Anda di halaman 1dari 5

1.

A. Agraria berasal dari Bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah. Menurut
KBBI, agrarian berarti urusan pertanian atau tanah pertanian yang juga urusan pemilikan
tanah. Dengan demikian, istilah agararia selalu dihubungkan dengan usaha pertanian. Di
Indonesia, istilah agrarian di lingkunganb administrasi pemerintahamn dipakai dalam arti
tanah, baik tanah pertanian maupun nonp[ertanian. Adapun administrasi pertanahan melipuiti
tanah-tanah di daratan maupun yang berada di bawah air, baik air daratan maupun air laut.
Hukum agrarian dalam pengertian UUPA Hukum agrarian merupakan suatu kelompok
berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber -
sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agrarian.
Sedangkan, Administrasi Pertanahan merupakan suatu usahaa dan manajemen yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan
mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuang perundang-
undangan yang berlaku. Dengan demikian, administrasi pertanahan merupakan bagian dari
administrasi negara.
Berdasaarkan penjelasan di atas, terlihat jelas hubungan antara agararia, hukum agrarian, dan
administrasi pertanahan. Dalam hal ini, agrarian membahas arti agrarian secara umum yang
mencakup bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahkan hingga batas-
batas tertentu ruang angkasa. Sementara itu, hukum agrarian merupakan aturan hukum
tentang berbagai objek agrarian yang termasuk peraturan tentang tanah tentunya memiliki
kaitan yang erat dengan administrasi pertanahan karena membahas administrasi berarti
membahas juga aturan hukum dari tanaah itu sendiri. Apabila hukum hukumn diatas tidak
dikaitkan, maka tidak akan bisa terciptanya suatu administrasi pertanahan yang baik.

B. Hukum agrarian dalam pengertian UUPA Hukum agrarian merupakan suatu kelompok
berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber -
sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agrarian. Kelompok tersebut menurut
Budi Harsono terdiri atas berikut ini:
- Hukum tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi.
- Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air (UU No 11 Tahun 1974 Tentang
Pengairan)
- Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian (UU
No. 11 Tahun 1967 Tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan).
- Hukum perikanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung
di dalam air ( UU No 9 tahun 1985 tentang perikanan).
- Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang mengatur hak-
hak pengusaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksud dalam Pasal
45 UUPA.
Tata ruang dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk dalam ruang
lingkup hukum agrarian.

Jawaban tersebut sudah sesuai dengan sumber hukum agraria yang sudah dijelaskan
sebelumnya.

Dalam UUPA sudah dijelaskan bahwa ruang lingkup agraria mencakup bumi, air, ruang
angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, menjadi
babak baru terbentuknya lembaga penataan ruang dalam wadah Kementerian Agraria dan
Tata Ruang yang masih berdampingan dengan organisasi Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Penggabungan dua aspek tersebut diharapkan bisa saling bersinergi untuk menyelesaikan
berbagai masalah tentang perencanaan, pemilikan, pengusahaan, dan pemanfaatan atas
seluruh tanah secara utuh hingga detil tata ruang.

2.

A. Apabila masyarakat yang memiliki tanah tidak dapat membuktikan adanya sertifikat
kepemilikan tanah sebelum berlakunya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), maka
berdasarkan hukum yang berlaku, tanah tersebut dapat dinyatakan tidak sah sebagai hak milik
pribadi atau hak pengelolaan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat yang tersebut juga tidak
memiliki hak untuk menjual, mengambil jaminan, atau memberikan hak atas tanah tersebut
kepada pihak lain. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat yang memiliki tanah
untuk membuktikan kepemilikan tanahnya dengan cara membuat sertifikat tanah yang sah.

B. Setelah berlakunya UUPA, maka semua hak-hak barat yang belum dibatalkan sesuai
ketentuan sebagaimana tersebut diatas, dan masih berlaku tidak serta merta hapus dan tetap
diakui, akan tetapi untuk dapat menjadi hak milik atas tanah sesuai dengan sistem yang diatur
oleh UUPA, harus terlebih dahulu dikonversi menurut dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
konversi dan aturan pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan konversi tersebut ada beberapa
prinsip, yaitu:

- Prinsip Nasionalitas

- Pengakuan hak-hak atas tanah terdahulu

- Penyesuaian pada ketentuan konversi

- Status Quo hak-hak tanah terdahulu

- Hak van Gebruik

Konversi hak-hak atas tanah adalah penyesuaian hak lama atas tanah menjadi hak baru
menurut Undang-Undang Pokok Agraria.4 Sedangkan menurut A.P Parlindungan, konversi
hak-hak atas tanah adalah bagaimana pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum
berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem UUPA.5

