Anda di halaman 1dari 3

Tugas Pendidikan Agama

Universitas Sanata Dharma

Fakultas Farmasi

Tugas Refleksi
Agama dan Sains

Disusun oleh:

Evangeline Keisha Annabel (NIM 208114056)

Agama dan sains adalah dua hal berbeda yang seharusnya berjalan dengan selaras dan
saling melengkapi satu sama lain. Namun pada kenyataannya, hal ini menjadi dua komponen
berbeda yang malah saling menekan. Setiap individu akan cenderung memilih salah satunya,
yakni percaya sains dengan segala sesuatu yang dapat dinalar, atau percaya kepada hal-hal
ilahi dan menghidupinya dengan keimanan. Hal inilah yang memicu hadirnya konflik antara
sains dan agama. Secara sederhana, hal ini merupakan perdebatan antara pemikiran
berdasarkan fakta dan keimanan yang akhirnya mendarah daging di masyarakat

Relasi antara agama dan sains ditafsirkan berbeda-beda dan keduanya tidak dapat
disatukan. Dua hal ini memiliki basis kebenaran yang berbeda. Agama memiliki sifat
kebenaran yang tidak dapat diukur oleh panca indera. Sedangkan sains harus dapat
dibuktikan secara rigid agar kebenarannya dapat diterima oleh semua kalangan. Sains
meliputi hal-hal tentang alam, sedangkan agama menyangkut hal-hal yang bersifat sakral.
Oleh karena itu, keduanya tidak perlu disatukan ataupun dihubung-hubungkan karena pada
dasarnya memiliki jalan kebenaran dan berdiri di atas dasar yang berbeda dan memiliki porsi
dan perannya masing-masing.

Namun di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa agama dan sains memiliki
kebenaran yang menyatu. Artinya, sains harus menuruti kebenaran agama dan tidak boleh
menyalahi nilai-nilai yang ada di dalamnya. Hal ini karena agama merupakan hal sakral yang
datangnya langsung dari Sang Pencipta yang bersifat mutlak. Sedangkan kebenaran sains
hanyalah sekedar kebenaran semua yang terus memerlukan pembaruan setiap saat.
Meskipun agama dan sains saling bertentangan, tapi ada hubungan timbal balik dan
saling ketergantungan yang kuat di antara keduanya. Meskipun memang agama yang
menentukan tujuan-tujuan fundamental bagi manusia, tapi bagaimanapun, agama telah
belajar dari sains, dalam arti luas, tentang sarana-sarana yang berkontribusi pada pencapaian
tujuan-tujuan mendasar yang telah ditetapkan, sementara itu sains hanya dapat diciptakan
oleh mereka yang sepenuhnya diilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman.

Sains memang meneliti tentang berbagai kejadian dunia dan penting perannya dalam
memberikan kontribusi dalam kehidupan umat manusia. Walaupun memiliki banyak
keterbatasan, pada kenyataannya sains dapat menemukan atau membuktikan tentang
beberapa kejadian yang ada dalam ilmu agama. Dan disinilah relasi antara agama dan sains
yang sesungguhnya/ Saling membenarkan dan menyokong satu sama lain dan membantu
memperluas perspektif keyakinan religius serta memperdalam pemahaman mengenasi alam
semesta dan segala isinya.

Jadi menurut saya, seharusnya antara sains dan agama haruslah saling mendukung,
melengkapi, dan memperkuat satu sama lain karena walaupun sebenarnya kedua hal ini
berada dalam konteks yang berbeda, namun memiliki peran dan harus saling mengisi satu
sama lain. Tidak seharusnya menilai agama dengan tolak ukur saains, begitupun sebaliknya.
Cukup menyikapinya secara rasional dan sewajarnya. Biarkan semua berjalan sesuai dengan
porsinya masing-masing dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Sekalipun mungkin kita memiliki kecenderungan untung lebih condong kepada salah
satu diantara keduanya, kita harus tetap bisa bersikap dewasa dan tidak memaksakan
kehendak supaya orang lain berada di kapal yang sama. Kita harus memiliki pengertian
bahwa ini merupakan hal mendasar yang sifatnya tidak bisa dipaksakan. Setiap individu
memiliki hak untuk memilih percaya kepada hal yang dianggap lebih benar. Dan nilai ‘benar’
pun bersifat sangat relatif sehingga dapat menimbulkan keberagaman yang sangat luas
nilainya. Oleh karena itu, supaya kedua hal ini bisa tetap selaras dan berjalan sesuai dengan
fungsinya kita harus bisa bersikap dewasa dan bijaksana. Tidak memaksakan kehendak dan
memiliki sikap toleransi yang kuat.

Pengetahuan tanpa agama berubah menjadi sesuatu yang berbahaya, namun iman juga
harus bisa ditegakkan dengan nalar. Hal ini berarti iman dan nalar atau pikiran memang tidak
bisa dipisahkan. Iman dan pikiran manusia adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak
bisa dipisahan, namun tidak bisa juga disatukan. Hanya bisa berdampingan, mengisi satu
sama lain dan saling melengkapi.

Anda mungkin juga menyukai