Pertanyaan:
1. Menurut pendapat anda, apakah hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum
perdata adalah bagian dari aspek hukum publik? Jelaskan!
2. Berikan penjelasan disertai contoh hukum perlindungan konsumen dari aspek hukum
perdata, aspek hukum pidana dan aspek hukum administrasi yang anda ketahui?
Jawaban :
Jadi, menurut saya hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum
perdata adalah bagian dari aspek hukum public.
2. Hukum perdata :
Ketentuan dalam kitab undang-undang hukum perdata di atas jelas masih terlalu
umum untuk mengantisipasi perkembangan bidang hukum perdata yang sangat
dinamis itu. Dinamika yang dimaksud dapat diamati, misalnya dari makin
banyaknya bentuk-bentuk perjanjian yang dibuat oleh para pihak (individu dan
individu, atau lembaga dan lembaga, atau individu dan lembaga). Dinamika
hukum perdata ini disadari pula oleh perancang kitab undangundang hukum
perdata pada abad ke-19, antara lain dengan mencantumkan kriteria perjanjian
yang bernama (benoemd, specified) dan tidak bernama (onbenoemd, nspecified)
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai sebutan tersendiri, yakni
yang diatur atau diberi nama oleh pembentuk undang-undang. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian bernama ini diatur dalam Bab V
sampai dengan Bab XVIII (dan juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang). Di luar itu adalah perjanjian tidak bernama. +Dapatlah dibayangkan,
betapa banyak jenis-jenis perjanjian yang belum diatur dalam ketiga belas bab
itu.Adanya asas kebebasan berkontrak (partij autonomie) mendorong pihak-pihak
yang terlibat dalam hubungan keperdataan melakukan inovasi jenis-jenis
perjanjian baru. Perjanjian sewa beli, misalnya, merupakan jenis perjanjian yang
termasuk perjanjian tidak bernama menurut versi Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
Hukum pidana
Hukum administrasi memiliki tiga fungsi yaitu norma, instrumen dan jaminan.
Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah fungsi
instrumental untuk menetapkan instrumen pemerintah untuk menggunakan
kekuasaan memerintah (besturen) untuk menjamin rlindungan hukum bagi
rakyat. Dengan demikian, penegakan hukum pengawasan dan wewenang untuk
menetapkan sanksi aalah mutlak, wewenang itu harus ditetapkan baik melalui
atribusi maupun delegasi kecuali untuk sanksi pencabutan Keputusan Tata Usha
Negara [KTUN) karena menjadi kewenangan inheren dari pejabat administrasi
dapat dirumuskan secara kumulatif, baik kumulasi maupun kumulasi eksternal.
Dalam kumulasi internal, dua atua lebih sanksi administrasi seperti telah
disebutkan di atas, diterapkan bersama-sama dalam satu undang-undang.
Sedangkan, kumulasi ekternal berarti sanksi adminsitrasi diterapkan secara
bersama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana maupun sanksi perdata.
Kumulasi sanksi secara eksternal dapat dibenarkan dan tidak menyalahi asas Ne
bis in idem karena sifat dan tujuan sanksi administrasi berbeda dengan sanksi
pidana, sementara perdata lebih bersifat pemenuhan prestasi dalam hubungan
perdata yang dilakukan pemerintah dalam kapasitas sebagai subyek hukum
perdata dan bukan badan hukum publik. Penegakan hukum administrasi tidak
saja menyangkut pemahaman dasar tentang legitimasi (kewenangan) dari
pemberian ijin dan pengawasannya semata namun juga meliputi penjatuhan
sanksi khususnya prosedur dan kompetensi pengadilan yang berwenang untuk
mengadilinya. Berkaitan dengan hal ini, pasal 4 UU nomor 5 Tahun 1986 (LN
Nomor 77 Tahun 1986) tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) telah
menegaskan kewenangannya dalam mengadili sengketa tata usaha negara
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal
33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prov/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Perlindungan konsumen tentu menjadi hal yang sangat penting dalam segala
jenis transaksi jual beli. Konsumen dan pelaku usaha atau produsen berhak
untuk menerima manfaat yang tidak merugikan salah satu pihak. Keterbukaan
informasi juga menjadi tolak ukur utama yang harus diterapkan pelaku usaha
atau produsen terhadap konsumen. Hal tersebut berguna untuk mendapatkan
kepercayaan dan rasa aman konsumen sebagai pengguna produk yang
ditawarkan.
Referensi:
- BMP HKUM4312 “Hukum Perlindungan Konsumen”
- https://skullcmeira.blogspot.com/2011/10/hukum-perlindungan-
konsumen-ditinjau.html