Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3

ILMU NEGARA

Oleh: Ida Ayu Puan Maharani


NIM: 045232333

UNIVERSITAS TERBUKA
2022.2
Pertanyaan

1. Berikan analisis permasalahan yang terjadi dalam sistem peradilan seperti kasus di atas
menggunakan kerangka konsep negara bersusun tunggal!

2. Dari contoh kasus di atas, bagaimana pelaksanaan kekuasaan yuridis pada negara kesatuan
dan federal menggunakan rujukan teori ahli!

Jawaban

1. Negara bersusun tunggal disebut juga negara kesatuan atau negara unitaris. Ditinjau dari
segi susunannya, negara kesatuan adalah negara yang tidak bersusunan daripada beberapa
negara, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, tidak ada negara
di dalam negara. Dalam negara kesatuan itu hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan
pusat yang mempunyai kekuasaan/ wewenanng tertinggi dalam segala alapangan
pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat
memutuskan segala sesuatu di dalam negara tersebut.

Penggunaan istilah, division of power, separation of power,distribution of power,dan


allocation of power, memiliki nuansa yang sebanding dengan pembagian kekuasaan,
pemisahan kekuasaan pemilahan kekuasaan , dan distribusi kekuasaan.

Di indonesia, pada saat penyusunan konstitusi, para perumusnya bersepakat bahwa UUD
1945 memang tidak didasarkan atas teopri Trias politica yang memisahkan secara tegas
antara tiga cabang kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif. Di Indonesia memang ada
kekuasaan dan fungsi-fungsi yang mirip dengan hal yang diciptakan dalam Trias politica
yaitu Legislatif , eksekutif, dan yudikatif. Organ-organ kekuasaan di Indonesia menurut UUD
1945 tidak terbatas pada tiga poros, tetapi ada lima poros yang kedudukannya sejajar yaitu
legislative, eksekutif,yudikatif dan auditif. Kekuasaan legislative dilakukan oleh DPR
Bersama Presiden, kekuasaan eksekutif dilakukan oleh Presiden, kekuasaan yudikatif
vdilakukan MA dan MK, dan kekuasaan auditif dilakukan oleh BPK. Dalam UUD 1945 di
antara kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif tidak diatur pemisahan yang kaku,
melainkan ada hubungan kerja sama anatarlembaga-lembaga yang bersangkutan.

Sejalan dengan kasus di atas, pembatasan kekuasaan dimaksudkan untyk mencegah


sentralisasi kekuasaan ke dalam satu tangan atau Lembaga. Konsep ini kemudian
dikembangkan oleh Montesquieu yang membagi kekuasan adalam 3 bentuk , yaitu
legislative, eksekutif, dan yudikatif, yang dikenal dengan Trias Politica. Dalam ajaran Trias
politica, terdapat suasana checks and balances di mana di dalam hubungan antarlembaga
negara itu terdapat saling menguji karena masing-masing Lembaga tidak boleh melampaui
batas kekuasaan yang sudah ditentukan atau masing-masing Lembaga tidak mau dicampuri
kekuasaanya sehingga antarlembaga itu terdapat suatu perimbangan kekuasaan. Montesquieu
sangat menekankan kebebasan kekuasaan yudikatif karena pada titik inilah letak
kemerdekaan individu dan HAM dijamin. Salah satunya contoh pelaksanaan checks and
balances yaitu, control yurisdiksi.

2. Yurisdiksi adalah kewenangan bedasarkan hukum, yang mana kewenangan ini bukan lah
hal yang berdiri sendiri, melainkan bedasarkan hukum dan dibatasi oleh nilai-nilai hukum.
Yurisdiksi berasal dari bahasa Latin jurisdictio. Kata ini terdiri dari dua kata, juris yang
artinya 'kepunyaan menurut hukum' dan dictio yang artinya adalah 'sabda'. Yurisdiksi dapat
disimpulkan menurut bahasa Latin sebagai berikut:

1. Kepunyaan seperti yang ditentukan oleh hukum;


2. Hak menurut hukum;
3. Kekuasaan menurut hukum, dan;
4. Kewenangan menurut hukum.
Menurut Huala Adolf, yurisdiksi adalah kekuasaan atau kompetensi Hukum Negara terhadap
orang, benda atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar
kedaulatan Negara, kesamaan drajat Negara dan prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksi juga
merupakan suatu bentuk kedaulatan yang vital den sentral yang hubungan atau kewajiban
Hukum. Yurisdiksi hadir karena adanya tindakan:

1. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk menetapkan, membuat peraturan atau


keputusan-keputusan.
2. Eksekutif, yaitu kekuasaan mengadili orang (benda atau peristiwa) agar
mereka menaati peraturan(hukum) yang berlaku.
3. Yudikatif, Kekuasaan untuk mengadili orang, berdasarkan atas suatu
peristiwa.

Dilihat dari kasus dan disesuaikan dengan penjelasan di atas, bahwa negara kesatuan telah
melaksanakan kekuasaan yurisdiksi yang berasas pada teori Trias politica, dimana terdapat
pembagian kekuasaan negara menjadi 3 bagian yaitu, legislative, eksekutif, dan yudikatif.
Hal ini dilakukan demi terciptanya system chceks and balance di dalam suatu negara.

