Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH PPL

Dosen Pengampu
Dr. Yunidar Nur, M.Hum.

Disusun Oleh:
Desi Nurhayati A11219002
Putri Ayuningsi Ida A11219006
Norma Dahlan Akantu A11210012
Sri Wulan A11219007
Wahyuddin K. Bakarang A11219003
Adria A11219009

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
HUBUNGAN KEKERABATAN
ANTARA BAHASA PAMONA (BARE’E), NAPU, DAN BADA

LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki banyak etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap
kelompok etnis memiliki bahasa dan dialek sendiri. Bahasa dan dialek tersebut digunakan untuk
berkomunikasi antar sesama masyarakat dalam etnis tersebut. Selain itu, mereka juga memiliki
budaya dan latar belakang sosial yang berbeda dengan beragam jenis vernacular. Oleh karena itu,
berbagai bahasa dan budaya tersebut harus dipertahankan untuk menjaga keberagaman dalam
persatuan sebagai warisan negara Indonesia. Salah satu bahasa lokal yang terdapat di Indonesia
adalah bahasa Pamona, Bada dan Napu. Bahasa-bahasa tersebut masih terpelihara dengan baik di
provinsi Sulawesi Tengah tepatnya berada di Kabupaten Poso. Ketiga bahasa itu juga digunakan
oleh 3 suku besar yang ada di Kabupaten Poso yaitu suku Pamona, Bada dan Napu. Terdapat
hipotesis awal bahwa ketiga bahasa tersebut memiliki kekerabatan. Oleh karena itu, tulisan kami
ini guna menelusuri dan melihat hubungan relasi kekerabatan dari ketiga bahasa itu. Informasi
mengenai hubungan kekerabatan kosakata dari ketiga bahasa kami peroleh dari beberapa
informan yang merupakan penutur asli baik bahasa Pamona, Napu, dan Bada. Ketiga bahasa ini
memiliki kekerabatan kosakata yang amat mirip dan menarik untuk dikaji lebih dalam.

Namun, sayangnya di era saat ini, bahasa-bahasa di Kabupaten Poso khususnya bahasa
Pamona, Napu, dan Bada mulai tergeser keberadaannya dengan bahasa lain. Hal ini pun
diungkap pula oleh Ahli Linguistik dari Balai Bahasa Sulawesi Tengah Dr Herawati. Beliau
mengatakan “Bahasa suku-suku di Poso bisa jadi salah satu bahasa yang akan hilang dan
tergusur oleh bahasa lainnya”. Maksud perkataannya mengandung makna bahwa bahasa Poso
bisa saja punah atau tergantikan dengan bahasa lain yakni bahasa ibu atau bahasa daerah lainnya
di Indonesia. Pendapat ini disampaikan Herawati kepada jurnalis Mosintuwu disela acara
Sosialisasi Penyuluhan Bahasa Indonesia Bagi Pengelola Media Massa di Kabupaten Poso hari
Kmis, 26 September 2019.  “Terutama jika bahasa ibu atau bahasa daerah tidak lagi digunakan
dalam percakapan sehari-hari di rumah” sambungnya.

Meski saat ini belum menemukan ada kegentingan bahasa Poso atau Pamona, Bada dan
Napu bakal hilang, namun kecenderungan itu mulai tampak. Salah satu indikatornya adalah
keluarga lebih sering berkomunikasi dengan bahasa Indonesia bahkan bahasa asing dalam
percakapan sehari-hari. Selain serbuan bahasa asing, salah satu kesulitan yang dihadapi bahasa-
bahasa daerah di Sulawesi Tengah karena tidak memiliki aksara sendiri seperti Lontara atau
Hanacaraka di masyarakat Jawa. Bahkan bahasa asing, seperti bahasa Inggris porsinya lebih
digalakkan atau lebih trend diperkenalkan di sekolah daripada bahasa daerah. Adapun bahasa
Pamona, Bada, atau Napu semuanya menggunakan huruf latin sehingga sulit melestarikannya.
Kebutuhan untuk  terus digunakan dalam percakapan di rumah, harus disertai dengan
kemauan pemerintah daerah untuk bisa memasukkannya dalam kurikulum di sekolah. Kurikulum
muatan lokal di SD sampai SMP dalam bentuk bahasa daerah merupakan salah satu dukungann
pemerintah untuk memastikan agar bahasa asli wilayahnya tidak lenyap. Di kabupaten Poso,
upaya melestarikan bahasa Pamona lewat muatan lokal sejak SD sampai SMP sudah dilakukan
beberapa tahun terakhir. Langkah ini dianggap cukup efektif mempertahankan bahasa Pamona
dan Bada serta Napu dari kepunahan. Selain lewat pelajaran di sekolah, menyebarkan bahasa
daerah juga dapat dilakukan lewat kamus. Saat ini di Poso terdapat dua kamus bahasa Poso yang
ditulis oleh Abdurrahman Balie (pelestari bahasa Pamona) yang berisi lebih dari  tujuh ribu kata
dan satu lagi berupa terjemaahan bahasa Pamona-Belanda ke Pamona Indonesia yang dicetak
kembali oleh pemda tahun 2009.

