Anda di halaman 1dari 11

UPACARA TIWAH MASYARAKAT SUKU DAYAK

Kelompok lll kelas lX MIPA l


Isna Nengsi Nur
Andi Nur Aynun
M Parman Jaya
Wulan Sari
Aldiansa

Semester l
UPT SMAN 5 BULUKUMBA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat AllahSWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya untuk kami jadi kami bisa menyelesaikan tugas makalah ilmu antropologi yang
bertemakan Upacara Tiwah Masyarakat suku Dayak tepat pada waktunya. Makalah ini
berisikan bahan tentang suku Dayak . di mana dalam makalah ini kami berdiskusi membahas
tentang mengenai pengertian upacara tiwah sampai dengan pengaruh budaya luar.tersebut
beserta hal-hal lainnya.
Di sini kami menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena
itu kritik dan saran dari semua teman guru. Akhir kata kami sampaikan terima kasih untuk
semua teman-teman dan guru.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab l Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
Bab ll Pembahasan
2.1. Pengertian Upacara Tiwah
2.2. Makna Ritual Tiwah
2.3. Tahapan Ritual Tiwah
2.4. Peralatan dan Biaya Ritual Tiwah
2.5. Pengaruh Budaya Luar
Bab lll Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB l
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Membahas budaya Indonesia memang tidak akan ada habisnya. Indonesia yang
dijuluki sebagai negeri pulau seribu ini memiliki beragam suku dengan ciri khas
masing-masing mulai dari kelahiran, pernikahan hingga kematian dengan ritual yang
berbeda-beda, faktor tersebutlah yang membuat Indonesia kaya akan Budaya. Pulau
Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia dengan luas 737.330 Km dan
juga merupakan pulau terbesar ketiga di dunia. Di pulau Kalimantan ini terdapat
beragam suku yang memiliki tradisi budaya yang berbeda-beda salah satunya adalah
Suku Dayak Ngaju.
Suku Dayak memiliki ritual adat kematian yang dikenal dengan upacara Tiwah
atau Tiwah Lale. Upacara ini merupakan ritual bagi Penganut Hindu Kaharingan,
kepercayaan asli Suku Dayak. Ritual Tiwah merupakan Prosesi menghantarkan roh
leluhur (Salumpuk liau uluh matei) yang telah meninggal dunia ke Sorga (Lewu tatau)
bersama Sang Pencipta (Ranying Hatalla) . Tulang belulang jenazah akan dibersihkan
kemudian diletakan di sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu bulat utuh dengan
ukuran sekitar 9x12 meter yang biasa disebut sandung atau balai nyahu. Bagi suku
Dayak bersama Penganut kepercayaan Hindu Kaharingan, kematian perlu
disempurnakan dengan ritual lanjutan agar roh dapat hidup tentram Ranying Hatalla
di Lewu Tatau. Untuk melangsungkan upacara ini dibimbing oleh Basir. Sama seperti
upacara adat pada umumnya, ritual Tiwah juga memiliki pantangan yang harus kita
taati seperti ada beberapa hewan dan juga sayuran yang tidak boleh dibawa pada
saat ritual sedang berlangsung. Jika salah satu pantangan atau pali ini dilanggar maka
sang pelanggar akan dikenakan sanksi adat.
Tiwah bertujuan untuk melepaskan kesialan bagi keluarga yang ditinggalkan dan
merupakan suatu bentuk bentuk kepada roh serta merupakan suatu tanda bakti
kepada para leluhur. Ritual Tiwah juga sekaligus membuka status bagi yang sudah
menikah, jika Tiwah telah dilaksanakan maka pasangan yang ditinggalkan
(janda/duda) diizinkan untuk menikah lagi. Umumnya upacara Tiwah ini tidak
dilakukan untuk satu jenazah saja namun bisa dilakukan untuk puluhan jenazah,
karena upacara Tiwah ini membutuhkan dana yang lumayan besar. Upacara ini
memiliki makna yang dalam dan sakral, biasanya berlangsung cukup lama kira-kira
selama 7 hingga 40 hari. Ritual kematian khas suku Dayak ini sangat menarik, tidak
hanya bagi masyarakat lokal tetapi juga wisatawan domestik hingga wisatawan
internasional antusias untuk menyaksikan upacara ini secara langsung. Karena
keunikannya, pada tahun 2014 lalu Tiwah masuk dalam Warisan Budaya Takbenda
Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
B. Identifikasi Masalah
1. Ritual Tiwah merupakan upacara kematian yang digelar untuk seseorang
yang sudah meninggal dan dimasukkan dalam Runi atau peti mati.