Sedangkan, Dalam sebuah federasi, status pemerintahan dari negara-negara bagian, serta
pembagian kekuasaan antara negara-negara bagian dan pemerintah pusat, biasanya secara
konstitusional mengakar dan tidak boleh diubah oleh keputusan sepihak dari salah satu pihak,
negara bagian atau badan politik federal.

Sebagai alternatif, federasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana kekuasaan kedaulatan
secara formal dibagi antara otoritas pusat dan sejumlah daerah konstituen sehingga masing-
masing daerah mempertahankan tingkat kontrol atas urusan internalnya.

Dalam beberapa kasus, federasi dibuat dari penyatuan entitas politik, yang merupakan
wilayah independen, atau teritori dari entitas berdaulat lain (paling sering merupakan
kekuatan kolonial). Dalam kasus lain, negara-negara federasi telah dibuat dari wilayah negara
kesatuan sebelumnya. Setelah konstitusi federal terbentuk, aturan yang mengatur hubungan
antara kekuatan federal dan regional menjadi bagian dari hukum konstitusi negara dan bukan
hukum internasional.

Di negara-negara dengan konstitusi federal, ada pembagian kekuasaan antara pemerintah


pusat dan negara-negara bagian. Entitas-entitas ini – negara bagian, provinsi, kabupaten,
kanton, dan lain-lain, sebagian memerintah sendiri dan diberikan tingkat otonomi yang
dijamin konstitusinya yang bervariasi secara substansial dari satu federasi ke federasi lainnya.

Hal tersebut tergantung pada bentuk yang diambil oleh desentralisasi kekuasaan, kekuasaan
legislatif negara federasi mungkin atau mungkin tidak ditolak atau diveto oleh pemerintah
federal. Hukum yang mengatur hubungan antara kekuatan federal dan regional dapat
diamandemen melalui konstitusi nasional atau federal, dan, jika ada, konstitusi negara juga.

Pertanyaan

3. Dari pernyataan di atas, buatlah analisis perbandingan konsep pemisahan kekuasaan


menurut John Locke dengan Montesqueu!

Jawaban

3. Pembagian kekuasaan bertujuan untuk menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan atau


wewenang pada satu pihak atau lembaga. Jika suatu kekuasaan atau wewenang hanya
berpusat pada satu tangan saja, makan akan muncul pemerintahan yang bersifat absolut atau
otoriter.

Pemerintahan absolut merupakan bentuk pemerintahan yang dikepalai presiden, raja, ratu,
atau kaisar yang memegang kekuasaan dengan tidak terbatas. Sementara itu, pemerintahan
otoriter merupakan bentuk pemerintahan yang kepala pemerintahannya bertindak sewenang-
wenang dan tidak memerhatikan aspek kebebasan individu.

John Locke adalah orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara.
John Locke mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara dibagi dalam beberapa organ
negara yang mempunyai fungsi berbeda-beda. Ia mengusulkan, agar pemerintah tidak
sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan, seperti
dikutip dari 'Buku Ajar Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan' oleh Wahono dan
Abdul Atsar.

Teori pemisahan kekuasaan tersebut ditulis John Locke dalam buku "Two Treaties on Civil
Government (1660).

Pembagian kekuasaan menurut John Locke yaitu sebagai berikut:

- Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.


- Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk
kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
- Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untung melaksanakan hubungan luar negeri.

Pendapat John Locke di atas mendasari munculnya teori pembagian kekuasaan sebagai
gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolute) dalam suatu
negara.

Baron de Montesquieu

Pembagian kekuasaan menurut Montesquieu terdiri dari kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Montesquieu menjelaskan kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat
peraturan dan undang-undang. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan atau
menjalankan undang-undang. Sedangkan, kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang
mengawasi jalannya pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Montesquieu menyatakan
bahwa idealnya, kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus dilenbagakan masing-
masing dalam tiga lembaga negara berbeda. Satu lembaga hanya dapat menjalankan satu
sungsi kekuasaan dan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing.

Berbeda dengan Montesquieu, John Lock meletakkan kekuasaan yang mengawasi jalannya
perundang-undangan atau yudikatif ke dalam kekuasaan eksekutif. Sedangkan, Montesquieu
memisahkan kekuasaan yudikatif dan eksekutif untuk memberikan kebebasan dan
kemerdekaan. Montesquieu meletakkan kekuasaan federatif ke dalam kekuasaan eksekutif.
Meskipun demikian, John Locke dan Montesquieu sama-sama berpandangan bahwa
kekuasaan di dalam suatu negara harus dipisahkan untuk menjamin kemerdekaan warga
negara dan perlindungan hak asasi manusia.

Sumber referensi:

- Aminoto,dkk (2022), Ilmu Negara (BMP), Tangerang Selatan:Universitas


Terbuka

- Djuyandi, Yusa. 2017. Pengantar Ilmu Politik. Depok: Rajagrafindo Persada

- https://apayangdimaksud.com/yurisdiksi.html

Anda mungkin juga menyukai