Pemimpin
• Kepala bagian
Konferensi Kepala Negara atau
pengambilan
Pemerintah Negara-negara Non-Blok[1]
keputusan
• Sekretaris jenderal Nicolás Maduro
1961, di Belgrade
Pendirian sebagai Conference of Heads of State of
Government of Non-Aligned Countries
Situs web resmi
csstc.org
Anggota-anggota penting di
antaranya Yugoslavia, India, Mesir, Indonesia, Pakistan, Kuba, Kolombia, Venezuela,
Afrika Selatan, Iran, Malaysia, dan untuk suatu masa, Republik Rakyat Tiongkok.
Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang dekat
seperti NATO atau Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah
mempunyai kedekatan yang diinginkan dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak
beraliansi salah satu negara-negara adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai
hubungan yang dekat dengan Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Atau India yang
bersekutu dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun. Lebih
buruk lagi, beberapa anggota bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya, seperti
misalnya konflik antara India dengan Pakistan, Iran dengan Irak. Gerakan ini sempat
terpecah pada saat Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun 1979. Ketika itu,
seluruh sekutu Soviet mendukung invasi sementara anggota GNB, terutama negara
dengan mayoritas muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama untuk
Afghanistan akibat adanya perjanjian nonintervensi.
Daftar isi
1 Sejarah
2 Pertemuan GNB
o 2.1 Prinsip dasar Non-Blok
2.1.1 Tempat dan tanggal KTT GNB
3 Sekretaris Jendral
4 Lihat pula
5 Referensi
6 Pranala luar
Sejarah
Kata "Non-Blok" diperkenalkan pertama kali [butuh rujukan] oleh Perdana Menteri
India Nehru dalam pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato itu,
Nehru menjelaskan lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
membentuk relasi Sino-India yang disebut dengan Panchsheel (lima pengendali).
Prinsip ini kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok. Lima prinsip
tersebut adalah:
Pertemuan GNB
Artikel utama: KTT Non-Blok
Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah
menjadi tuan rumah KTT GNB di antaranya Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri
Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan Malaysia.
Biasanya setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan
yang menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa
jabatan tiga tahun.
Pertemuan paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari 2003.
Namun, GNB kini tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak berakhirnya
Perang Dingin.
Sekretaris Jendral
Sekretaris Jendral Gerakan Non-Blok
Nama Asal negara Mulai Akhir
Josip Broz Tito Yugoslavia 1961 1964
Gamal Abdel Nasser Republik Arab Bersatu 1964 1970
Kenneth Kaunda Zambia 1970 1973
Houari Boumédienne Aljazair 1973 1976
William Gopallawa Sri Lanka 1976 1978
Junius Richard Jayewardene Sri Lanka 1978 1979
Fidel Castro Kuba 1979 1982
N. Sanjiva Reddy India 1982 1983
Zail Singh India 1983 1986
Robert Mugabe Zimbabwe 1986 1989
Janez Drnovšek Yugoslavia 1989 1990
Stipe Mesić Yugoslavia 1990 1991
Branko Kostić Yugoslavia 1991 1992
Dobrica Ćosić Yugoslavia 1992 1992
Soeharto Indonesia 1992 1995
Ernesto Samper Pizano Kolombia 1995 1998
Andrés Pastrana Arango Kolombia 1998 1998
Nelson Mandela Afrika Selatan 1998 1999
Thabo Mbeki Afrika Selatan 1999 2003
Datuk Seri Mahathir bin Mohammad Malaysia 2003 2003
Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi Malaysia 2003 2006
Fidel Castro Kuba 2006 2008
Raúl Castro Kuba 2008 2009
Hosni Mubarak Mesir 2009 2011
Muhammad Mursi Mesir 2011 2012
Mahmoud Ahmadinejad Iran 2012 2013
Hassan Rouhani Iran 2013 2016
Nicolás Maduro Venezuela 2016 sekarang
Lihat pula
Pada kesempatan kali ini akan membahas tentang pengertian gerakan non blok, sejarah
berdirinya gerakan non blok, latar belakang gerakan non blok, tujuan gerakan non blok, peran
indonesia dalam gerakan non blok serat tokoh gerakan non blok. Baiklah langsung saja kita
bahas Pengertian, Sejarah, Latarbelakang dan Tujuan Gerakan Non Blok.
