Anda di halaman 1dari 4

Detail Buku

Judul: Bukan 350 Tahun Dijajah


Penulis: Gertrudes Johan Resink
Jumlah Halaman: 366
Tahun Terbit: 1968
Penerbit: Komunitas Bambu

Sampai generasi 2000-an dalam pelajaran sejarah di sekolah, masih banyak tercatat mengenai
total tahun tahun penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. 350 tahun, ini angka yang sering
disuguhkan oleh buku-buku sejarah. Angka yang fantastis ini tentu membuat banyak orang
berpikir, seperti apa bangsa Indonesia dahulu sampai bisa dijajah selama itu. Bahkan sebelum
membahas tentang bangsa Indonesia tentu pemberian nama Indonesia teramat baru, yang
diberikan dua orang yang beda zaman hidupnya dan tidak saling mengenal.

Nusantara adalah nama yang tepat bagi Indonesia, tetapi dalam tulisan ini tidak akan membahas
asal muasal dari nama Indonesia dan Nusantara. Buku Bukan 350 Tahun Dijajah karya G.J.
Resink, Resink seorang alumni dari sekolah tinggi hukum Batavia lalu menjadi guru besar
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Buku ini telah terbit sejak 1968 oleh University of
British Columbia.

Buku ini pembelaan yang dilakukan oleh penulis atas kehebatan kerajaan yang berada di
Nusantara. Penulis mengkritik dengan keras atas tulisan-tulisan ilmuwan Belanda yang masih
menganggap Indonesia dijajah hingga 350 tahun. Argumen yang dibangun penulis sederhana
saja, Indonesia ini dijajah secara parsial, tidak bersifat menyeluruh terlebih yang datang ke
Indonesia sebelumnya bukan pemerintahan Belanda, tetapi kantor dagang yang berasal dari
Belanda yang bernama VOC.

Awal kedatangan VOC untuk melakukan perdagangan dengan Nusantara dan mendapatkan
langsung komoditas-komoditas paling mahal di Eropa kala itu. Kedatangan VOC di Sunda
Kelapa dan Maluku untuk mendapatkan Cengkeh dan Pala, tetapi dalam perjalanannya mereka
ingin melakukan monopoli atas produksinya. Walhasil, menjajah merupakan cara yang tepat.
Memonopoli atas komoditas hanya dilakukan di Sunda Kelapa dan Ambon, lalu dengan hanya
memegang monopoli dua daerah terebut apakah sudah termasuk menjajah Indonesia? Padahal
era itu Nusantara terbagi banyak kerajaan.

Dalam buku tersebut, metode hukum internasional dan socio-culture digunakan untuk menilai
apa yang dilakukan Belanda hanya menguasai Indonesia tidak lebih dari 45 tahun atau bisa jadi
lebih kurang dari itu. Selama 300 tahun lebih Belanda dan VOC berusaha untuk mengusai
wilayah Indonesia dengan berbagai cara termasuk bekerja sama dengan kerajaan setempat.

Mitos Dalam Penulisan Sejarah

Penulisan sejarah di Indonesia diawali oleh para penulis ilmuwan asal Belanda untuk
memberikan interpretasi atas kondisi Indonesia selama dijajah oleh Belanda. Kaum terpelajar di
Indonesia mau tidak mau mendapatkan informasi dan pelajaran tentang sejarah Indonesia berasal
dari sekolah Belanda, sehingga berkembang aliran Eropasentris dan Indosentris. Eropasentris
melihat bagaimana Indonesia dari kacamata ilmuwan Eropa yang mendarat di Indonesia, melihat
Indonesia yang kala itu menjadi beberapa bagian kerajaan dan posisi bangsa Indonesia sebagai
wilayah jajahan.

Indosentris melihat bagaimana perkembangan Indonesia dari kaca mata penduduk Indonesia.
Indonesia yang terbagi berbagai macam kerajaan tetapi tepat bekerja sama antar kerajaan yang
membentuk sistem kerajaan yang baik. Sebagian besar penduduk Indonesia ketika Belanda sudah
menguasai Indonesia mendapatkan pelajaran dari Belanda berdasarkan aliran Eropasentris.

Peranan buku-buku pelajaran yang berkembang kala itu membentuk generasi muda Indonesia
paska kemerdekaan. Generasi muda era 1920-an dan 1930-an merupakan generasi yang akan
memimpin Indonesia setelah merdeka. Walhasil, pidato-pidato mereka akan banyak terpengaruh
oleh buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah kolonial. Salah satunya pidato Bung Karno
untuk membakar semangat Indonesia dengan menyebutkan Indonesia dijajah Belanda selama
350 tahun.

Ini berawal dari buku pelajaran sejarah yang digunakan sekolah-sekolah kolonial yang
berdasarkan dua ilmuwan Belanda, Eijkman dan Tapel. Semua sekolah menengah menggunakan
buku ini, buku Stapel ini menjadi sumber bagi masyarakat umum untuk menimba pengetahuan
tentang sejarah Nusantara. Buku sejarah tersebut diterbitkan pada masa kolonial, Negara-negara
Pribumi telah hilang dari peta Nusantara, kecuali Aceh yang masih merdeka.

