Anda di halaman 1dari 6

FILOSOFI NASI TUMPENG DAN ARTINYA

Tumpeng berasal dari sebuah singkatan ‘yen metu kudu mempeng’ yang memiliki arti tersendiri. Bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, ‘yen metu kudu mempeng’ berarti ‘ketika keluar harus sungguh-
sungguh semangat.’

Tak heran jika nasi Tumpeng dari dulu hingga saat ini sering dijadikan hidangan dalam suatu perayaan
yang memiliki makna ucapan syukur ataupun kebahagiaan. Sebab, makna tumpeng sendiri adalah baik, yakni
ketika terlahir manusia harus menjalani kehidupan di jalan Tuhan dengan semangat, yakin, fokus, dan tidak
mudah putus asa.

Umumnya, proses pemotongan ujung kerucut nasi tumpeng diawali dengan menguraikan terlebih
dahulu makna perayaan dari pemotongan tumpeng, berdoa ucapan syukur, selanjutnya nasi tumpeng dipotong
dan diserahkan untuk orang yang dihormati sebagai wujud penghormatan, barulah setelah itu nasi tumpeng
disantap bersama-sama.

Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau
ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.

Ternyata dalam penyajian nasi tumpeng biasanya dilengkapi dengan 7 macam lauk-pauk. 7 dalam
bahasa Jawa berarti pitu. Angka pitu berarti pitulungan (pertolongan). Berikut makna dari 7 macam lauk-pauk
yang biasa disajikan dalam tumpeng

1. NASI BERBENTUK KERUCUT

Nasi dibentuk menjadi bentukan kerucut dapat diartikan sebagai harapan agar hidup selalu sejahtera,
melambangkan tangan merapat untuk selalu menyembah Tuhan, dan sebagai simbol pengharapan agar
kesejahteraan hidup kita pun semakin sukses.

Nasi yang digunakan biasanya nasi putih ataupun uduk. Warna putih berarti suci sehingga nasi tumpeng
jenis ini kerap disajikan dalam upacara keagamaan. Sementara warna kuning melambangkan
kesejahteraan, kekayaan, atau rezeki yang melimpah.

Tumpeng Nasi Kuning - warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur.
Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan
sebagainya

2. AYAM

Pemilihan ayam sebagai pelengkap tumpeng adalah ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung
dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental) yang menjadi simbol
menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Dimana ketenangan
hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa).

Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk ayam jago, antara lain:
sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok),
tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.

3. IKAN

Zaman dahulu ikan yang disajikan Ikan Lele. Ikan lele memiliki makna ketabahan, keuletan dalam
hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun. Karakter ikan lele sendiri
adalah tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai.

Ikan Teri umumnya digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut
dan selalu bergerombol sehingga memberi makna kebersamaan dan kerukunan.
Ikan ini menjadi simbol dari ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi
yang paling bawah sekalipun. Lauk lain yang disajikan adalah ikan teri. Ikan ini biasanya digoreng
dengan atau tanpa tepung. Ikan teri selalu hidup bergerombol. Filosofi yang dapat diambil, sebagai
contoh dari kebersamaan dan kerukunan.

4. TELUR

Nasi tumpeng dilengkapi dengan telur rebus utuh. Telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi,
dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong sehingga untuk memakannya harus dikupas
terlebih dahulu.

Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja
yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas.

Telur juga menjadi simbol jika manusia diciptakan dengan fitrah yang sama. Yang membedakan
nantinya hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.

5. SAYUR URAP

Pelengkap lainnya adalah sayur urab. Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang
panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap dan lain-lain. Seperti halnya
pelengkap lainnya, sayur-sayuran ini juga mengandung simbol-simbol penting, antara lain:
a. Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung,
b. Bayam (bayem) berarti ayem tentrem
c. Taoge/cambah yang berarti tumbuh
d. Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan
e. Bawang merah melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya
f. Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan
yang bermanfaat bagi orang lain
g. Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya
h. Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi) keluarga.
NASI TUMPENG

Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud
rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya.
Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang
tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.

Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk
tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau
yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat
kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng
tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus
merayakan kebersamaan dan kerukunan.

Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai ‘tumpengan’. Di Yogyakarta misalnya,
berkembang tradisi ‘tumpengan’ pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.

Pada jaman dahulu, sesepuh yang memimpin doa selametan biasanya akan menguraikan terlebih dahulu makna
yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang dating tahu akan makna tumpeng
dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat. Dalam selametan, nasi tumpeng kemudian
dipotong dan diserahkan untuk orang tua atau yang ‘dituakan’ sebagai penghormatan. Setelah itu nasi tumpeng
disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus
ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.