Pengerian Gerakan Non Blok
Non-Aligned Movement (NAM) / Gerakan Non-Blok (GNB) adalah sebuah organisasi
internasional yang terdiri dari lebih dari 120 negara-negara yang tidak menganggap dirinya
bergabung / beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar manapun.
Baca Juga
5. Menjaga perdamaian
Gamal Abdul Nasser (kiri), Josip Broz Tito (tengah) dan Jawaharlal Nehru (kanan) saat
konferensi Gerakan Non Blok di Belgrade (1961)
Gerakan Non-Blok sendiri beawal dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika /
Konferensi Asia Afrika yaitu sebuah konferensi yang diadakan di Bandung, pada tahun 1955. Di
sana, negara-negara yang tidak berpihak pada blok manapun mendeklarasikan keinginan mereka
untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi blok Barat dan blok Timur. Pendiri / Tokoh
Gerakan Non Blok ini adalah 5 pemimpin dunia, yaitu:
Josip Broz Tito presiden Yugoslavia
Soekarno presiden Indonesia
Pandit Jawaharlal Nehru perdana menteri India
Gamal Abdul Nasser presiden Mesir
Kwame Nkrumah dari Ghana.
Kemudian Gerakan ini dicanangkan pertamakali dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang
diselenggarakan pada tahun 1961 di Beograd (Belgrade), Yugoslavia. Saat itu konfensi ini
dihadiri 25 negara dari berbagai belahan dunia yakni Yugoslavia (sebagai tuan
rumah), Indonesia, India, Afghanistan, Algeria, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri Lanka, Kongo,
Kuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Arab
Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, dan Tunisia.
Dengan didasari oleh semangat Dasa Sila Bandung, maka pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) yang diselenggarakan pada tahun 1961 di Beograd dibentuklah Gerakan Non Blok oleh
Josep Broz Tito (Presiden Yugoslavia saat itu). Hasil dari konferensi tersebut juga
mendaulat Josip Broz Tito sebagai Pimpinan pertama dalam Gerakan Non-Blok.
Baca Juga : 12 Pahlawan Nasional Yang Berpengaruh Dalam Sejarah & Kemerdekaan Indonesia
Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961, serangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non
Blok telah diselenggarakan yaitu di Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota
yang hadir kebanyakan dari negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian di
Lusaka, Zambia (1970), Algiers, Aljazair (1973), Kolombo, Srilangka (1976), Havana, Cuba
(1979), New Delhi, India (1983), Harare, Zimbabwe (1986), Beograd, Yugoslavia (1989),
Jakarta, Indonesia (1992), Cartagena de Indias, Kolombia (1995), Durban, Afrika Selatan (1998),
Kuala Lumpur, Malaysia (2003), Havana, Kuba (2006), Sharm el-Sheikh, Mesir (2009),
Teheran, Iran (2012) dan terakhir di Karakas, Venezuela pada tahun 2015.
Gerakan ini sempat kehilangan kredibilitasnya pada akhir tahun1960-an ketika anggota-
anggotanya mulai terpecah dan bergabung pada salah satu Blok, terutama Blok Timur. Sehingga
muncul pertanyaan bagaimana sebuah negara yang bersekutu dengan Uni Soviet seperti Kuba
bisa mengklaim dirinya sebagai negara non blok. Atau kasus dimana India yang bersekutu
dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun. Lebih buruk lagi, beberapa
anggota gerakan non blok bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya, seperti misalnya
konflik antara Iran dengan Irak dan Pakistan dengan India.
Gerakan ini kemudian terpecah sepenuhnya pada tahun 1979 ketika terjadi invasi Uni Soviet
terhadap Afghanistan. Saat itu, seluruh sekutu Soviet mendukung invasi sementara anggota
GNB, terutama negara dengan mayoritas muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama
untuk Afghanistan akibat adanya perjanjian nonintervensi.
Dimana tujuan dari gerakan non blok diatas dapat kita jabarkan kedalam 3 poin utama, yaitu:
1. Turut serta meredakan ketegangan dunia akibat perebutan pengaruh Amerika Serikat
(Blok Barat) dan Uni Soviet (Blok Timur) dalam perang dingin.
