Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Teori-Teori Kebudayaan dan Implikasinya pada Pendidikan

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sosiologi Antropologi Pendidikan

Dosen Pengampu:

Agus Setyawan, S. TH.I, M.S.I

Disusun oleh:

1. Dedik Nugroho 201200041


2. Deni Sulistyowati 201200042

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayahnya
kepada kita, sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori-Teori
Kebudayaan dan Implikasinya pada Pendidikan” dengan baik dan tepat pada waktunya. Sholawat
serta salam tidak lupa senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad
SAW yang telah menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah seperti sekarang
ini, kepada para sahabat dan keluarga beliau, kepada para ulama dan orang saleh yang mengikuti
jejak beliau, dan semoga kita diakui sebagai umat beliau dan mendapatkan syafa’atnya di hari
kiamat. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Selanjutnya, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Sosiologi Antropologi Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang materi teori-teori kebudayaan dan implikasinya pada pendidikan
bagi pembacanya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Setyawan, S. TH.I, M.S.I selaku
dosen mata kuliah Sosiologi Antropologi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini, sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi kami. Disini kami juga mengucapkan terima
kasih bagi semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.

Disini kami menyadari bahwasanya makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun selalu dinantikan guna
menyempurnakan makalah ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Ponorogo, 2 September 2022


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii

BAB I..........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................................1

A. Latar belakang...............................................................................................................................1

B. Rumusan masalah..........................................................................................................................2

C. Tujuan............................................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3

A. Pengertian kebudayaan.................................................................................................................3

B. Teori-teori kebudayaan.................................................................................................................5

a. Pandangan superorganis...........................................................................................................5

b. Pandangan konseptualis............................................................................................................6

c. Pandangan realis........................................................................................................................7

C. Implikasi teori-teori kebudayaan pada pendidikan....................................................................8

BAB III.....................................................................................................................................................10

PENUTUP................................................................................................................................................10

A. Kesimpulan..................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kebudayaan adalah suatu aset yang dimilik oleh suatu negara, yang mana terdiri
dari berbagai macam suku dan adat istiadat yang dimiliki. Kebudayaan bukan hanya
milik perseorangan, akan tetapi kebudayaan ada muncul dari suatu kelompok. Yang mana
kebudayaan tersebut merupakan simbol yang memiliki arti sendiri. Maksudnya,
pengolahan pikiran yang memungkinkan untuk memberikan kode dari sesuatu yang telah
hadir dihadapan kita. Kebudayaan tidak selalum sesuatu yang dapat diamati indera dan
dinikmati keestetikannya, namun apapun yang hadir di sekitar kita adalah bagian dari
kebudayaan yang datang secara berkelanjutan. Kebudayaan juga bukan sekumpulan yang
terpisah antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi kebudayaan merupakan satu
kesatuan dari banyaknya hal yang ada dalam kehidapan masyarakat. Sebagian dari kita
mengartikan kebudayaan dapat diartikan sebagai seluruh sistem berpikir, nilai, moral,
norma, dan keyakinan manusia yang dihasilkan pada masyarakat. Ini semua merupakan
hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungannya.
Kebudayaan ini bisa berkembang karena disampaikan oleh generasi ke generasi
yang mana berasal dari kurun waktu ke waktu se;anjutnya. Kebudayaan dipelajari oleh
generasi penerus dari generasi sebelum-sebelumnya. Tentunya ada proses penyampaian
kebudayaan dan ada proses memperoleh kebudayaan. Dari generasi satu yang
mengajarkan atau memindahkan kebudayaan dan generasi lainnya belajar dan menerima
kebudayaan itu. Oleh karena itu memahami hal yang berkaitan dengan hakikat
kebudayaan itu sangatlah penting, terutama bagi orang-orang yang bergerak dalam dunia
pendidikan dan orang-orang yang membuat kebijakan pendidikan pada umumnya.
Secara sosiologi pendidikan merupakan warisan atau peninggalan budaya dari
generasi ke generasi, hal ini dilakukan agar tetap berlangsungnya kehidupan masyarakat
dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Dengan ini kebudayaan itu sendiri
merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari dan
hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur budaya.
Sejauh ini pendidikan bertugas menyiapkan generasi-generasi penerus agar
mempersiapkan dirinya untuk memelihara hasil-hasil kebudayaannya. Selain itu juga
untuk menyesuaikan diri kepada hal-hal yag dapat diantisipasikan di dalam maupun d
luar kebudayaan. Dengan demikian makalah ini sangat penting, sedikit banyaknya
wawasan yang digunakan sebagai bahan bacaan khususnya pada generasi penerus, agar
mampu mengetahui tentang teori-teori kebudayaan dan implikasinya dalam pendidikan.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan?
2. Apa saja teori-teori kebudayaan?
3. Bagaimana implikasi teori-teori kebudayaan pada pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kebudayaan
2. Untuk mengetahui teori-teori kebudayaan
3. Untuk mengetahui implikasi teori-teori kebudayaan pada pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kebudayaan

