Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 2

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

NAMA : IDA AYU PUAN MAHARANI


NIM : 045232333
Contoh kasus:

Dalam membangun hukum perlindungan konsumen dengan kerangka sistem hukum


indonesia berarti menghubungkan adanya kaitan antara hukum perlindungan konsumen
dengan peraturan UU yang mempunyai tujuan memberikan perlindungan kepada
konsumen. Terdapat aspek-aspek hukum perdata dan hukum Publik.

Pertanyaan:

1. Menurut pendapat anda, apakah hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum
perdata adalah bagian dari aspek hukum publik? Jelaskan!

2. Berikan penjelasan disertai contoh hukum perlindungan konsumen dari aspek hukum
perdata, aspek hukum pidana dan aspek hukum administrasi yang anda ketahui?

3. Coba anda uraikan peraturan perundang-undangan yang mempunyai tujuan memberikan


perlindungan kepada konsumen?

Jawaban :

1. Hukum Perlindungan Konsumen dalam banyak aspek berkolerasi erat dengan


hukum-hukum perikatan perdata, tetapi tidak berarti hukum perlindungan
konsumen semata-mata ada dalam wilayah hukum perdata. Ada aspek-aspek
hukum perlindungan konsumen yang berada dalam hukum public, terutama
hukum pidana dan hukum administrasi negara. Jadi, tepatnya hukum
perlindungan konsumen ada di wilayah hukum privat (perdata ) dan di wilayah
hukum public.

Hukum public adalah aturan-aturan hukum yang mengatur kepentingan umum


sehingga yang melaksanakan adalah terutama pemerintah. Jika hukum perdata
hukum yang umum berlaku yang memuat ketentuan orang dalam Masyarakat
pada umumnya, sedangkan hukum public memuat aturan tugas-tugas atau
kewajiban negara dan mengakibatkan hak-hak perorangan dicampuri oleh alat
perlengkapan negara. Termasuk hukum public dalam kerangka hukum
konsumen dan atau hukum perlindungan konsumen adalah hukum administrasi
negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan/atau hukum acara pidana dan
hukum internasional khusunya perdata internasional.

Jadi, menurut saya hukum perlindungan konsumen yang ada dalam hukum
perdata adalah bagian dari aspek hukum public.

2.  Hukum perdata :

Ketentuan dalam kitab undang-undang hukum perdata di atas jelas masih terlalu
umum untuk mengantisipasi perkembangan bidang hukum perdata yang sangat
dinamis itu. Dinamika yang dimaksud dapat diamati, misalnya dari makin
banyaknya bentuk-bentuk perjanjian yang dibuat oleh para pihak (individu dan
individu, atau lembaga dan lembaga, atau individu dan lembaga). Dinamika
hukum perdata ini disadari pula oleh perancang kitab undangundang hukum
perdata pada abad ke-19, antara lain dengan mencantumkan kriteria perjanjian
yang bernama (benoemd, specified) dan tidak bernama (onbenoemd, nspecified)
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai sebutan tersendiri, yakni
yang diatur atau diberi nama oleh pembentuk undang-undang. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian bernama ini diatur dalam Bab V
sampai dengan Bab XVIII (dan juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang). Di luar itu adalah perjanjian tidak bernama. +Dapatlah dibayangkan,
betapa banyak jenis-jenis perjanjian yang belum diatur dalam ketiga belas bab
itu.Adanya asas kebebasan berkontrak (partij autonomie) mendorong pihak-pihak
yang terlibat dalam hubungan keperdataan melakukan inovasi jenis-jenis
perjanjian baru. Perjanjian sewa beli, misalnya, merupakan jenis perjanjian yang
termasuk perjanjian tidak bernama menurut versi Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata

 Hukum pidana

Diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat banyak ekali ketentuan


pidana yang beraspekkan perlindungan konsumen. Lapangan pengaturan yang
paling luas kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen terdapat pada
bidang kesehatan. Termasuk dalam kelompok ini adalah UndangDownloaded by
Ida ayu puan maharan (dayupuan85281@gmail.com) lOMoARcPSD|32575037
Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang berlaku sejak 4 November
1996. Ketentuan-ketentuan di lapangan hukum kesehatan dapat dikatakan
merupakan instrumen hukum yang paling luas-namun tidak berarti memadai-
dalam mengatur hak-hak konsumen dibandingkan dengan lapangan hukum
lainnya. Dari ilustrasi di atas, segera dapat disadari betapa terbatasnya upaya
konsumen menuntut hakhaknya secara hukum pidana, jika belum ada peraturan
perundangundangannya yang dapat dijadikan sandaran. Di samping itu, tidak
sedikit pula upaya konsumen menuntut tenaga profesional yang melakukan
perbuatan malpraktik, dapat menemukan jalan buntu karena dalih yang sama
Contoh ; kasus dokter Hewan dari Huizen tersebut. Padahal, di kalangan
profesional sendiri, belum tentu ada kesatuan pendapat tentang standar suatu
perbuatan. Dengan demikian, kembali pihak konsumen ditempatkan pada posisi
yang tidak menguntungkan.Pada intinya hukum pidana sulit ditempatkan pada
perlindungan konsumen.