2. Membendung pengaruh negatif baik dari Blok Barat maupun Blok Timur ke negara-
negara anggota Gerakan Non-Blok.
3. Mengembangkan rasa solidaritas di antara negara anggota. Caranya dengan membantu
perjuangan negara-negara berkembang dalam mencapai persamaan, kemerdekaan, dan
kemakmuran.
Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang anggotanya saling komunikasi
dan memiliki kedekatan seperti NATO / Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah
mempunyai kedekatan yang diinginkan dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak beraliansi
salah satu negara-negara adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai hubungan yang dekat
dengan Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Atau India yang bersekutu dengan Uni Soviet
untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun.
Selain peran serta yang telah dijelaskan diatas, Berbagai Peran serta Indonesia dalam
Gerakan Non Blok dapat dijelaskan dalam beberapa poin dibawah ini:
1. Sebagai salah satu negara pemrakarsa, Hal tersebut karena Gerakan Non Blok sendiri
bermula dari sebuah Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung, pada tahun 1955.
2. Sebagai salah satu negara pengundang pada Konferensi Tingkat Tinggi GNB yang
pertama, Hal ini karena indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar
mengundang / mengajak negara lain untuk bergabung kedalam GNB.
3. Pernah menjadi ketua GNB pada tahun 1992 - 1995. Pada saat itu (1-6 September 1992)
Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggara KTT X GNB di Jakarta. Peserta yang
menghadiri KTT X GNB berjumlah 106 negara.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka keberadaan Gerakan Negara Negara Non Blok secara tegas
mengacu pada hasil-hasil kesepakatan dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun
1955. Penggunaan istilah bangsa-bangsa non blok atau "tidak memihak" adalah pernyataan
bersama untuk menolak melibatkan diri dalam konfrontasi ideologis antara blok Barat dan
Timur. Lebih lanjut, bangsa-bangsa yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok lebih
memfokuskan diri pada upaya perjuangan kemerdekaan nasional, menghapuskan kemiskinan dan
mengatasi keterbelakangan di berbagai bidang.
Pada kesempatan kali ini akan membahas tentang pengertian gerakan non blok, sejarah
berdirinya gerakan non blok, latar belakang gerakan non blok, tujuan gerakan non blok, peran
indonesia dalam gerakan non blok serat tokoh gerakan non blok. Baiklah langsung saja kita
bahas Pengertian, Sejarah, Latarbelakang dan Tujuan Gerakan Non Blok.
Baca Juga
5. Menjaga perdamaian
Gamal Abdul Nasser (kiri), Josip Broz Tito (tengah) dan Jawaharlal Nehru (kanan) saat
konferensi Gerakan Non Blok di Belgrade (1961)
Gerakan Non-Blok sendiri beawal dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika /
Konferensi Asia Afrika yaitu sebuah konferensi yang diadakan di Bandung, pada tahun 1955. Di
sana, negara-negara yang tidak berpihak pada blok manapun mendeklarasikan keinginan mereka
untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi blok Barat dan blok Timur. Pendiri / Tokoh
Gerakan Non Blok ini adalah 5 pemimpin dunia, yaitu:
Josip Broz Tito presiden Yugoslavia
Soekarno presiden Indonesia
Pandit Jawaharlal Nehru perdana menteri India
Gamal Abdul Nasser presiden Mesir
Kwame Nkrumah dari Ghana.
Kemudian Gerakan ini dicanangkan pertamakali dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang
diselenggarakan pada tahun 1961 di Beograd (Belgrade), Yugoslavia. Saat itu konfensi ini
dihadiri 25 negara dari berbagai belahan dunia yakni Yugoslavia (sebagai tuan
rumah), Indonesia, India, Afghanistan, Algeria, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri Lanka, Kongo,
Kuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Arab
Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, dan Tunisia.
Dengan didasari oleh semangat Dasa Sila Bandung, maka pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) yang diselenggarakan pada tahun 1961 di Beograd dibentuklah Gerakan Non Blok oleh
Josep Broz Tito (Presiden Yugoslavia saat itu). Hasil dari konferensi tersebut juga
mendaulat Josip Broz Tito sebagai Pimpinan pertama dalam Gerakan Non-Blok.