2. Memiliki makna mendalam bagi masyarakat Suku Dayak Ngaju.Mereka akan
mempersiapkan Tiwah selama berbulan-bulan sebelum pelaksanaan.
3. Ritual Tiwah diselenggarakan ketika seorang Dayak Ngaju yang masih
beragama Kaharingan.
4. Alat yang digunakan untuk Ritual Tiwah ini antara lain gong, rotan, bambu,
daun kelapa, gandang kalenang, mandau, kain tiga warna.
5. Dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti munculnya negara, agama
pendatang, dan masuknya teknologi baru.
C. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Ritual Tiwah
2. Mengetahui Makna Ritual Tiwah
3. Mengetahui Ritual Tiwah
4. Mengetahui Peralatan dan Biaya Ritual Tiwah
5. Bagaimana Pengaruh Budaya Luar
BAB ll
Kajian Teori
2.1. Pengertian Upacara Tiwah
Ritual Tiwah merupakan upacara kematian yang digelar untuk
seseorang yang sudah meninggal dan dimasukkan dalam Runi atau peti
mati. Tujuan ritual ini adalah untuk meluruskan perjalanan salumpuk liau
menuju lewu tatau dalam konsep kematian Dayak Ngaju.
Selain itu, Ritual Tiwah juga diselenggarakan sebagai prosesi buang sial
bagi keluarga yang ditinggalkan. Masyarakat Dayak Ngaju umumnya
menganut kepercayaan lokal yaitu Kaharingan. Bagi mereka, kematian
merupakan tahap awal manusia mencapai dunia kekal abadi yaitu dunia
roh.
Manusia yang sudah meninggal akan berganti wujud menjadi arwah
yang mereka sebut dengan nama Liau atau Liaw. Liaw ini wajib diantarkan
ke Lewu Liaw atau atau Lewu Tatau atau dunia arwah dalam proses yang
disebut Tiwah. Dengan demikian, Ritual Tiwah merupakan suatu
kewajiban bagi masyarakat Dayak Ngaju baik secara moral maupun sosial.
Masyarakat percaya, liaw yang belum diantarkan melalui Tiwah maka
akan tetap di dunia dan tidak bisa ke surga.
2.2. Makna Ritual Tiwah
Ritual Tiwah memiliki makna mendalam bagi masyarakat Suku Dayak
Ngaju.Mereka akan mempersiapkan Tiwah selama berbulan-bulan
sebelum pelaksanaan. Pelaksanaannya pun memerlukan waktu lama,
mulai dari tiga hari, tujuh hari, bahkan hingga satu bulan.
Adapun makna dari ritual yang besar ini adalah agar keluarga yang
ditinggalkan dapat tenang. Ketenangan itu muncul karena keyakinan
keluarga mereka yang telah meninggal sudah diantarkan ke alam arwah
melalui Tiwah. Selain itu, prosesi ini juga diharapkan menghindarkan
keluarga dari penyakit dan kesialan. Sedangkan bagi arwah, Tiwah ini
menjadi sarana mereka untuk berangkat ke Lewu Liau, tempat mereka
seharusnya. Tahapan Ritual Tiwah.
2.3. Tahapan Ritual Tiwah
Ritual Tiwah diselenggarakan ketika seorang Dayak Ngaju yang masih
beragama Kaharingan. Upacara yang diselenggarakan dilakukan dalam
beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan sebelum upacara inti Tiwah
diselenggarakan. Tahap pra upacara Tiwah ini dilakukan dengan
mengumpulkan tulang belulang orang yang akan ditiwahkan
Jenazah yang masih utuh akan dipisahkan daging dengan tulangnya.
Setelah itu upacara puncak Ritual Tiwah diselenggarakan. Upacara puncak
ini yang diadakan 3 hari hingga satu bulan. Upacara puncak diawali
dengan pembuatan Balai Panggung Jandau dan sangkarnya sandung
rahung.Kemudian hewan kerbau diikat di sangkarnya lalu dilakukan
mangajan atau tarian sakral.