Dalam literatur antropologi terdapat tiga istilah yang bisa jadi semakna
dengan budaya, yaitu cultur, civilization, dan kebudayaan. Cultur yang berarti
memelihara, mengerjakan, ataupun mengolah. Civilization yang berasal dari kata
civis, yang memiliki arti warga negara. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan
merupakan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Selain itu, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu kata


buddayah, jamak dari kata budhi, yang memiliki arti budi atau akal. Jadi
kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan-
kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.1

Menurut S. Takdir Alisyahbana:


1. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari
unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni,
hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat;
2. Kebudayaan adalah warisan sosial atau biasa disebut dengan tradisi;
3. Kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia
4. Kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-
cara menyelesaikan persoalan;
5. Kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia;
6. Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.

1
Disusun Oleh, “MAKALAH SOSIOANTROPOLOGI PENDIDIKAN TEORI KEBUDAYAAN DAN IMPLIKASINYA PADA
PENDIDIKAN” (n.d.): 5.
Menurut Mohammad Hatta kebudayaan adalah perbuatan yang merombak dan
membentuk alam itu menjadi penghidupan yang lebih tinggi.2 Yang mana
perbuatan merombak dan membentuk alam itu merupakan perbuatan dan kerja
manusia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan sempurna. Dalam
pandangan Mohammad Hatta kebudayaan memiliki dua bentuk, yaitu pertama,
sivilisasi. Merupakan bentuk kebudayaan yang menitik beratkan aspek rohani.
Dan yang kedua, peradaban. Artinya memiliki pertahanan diri dari desakan
kebudayaan asing sekaligus memiliki kemampuan menyaring dan menyesuaikan
kebudayaan asing dengan kebudayaan sendiri.3

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah pikiran, karya dan hasil karya


manusia yang tidak berakar pada nalurinya, dan karenanya hanya bisa dicetuskan
setelah melalui proses belajar.4 Menurutnya, kebudayaan dapat digolongkan ke
dalam tiga kelompok, yaitu pertama, wujud ideal meliputi gagasan, nilai-nilai,
norma, peraturan, dan lainnya. Kedua, wujud sistem sosial, yang merupakan pola
kelakuan manusia dalam masyarakatnya. Ketiga, wujud fisik, yang merupakan
benda-benda hasil karya manusia, termasuk produk arsitektur.5

Sedangkan kebudayaan menurut Soewondo BS, adalah alat untuk memenuhi


kebutuhan. Jika kebudayaan sudah tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan, maka
dengan sendirinya kebudayaan akan hilang. Jadi, kebudayaan mendasari dan
mendorong terwujudnya suatu kelakuan sebagai pemenuhan kebutuhan yang
timbul. Dan menurut Van Peursen kebudayaan adalah endapan dari kegiatan dan
karya manusia.6

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah


semua hasil karya, raa, dan cipta masyarkat. Karya masyarakat yang
menghasilkan teknologi dan kebendaan yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya diabadikan untuk

2
Ahmad Syauqi Fuady, “RELEVANSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN MOHAMMAD HATTA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
DI INDONESIA” 11 (2020): 18.
3
Ibid.
4
M Syaom Barliana, “PENGANTAR ARSITEKTUR PERUMAHAN” (n.d.): 5.
5
Ibid.
6
Ibid.
keperluan masyarakat. Dengan demikian, kebudayaan pada dasarnya merupakan
hasil karya, rasa dan cita-cita manusia. Indikator budaya adalah pertama, suatu
ide, gagasan, nilai-nilai, dan norma-norma peraturan. Dan yang kedua adalah
sebagai suatu aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam sebuah komunitas
masyarakat. Dan yang ketiga, yaitu benda-benda hasil karya manusia.

