Anda di halaman 1dari 2

1/

Dalam kuliah Sejarah politik, Dr. Hamdan Triatmaja M.Pd melontarkan pertanyaan
yang langsung tertuju kepadaku. Kurang lebih, bunyi pertanyaan Pak Hamdan tersebut
ialah Menurut kamu, kepemimpinan Pak Harto itu lebih banyak positifnya atau negatifnya?
tanpa pikir panjang, saat itu aku menjawab sangat negatif. Kemudian, Pak Hamdan
melanjutkannya dengan pertanyaan Apa sisi negatif Pak Harto?, kemudian aku menjawab
bahwa Pak Harto itu otoriter. Sebelum menimpali jawabanku tersebut, Pak Hamdan
melontarkan pertanyaan pertama kepada teman-teman laindan menghasilkan jawaban yang
beragam. Dengan bekal jawaban dari Rengganis yang menyatakan bahwa Pak Harto memiliki
sisi negatif dan postitifnya, Pak Hamdan berusaha membawa ruang kelas untuk mencoba
mengapresiasi beberapa buah karya Pak Hartoyang berpengaruh baik bagi banyak orang.
Setelah itu, Pak Hamdan mencoba menggiring teman-teman kelas untuk berpikiran bahwa
sikap dan pendirian otoriter, tidak selalu bernilai burukyang dengan itu, mencoba untuk
membalik jawaban aku tersebut.
Pak Hamdanyang juga merupakan Ketua Jurusan Sejarah, membeberkan sebuah
contoh sisi positif Pak Harto, yang sebenarnya cukup diragukan. Ia menjelaskan keberhasilan
Pemerintahan Soeharto dalam menekan angka kelahiranmelalui mekanisme program
Keluarga Berencana (KB) yang menurut Pak Hamdan, berdampak baik dan besar hingga saat
ini. Argumentasi ini, sebenarnya cukup cepat untuk mencuatkan pertanyaan dalam diriyang
sialnya tak sempat dipertanyakan, akibat dari terlalu lama menunggu waktu untuk memotong
pembicaraan dan penjelasan Pak Hamdan. Setidaknya, argumentasi Pak Hamdan tersebut
dapat dipertanyakan kembali dengan pertanyaan-pertanyaan kuantitatifyang bersamaan
dengan itu, menyeret pula keharusan penyajian data-data yang valid tentang apakah betul
program KB itu meresap dan diaplikasikan oleh segenap keluarga yang tumbuh di zamanzaman tersebut, atau berapakah presentase keluarga Indonesia yang tumbuh di era kebijakan

tersebut dan menuruti betul anjuran pemerintah untuk beranak tidak lebih dari dua.
Sayangnya, Pak Hamdan hanya bertutur kata, tanpa memberikan data riil sedikitpun.
Selepas memberi celotehan panjang tentang argumentasi mengenai sisi positif nya
Soeharto dan adanya sikap-sikap otoriter yang bernuansa untuk kebaikan, Pak Hamdan
kembali menoleh kepadakudan menambahkan beberapa argumennya untuk semakin
menekan jawabanku tadi. Ia menganggap bahwa aku yang menjawab jika Soeharto teramat
berpengaruh negatifyang terwakilkan oleh sifat-sikap Soeharto yang otoriter, lebih
dipengaruhi oleh kecenderungan keterpengaruhanku terhadap ideologi tertentu. Kemudian
Pak Hamdan menambahkan jika seorang sejarawan haruslah objektifdengan menimbang
jawaban Rengganis yang menyertai sisi positif-negatif dari Soeharto, dan tidak cenderung
subjektif sepertiku yang hanya menjawab negatif semata. Jawaban Pak Hamdan tersebut,
lantas membuat diri bergejolak dan ingin segera untuk membantah, sebari memberikan
beberapa contoh riil bahwa Soeharto memang berdimensi negatifdengan secuil dampak
positif yang telah ia perbuat.
Selepas pembahasan tersebut, Pak Hamdan berganti topik pembahasan dengan
menyasar beberapa peristiwa politik yang menjauh dari topik sebelumnya, dan menjauh dari
topik yang sedang kunanti untuk sekedar diberi timpalan dan sanggahan. Lama menanti, arah
pembahasan topik kian menjauh dan bahkan sama sekali tidak bertalian dengan politik
sebagai inti perkuliahan kali ini. Sepanjang pembahasan topik-topik lain tersebut, aku terus
menanti dengan modal kepercayaan bahwa Pak Hamdan, akan berhenti berbicara dan
melempar tawaran pertanyaan terhadap mahasiswanya. Namun apa yang dipercayaternyata
nihil dari kenyataan sebagai akibat dari habisnya jam perkuliahan. Atas dasar itu pula, Pak
Hamdan menutup pembahasannya dengan perkataan-perkataan khas para dosen dalam
mengakhiri perkuliahan. Dan akhirnya, aku pun gagal untuk mengeluarkan isi pikiran yang
terkandung dalam pikiran.

Anda mungkin juga menyukai