September
Tujuan dilakukan pembantaian tersebut untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah dan mengganti negara
Indonesia menjadi negara komunis.
Latar Belakang
G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi
Nasionalisme, Agama, dan Komunisme yang
berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin
diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah
kekuasaan Presiden Soekarno.
Buntut dari peristiwa tersebut berpuncak pada 1 Oktober 1965, sebuah operasi yang dikenal dengan operasi
penumpasan G30S PKI yang dipimpin oleh Panglima Kostrad dengan bantuan beberapa pasukan seperti
Divisi Siliwangi, Kaveleri, dan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) di bawah pimpinan
Kolonel Sarwo Edhi Wibowo.
Ketujuh jenazah jenderal ditemukan pada 3 Oktober 1965 dan pengangkatan jenazah dilakukan keesokan
harinya. Pada 5 Oktober 1965, seluruh korban dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Revolusi.
Korban
Korban dari pembantaian tersebut adalah:
1. Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal TNI Raden Suprapto
3. Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo
Haryono
4. Mayor Jenderal TNI Siswondo Parman
5. Brigadir Jenderal TNI Donald Isaac
Panjaitan
6. Brigadir Jenderal TNI Sutoyo Siswomiharjo
7. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean
Pascakejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI
di jalan Merdeka Barat dan kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI
menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan
Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.
Di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, PKI membunuh Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono. Pada tanggal 1
Oktober 1965, Soekarno dan sekretaris jenderal PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para
“pemberontak” dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Soekarno mengimbau rakyat untuk menciptakan “persatuan nasional”, yaitu persatuan antara
angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan.
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Soekarno melantik Mayjen Soeharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di
Istana Negara.
Kutipan amanat presiden Soekarno kepada Soeharto pada saat Soeharto bersumpah.
“Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan
kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan daripada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata
daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali
berdiri di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip
Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.Manipol-USDEK telah ditentukan oleh
lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK
ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus dijunjung tinggi, dijalankan,
dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian
Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita semuanya, maka barulah
revousi kita bisa jaya.
Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan
engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu
beserta kita dan beserta engkau!”
Upaya yang dilakukan
Upaya pemerintah mengatasi G30S PKI adalah:
1. Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Kostrad segera mengambil langkah-langkah untuk memulihkan keamanan
Ibu Kota.
2. Menyelamatkan dua objek vital, yaitu Gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi.
3. Operasi Penumpasan dilanjutkan dengan sasaran Pangkalan Udara Utama/Lanuma Halim Perdanakusuma, yang
menjadi basis kekuatan G30S PKI. Operasi ini bertujuan untuk mencari tempat dan mengusut nasib jenderal yang
diculik.
TERIMAKASIH