B. Teori-teori kebudayaan
Ada beberapa pandangan tentang kebudayaan yaitu, pandangan superorganis,
pandangan kaum konseptualis, dan pandangan realis.
a. Pandangan superorganis
Manusia telah berevolusi dalam jangka waktu kurang lebih 4 juta tahun.
Pada saat muncul di muka bumi, sudah ada benih-benih kebudayaan, bahasa
sebagai alat komunikasi yang berkembang menjadi sistem pembagian kerja,
serta interaksi anatar warga kelompok menjadi rumit.7 Pada dasarnya inti dari
pandangan ini, yaitu kebudayaan merupakan realitas super dan ada di atas dan
di luar pendukung individualnya dan kebudayaannya punya hukum-hukum
tersendiri. Kebudayaan tidak mungkin dijelasan dengan menggunakan
sumbernya sebagaimana sebuah molekul dimengerti hanya dengan jumlah
atom-atomnya.
Pandangan superorganis berimplikasi pada pendidikan, yaitu pendidikan
merupakan sebuah proses melalui mana kebudayaan mengontrol orang dan
membentuknya sesuai dengan tujuan kebudayaan. Bukan masyarakat yang
mengontrol kebudayaan melalui pendidikan. Namun, pendidikan baik
informal maupun foral adalah proses membawa tiap-tiap generasi baru ke
bawah pengontrolan sistem budaya. Selain itu, pandangan ini juga
berimplikasi pada pengawasan pendidikan yang etat dari pemerintah untuk
menjamin bahwa para pendidik menanamkan dalam diri generasi muda
berupa gagasan-gagasan, sikap-sikap, dan keterampilan yang diperlukan bagi
berlangsungnya kebudayaan yang telah ada.
Menurut pandangan superorganis, perilaku manusia ditentukan secara
budaya. Anggap saja bahwa individu memungkinkan adanya kebudayaan.
7
Pratiwi Wahyu Widiarti, “Budaya dari tinjauan Anthropologi” (n.d.): 121.
Maksudnya dengan adanya individu budaya itu ada, dan disini individu itu
sebagai pendukung. Namun, bukan berarti bahwa individu itu menjadi sebab
perilakunya sendiri seperti halnya pelaku sebuah sandiwara memutuskan apa
yang harus mereka pertontonkan.kebudayaan disini akan mengontrol
kehidupan anggotanya, dengan hal ini individu tidak lain ekspresi sebuah
tradisi supra bilogi dalam bentuk fisik. Maksudnya, orang dapat menguasai
aspek-aspek tertentu alam fisik hanya karena dia ada di luarnya, setelah
memunculkan semacam kesatuan, yaitu kebudayaan tidak lagi seluruhnya
tunduk kepada hukum alam.
Terdapat beberapa analisi kritis terhadap pandangan superorganis ini.
Pertama, F Boas mengatakan bahwa kebudayaan tidak bergerak sendiri,
namun meupakan ciptaan individu-individu yang hidup bersama. Kebudayaan
bukanlah sebuah entitas yang mistis. Kedua, pandanagn ini boleh dikritik,
karena memisahkan kebudayaan dari manusia yang membangunnya. Ketiga,
orang juga bisa keberatan bahwa individu pada satu pihak, dan kebudayaan
dilihat sebagi seperorganis pada pihak lain, tidak bisa dibandingkan, dan oleh
karena itu, kemudian tidak bisa berinteraksi. Karena dengan cara bagaimana
seacra empiris dapat ditentukan bahwa realitas superorganik masuk ke dalam
kehidupan seseorang dan membentuk perilakunya. Yang terakhir yaitu ke
empat, keberatan utama adalah bahwa walaupun kebudayaan menentukan
banyak dari bentuk da isi dari perilaku individu, kebudayaan tidak
menentukan perilaku secara keseluruhan.8
b. Pandangan konseptualis
Menurut kaum konseptualis, pada akhirnya semua kebudayaan harus
dijelaskan secara sosial psikologis. Dikarenakan mereka memandang
kebudayaan sebagai kualitas perilaku manusia dan bukan entitas yang berdiri
sendiri, para pengikut pandangan konseptualis ini setuju dengan pandangan
bahwa anak-anak harus mempelajari warisan budaya sesuai dengan
perhatiannya. Anak-anak harus membangun gambaran sendiri tentang
kebudayaan berdasarkan pengalamannya sendiri.

