusuran relasi kekerabatan
maupun Namblong merupakan komunitas yang bahasa dan penuturnya melalui analisis ada
sama, setidak-tidaknya berasal dari asal yang tidaknya kesepadanan fakta bahasa dan genetik;
sama dengan DNA VHB-nya bergenotipe C penelusuran ada tidaknya kesejajaran fakta
dengan subgenotipe C6 yang lebih dominan. bahasa dan fakta genetik yang menyangkut
Dengan demikian, baik dari segi linguistik bahasa /dialek yang inovatif dan konservatif;
maupun dari segi genetik (DNA VHB), keempat dan perekonstruksian sejarah wilayah yang
bahasa tersebut merupakan bahasa yang bahasa dan komunitasnya diteliti.
bekategori yang sama, yaitu Austronesia. Berdasarkan contoh hasil implementasi
kajian genolinguistik atas kelompok bahasa
yang diklaim sebagai kelompok yang berbeda,
4. Penutup
Austronesia dan non-Austronesia yang masing-
4.1 Simpulan masing direpresentasikan oleh bahasa Tobati
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dan Tarfia (Austronesia) dan bahasa Gresi dan
dikemukakan beberapa hal sebagai simpulan Namblong (non-Austronesia) menunjukkan
berikut ini. bahwa, baik fakta linguistik maupun fakta
Adanya kesamaan beberapa tujuan akhir dari genetika menunjukkan bahwa keempat bahasa
kerja linguistik dengan genetika memunculkan sampel menunjukkan kelompok rumpun
harapan baru bagi upaya mengolaborasikan bahasa yang sama, yaitu Sustronesia. Dalam
antarkeduanya sehingga menghasilkan satu kaitan dengan pembangunan bangsa, penelitian
ilmu antardidsiplin baru yang secara stipulatif genolinguistik dipandang cukup penting,
diberi nama genolinguistik. Kolaborasi setidak-tidaknya dalam pembangunan sosial
antarkedua bidang ilmu ini diharapkan dapat (social engenering).
menghasilkan satu kajian pengelompokkan,
penelusuran relasi kekerabatan, dan migrasi 4.2 Saran
penutur bahasa atau variannya yang lebih dapat
Kolaborasi antarkedua bidang ilmu ini
dipertanggungjawabkan.
diharapkan dapat menghasilkan satu kajian
Kolaborasi antara linguistik dengan
pengelompokan, penelusuran relasi kekerabatan,
genetika yang melahirkan subdisiplin ilmu
dan migrasi penutur bahasa atau variannya yang
Genolinguistik sangat dimungkinkan karena
lebih dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu,
kedua objek kajian masing-masing disiplin ilmu
penelititian genolinguistik diharapkan mampu
tersebut memiliki sifat yang sama, yaitu (1) baik
memberi sumbangan bagi upaya penyediaan
bahasa yang menjadi objek kajian linguistik
informasi tentang kesamaan dalam keberbedaan
maupun gen (DNA) yang menjadi objek kajian
suku bangsa di Indonesia. Kesamaan, baik
genetika, terutama untuk DNA VHB, memiliki
itu karena kesamaan sejarah maupun karena
varian yang sangat beragam, (2) setiap varian
kesamaan asal dapat menjadi titik masuk
mempunyai distribusi geografis spesifik, (3)
bagi upaya menjalin komunikasi budaya
distribusi geografis varian-varian tersebut
antarberbagai etnis yang berbeda yang pada
mengikuti alur migrasi manusia.
akhirnya dapat mengarah pada integrasi sosial
Selain itu, menginat bahwa epidemi
menuju integrasi bangsa. Pendeknya, Indonesia
virus terjadi biasanya karena adanya kontak,
yang kaya akan bahasa lokal denga topografi
sementara itu kontak biasanya terjadi karena
medan yang beragam menjadi pertanda akan
ada sarana komunikasi yang sama, yaitu bahasa,
keberagaman genetis dan karena itu menjadi
pada penutur bahasa atau varian bahasa yang
lahan yang menarik dan menantang bagi studi
sama cenderung memiliki gen (DNA) VHB
genolingistik pada masa-masa mendatang.
yang sama. Dengan demikian, melalui kajian
71
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74
DAFTAR PUSTAKA
Akuta N. et al. 2003. “The Influence of Hepatitis B Virus Genotype on the Development of Lamivudin
Resistance During Long-Term Treatment”. Dalam Journal Hepatol 2003, 37: 19--26.
Arauz-Ruiz P. et al. 2002. “Genotype H: A New Amerindian Genotype of Hepatitis B Virus Revealed in
Central America”. Dalam Journal Gen Virol 2002, 83:2059--73.