Baca Juga : 12 Pahlawan Nasional Yang Berpengaruh Dalam Sejarah & Kemerdekaan Indonesia
Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961, serangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non
Blok telah diselenggarakan yaitu di Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota
yang hadir kebanyakan dari negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian di
Lusaka, Zambia (1970), Algiers, Aljazair (1973), Kolombo, Srilangka (1976), Havana, Cuba
(1979), New Delhi, India (1983), Harare, Zimbabwe (1986), Beograd, Yugoslavia (1989),
Jakarta, Indonesia (1992), Cartagena de Indias, Kolombia (1995), Durban, Afrika Selatan (1998),
Kuala Lumpur, Malaysia (2003), Havana, Kuba (2006), Sharm el-Sheikh, Mesir (2009),
Teheran, Iran (2012) dan terakhir di Karakas, Venezuela pada tahun 2015.
Gerakan ini sempat kehilangan kredibilitasnya pada akhir tahun1960-an ketika anggota-
anggotanya mulai terpecah dan bergabung pada salah satu Blok, terutama Blok Timur. Sehingga
muncul pertanyaan bagaimana sebuah negara yang bersekutu dengan Uni Soviet seperti Kuba
bisa mengklaim dirinya sebagai negara non blok. Atau kasus dimana India yang bersekutu
dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun. Lebih buruk lagi, beberapa
anggota gerakan non blok bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya, seperti misalnya
konflik antara Iran dengan Irak dan Pakistan dengan India.
Gerakan ini kemudian terpecah sepenuhnya pada tahun 1979 ketika terjadi invasi Uni Soviet
terhadap Afghanistan. Saat itu, seluruh sekutu Soviet mendukung invasi sementara anggota
GNB, terutama negara dengan mayoritas muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama
untuk Afghanistan akibat adanya perjanjian nonintervensi.
Dimana tujuan dari gerakan non blok diatas dapat kita jabarkan kedalam 3 poin utama, yaitu:
1. Turut serta meredakan ketegangan dunia akibat perebutan pengaruh Amerika Serikat
(Blok Barat) dan Uni Soviet (Blok Timur) dalam perang dingin.
2. Membendung pengaruh negatif baik dari Blok Barat maupun Blok Timur ke negara-
negara anggota Gerakan Non-Blok.
3. Mengembangkan rasa solidaritas di antara negara anggota. Caranya dengan membantu
perjuangan negara-negara berkembang dalam mencapai persamaan, kemerdekaan, dan
kemakmuran.
Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang anggotanya saling komunikasi
dan memiliki kedekatan seperti NATO / Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah
mempunyai kedekatan yang diinginkan dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak beraliansi
salah satu negara-negara adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai hubungan yang dekat
dengan Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Atau India yang bersekutu dengan Uni Soviet
untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun.
Selain peran serta yang telah dijelaskan diatas, Berbagai Peran serta Indonesia dalam
Gerakan Non Blok dapat dijelaskan dalam beberapa poin dibawah ini:
1. Sebagai salah satu negara pemrakarsa, Hal tersebut karena Gerakan Non Blok sendiri
bermula dari sebuah Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung, pada tahun 1955.
2. Sebagai salah satu negara pengundang pada Konferensi Tingkat Tinggi GNB yang
pertama, Hal ini karena indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar
mengundang / mengajak negara lain untuk bergabung kedalam GNB.
3. Pernah menjadi ketua GNB pada tahun 1992 - 1995. Pada saat itu (1-6 September 1992)
Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggara KTT X GNB di Jakarta. Peserta yang
menghadiri KTT X GNB berjumlah 106 negara.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka keberadaan Gerakan Negara Negara Non Blok secara tegas
mengacu pada hasil-hasil kesepakatan dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun
1955. Penggunaan istilah bangsa-bangsa non blok atau "tidak memihak" adalah pernyataan
bersama untuk menolak melibatkan diri dalam konfrontasi ideologis antara blok Barat dan
Timur. Lebih lanjut, bangsa-bangsa yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok lebih
memfokuskan diri pada upaya perjuangan kemerdekaan nasional, menghapuskan kemiskinan dan
mengatasi keterbelakangan di berbagai bidang.