Hubungannya dengan Alam

Kehidupan orang Jawa sangat lekat dengan alam. Mereka sadar bahwa hidup mereka bergantung dari alam.
Banyak pelajaran yang menjadi pedoman hidup sehari-hari yang mereka ambil dari alam (Ch dan Sudarsono,
2008). Penempatan dan pemilihan lauk pauk dalam tumpeng juga didasari akan pengetahuan dan hubungan
mereka dengan alam.

Nasi tumpeng yang berbentuk kerucut ditempatkan di tengah-tengah dan bermacam-macam lauk pauk disusun
di sekeliling kerucut tersebut. Penempatan nasi dan lauk pauk seperti ini disimbolkan sebagai gunung dan tanah
yang subur di sekelilingnya. Tanah di sekeliling gunung dipenuhi dengan berbagai macam lauk pauk yang
menandakan lauk pauk itu semuanya berasal dari alam, hasil tanah. Tanah menjadi simbol kesejahteraan yang
hakiki.

Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng. Namun demikian, beberapa lauk yang biasa
menyertai adalah perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar/telur goreng, timun yang dipotong melintang, dan
daun seledri. Variasinya melibatkan tempe kering, serundeng, urap kacang panjang, ikan asin atau lele goreng,
dan sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa lauk-pauk yang digunakan
terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, ikan bandeng atau rempeyek teri) dan sayur-
mayur (kangkung, bayam atau kacang panjang). Setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam budaya
Jawa dan Bali. Lomba merias tumpeng cukup sering dilakukan, khususnya di kota-kota di Jawa Tengah dan
Yogyakarta, untuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.

Kebanyakan penghasilan orang Jawa diperoleh dengan bercocok tanam. Dengan banyaknya gunung yang
terdapat di pulau Jawa dan jenis tanah vulkanik yang subur dan ideal untuk bercocok tanam, banyak orang Jawa
yang tinggal disekitar daerah gunung dimana mereka menanam padi, sayur-sayuran, buah-buahan dan
memelihara ternak seperti ayam, bebek, kambing, domba, sapi atau kerbau. Jadi hampir seluruh kebutuhan
hidup mereka didapatkan dari tanah di sekitar gunung. Oleh karena itulah lauk-pauk ditempatkan di sekeliling
nasi karena memang dari sanalah mereka berasal (tanah di sekitar gunung).

Selain penempatannya, pemilihan lauk juga didasari oleh kebijaksanaan yang didapat dari belajar dari alam.
Tumpeng merupakan simbol ekosistem kehidupan. Kerucut nasi yang menjulang tinggi melambangkan
keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya, sedangkan aneka lauk pauk dan sayuran
merupakan simbol dari isi alam ini. Oleh karena itu pemilihan lauk pauk di dalam tumpeng biasanya mewakili
semua yang ada di alam ini (Shahab, 2006). Bila kita kembali sejenak pada pembahasan tentang agama dan
kepercayaan, dalam kepercayaan Hindu-Jawa alam terdiri dari alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, dan
alam manusia. Di sini, alam tumbuh-tumbuhan diwujudkan melalui bahan-bahan, misalnya kacang panjang dan
sayur kangkung. Alam fauna dapat berasal dari dua unsur: darat dan air, dan diwujudkan melalui daging hewan
seperti ayam, kambing, sapi dan jenis jenis ikan. Adapun alam manusia diwujudkan dalam bentuk keseluruhan
nasi tumpeng itu sendiri, yaitu makhluk yang bergantung pada tuhan dan alam.

Pada jaman dahulu, tumpeng selalu disajikan dari nasi putih. Nasi putih dan lauk pauk dalam tumpeng
mempunyai arti simbolik yang berbeda-beda.