Berikutnya akan didirikan Tiang Mandera di dekat Sangkarnya. Tiang ini
menjadi tanda kampung ditutup karena ada ritual ini.
Selanjutnya, hewan kurban akan diikat di sapundu dan dikelilingi oleh
tamu yang hadir. Acara kemudian dilanjutkan dengan puncak upacara
Tiwah, dimana para tamu menaiki rakit berisi sesaji.Di hari terakhir,
arwah yang ditiwahkan akan melakukan perjalanan menuju Lewu Liaw.
Perjalanan mereka diiringi dengan prosesi pengurbanan hewan dengan
cara ditombak.Upacara diakhiri dengan dimasukkannya tulang belulang
dalam kain merah dan disimpan di sandung.
Kompas.com
2.4. Peralatan dan Biaya Ritual Tiwah
Alat yang digunakan untuk Ritual Tiwah ini antara lain gong, rotan,
bambu, daun kelapa, gandang kalenang, mandau, kain tiga warna. Lalu
hewan kurban meliputi ayam dan bab 13 ekor, kerbau 1 ekor, botol
tempat tulang, dan masih banyak lagi yang lain.
Adapun biaya yang dikeluarkan untuk upacara ini juga cukup besar.
Upacara ini sedikitnya memerlukan dana mulai dari Rp 50 juta hingga Rp
100 juta. Dengan besarnya biaya itu, maka Ritual Tiwah juga menjadi
simbol kesejahteraan dan status sosial keluarga. Semakin lama dan
meriah Tiwah, maka keluarga yang menyelenggarakan memiliki status
sosial yang tinggi. Namun demikian, Tiwah juga bisa diselenggarakan
secara gotong royong oleh beberapa keluarga.Sehingga, biaya yang
dikeluarkan itu bisa ditanggung secara bersamaan.
2.5. Pengaruh budaya luar
Seiring berkembangnya zaman dan interaksi suku Dayak dengan dunia
luar, upacara Tiwah juga mengalami banyak perubahan. Adapun
beberapa perubahan dalam upacara Tiwah dipengaruhi oleh sejumlah
faktor seperti munculnya negara, agama pendatang, dan masuknya
teknologi baru.
a) Keberadaan Negara Bangsa
Hadirnya negara yang kemudian mengadministrasi dan mengatur
kehidupan penduduknya melalui peraturan, turut mempengaruhi
sejumlah perubahan dalam penyelenggaraan upacara Tiwah.
Munculnya misionaris Kristen yang juga bersamaan dengan hadirnya
negara kolonial Belanda berpengaruh terhadap tradisi kurban upacara
Tiwah. Dalam masyarakat Dayak, ketika seorang yang memiliki status
sosial tinggi seperti bangasawan meninggal dunia, maka ada
kepercayaan bahwa arwahnya perlu ditemani. Dalam mencari teman
tersebut, orang Dayak akan melakukan mangayau, yakni sebuah
tradisi perburuan kepala manusia yang nantinya akan menjadi kurban
dalam upacara Tiwah. Dalam melaksanakan orang Dayak biasanya
akan mencari kepala manusia yang berasal dari suku lain. Semakin
banyak kepala manusia yang didapat maka akan semakin baik bagi
arwah. Dalam kepercayaan suku Dayak, arwah kepala manusia hasil
buruan tersebut dipercaya akan menjadi pelayan atau jipen.Bagi sang
pemburu payang berhasil mendapatkan kepala manusiakan mendapat
kenaikan status sosial dalam masyarakat. Jika mangayau gagal dan
tidak mendapatkan kepala, maka yang akan menjadi penggantinya
adalah para budak. Kepala manusia yang sudah dikumpulkan itu
nantinya akan ditanam di bawah sapundu.
Kehadiran Belanda sebagai negara kolonial yang kemudian
mengatur kehidupan masyarakat Dayak kemudian melakukan
pelarangan terhadap tradisi mengayau. Pada 22 Mei hingga 24 Juli
1894 Belanda mengumpulkan seluruh kepala suku Dayak yang ada di
Pulau Kalimantan. Pertemuan ini kemudian melahirkan Perjanjian
Tumbang Anoi yang bertujuan untuk mengakhiri rasa saling
bermusuhan dan sekaligus mempertegas pemberlakuan larangan
mangayau. Selain itu, sistim perbudakan yang ada dalam masyarakat
Dayak juga dihapuskan. Dalam upacara Tiwah, kurban kepala manusia
akhirnya diganti dengan kurban kepala hewan terutama kerbau.