Muncullah Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS) dan Blok Timur yang dipimpin Uni
Soviet. Mereka memakai medium politik, ekonomi, hingga propaganda untuk berebut pengaruh
serta dukungan dari negara-negara yang baru merdeka.
Untuk menggambarkan situasi ketegangan ini, muncul istilah 'Perang Dingin' yang pertama kali
digunakan penulis Inggris, George Orwell, dalam esainya berjudul "You and the Atomic Bomb”
yang terbit pada 1945.
Selama kurun 1947-1948, Amerika dan Soviet berebut pengaruh secara sengit.
AS meluncurkan paket bantuan ekonomi bernama Marshall Plan kepada negara-negara Eropa
Barat yang terdampak krisis pascaperang dan yang terancam oleh ekspansi Soviet. Sementara
kawasan Eropa Timur sebagian besar sudah jatuh dalam pengaruh Soviet lengkap dengan
pemerintahan komunis masing-masing. Dalam dunia militer, AS mendirikan aliansi NATO dan
Soviet membentuk aliansi Pakta Warsawa.
Perang Dingin memang tidak sampai membuat AS-Soviet terlibat konfrontasi militer langsung,
namun pengaruhnya sangat terasa di negara-negara bekas jajahan.
Baca juga: Perang Dunia III antara AS dan Soviet Gagal Karena Petrov
Soviet mengirim pasukan untuk ikut menjaga tegaknya pemerintahan komunis di beberapa
negara, seperti Jerman Timur (1953), Korea Utara (1950), Hungaria (1956), Cekoslowakia
(1968), dan Afganistan (1979). Sebaliknya, Amerika Serikat membantu menggulingkan
pemerintahan sayap kiri di Guatemala (1954), mendukung Korea Selatan (1950), mendukung
invasi Kuba yang gagal (1961), dan menyerbu Republik Dominika (1965) Grenada (1983).
Di tengah memanasnya Blok Barat dan Blok Timur yang terus berebut pengaruh, muncul
gagasan poros baru yang ingin netral. Gagasan itu diinisiasi negara-negara yang baru merdeka.
Sebagai realisasinya, mereka pun mendirikan Gerakan Non-Blok (GNB).
Diskusi KAA berkutat soal mempertanyakan kebijakan Soviet di Eropa Timur dan Asia Tengah,
ketegangan AS dengan Republik Rakyat Cina (RRC), pengaruh Perancis di Afrika Utara, dan
lainnya. Pembahasan ini secara tidak langsung menyinggung masalah pengaruh Blok Barat
dan Blok Timur dan menghasilkan beberapa kesepakatan netral seperti politik penentuan nasib
sendiri, non-intervensi, non-agresi, saling menghormati kedaulata negara, mengakhiri
diskriminasi rasial, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), dan lainnya.
Josip Broz Tito, Presiden Yugoslavia, adalah salah satu orang yang terkesan dengan ide-ide
KAA meski ia tidak hadir dalam konferensi tersebut. Ia cukup dekat dengan negara-negara Asia
Afrika. Pada Juli 1956, Tito bertemu Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser dan mengembangkan
konsep non-blok lebih jauh.
O. Suryanayanan dalam thesisnya berjudul "Bandung Conference and The Evolution of Non-
Alignment" (2002) menyebut, semangat solidaritas Asia-Afrika menjadi dasar kuat perjuangan
non-blok. Mereka mengusung spirit tidak berpihak atau lepas dari pengaruh Blok Barat dan Blok
Timur.
Akhirnya, pada 1 September 1961, tepat hari ini 57 tahun lalu, konferensi Gerakan Non-Blok
(GNB) pertama dihelat di Belgrade, Yugoslavia (kini Serbia). Konferensi ini dipelopori lima
pemimpin negara: Josip Broz Tito, Sukarno, Gamal Abdel Nasser (Mesir), Jawaharlal Nehru
(India), dan Kwame Nkrumah (Ghana).
Konferensi GNB pertama dihadiri oleh Afganistan, Aljazair, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri
Lanka, Kongo, Kuba, Siprus, Mesir, Etiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon,
Mali, Maroko, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, dan Yugoslavia.