1. Nasi putih: berbentuk gunungan atau kerucut yang melambangkan tangan yang merapat menyembah
tuhan. Nasi putih juga melambangkan bahwa segala sesuatu yang kita makan menjadi darah dan daging
haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuknya yang berupa gunungan juga dapat
diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita semakin “naik” dan “tinggi”.
2. Ayam: ayam jago atau jantan yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi kaldu
santan yang kental merupakan simbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang
tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge’reh’ rasa).
Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk yang dilambangkan oleh
ayam jago, diantaranya adalah sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa
tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia, dan tidak perhatian dengan anak istri.
3. Hidangan laut. Dari lauk pauk wakil dari alam fauna, sepertinya lauk yang mewakili unsur air yang
banyak mengandung makna yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Ikan sudah bisa dipastikan
mewakili hewan air. Dalam tumpeng modern, menu ikan sering digantikan dengan udang. Ada tiga jenis
ikan yang bisa dipakai untuk melengkapi jenis lauk-pauk yang terdapat di dalam tumpeng:
o Ikan Lele: ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan terdapat di dasar sungai.
Menghadirkan ikan lele sebagai lauk dalam tumpeng merupaka simbol ketabahan, keuletan
dalam hidup, serta sanggup bertahan hidup dalam situasi ekonomi paling bawah sekalipun.
Kebiasaan hidup lele juga diharapkan akan diterapkan dalam kehidupan karier manusia, yakni
agar tidak sungkan meniti karier dari bawah.
o Ikan Bandeng: Ikan bandeng terkenal dengan duri-duri halusnya yang jumlahnya seperti tidak
terbatas. Hampir setiap gigitan, hampir bisa dipastikan ada duri di dalamnya. Melalui hidangan
ini orang berharap setiap saat bisa mendapat rezeki dan jumlahnya selalu banyak atau bertambah
seperti duri ikan bandeng.
o Ikan Teri/Gereh Pethek: ikan ini dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan teri
ukurannya sangat kecil dan mudah menjadi santapan ikan yang leih besar apabila ia berenang
sendirian. Oleh karena itu ikan teri hidupnya selalu bergerombol. Ini mengingatkan manusia
bahwa mereka tidak bisa hidup sendiri. Mereka adalah makhluk yang lemah dan membutuhkan
bantuan orang lain untuk hidup. Dengan demikian, ikan teri melambangkan kerukunan dan
kerjasama yang harus dibina sesama manusia.
4. Telur: telur direbus pindang, bukan didadar atau di-mata sapi, namun harus disajikan utuh dengan
kulitnya (tidak dipotong). Untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut (kulit telur,
putih telur, dan kuning telur) melambangkan bahwa semua tindakan yang kita lakukan harus
direncanakan(dikupas), dikerjakan sesuai dengan rencana dan dievaluasi hasilnya demi tercapainya
kesempurnaan.

Piwulang Jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis, dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang
terencana, teliti, tepat perhitungan, dan diselesaikan dengan tuntas. Telur melambangkan bahwa manusia
diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang membedakannya adalah ketakwaan dan tingkah
lakunya.

Sayuran dan urab-uraban: Urap sayuran merupakan jenis menu yang umum dipilih yang dapat mewakili
tumbuhan darat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja karena tiap sayur juga mengandung perlambang
tertentu. Sayuran yang harus ada adalah:
 Kangkung: Sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusia yang
harus sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun. Kangkung juga berarti ‘jinangkung’ yang
artinya melindungi.
 Bayam: Bayam mempunyai warna hijau muda yang menyejukkan dan bentuk daunnya sederhana tidak
banyak lekukan. Sayur ini melambangkan kehidupan yang ayem tenterem (aman dan damai), tidak
banyak konflik seperti sederhananya bentuk daun dan sejuknya warna hijau pada sayur bayam.
 Taoge: Taoge muncul keluar dari biji kacang hijau. Di dalam sayur kecil ini terkandung makna
kreativitas tinggi. Seseorang yang selalu memunculkan ide-ide baru adalah seseorang yang
kreativitasnya tinggi dan bisa berhasil dalam hidupnya. Taoge juga jenis sayuran yang sangat mudah
dihasilkan. Ini mengandung pengharapan bahwa manusia dapat terus tumbuh dan berkembang,
mempunyai anak cucu.
 Kacang Panjang: Kacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusia
hendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang panjang juga melambangkan
umur panjang. Kacang panjang utuh umumnya tidak dibuat hidangan, tetapi hadir sebagai hiasan yang
mengelilingi tumpeng atau ditempelkan pada badan kerucut.
 Bawang merah (brambang): melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dari sisi baik buruknya
dengan matang.
 Cabe merah: biasanya diletakkan di ujung tumpeng. Ini merupakan simbol dilah/api yang memberikan
penerangan/tauladan yang akan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
 Kluwih: berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding yang lainnya.
 Bumbu urap yang berarti urip/hidup atau mampu menghidupi dan menafkahi keluarga.

Dari berbagai penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa pemilihan bentuk dan lauk pauk pelengkap tumpeng
bukan sekedar kebetulan atau tanpa alasan. Dasar dasar pemilihannya sangat erat kaitannya dengan hubungan
dan pengertian manusia akan alam. Bahkan dari observasi sederhana yang jauh dari penjelasan ilmiah, manusia
bisa belajar banyak hal dari alam. Hal ini dinyatakan jelas oleh tumpeng. Setiap kali tumpeng hadir dalam
sebuah acara, kita akan diingatkan kembali akan hubungan kita dengan alam dan pelajaran hidup yang kita
peroleh dari alam.

Hubungannya dengan Sosial Kemasyarakatan

Puncak sebuah upacara dimana terdapat tumpeng didalamnya ditandai dengan pemotongan bagian teratas atau
terlancip kerucut nasi tumpeng tersebut. Pemotongan ini biasanya dilakukan oleh orang yang paling dituakan
atau dihormati di komunitas dimana upacara itu dilaksanakan. Ini menyiratkan bahwa masyarakat Jawa adalah
masyarakat yang masih memegang teguh nilai nilai kekeluargaan dan memandang orang tua sebagai figur yang
sangat dihormati.