Di Kalimantan, menurut buku tersebut hanya ada kongsi-kongsi Cina yang sebelum 1854
bertindak selayaknya republik mandiri. Di Bali, raja-raja merdeka hanya ada sebelum 1849. Di
Sulawesi Selatan, hanya ada kerajaan Bone, Wajo, dan Luwu yang merupakan pemerintahan
sendiri. Di Sulawesi Tengah ada beberapa negara kecil yang masih merdeka dan tergabung
dalam berbagai bentuk perserikatan.

Sebenarnya ada semacam pengingkaran keadaan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, dimana
raja-raja dan negeri-negeri dalam berbagai tingkat hubungan dengan Batavia masih dikenal.
Dengan demikian, terciptalah citra Nusantara dijajah lebih dari tiga ratus tahun. Bahkan dalam
edisi ke-6 buku pelajaran yang terbit pada 1930, tidak lagi terdapat negara-negara kecil di
Sulawesi Tengah, begitu pula raja-raja Bali karena kerajaan-kerajaan itu telah hilang
kemerdekaannya.

Dalam penulisan buku sejarah memang tidak ada masalah untuk digeneralisasi, tetapi tidak untuk
di universitas. Kenyataan berkata lain, beberapa buku di universitas pun belum berubah sampai
tahun 1970-an, karena sumber-sumber untuk sekolah berasal dari universitas. Untuk perlunya
para ilmuwan sejarah di Indonesia untuk menggali sejarah bangsanya sendiri, tidak bisa lagi
terpaku dari penulisan sejarah kolonial.

Penulisan para sejarawan Belanda harus mulai ditinggalkan, karena bernuansa generalisasi yang
berdampak mitos-mitos muncul dan syarat kepetingan akan masa kolonial. Bangsa ini benar-
benar harus serius menuliskan sejarahnya, karena mitos sejarah yang lahir dari penulisan sejarah
di masa lalu dan hidup dalam penghayatan sejarah masa kini, kelak akan mati dalam penulisan
sejarah di masa depan bersama kebudayaan dan generasi yang mendukungnya.

300 Tahun Lebih

Butuh 300 tahun lebih bagi Belanda untuk menguasai Indonesia secara utuh. Awal kedatangan
VOC jelas untuk mendapatkan komoditas yang mahal yang dijual Eropa, namun itu pun hanya di
sekitar pelabuhan Sunda Kelapa. Perkataan Gubernur Jendral B.C. de Jonge berkata kami orang
Belanda sudah berada di sini 300 tahun dan kamu akan tinggal 300 tahun lagi. Perkataan
mengenai sudah berada di sini 300 tahun dijelaskan sebagai menempati wilayah Nusantara
harus dikoreksi dengan cermat.
Tahun 1619 ketika VOC pertama kali datang yang dianggap wilayah Nusantara suatu kesalahan
fatal dalam melihat wilayah Nusantara. Apalagi itu hanya sebagaian wilayah dari Jakarta Utara.
Penguasaan wilayah yang amat sulit seperti Aceh, Minangkabau, Jawa Tengah, dan wilayah
Batak membutuhkan hampir lebih 50 tahun untuk setiap daerah.

Tidak mudah untuk mendapatkan wilayah tersebut, contoh nyata bagaimana menghadapi Perang
Padri dan Perang Diponegoro. Ketika Perang Diponegoro sedang berlangsung Perang Padri
berusaha diredam, Perang Diponegoro banyak menghabiskan anggaran dan sumber daya
pertahanan.

Dengan demikian, perlawanan yang tercipta bukan disebut sebagai penjajahan tetapi perlawanan
dari negeri-negeri yang merdeka, karena tidak dipungkiri Perang Diponegoro diawali karena
pelanggaran batas wilayah yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda. Butuh 300 tahun lebih
bagi pemerintah Hindia Belanda untuk bisa mengusai wilayah Indonesia dengan berbagai cara.

Pengakuan terhadap negara-negara merdeka ketika terbentuk pemerintahan Hindia Belanda


berulang ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah agresi militer kedua.
Pengakuan secara hukum oleh pihak pemerintah Hinia Belanda merupakan sebuah fakta
Nusantara yang menjadi Indonesia adalah negeri yang merdeka.

Bukan sebuah negeri yang lemah dan dengan mudah untuk dijajah selama 350 tahun. Sudah
seharusnya generasi muda Indonesia mengubah pola pikir dari bangsa yang dianggap terjajah
menjadi yang memang negeri yang merdeka seutuhnya. Indonesia tetaplah negara yang merdeka,
yang dilirik oleh banyak bangsa untuk mendapatkan potensi besar bagi kebutuhan pasar dunia.

Pengakuan yang berulang oleh Belanda hanya sekedar ucapan manis belaka untuk menolak fakta
Indonesia adalah negeri yang merdeka sejak awal, bukan sebagai mitos negeri terjajah selama
350 tahun.

Anda mungkin juga menyukai