Bellwood, Peter. 1997. Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. University of Hawai’i Press.
Blust, R. 1971. “Proto-Austronesian Addenda”. Working Papers in Linguistiks 3 (1) :1-106.
Honolulu: University of Hawaii.
Blust, R. 1984. “The Austronesian Homeland: A Linguistic Perspective”. Dalam AP 26: 45-67.
Brandes, J.L.A. 1884. Bidrage tot de Verglijkende Klankleer der Westersche Afdeeling van de
Danie, J. A. 1991. Kajian Geografi Dialek di Minahasa Timur Laut. Jakarta Balai Pustaka.
Dyen, Isidore. 1965. “A Lexicostatistical Classification of the Austronesian Languagees”, dalam
International Journal of Americen Linguistics. Memoir, 19 (Jil. 31, No.1).
Guiter, Henri. 1973. “Atlas et Frontiere Linguistique”. Dalam Les Dialectes Romans de Frence, No.
930: 61-109. Paris: Centre National de la Recherche Scientifique.
Kaplan, Abraham. 1964. The Conduct of Inqury: Methodology of Behavioral Sciences. Chandler
Publishing Co.
Mahsun. 2010. Genolinguistik: Kolaborasi Linguistik dan Genetika dalam Pengelompokan Bahasa
dan Populasi Penuturnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mahsun. 2017. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya (Edisi Ketiga).
Depok: Rajawali Pers, PT RajaGrafindo.
Marzuki, Sangkot et al. 2003.”Human Genom Diversity and Desease on the Island Southeast Asia”.
Dalam Tropical Deseases (edit by Marzuki et al.). New York: Kluwer Academic/Plenum
Publishers.
Mulyanto et al. 2009. “Bahasa Genom”. Laporan Penelitian Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Mulyanto et al. 1997. “Distribution of the Hepatitis B Surface Antigen Subtypes in Indonesia:
Implication for Etnic Heterogeneity and Infection Control Measures”. Dalam Archives of
Virology 142: 1221--2129, Austria.
Mulyanto. 1991. “Perbedaan Imunogenisitas Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) dari Berbagai
Subtipe: Studi Seroepidemiologik dan Laboratorik dalam Rangka Pemurnian HbsAg”.
Disertasi Doktor, Universitas Airlangga, Surabaya.
Murakami, Kazuo. 2007. The Divine Message of the DNA (Terjemahan: Tuhan dalam Genetika).
Bandung: Mizan.
Norder H. et al. 1994. “Complete Genomes, Philogenetic Relatedness, and Structural Proteins of
Six Strains of the Hepatitis B Virus, Four of which Represent Two New Genotypes”. Dalam
Virology 1994;198:489--503.
Nothofer, B. 1975. The Reconstruction of Proto-Malayo-Javanic. S’Gravenhage-Martinus Nijhoff.
Nurainy, Neni. 2005. “Keanekaragaman Molekul Virus Hepatitis B dan Kaitannya dengan Latar
Belakang Populasi Manusia di Indonesia”. Disertasi Doktor, Universitas Indonesia.
Olson, Steve. 2003. Mapping Human History: Discovering the Past Through Our Genes. New York:
Mariner Book.
Okamoto H. et al. 1988. “Typing Hepatitis B Virus by Homology in Nucleotide Sequence: Comparison
of Surface Antigen Subtypes”. Dalam Journal Gen Virol 1988;69:2575--83
72
Mahsun, et al: Genolinguistik: Ancangan Alternatif ...
Ridley, Matt. 2005. Genom: Kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
SIL. 2006. Languages of Indonesia. Jakarta: SIL International, Indonesia Branch.
Stuyver L. et al. “A New Genotype of Hepatitis B Virus: Complete Genome and Phylogenetik
Relatedness”. Dalam Journal Gen Virol 2000;81:67--74.
Sugauchi F. et al. 2004. “Two Subgenotype of Genotype B (Ba and Bj) of Hepetitis B Virus in Japan”.
Clin Infect Dis 2004, 38: 1222--1228.
Sugauchi F. et al. 2002. “Hepatitis B Virus of Genotype B with or without Recombination with
Genotype C Over the Pre-core Region Plus the Core Gene”. Dalam Journal Gen Virol 2002,5:
985--992.
Swadesh, Morris. 1955. “Lexicostatistic Dating of Prehistoy Etnic Contacts”. Proceedings of the
American Philosophical Society, 96. Hal: 452--463
73
Metalingua, Vol. 18 No. 1, Juni 2020: 59–74
74