8
“Menginspirasik.Blogspot.Com-TEORI KEBUDAYAAN DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN.Pdf,” n.d.
Meskipun seperti itu, kaum konseptualis ini tidak menyokong pandangan
golongan subjektivis. Yang mana anak-anak harus belajar semata-mata hanya
kalau semangatnya mendorongnya. Kebudayaan seperti itu mungkin bukan
sebuah realitas yang absolut, akan tetapi kebudayaan tersebut terdiri dari
banyak pola perilaku terhadap individu yang menyesuaikan diri, sama seperti
orang lain. Oleh karean itu individu juga harus mempelajarinya, dan tidak
hanya belajar apa yang disukai saja. Tidak ada kaum konseptualis yang
mengharapkan sekolah sebagai alat untuk perubahan sosial.
Namun demikian, banyak kaum konseptualis akan setuju walaupun
sekolah mungkin tidak sanggup merubah kebudayaan, tetapi sekolahlah yang
paling tidak dapat berbuat banyak untuk menciptakan opini yang kondusif
bagi perubahan, sebuah iklim yang perlu jika individu yang inovatif harus
mendapatkan pengikut dan dengan demikian akan menggerakkan pola baru
dan permanen.9
Disisi lain, pengikut pandangan ini tidak setuju tentang sejauh mana
individu dapat mepengaruhi budaya. Beberapa orang seperti Herkovits
menerangkan bahwa semua pola budaya akhirnya dalam bentuk perilaku
individu.10 Sedangkan Kroeber, orang yang keberatan terhadap posisi
konseptualis, mempertahankan bahwa jauh lebih muda untuk menerangkan
pola budaya dengan menggunakan pola budaya lain.11
c. Pandangan realis
Pandangan ini lebih dekat dengan pandangan aliran-aliran pemikiran
pendidikan yang terpercaya kepada penyesuaian anak-anak terhadap realita
objektif, baik alamiah maupun budaya, dengan menanamkan pengetahuan,
nilai-nilai, dan keterampilan tertentu yang telah dipilih oleh kebudayaan
mereka.12
Lebih berempati dibandingkan dengan kaum konseptualis, kaum realis
menginginkan sistem pendidikan yang akan melatih individu untuk

9
Ibid.
10
“Abiavisha.Blogspot.Com-TEORI KEBUDAYAAN DAN IMPLIKASINYA PADA PENDIDIKAN.Pdf,” n.d.
11
Ibid.
12
“Pdf-Teori-Kebudayaan-Dan-Implikasinya_compress.Pdf,” n.d.
menimbang dan merubah kebudayaan mereka berdasarkan nilai-nilai dasar
mereka. Banyak pendidik tradisional untuk mencapai tujua ini dengan
mendidik generasi muda tentang apa yang dianggap kebenaran dan nilai yang
permanen, dengan menggunakan nilai-nilai yang ini generasi muda daapt
mengatakan perubahan sosial apa yang harus mereka bantu, hindari atau
bahkan gerakan.13
Golongan tradisional lain juga menganjurkan pendidikan ilmiah, yang
berguna bagi generasi jika mereka harus memilih tujuan-tujuan yang diizinkan
oleh kebudayaan yang ada, dan jika mereka akan menggunakan hukum-
hukum kebudayaan yang mereka ketahui untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut.
C. Implikasi teori-teori kebudayaan pada pendidikan
Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya.
Transfer nilai-nilai budaya dimiliki paling efektif adalah melalui proses
pendidikan. Keduanya sangat erat hubungannya, karena saling melengkapi antara
satu dengan yang lainnya. Pendidikan merupakan salah satu usaha masyarakat
dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan
kehidupan yang lebih baik di masa deoan. Keberlangsungan itu ditadai oleh
pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa.
Dengan demikian, upaya untuk mengembangkan potensi peserta didik itu tidak
boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik, terutama lingkungan budayanya,
karena peserta didik hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan bertindak
sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya.
Dari pandangan superorganis dapat dilihat mengenai implikasinya pada
pendidikan yaitu:
a. Pendidikan merupakan proses dimana kebudayaan mengontrol orang dan
membentuknya sesuai dengan tujuan kebudayaan, sebagai alat yang
digunakan masyarakat untuk melaksanakan kegiatannya dalam mencapai
tujuan;