 Aspek administrasi negara

Hukum administrasi memiliki tiga fungsi yaitu norma, instrumen dan jaminan.
Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah fungsi
instrumental untuk menetapkan instrumen pemerintah untuk menggunakan
kekuasaan memerintah (besturen) untuk menjamin rlindungan hukum bagi
rakyat. Dengan demikian, penegakan hukum pengawasan dan wewenang untuk
menetapkan sanksi aalah mutlak, wewenang itu harus ditetapkan baik melalui
atribusi maupun delegasi kecuali untuk sanksi pencabutan Keputusan Tata Usha
Negara [KTUN) karena menjadi kewenangan inheren dari pejabat administrasi
dapat dirumuskan secara kumulatif, baik kumulasi maupun kumulasi eksternal.
Dalam kumulasi internal, dua atua lebih sanksi administrasi seperti telah
disebutkan di atas, diterapkan bersama-sama dalam satu undang-undang.
Sedangkan, kumulasi ekternal berarti sanksi adminsitrasi diterapkan secara
bersama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana maupun sanksi perdata.
Kumulasi sanksi secara eksternal dapat dibenarkan dan tidak menyalahi asas Ne
bis in idem karena sifat dan tujuan sanksi administrasi berbeda dengan sanksi
pidana, sementara perdata lebih bersifat pemenuhan prestasi dalam hubungan
perdata yang dilakukan pemerintah dalam kapasitas sebagai subyek hukum
perdata dan bukan badan hukum publik. Penegakan hukum administrasi tidak
saja menyangkut pemahaman dasar tentang legitimasi (kewenangan) dari
pemberian ijin dan pengawasannya semata namun juga meliputi penjatuhan
sanksi khususnya prosedur dan kompetensi pengadilan yang berwenang untuk
mengadilinya. Berkaitan dengan hal ini, pasal 4 UU nomor 5 Tahun 1986 (LN
Nomor 77 Tahun 1986) tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) telah
menegaskan kewenangannya dalam mengadili sengketa tata usaha negara

3. Perlindungan konsumen adalah keseluruhan peraturan dan hukum yang


mengatur hak dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya-upaya untuk
menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen
(Sidobalok 2014:39). Perlindungan konsumen berlaku untuk segala jenis
transaksi jual beli, baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui platform
online. Ya, walau dilakukan tanpa bertatap muka secara langsung, konsumen
tetap memiliki hak penuh untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang
dijanjikan melalui iklan. Jika tidak sesuai, konsumen berhak
mengajukan perlindungan konsumen sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.

Undang Undang Perlindungan Konsumen

Di Indonesia, terdapat beberapa undang undang perlindungan konsumen yang dapat


menjadi dasar hukum saat mengajukan perlindungan konsumen. UU Perlindungan
Konsumen yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal
33.
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3821
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prov/Kab/Kota
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, perlindungan konsumen diperuntukan untuk


pemberian kepastian, keamanan, serta keseimbangan hukum antara produsen dan
konsumen. Tujuan dibuatnya uu perlindungan konsumen tertera pada Pasal 3 UUPK
8/1999 dengan penjelasan sebagai berikut:
 Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian dan/atau jasa.
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen.
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

Perlindungan konsumen tentu menjadi hal yang sangat penting dalam segala
jenis transaksi jual beli. Konsumen dan pelaku usaha atau produsen berhak
untuk menerima manfaat yang tidak merugikan salah satu pihak. Keterbukaan
informasi juga menjadi tolak ukur utama yang harus diterapkan pelaku usaha
atau produsen terhadap konsumen. Hal tersebut berguna untuk mendapatkan
kepercayaan dan rasa aman konsumen sebagai pengguna produk yang
ditawarkan.

Referensi:
- BMP HKUM4312 “Hukum Perlindungan Konsumen”
- https://skullcmeira.blogspot.com/2011/10/hukum-perlindungan-
konsumen-ditinjau.html

Anda mungkin juga menyukai