Selain pelarangan tradisi mengayau, keberadaan negara Indonesia
yang hadir pasca kemerdekaan juga turut mempengaruhi
berlangsungnya upacara Tiwah. Waktu pelaksanaan upacara Tiwah
akan menjadi lama karena menunggu perizinan dari banyak instansi
seperti camat, polisi, dan majelis adat. Lama dikeluarkannya izin
bahkan bisa mencapai 12 bulan. Penyelenggara upacara Tiwah wajib
mengisi sejumlah dokumen dan harus memberikan detail kegiatan
yang nantinya akan dilangsungkan.
b) Agama pendatang
Agama dari luar yang masuk ke masyarakat Dayak seperti Kristen
dan Islam turut mempengaruhi penyelenggaraan upacara Tiwah.
Pengaruh agama Kristen yang di bawah para misionaris yang datang
bersamaan dengan hadirnya negara kolonial Belanda lebih kepada
pelarangan tradisi mangayau yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Sedangkan, agama Islam memiliki pengaruh terhadap tata cara
pengurbanan hewan dalam upacara Tiwah. Pada akhir upacara Tiwah,
diadakan upacara pengurbanan hewan dengan cara ditombak atau
yang disebut dengan tubah. Jika sebelumnya, penombakan hewan
kurban seperti kerbau dilakukan secara berkali-kali hingga hewan
tersebut tersunggkur dan akhirnya mati. Dalam kepercayaan Islam,
hewan yang dikurbankan harus disembelih terlebih dahulu. Hewan
yang mati dalam keadaan ditombak seperti yang ada dalam upacara
Tiwah, nantinya daging tersebut tidak boleh dimakan karena
statusnya haram. Oleh sebab itu, dalam upacara Tiwah yang
mendapat pengaruh Islam, setelah hewan ditombak dan sebelum
hewan yang dikurbankan mati, hewan tersebut harus disembelih
dibagian leher terlebih dahulu agar dagingnya boleh atau halal untuk
dikonsumsi
c) Masuknya Teknologi Baru
Dalam upacara Tiwah penggunaan kayu berupa kayu besi dan
bambu banyak digunakan untuk membuat sejumlah keperluan
upacara. Seiring perkembangan zaman dan interaksi orang Dayak
dengan masyarakat pendatang, membuat penggunaan kayu untuk
keperluan upacara Tiwah sedikit berkurang. Pada tahun 1960-an
ketersediaan semen mulai melimpah. Hal ini kemudian berpengaruh
terhadap pembuat sandung terutama sandung yang dletakkan di
tanah atau sandung munduk. Sandung yang biasanya terbuat dari
kayu besi atau kayu ulin, kini semakin banyak yang membuatnya dari
semen yang dicampur batu dan pasir. Sandung yang terbuat dari
semen memiliki bentuk serupa dengan kubus, polos dan tidak memilki
ukiran.
BAB lll
Penutup
A. Kesimpulan
Ritual Tiwah merupakan upacara kematian yang digelar untuk
seseorang yang sudah meninggal dan dimasukkan dalam Runi atau
peti mati. Tujuan ritual ini adalah untuk meluruskan perjalanan
salumpuk liau menuju lewu tatau dalam konsep kematian Dayak
Ngaju.
Ritual Tiwah diselenggarakan ketika seorang Dayak Ngaju yang
masih beragama Kaharingan. Upacara yang diselenggarakan
dilakukan dalam beberapa tahap. Upacara Tiwah dipengaruhi oleh
sejumlah faktor seperti munculnya negara, agama pendatang, dan
masuknya teknologi baru.
B. Saran
Agar anak-anak sekarang mengetahui lebih jauh tentang
berbagai budaya yang ada di Indonesia. Contohnya budaya suku
Dayak yang ada di Kalimantan yang mempunyai upacara tiwah yg
di lakukan ketika ada orang meninggal.
DAFTAR PUSTAKA
https://osf.io/t472a/download#:~:text=Tiwah%20merupakan%20upa
cara%20adat%20kematian,menuju%20Lewu%20Tatau%20atau%20su
rga.

Anda mungkin juga menyukai