Dari daftar negara yang hadir di konferensi pertama GNB, tampak bahwa tidak semua anggota
KAA Bandung ikut. Ini karena para peserta KAA memang tidak seragam dalam menyikapi
posisi non-blok. Beberapa negara anggota KAA Bandung seperti Vietnam Selatan, Iran,
Thailand, Turki, Filipina, dan Jepang saat itu punya kerja sama atau komitmen militer dengan
Amerika Serikat.
Syarat keanggotaan GNB juga sangat kental dengan pendekatan non-aliansi Blok Barat dan
Timur. Negara yang mau bergabung ke GNB diharuskan tidak sedang menjadi bagian dari
NATO atau Pakta Warsawa atau telah menandatangani perjanjian militer secara sengaja
dengan salah satu blok.
Berbeda dari perkumpulan dunia lainnya seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau
Organisasi Negara-Negara Amerika, GNB tidak memiliki konstitusi formal atau sekretariat
permanen. Seluruh anggota GNB memiliki bobot yang sama dalam organisasi tersebut.
Konferensi diadakan tiga tahun sekali dan para Menteri Luar Negeri dari masing-masing
anggota biasanya bertemu lebih sering terutama saat pembukaan sidang di Majelis Umum
PBB.
Sejauh ini, GNB sudah menyelenggarakan 17 kali konferensi dan memiliki 120 negara anggota.
Memang ada banyak kontradiksi dalam tubuh GNB dengan semangat perdamaian dan
independensi yang mereka junjung. Ini tidak lepas dari dinamika regional para anggota GNB
sebagai negara baru. Ada pemerintahan monarki absolut, ada presiden sosialis, ada yang
condong ke NATO, ada pula yang condong ke Soviet.
Ada juga yang berkubang dalam konflik bersenjata. India dan Pakistan, Irak dan Iran (1980-
1988), misalnya, mereka bertikai satu sama lain. Soviet sempat menginvasi Pakistan (1979)
dan membelah GNB menjadi dua dukungan runcing: negara-negara Muslim yang menentang
invasi dan Kuba yang mendukung Soviet.
Yang menyatukan mereka adalah fakta bahwa hampir semua negara anggota GNB adalah
bekas jajahan Eropa. Siprus dan Malta di Eropa pernah menjadi anggota GNB, tetapi tidak
berumur panjang ketika keduanya masuk dalam keanggotaan Uni Eropa.
Bubarnya Uni Soviet pada akhir 1991 menandai ujung dari Perang Dingin. Blok Barat pimpinan
AS melenggang tunggal. GNB kembali diuji terkait relevansinya dengan keadaan kekinian.
Keith Gottschalk, ilmuwan politik dari University of the Western Cape di Afrika Selatan, dalam
tulisannya yang dimuat di The Conversation menyebut, cara terbaik agar GNB tetap relevan di
abad ke-21 ini adalah menyesuaikan programnya dengan isu-isu terkini.
GNB, sebut Gottschalk, perlu hadir dan aktif untuk memperkuat perdamaian serta keamanan
internasional. Termasuk mendukung hak penentuan nasib sendiri, mengakhiri pendudukan
Israel di wilayah Palestina, mendukung pelucutan senjata nuklir, melindungi dan
mempromosikan HAM, mengecam aksi terorisme, dan mengutuk penghancuran situs-situs
warisan budaya dan agama. Juga menyerukan dialog antarperadaban, menghormati
keragaman agama, sosial, dan budaya.
Menyebut bahwa kini GNB tidak terlalu berarti juga cukup beralasan karena tantangan mereka
begitu besar dan anggota GNB yang semakin partisan. India adalah salah satunya. Meski
menjadi anggota lama GNB, perwakilan India kerap absen dalam KTT GNB. Perdana Menteri
Narendra Modi lebih merasa berguna membangun kemitraan militer dengan AS. Belum lagi
negara-negara GNB lainnya yang punya kecondongan serupa dengan India.
Tidak berlebihan menyebut GNB saat ini semakin kehilangan agenda dan tujuan utama di
tengah kondisi geopolitik yang dinamis. Jika GNB memang kian kehilangan relevansinya,
masihkah ia layak dipertahankan?
Baca juga artikel terkait GERAKAN NON BLOK atau tulisan menarik lainnya Tony Firman
(tirto.id - Politik)