Kelompok 1
Adelia Syifa
Clementia Carmen
Indira Rizkyana
Manzhuur Daanisy Ahmad T
Muhammad Farhan Usman
Salma Athiyyah H
Mentor
Olivia Dian Ardiati (2016)
1. Pendahuluan
wihara umat Buddha, sehingga kelenteng ini juga memiliki nama resmi
1
sebagai wihara, yaitu ‘Wihara Dharma Bakti’. Kelenteng ini beralamat di
Kampung Pasar Lama, Kel. Cileungsi, Kec. Cileungsi, Kab. Bogor, Jawa Barat.
Letak kelenteng ini cukup terpencil dari jalan raya, sehingga tidak mudah
ditemukan tanpa bantuan dari penunjuk jalan. Nama kelenteng Han Tan
Xuán Tán Miào), yang berarti Kuil Dewa Xuan Tan atau Dewa Zhao Gong Ming
(趙公明).
2. Isi
a. Asal Usul
Kelenteng Han Tan Kong awalnya bergabung dengan kelenteng Hok Tek
Ceng Sin yang berada di Gua Raden, yang terletak tidak jauh dari letak kelenteng
yang sekarang, dengan dewa utama yaitu Hok Tek Ceng Sin (福德正神, pelafalan
ini berganti nama menjadi Kelenteng Han Tan Kong dengan dewa Han Tan
Kong (玄壇公). Dewa Han Tan Kong merupakan dewa rezeki, karena itu dewa ini
memiliki jumlah pengikut yang cukup banyak di daerah Cileungsi ini, kemungkinan
ada kaitannya dengan mata pencarian masyarakat etnis Tionghoa di Cileungsi pada
zaman dulu.
2
Pada tahun 1965-1966 ketika masa Gestapu, terdapat permasalahan dengan
kebijakan dan peraturan di Indonesia, dan terjadi pembakaran terhadap segala
sesuatu yang berbau Tionghoa, termasuk arsip-arsip dan teks-teks yang ada di
kelenteng ini. Pelaku pembakaran kelenteng sampai sekarang belum diketahui pasti
siapa. Dilakukan juga perubahan nama kelenteng pada masa ini karena dibutuhkan
figur dewa Han Tan Kong sebagai pelindung masyarakat sekitar kelenteng.
Masyarakat sekitar percaya bahwa dewa Han Tan Kong dapat melindungi mereka
dari kekacauan yang sedang terjadi akibat Gestapu. Menurut penjelasan bapak
Sudrajat, pertolongan ini dipercaya datang dalam bentuk tentara dengan senjata,
yang berasal dari hasil bumi seperti kacang hijau, beras, garam, dan padi, sehingga
masyarakat Cileungsi mendapat keamanan dan ketentraman.
Kelenteng ini disebutkan sudah ada sejak tahun 1818, namun apakah
benar tepat pada tahun itu didirikan itu belum pasti. Hal ini dikarenakan tidak
1818 sendiri dikarenakan mereka percaya bahwa angka ini merupakan angka
3
tertinggi, karena angka 18 yang terdiri dari angka 1 dan 8 apabila dijumlahkan
b. Alasan Pendirian
4
warga negara Indonesia keturunan Tionghoa juga diwajibkan mengganti nama
mereka menjadi nama yang dinilai lebih berbudaya Indonesia.
c. Pemugaran
Menurut narasumber, bentuk awal dari kelenteng ini mirip dengan bentuk
rumah tradisional masyarakat Tionghoa di Indonesia, dikatakan seperti sebuah
rumah tua yang berada persis di samping kompleks kelenteng. Sejak pertama kali
didirikan hingga sekarang, kelenteng Han Tan Kong telah direnovasi sebanyak 3
kali. Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1974. Pemugaran yang dilakukan
pada tahun 1974 meliputi penggantian atap kelenteng menjadi atap baja ringan.
Namun arsitektur dari Kelenteng Han Tan Kong tidak mengalami perubahan.
Renovasi kelenteng ini terakhir kali dilakukan pada tahun 2017. Pemugaran
yang dilakukan pada tahun 2017 juga meliputi penggantian atap kelenteng, sama
seperti pemugaran yang dilakukan pada tahun 1974. Meskipun sudah pernah
5
dilakukan pemugaran namun kelenteng inti masih mempertahankan bentuk-bentuk
dan ornamen dari bangunan kelenteng awal, sebagai penanda sejarah kelenteng.
3. Kesimpulan
Daftar Pustaka
- Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemprov DKI Jakarta,
“Cileungsi, Klenteng”, terdapat di
https://jakarta.go.id/artikel/konten/631/cileungsi-klenteng [diakses pada 14
November 2019].
- Informasi Situs Budaya, “Keraton Aki Jenggot, Klenteng Hian Tan Kong,
Cileungsi”, terdapat di https://situsbudaya.id/keraton-aki-jenggot-klenteng-
hian-tan-kong-cileungsi/ [diakses pada 15 November 2019].
- Tan, Herman. “Inilah 8 Dewa Rezeki Cai Shen Yang Dipercaya Etnis
Tionghoa”, terdapat di https://www.tionghoa.info/inilah-6-dewa-rezeki-
cai-shen-yang-dipercaya-etnis-tionghoa/ [diakses pada 14 November 2019].
- Sanjaya, Winny. Hukum Perdata: Dilematis Nama Cina Bagi Warga Negara
Indonesia Keturunan Asing. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.