13
“Menginspirasik.Blogspot.Com-TEORI KEBUDAYAAN DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN.Pdf.”
b. Berimplikasi pada pengawasan pendidikan yang ketat dari pemerintah untuk
menjamin para pendidik agar menanamkan diri pada generasi penerus tentang
gagasan-gagasan, sikap-sikap, dan keterampilan yang perlu untuk
keberlangsungan kebudayaan yang telah ada;
c. Apabila perilaku masyarakat ditentukan oleh kebudayaan, maka kurikulum
sekolah yang merupakan salah satu instrumen dalam pendidikan, juga harus
dikembangkan atas kajian langsung dan kebudayaan sekarang dan masa yang
akan datang.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cita-cita manusia. Indikator budaya
adalah pertama, suatu ide, gagasan, nilai-nilai, dan norma-norma peraturan. Kedua, sebagai
suatu aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam sebuah komunitas masyarakat. Dan yang
ketiga, yaitu benda-benda hasul karya manusia.

Teori-teori kebudayaan ada tiga yaitu, pandangan superorganisme, pandangan


konseptualis, dan pandangan realis. Pandangan superorganis, kebudayaan adalah realitas
super dan ada diatas, serta diluar pendukung individunya dan kebudayaan itu punya hukum-
hukumnya sendiri. Menurut pandangan konseptualis, kebudayaan adalah bukanlah suatu
entitas sama sekali, tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk menghimpun
serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah. Dan yang terakhir menurut pandangan realis,
kebudayaan adalah kedua-duanya, yaitu sebuah konsep dan sebuah entitas empiris.
Kebudayaan adalah entitas empiris, karena konsep ini menunjukkan cara sebenarnya
fenomena-fenomena tertentu diorganisasikan.

Terkait dengan implikasinya pada pendidikan, yaitu: pertama, pendidikan adalah


sebuah proses dimana kebudayaan mengontrol orang dan membentuknya sesuai dengan
tujuan kebudayaan. Kedua, berimplikasi pada pengawasan pendidikan yang ketat dari
pemerintah. Dan yang ketiga, jika perilaku masyarakat ditentukan oleh kebudayaan, maka
kurikulum sekolah harus dikembangkan atas kajian langsung dan kebudayaan sekarang dan
di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Barliana, M Syaom. “PENGANTAR ARSITEKTUR PERUMAHAN” (n.d.): 5.

Fuady, Ahmad Syauqi. “RELEVANSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN MOHAMMAD HATTA


TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA” 11 (2020): 18.

Oleh, Disusun. “MAKALAH SOSIOANTROPOLOGI PENDIDIKAN TEORI KEBUDAYAAN


DAN IMPLIKASINYA PADA PENDIDIKAN” (n.d.): 5.

Widiarti, Pratiwi Wahyu. “Budaya dari tinjauan Anthropologi” (n.d.): 121.

“Abiavisha.Blogspot.Com-TEORI KEBUDAYAAN DAN IMPLIKASINYA PADA


PENDIDIKAN.Pdf,” n.d.

“Menginspirasik.Blogspot.Com-TEORI KEBUDAYAAN DAN IMPLIKASINYA DALAM


PENDIDIKAN.Pdf,” n.d.

“Pdf-Teori-Kebudayaan-Dan-Implikasinya_compress.Pdf,” n.d.

Anda mungkin juga menyukai