Hal ini tercermin dalam ungkapan Jawa mikul dhuwur mendhem jero yang mengandung nasihat kepada anak
untuk memperlakukan orang tuanya secara baik. Anak di sini bisa diartikan sebagai anak keturunan, generasi
muda atau bawahan, sedangkan orang tua bisa diartikan orang tua dalam hubungan darah, orang yang usianya
lebih tua, para pendahulu yang pernah berjasa, para pemimpin atau atasan. Mikul dhuwur (memikul tinggi)
memiliki arti menghormati setinggi-tingginya dan mendhem jero (menanam dalam-dalam) artinya menghargai
sebaik-baiknya atau penghargaan yang mendalam terhadap seseorang (Suratno dan Astiyanto, 2009).

Hal ini terwujud ketika orang yang dituakan memotong ujung kerucut tumpeng dan semua yang hadir
memperhatikan dan mengikuti dengan seksama. Ujung kerucut nasi tumpeng adalah bagian yang paling penting
dari tumpeng dan diperuntukkan khusus untuk orang yang dituakan sebagai tanda hormat dan bakti. Setelah
bagian itu dipotong, barulah yang lain menikmati bagian tang tersisa dari nasi tumpeng tersebut (bagian bawah
kerucut).

Dalam tradisi awalnya, upacara dalam adat Jawa merupakan upacara yang melibatkan seluruh desa atau
kampung. Begitu mengetahui tetangganya mengadakan upacara syukuran atau selamatan, sanak saudara,
kenalan dan orang yang tinggal sekitar tempat acara syukuran diadakan akan datang menawarkan bantuan tanpa
diminta. Mereka terlibat langsung mulai dari persiapan sampai dengan berakhirnya acara tersebut. Dengan
demikian, seluruh komponen upacara tersebut adalah atas hasil usaha bersama.

Hal ini merupakan hal yang lazim terjadi dalam hubungan kemasyarakatan orang Jawa yang menjunjung tinggi
asas gotong royong. Ada ungkapan Jawa yang berbunyi urip tulung tinulung(Suratno dan Astiyanto, 2009) yang
berarti bahwa dalam hidup, orang harus saling tolong menolong. Ajaran ini berangkat dari pandangan bahwa
seseorang tidak mungkin hidup seorang diri. Sudah merupakan kodrat seorang manusia yang membutuhkan
orang lain. Oleh karena itu kita harus hidup saling tolong menolong.

Hal ini berhubungan dengan ungkapan lain, yaitu nandur kebecikan, males budi (menanam kebaikan membalas
budi). Konsep nandur kebecikan merupakan peringatan agar seseorang tidak bersikap individualis atau
sombong. Pengertian ungkapan ini juga mengandung ajaran filosofis bahwa orang yang menanam pasti akan
memetik hasilnya. Bila menanam kebaikan, pasti akan memetik kebaikan pula (baik di dunia ataupun di
akhirat). Keyakinan ini membuahkan sikap murah hati untuk berbuat baik terhadap orang lain. Bila kita
menerima kebaikan dari orang lain, hendaknyalah kita males budi atau membalas budi sehingga jangan sampai
kita hidup dengan berhutang jasa atau kebaikan terhadap orang lain. Nilai nandur kebecikan, males budi yang
tertanam dalam masyarakat akan menciptakan hubungan social kemasyaratkan yang sangat harmonis yang
salah satunya diwujudkan dalam sikap gotong royong dalam mempersiapkan dan menjalankan sebuah upacara
syukuran atau selamatan.

Ada sesanti jawi yang tidak asing bagi kita, yaitu: mangan oran mangan waton kumpul (makan tidak makan
yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yang penting tetap berkumpul dengan
sanak saudara, namun harus selalu mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan
orangtua terhadap anaknya, serta kecintaan terhadap keluarga. Dimana pun kita berada, meskipun harus
merantau, maka harus tetap mengingat kepada keluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudara.

PENUTUP

Jika dilihat secara keseluruhan, makna-makna inilah yang menjadi identitas budaya dan masyarakat Jawa (dan
Indonesia pada umumnya) sehingga hadirnya tumpeng juga mengingatkan kita tentang siapa kita dan apa yang
membuat bangsa kita berbeda dari bangsa lain. Dengan begitu, tumpeng juga merupakan salah satu perangkat
identitas nasional yang harus dijaga dan dilestarikan, bukan dalam hal bentuk tumpengnya saja melainkan juga
makna-makna atau nilai nilai yang terkandung di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai