Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 2 HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

ROBERT RIKO MARPAUNG

NIM : 048110989

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS TERBUKA

SOAL 1

Menurut pendapat anda, apakah hukum perlindungan konsumen yang ada dalam
hukum perdata adalah bagian dari aspek hukum publik? Jelaskan!

JAWAB :

Ya, hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum perdata adalah bagian dari hukum
publik.

Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan perseoragan atau
mengatur kepentingan umum.

Hukum perlindungan konsumen merupakan salah satu kajian hukum ekonomi, di mana
pembahasannya tidak bisa dilepaskan dengan bidang hukum privat (hukum perdata) maupun
bidang hukum publik (hukum pidana dan hukum administrasi negara). Hal ini mengingat
bahwa dalam hukum privat maupun publik yang juga mengatur dan melindungi kepentingan-
kepentingan konsumen, selain apa yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sebagai payung hukum perlindungan konsumen di
Indonesia.

Hukum perlindungan konsumen pada dasarnya merupakan bagian khusus dari hukum
konsumen, di mana tujuan hukum perlindungan konsumen secara khusus mengatur dan
melindungi kepentingan konsumen atas barang dan/atau jasa yang ada di masyarakat.
Ketentuan-ketentuan hukum perlindungan konsumen tersebut terdapat dalam beberapa
ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hukum perdata, hukum pidana, hukum
administrasi.
Keterkaitan aspek-aspek hukum publik (hukum pidana, hukum administrasi) dan hukum privat
(perdata) dalam hukum perlindungan konsumen menunjukkan bahwa kedudukan hukum
perlindungan konsumen berada dalam kajian hukum ekonomi. Hukum ekonomi merupakan
kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dalam
kehidupan ekonomi. Sehingga dalam hukum ekonomi tidak perlu diadakan pembedaan apakah
kaidah-kaidah itu merupakan kaidah hukum perdata atau kaidah hukum publik.

Hukum perlindungan konsumen dalam hukum publik yang dimaksud adalah hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antar negara
dengan perorangan. Adapun yang termasuk dalam hukum public dan terutama dalam kerangka
hukum perlindungan konsumen adalah Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum
Acara Perdata/Pidana, dan Hukum Interasional. Selain itu aspek hukum publik merupakan
aspek hukum yang dapat dimanfaatkan oleh negara, pemerintah, instansi yang mempunyai
peran dan kemenangan untuk dapat dimanfaatkan oleh pihak untuk kepentingan-kepentingan
subyektif.

Yang termasuk dalam aspek hukum publik yaitu:

a. Kementrian perdagangan yaitu menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi perdagangan.
b. Direktorat jenderal standardisasi bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standardisasi teknis di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.
c. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) adalah badan yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen

Dengan Hukum publik dimaksudkan Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-
alat perlengkapannya atau Hubungan antara Negara dengan perorangan. Termasuk Hukum
publik dan terutama dalam kerangka Hukum konsumen dan/atau Hukum Perlindungan
Kosumen merupakan Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum Acara Perdata
dan/atau Hukum Acara Pidana dan Hukum Internasional Khususnya Hukum Perdata
Internasional. Diantara Hukum Publik tersebut terdapat pula Hukum Administrasi Negara,
Hukum Pidana, Hukum Perdata Internasional, Hukum Acara Perdata serta Hukum Acara
Pidana yang paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan Hukum Konsumen.
SOAL 2

Berikan penjelasan disertai contoh hukum perlindungan konsumen dari aspek hukum
perdata, aspek hukum pidana dan aspek hukum administrasi yang anda ketahui?

JAWAB :

1) Aspek Hukum Perdata

Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata yakni dalam pengertian Hukum
Perdata secara luas, yakni Hukum Perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, serta Peraturan Perundang-Undangan
Nasional yang tergolong dalam hukum privat. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
walaupun tidak secara khusus menyebutkan istilah konsumen, tetapi ketentuan-ketentuan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur masalah hubungan antara pelaku
usaha.

Contoh Hukum Perdata tentang perikatan yakni berkaitan dengan hukum perjanjian maupun
perbuatan melawan hukum.

2) Aspek Hukum Pidana

Walaupun Pengaturan hukum positif dalam lapangan hukum pidana secara umum terdapat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kriminalisasi di bidang konsumen sebelum
berlakunya UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 sudah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Indonesia merdeka, melalui Undang-Undang No. 1 Tahun
1946, kitab undang-undang itu lalu diadopsi secara total. Karena perkembangan politik, adopsi
undang-undang yang semula bertujuan untuk unifikasi karena tidak mencapai tujuannya.
Hukum pidana sendiri termasuk dalam kategori hukum publik.

KUHP tidak menyebutkan kata “konsumen” tetapi secara implisit dapat ditarik dalam beberapa
pasal yang terdapat dalam KUHP yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen,
antara lain:
a. Pasal 204: “Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan
barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal
sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam, dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun”. Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah
dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun;
b. Pasal 382: “Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman
atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu, dan menyembunyikan hal itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Bahan makanan, minuman
atau obat-obatan itu palsu, jika nilainya atau kaedahnya menjadi kurang karena
dicampur dengan sesuatu bahan lain;
c. Pasal 359: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,
diancam dengan pidan penjara paling lama tahun atau kurungan paling lama satu tahun
(LN 1960 No. 1);
d. Pasal 383: “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan,
seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli: (1) karena sengaja
menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, (2) mengenai jenis
keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat”.
e. Pasal 205: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang-barang yang
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan,
tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam
dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau
denda paling banyak tiga ratus rupiah”.

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang berlaku sejak 4 November 1996.
2. Undang-Undang no 28 tahun 2014 tentang hak kekayaan alam dan intelektua. Tindak pidana
berupa pembajakan hak cipta, misalnya sekarang diubah dari delik aduan menjadi delik
biasa. Kecenderungan seperti yang terjadi dalam hukum bidang hak atas kekayaan
intelektual ini seharusnya mulai diantisipasi.
3) Aspek Hukum Administasi Negara

Hukum administrasi negara adalah instrument publik yang paling penting dalam perlindungan
konsumen. Sanksi-sanksi hukum secara perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika tidak
disertai sanksi administratif. Campur tangan administrator Negara idealnya harus
dilatarbelakangi itikad melindungi masyarakat luas dari bahaya.

Sanksi administratif ini seringkali efektif dibandingkan dengan sanksi perdata atau pidana,
antara lain :

1. Sanksi administrative dapat diterapkan secara langsung dan sepihak.


2. Sanksi perdata dan/atau pidana acapkali tidak membawa efek “jera” bagi pelakunya.

Dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang No 23 Tahun 1992, Pasal 72 ditentukan:


Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan upaya kesehatan. Dari perundang-undangan di atas terlihat beberapa
department dan/atau lembaga pemerintah tertentu yang menjalankan tindakan administrative
berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam
melaksanakan perundang-undangan

Hukum administrasi negara mengatur penataan dan kendali pemerintah terhadap berbagai
kehidupan kemasyarakatan di antaranya membuat peraturan perundang-undangan, pemberian
izin atau lisensi, mengadakan perencanaan dan pemberian subsidi. Pelaksanaan fungsi
pemerintah dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum
diselenggarakan dengan menjalankan kewenangan pembinaan dan pengawasan terhadap
berbagai kegiatan yang diselenggarakan masyarakat. Campur tangan administratur negara
idealnya harus dilatarbelakangi iktikad baik melindungi masyarakat luas dari bahaya.
Pengertian bahaya disini terutama berkenaan dengan kesehatan dan jiwa. Itulah sebabnya,
sejak prakemerdekaan peraturan-peraturan tentang produk makanan, obat-obatan, dan zat-zat
kimia, diawasi secara ketat. Syarat pendirian perusahaan yang bergerak dibidang tersebut dan
pengawasan terhadap proses produksinya dilakukan ekstra hati-hati.

Sanksi dalam hal pelanggaran atas peraturan-peraturan ini disebut sanksi administratif, yang
pada umumnya ditujukan kepada para produsen maupun penyalur hasil-hasil produknya.
Sanksi administratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan Pemerintah RI kepada
pengusaha/penyalur jika terjadi pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak oleh
pemerintah.

Contoh Hukum Administrasi mencakup:

a. Peraturan yang berhubungan dengan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan
barang.

b.Peraturan yang berhubungan dengan praktik penjualan

c.Peraturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup

SOAL 3

Coba anda uraikan peraturan perundang-undangan yang mempunyai tujuan


memberikan perlindungan kepada konsumen?

JAWAB :

Pemberlakuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)


tujuan utamanya adalah untuk melindungi konsumen. Dalam rangka mewujudkan
perlindungan terhadap konsumen, UUPK telah menetapkan sasaran atau tujuan yang hendak
dicapai tersebut.
Berikut ini, tujuan perlindungan konsumen dalam UUPK yang diatur dalam Pasal 3 UUPK.
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri.
Perlindungan konsumen tidaklah senantiasa selalu berkaitan dengan penegakan norma-
norma UUPK. Sebelum masuk ke arah penegakan hukum, perlindungan konsumen
lebih diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri. Kesadaran konsumen akan pentingnya perlindungan
konsumen merupakan salah bentuk mencegah terjadinya kerugian yang akan timbul.
Dengan meningkatnya kesadaran konsumen, maka konsumen akan cenderung lebih
berhati-hati dalam mengonsumsi atau menggunakan barang dan/atau jasa. Peningkatan
kemampuan dan kemandirian konsumen dimaksudkan agar konsumen memiliki
kemampuan dan kemandirian untuk menghindari diri dari kemungkinan adanya
kerugian akibat beredarnya barang dan/atau jasa yang ada di masyarakat.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa. Konsumen dalam posisinya yang lemah acap
kali menjadi objek dari pelaku usaha. Posisinya yang lemah sering menyebabkan posisi
tawar lemah jika dibandingkan dengan pelaku usaha. Untuk itu, paradigmanya adalah
konsumen harus sejajar dengan pelaku usaha. Konsumen bukan lagi menjadi objek,
melainkan menjadi salah satu subyek dalam kegiatan perdagangan, di mana baik pelaku
usaha maupun konsumen merupakan 2 (dua) pihak yang sejajar dan saling
membutuhkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengangkat harkat dan
martabat konsumen adalah dengan mengampanyekan konsumen cerdas.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen.
Pemberdayaan konsumen merupakan salah satu cara efektif untuk mewujudkan
perlindungan terhadap konsumen. Salah satu cara pemberdayaan konsumen yakni
membekali konsumen dengan pengetahuan tentang hukum perlindungan konsumen,
sehingga konsumen diharapkan memiliki pengetahuan dalam menuntut hak- haknya
sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
Pemberlakuan UUPK telah menetapkan berbagai hak dan kewajiban bagi konsumen
dan pelaku usaha. Hak dan kewajiban tersebut menjadi pedoman yang harus ditaati oleh
konsumen dan pelaku usaha. Pelanggaran terhadap norma-norma UUPK membawa
konsekuensi adanya kemungkinan gugatan baik dari seorang atau sekelompok
konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM),
maupun pemerintah atau instansi terkait. UUPK telah memberikan kemudahan-
kemudahan serta akses penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK selain
penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
Pemberlakuan UUPK diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pelaku usaha akan
pentingnya perlindungan terhadap konsumen. Pelaku usaha tidak bisa hanya
mementingkan kepentingan pribadinya saja dengan mengabaikan kepentingan-
kepentingan konsumen. Pelaku usaha dalam menawarkan dan/atau memasarkan
produknya seyogianya dengan sikap jujur dan bertanggung jawab, karena pada
dasarnya pelaku usaha bertanggung jawab atas peredaran produk yang ada di
masyarakat (product liability).
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.

Pemberlakuan UUPK tidaklah dimaksudkan untuk mematikan kegiatan usaha pelaku usaha.
Namun justru diharapkan dapat memacu peningkatan kualitas barang dan/atau jasa yang
dibuatnya. Di tengah persaingan usaha yang ada konsumen akan cenderung untuk memilih
barang dan/atau jasa yang memiliki kualitas baik, serta aman untuk dipergunakan atau
dikonsumsi. Kondisi demikian memacu pelaku usaha untuk senantiasa meningkatkan kualitas
barang dan/atau jasa yang dipasarkannya jika tidak ingin ditinggalkan oleh konsumennya.

Jika dilihat dari rumusan tujuan perlindungan konsumen dalam UUPK menunjukkan bahwa
perlindungan konsumen lebih dititikberatkan ke arah pemberdayaan konsumen serta
meningkatkan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya perlindungan konsumen. Tujuan
perlindungan konsumen tidak ditujukan untuk menghukum pelaku usaha atau mematikan
kegiatan usaha pelaku usaha.

SUMBER REFERENSI :

HKUM 4312, Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit Universitas Terbuka


https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/11898/8209/

Anda mungkin juga menyukai