Dalam UUPA terdapat 3 (tiga) jenis konversi:

· Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah hak barat

· Konversi hak atas tanah, berasal dari hak Indonesia

· Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah bekas Swapraja

Khusus konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdapat 3 (tiga ) hak yang
dikonversi ke dalam UUPA, yaitu; Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstall. Apabila kita
cermati arti konversi diatas, bahwa ada suatu peralihan atau perubahan dari hak tanah tertentu
kepada hak tanah yang lain, yaitu perubahan hak lama yang secara yuridis adalah hak-hak
sebelum adanya UUPA menjadi hak-hak baru atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
rumusan UUPA, khususnya sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) antara lain hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

3.

A. [21.58, 20/12/2022] Vickry: Pembatalan sertifikat tanah merupakan pembatalan keputusan


pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah. Hal tersebut bisa terjadi
dikarenakan beberapa alasan. Salah satunya yang sering terjadi adalah alasan administratif,
sertifikat hak atas tanah dapat dibatalkan apabila dalam hal tersebut ada pihak lain yang dapat
membuktikan suatu bidang tanah yang diterbitkan sertifikat itu adalah secara sah dan nyata
miliknya. Tentunya dengan didukung oleh putusan pengadilan yang telah inkracht.

Pembatalan sertifikat tanah otomatis juga membatalkan kepemilikan hak atas tanah terhadap
pemilik yang dibatalkan sertifikatnya. Maka dari itu tak ada perbedaan antara pembatalan
sertifikat tanah dan pembatalan hak atas tanah.

Pembatalan sertifikat tanah bisa dilakukan apabila ada kesalahan perhitungan luas tanah,
ataupun masalah lainnya

[21.58, 20/12/2022] Vickry: berdasarkan Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara


Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permen
Agraria/BPN 9/1999”) menjelaskan bahwa pembatalan hak atas tanah sebagai pembatalan
keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan
tersebut mengandung cacat hukum administratif dalam penerbitannya atau untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.

Pembatalan hak atas tanah juga dapat terjadi karena melaksanakan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap. Surat keputusan pembatalan hak atas tanah menurut Pasal 104 ayat
(2) Permen Agraria/BPN 9/1999, diterbitkan apabila terdapat:cacat hukum administratif;
dan/atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999, yang menjadi objek
pembatalan hak atas tanah meliputi:

-surat keputusan pemberian hak atas tanah.

-sertifikat hak atas tanah.

-surat keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.

B. Sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, artinya bahwa sertipikat merupakan
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik
dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridisnya sesuai
dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang tersedia. Sehingga, apabila
selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis yang tercantum
dalam surat ukur dan buku tanah, harus diterima sebagai data yang benar dan pasti. Dengan
kata lain, yang dapat dibuktikan dari sertipikat adalah:

a. Data Fisik Tanah, yaitu data mengenai fisik tanah bersangkutan, menyangkut tentang: letak
tanah, batas-batas tanah dan luas tanah;
b. Data Yuridis Tanah, yaitu data mengenai yuridis tanah bersangkutan, menyangkut tentang:
haknya apa, siapa pemiliknya dan ada atau tidak hak-hak lain yang membebaninya.
Sertifikat hak milik atas tanah sebagai bukti alas hak yang sah dan dimiliki kekuatan
pembuktian sempurna. Dengan diterbitkannya sertifikat, kepastian hukumnya akan lebih
terjamin.
Pembatalan sertifikat hak atas tanah bisa dilakukan, salah satu alasannya karena sertifikat
tersebut mengandung cacat hukum administratif dalam penerbitannya. Atau untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.

Adapun pembatalan ini diatur dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permen
Agraria/BPN 9/1999”).

Dalam aturan tersebut, pembatalan hak atas tanah diartikan sebagai pembatalan keputusan
pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah. Dengan batalnya sertifikat hak
atas tanah, maka batal pula hak atas tanah tersebut.

Selain karena alasan administratif, sertifikat hak atas tanah bisa dibatalkan apabila dalam hal
ada pihak lain yang dapat membuktikan suatu bidang tanah yang diterbitkan sertifikat itu
adalah secara sah dan nyata miliknya. Tentunya dengan didukung oleh putusan pengadilan
yang telah inkracht.
Terdapat 3 cara untuk membatalkan sertifikat ha katas tanah, di antaranya yaitu permintaan
pembatalan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN, Gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN), dan Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri.

Anda mungkin juga menyukai