Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2 – HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. Ya, hukum perlindungan konsumen dalam hukum perdata merupakan bagian dari hukum
publik. Hukum perlindungan konsumen dalam hukum publik yang dimaksud adalah hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antar negara
dengan perorangan. Adapun yang termasuk dalam hukum publikdan terutama dalam kerangka
hukum perlindungan konsumen adalah Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum
Acara Perdata/Pidana, dan Hukum Interasional. Selain itu, aspek hukum publik merupakan aspek
hukum yang didalamnya negara, pemerintah, dan lembaga mempunyai peranan dan dapat
dimanfaatkan oleh para pihak untuk kepentingan subjektif.

Aspek hukum publik meliputi:

a.Kementrian perdagangan yaitu menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi perdagangan.

b. Direktorat jenderal standardisasi bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan


standardisasi teknis di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.

c.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

2. Hukum Perdata Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata yakni dalam
pengertian Hukum Perdata secara luas, yakni Hukum Perdata yang terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, serta Peraturan
Perundang-Undangan Nasional yang tergolong dalam hukum privat. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata walaupun tidak secara khusus menyebutkan istilah konsumen, tetapi ketentuan-
ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur masalah hubungan antara
pelaku usaha.

Contoh Hukum Perdata tentang perikatan yakni berkaitan dengan hukum perjanjian maupun
perbuatan melawan hukum.

Hukum Pidana Walaupun KUHP tidak menyebutkan kata “konsumen” tetapi secara implisit
dapat ditarik dalam beberapa pasal yang terdapat dalam KUHP yang memberikan perlindungan
hukum bagi konsumen, antara lain:
a. Pasal 204 berbunyi “Barang siapa yang menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-
bagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal
sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana paling lama lima belas tahun.
Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”
b.Pasal 359 berbunyi “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.”
c.Pasal 382 berbunyi „Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman
atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam
dengan penjara paling lama empat tahun. Bahan makanan, minuman dan obat- obatan itu
dipalsukan, jika nilai atau faedahnya menjadi kurang karena dicampur dengan sesuatu bahan
lain.

Di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat banyak sekali ketentuan pidana yang
beraspekkan perlindungan konsumen. Selain bidang kesehatan, terdapat juga hak-hak atas
kekayaan intelektual seperti hak cipta, paten, dan hak atas merek.

Hukum Administasi Negara Hukum administrasi negara mengatur penataan dan kendali
pemerintah terhadap berbagai kehidupan kemasyarakatan di antaranya membuat peraturan
perundang-undangan, pemberian izin atau lisensi, mengadakan perencanaan dan pemberian
subsidi. Pelaksanaan fungsi pemerintah dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat umum diselenggarakan dengan menjalankan kewenangan pembinaan dan
pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan masyarakat. Campur tangan
administratur negara idealnya harus dilatarbelakangi iktikad baik melindungi masyarakat luas
dari bahaya.

Pengertian bahaya disini terutama berkenaan dengan kesehatan dan jiwa. Itulah sebabnya, sejak
prakemerdekaan peraturan-peraturan tentang produk makanan, obat-obatan, dan zat-zat kimia,
diawasi secara ketat. Syarat pendirian perusahaan yang bergerak dibidang tersebut dan
pengawasan terhadap proses produksinya dilakukan ekstra hati-hati. Sanksi dalam hal
pelanggaran atas peraturan-peraturan ini disebut sanksi administratif, yang pada umumnya
ditujukan kepada para produsen maupun penyalur hasil-hasil produknya. Sanksi administratif
berkaitan dengan perizinan yang diberikan Pemerintah RI kepada pengusaha/penyalur jika terjadi
pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak oleh pemerintah.

Contoh Hukum Administrasi mencakup:


a.Peraturan yang berhubungan dengan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan barang
b.Peraturan yang berhubungan dengan praktik penjualan
c.Peraturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup

3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen Ketentuan Pasal 2 UU 8/1999 menerangkan bahwa
upaya perlindungan bagi konsumen dilakukan dengan beberapa asas perlindungan konsumen
yang relevan. Kelima asas yang dimaksud, antara lain asas manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen yang mengatur pengertian konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Namun, selain pengertian konsumen, Anda juga perlu memahami arti dari barang dan jasa itu
sendiri. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sedangkan jasa
merupakan setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa perlindungan konsumen


adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen. Perlindungan konsumen dilakukan agar masyarakat tidak mengkonsumsi atau
menggunakan produk barang dan atau jasa yang dapat membahayakan keselamatan, kesehatan,
dan sebagainya.

Asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen yang terdiri
dari manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum.

Tujuan hukum perlindungan konsumen juga dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;


b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-
haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen dengan unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi dan akses untuk mendapatkan informasi tersebut;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pada dasarnya, United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”) mengeluarkan


Guidelines for Consumer Protection, yakni sebuah pedoman yang mengatur prinsip utama
konsumen yang efektif, undang-undang perlindungan konsumen, lembaga penegakan dan sistem
ganti rugi. Pedoman ini juga membantu negara anggota untuk merumuskan dan menegakkan
hukum, peraturan dan regulasi domestik dan regional sesuai dengan keadaan ekonomi, sosial dan
lingkungan negara tersebut. Negara anggota juga akan membantu mempromosikan kerjasama
internasional di sesama negara anggota, juga berbagi pengalaman dalam hal perlindungan
konsumen.

Beberapa prinsip yang diatur dalam pedoman tersebut antara lain adalah:

1. fair and equitable treatment;


2. commercial behaviour;
3. disclosure and transparency, dan lain-lain.

Di Indonesia, sejak adanya UU Perlindungan Konsumen, maka diharapkan upaya perlindungan


konsumen yang selama ini dianggap kurang diperhatikan dapat menjadi salah satu prioritas
negara. Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang
direncanakan adalah guna meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, selain itu secara
tidak langsung dapat mendorong rasa tanggung jawab pelaku usaha ketika menyelenggarakan
kegiatan usahanya.

Sumber Referensi :

 Wiwik Sri Widiarty, Hukum Perlindungan Konsumen, Depok: PT Komodo Books, 2016
 BMP Modul HKUM4312
 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013;
 United Nations Guidelines for Consumer Protection, yang diakses pada 26 Juli 2022, pukul 14.00
WIB
 Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia,
Bandung: Nusa Media, 2016, hal. 23

Anda mungkin juga menyukai