Dengan adanya tulisan ini kiranya dapat menjadi salah satu upaya pelestarian bahasa-
bahasa yang ada di Kabupaten Poso agar dapat bertahan dan dapat digunakan dari generasi ke
generasi selanjutnya. Selain itu, dengan mengetahui hubungan kekerabatan antar ketiga bahasa,
kiranya dapat mempererat rasa persaudaraan di antara para penutur bahasa-bahasa tersebut. Hal
ini akan dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan yang lebih baik. Tidak hanya itu, besar
harapan kami dengan adanya tulisan ini dapat memberi kontribusi bagi terciptanya hubungan
yang harmonis bagi para pemakai bahasa yang ada di Kabupaten Poso.

LANDASAN TEORI

Kekerabatan Bahasa
Kridalaksana (2008:116) dalam Kamus Linguistik mengatakan kekerabatan adalah
hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber bahasa induk yang sama
yang disebut bahasa purba. Kekerabatan dalam istilah linguistik diartikan sebagai hubungan
antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2008:23). Bahasa
berkerabat adalah bahasa yang memiliki hubungan antara bahasa yang satu dengan yang lain.
Hubungan ini bisa jadi merupakan asal dari induk yang sama sehingga terdapat kemiripan atau
karena adanya ciri-ciri umum yang sama. Dalam hal bahasa, kemiripan ini terlihat dari segi
fonologi, morfologi, dan sintaksis.

Hakikat Tingkat Kekerabatan


Tingkat kekerabatan menunjukkan adanya persamaan yang jelas antara kata-kata dari
berbagai bahasa/dialek yang berbeda-beda melalui pengelompokan sesuai kategori tingkat
kekerabatan, karena pada hakekatnya bahasa-bahasa itu berhubungan satu dengan yang lain.
Tingkat kekerabatan merupakan ukuran kedekatan antara satu bahasa dan bahasa yang lainnya.
Jenis Kekerabatan
Keraf (1991:128) mengemukakan empat jenis kekerabatan bahasa. Sepasang bahasa akan
dikatakan berkerabat apabila memenuhi salah satu indikator kekerabatan tersebut. Empat jenis
kekerabatan yang dikemukakan oleh Keraf adalah sebagai berikut:
a) Identik
Pasangan kata yang identik adalah pasangan kata yang semua fonemnya sama betul,
misalnya:
Gloss Batak Toba Batak Simalungun
saya au au
ini on on
siapa ise ise

b) Korespondensi Fonemis
Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal-balik dan teratur,
serta tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap
berkerabat.
Gloss Batak Toba Batak Simalungun
sini dison ijon
sedikit saotik otik
kapan andigan attigan

c) Kemiripan secara fonetis


Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu
mengandung korespondensi fonemis tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan
secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama maka pasangan itu dapat dianggap sebagai
kata kerabat. Misalnya dalam bahasa Sikka dan Lio.
Gloss Sikka Lio
gigi niu ni’i
kaki wai ha’i

d) Satu fonem berbeda


Bila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan
bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Sedangkan dalam
bahasa lain pengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat
ditetapkan sebagai kata kerabat asal segmennya cukup panjang.
Gloss Batak Toba Batak Simalungun
anjing biang baiang

Pendekatan Leksikostatistik
Salah satu pendekatan kajian linguistik historis komparatif adalah leksikostatistik.
Leksikostatistik awal kehadirannya sekitar tahun 1950 oleh Morris Swadesh dan dibantu oleh
Robert Less, yang dipergunakan untuk menetapkan kekerabatan bahasa-bahasa, membuat
pengelompokan bahasa-bahasa sekerabat (subgrouping), dan yang terakhir untuk menetapkan
waktu berpencarnya bahasa-bahasa berkerabat dari bahasa purbanya dengan dasar kajian ilmu
statistik terhadap kosa kata dasar (basic vocabulary) (Ibrahim dalam Keraf, 1991:63). Menurut
Keraf (1991:121) leksikostatistik adalah pengelompokan bahasa yang cenderung mengutamakan
peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik dan kemudian berusaha menetapkan
pengelompokan itu berdasarkan presentase kesamaan dan perbendaan suatu bahasa dengan
bahasa lain.

Korespondensi dan Variasi


Korespondensi adalah perubahan bunyi yang muncul secara teratur. Dari aspek linguistik,
korespondensi terjadi dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan dari aspek geografi
korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama. Variasi adalah perubahan bunyi yang
muncul secara sporadis (tidak teratur). Dari segi linguistik, variasi terjadi bukan karena
persyaratan linguistic tertentu dan dari segi geografi, variasi terjadi jika daerah sebaran
geografisnya tidak sama.
Jauh sebelum ahli-ahli sanggup menetapkan tahap-tahap diferensial bahasa, Edward Sapir
telah berhasil menentukan hubungan kronologis dari unsur-unsur kebudayaan dengan
mempergunakan data-data linguistik. Penetapan itu didasarkan atas asumsi dasar (basic
assumption) yang mengatakan bahwa perubahan bunyi dan pergeseran makna dalam suatu
jangka waktu yang lama telah mengaburkan morfem asli (Keraf 1991:122). Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, peneliti dapat menarik simpulan bahwa leksikostatistik adalah suatu
pendekatan untuk melakukan pengelompokan bahasa dan mengetahui persentase kekerabatan
dan usia bahasa dari tingkat kemiripan dan kesamaan bahasa-bahasa yang diteliti

PEMBAHASAN
Sebuah pasangan kata akan dinyatakan sebagai kata kerabat jika memenuhi salah satu
ketentuan berikut:
1. Pasangan itu identik
Pasangan kata yang identik adalah pasangan kata yang semua fonemnya sama betul. Berikut
ini akan disajikan dari ketiga bahasa yang diteliti.
Bahasa Pamona dan Bahasa Bada
Gloss Pamona Bada
‘abu’ awu awu
‘anak’ ana ana’
‘batu’ watu watu
Bahasa Pamona dan bahasa Napu
Gloss Pamona Napu
‘abu’ awu awu
‘alir’ moili moili
‘batu’ watu watu

Bahasa Bada dan bahasa Napu


Gloss Bada Napu
‘abu’ awu awu
‘apa’ apa apa
‘api’ api api

2. Pasangan kata yang memiliki korespondensi fonemis


Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal balik dan teratur, serta
tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap
berkerabat. Dalam hubungan ini okurensi fonem-fonem yang menunjukkan korespondensi itu
dapat mengikutsertakan gejala-gejala kebahasaan lain yang disebut ko-okurensi.
Gloss Bahasa Pamona Bahasa Bada
‘alir’ moili ili
‘apung’ molanto nanto
‘asap’ rangasu ranahu

3. Kemiripan secara fonetis


Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu mengandung
korespondensi fonemis, tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan secara
fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama, maka pasangan itu dapat dianggap sebagai kata
kerabat. Yang dimaksud dengan mirip secara fonetis adalah bahwa ciri-ciri fonetisnya harus
cukup serupa sehingga dapat dianggap sebagai alofon.
Gloss Bahasa Pamona Bahasa Bada
‘baru’ wo’u dawo’u
‘beri’ wai we’i
‘cuci’ wuso’i baho’i
Gloss Bahasa Pamona Bahasa Napu
‘anak’ ana anangkoi
‘apung’ molanto nanto
‘bunuh’ pepate rapapate

Gloss Bahasa Bada Bahasa Napu


‘alir’ ili moili
‘anak’ ana anangkoi
‘bagaimana’ nu’umba noumba

4. Satu fonem berbeda


Bila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa
perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa
lain pengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat ditetapkan
sebagai kata kerabat, asal segmennya cukup panjang.
Gloss Bahasa Pamona Bahasa Bada
‘anjing‘ asu ahu
‘api’ apu api
‘belah’ bira bika

Gloss Bahasa Pamona Bahasa Napu


‘api’ apu api
‘baring’ moturu maturu
‘bulan’ wuya wula

Gloss Bahasa Bada Bahasa Napu


‘air’ uwai owai
‘bagaimana’ nu’umba noumba
‘bapak’ ama uma

PENUTUP
Berdasarkan perbandinagn ketiga bahasa tersebut, ditemukan bahwa bahasa Pamona dan bahasa
Bada memiliki tingkat kekerabatan yang rendah, begitu juga dengan bahasa Pamona dan bahasa
Napu, bahasa Bada dan bahasa Napu. Meski demikian, ini menunjukkan bahwa kedua bahasa itu
merupakan bahasa yang berkerabat. Kesimpulan ini didukung oleh adanya bukti kesamaan
kosakata atau fonem dengan kriteria pasangan identik, pasangan berkorespondensi fonemis, dan
pasangan kata yang memiliki satu fonem berbeda melalui perubahan bunyi vokoid dan kontoid.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Keraf, Gorys. 1991. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Gramedia Pustaka utama.
 

Anda mungkin juga menyukai