Anda di halaman 1dari 15

ILMU NEGARA (TUGAS 5)

Uraikan tentang model-model kekuasaan suatu Negara!

Nama : Putri Ayu Pratiwi


NIM : 180111100084
Kelas : B

A. Kekuasaan
Sebelum menguraikan lebih jauh mengenai model-model kekuasaan suatu Negara.
Maka akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai apa itu kekuasaan. Berbicara mengeni
kekuasaan pasti ada kaitannya dengan kekuatan. Namun apakah diantara kekuasaan
(power) dengan kekuatan (force) itu sama? Sering kita lihat seorang yang fisiknya lemah
bisa menjadi penguasa, bahkan penguasa di Negara kita sendiri Indonesia tidak
memandang usia baik dari yang muda bahkan tua bisa menjadi penguasa. Jadi dapat
ditarik kesimpulan bahwasanya kekuasaan tidak selalu menyertai kekuatan dan
sebaliknya. Ini disebabkan karena kekuasaan tidak selalu bahkan sering tidak bersumber
pada kekuatan fisik.
Kekuasaan sering bersumber dari wewenang formal (formal authority) yang
memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu pihak dalam bidang
tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa kekuasaan bersumber pada hukum, yaitu ketentuan-
ketentuan hukum mengatur wewenang tadi dan pejabat termasuk dalam golongan ini 1
Kita mengenal polisi, kejaksaan, dan pengadilan sebagai alat pemaksaan atau penegak
hukum Negara yang masing-masing ditentukan batas wewenangnya2
Jadi, kesimpulan yang didapat dari seluruh pemaparan diatas bahwa kekuasaan
merupakan suatu unsur mutlak dalam suatu masyarakat dalam arti masyarakat diatur oleh
dan berdasarkan hukum. Secara analitik, dapat barangkali dikatakan bahwa kekuasaan
merupakan fungsi dari masyarakat yang teratur 3. Dan kesimpulan ini barangkali dapat
diungkapkan dalam slogan bahwa; hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan ,
kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.

B. Negara dan Kekuasaan


Negara dalam kaitannya dengan kekuasaan dalam hal ini berarti Negara sebagai
organisasi besar yang dikelola secara modern. Di dalam organisasi sebesar itu, senantiasa
diselimuti sejumlah kompleksitas permasalahan yang bersumber pada kedaulatan
(souverignty). Sorotan terhadap kedaulatan Negara misalnya, kekuasaan Negara untuk
mengelola SDM dan SDA yang ada di dalam Negara yang bersangkutan untuk mencapai

1
Muchtar Kusumaatmadja dan B.Arief Sidharta,Pengantar Ilmu Hukum “Suatu Pengenalan Pertama Ruang
Lingkup berlakunya Ilmu Hukum”(Bandung:PT Alumni,2013),Cet.3,hlm.34.
2
Ibid.
3
Ibid.,hlm.35.
tujuan bersama seperti diamanatkan konstitusi. Oleh sebab itu, Negara harus memiliki
kekuasaan yang secara normative tertuang dalam konstitusi4.

C. Kekuasaan Negara = Sifat-sifat Negara


Kekuasaan Negara itu menunjukkan Negara memiliki sifat-sifat khusus yang
merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada
Negara saja dan tidak terdapat pada organisasi lainnya. Untuk itu kita akan membahas
sifat-sifat Negara tersebut untuk memperkuat pembahasan sebelumnya mengenai
kekuasaan Negara. Miriam budiardjo menjelaskan bahwa sifat-sifat khusus Negara ada
tiga,yaitu;
1. Sifat Memaksa
Negara memiliki sifat memaksa,yaitu kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik
secara legal.sarana untuk itu adalah polisi,tentara.dsb. Walaupun organisasi dan
asosiasi yang lain dari Negara juga memiliki aturan; namun aturan-aturan yang
dikeluarkan Negara lebih mengikat.
Unsur paksa ini dapat dilihat, misal pada ketentuan tentang pajak. Setiap warga
Negara harus membayar pajak dan orang yang menghindari kewajiban ini dapat
dikenakan denda, atau disita bahkan di beberapa Negara malah dapat dikenakan
hukuman kurungan.
2. Sifat Monopoli
Negara memiliki kekuasaan monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari
masyarakat. Dalam rangka ini, Negara dapat melarang aliran kepercayaan atau
aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan karena bertentangan
dengan masyarakat.
Misal, dikeluarkannya Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 tentang PKI, pernyataan
sebagai partai terlarang di seluruh wilayah Indonesia bagi PKI dan larangan setiap
kegiatan dalam menyebarkan atau mengembangkan paham komunis atau
marxisme leninisme.
3. Sifat mencakup semua (all encompassing,all embracing)
Sifat ini maksudnya semua peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan
membayar pajak) berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. Keadaan demikian
penting, sebab bila dibiarkan diluar ruang lingkup aktivitas Negara, maka usaha
Negara kearah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal5.
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan,yaitu; Negara adalah lembaga
yang memiliki kekuasaan sangat besar dalam sebuah masyarakat dan memiliki kekuasaan
untuk memaksakan kehendaknya kepada masyarakat. Kekuasaan yang sangat besar ini
diperoleh Negara karena Negara sebagai lembaga yang mewakili kepentingan umum.
Dengan demikian, Negara memiliki dua sisi, pada satu sisi Negara berwujud sebagai
4
Efriza,Kekuasaan Politik “Perkembangan Konsep,Analisis,dan Kritik” (Malang:Intrans Publishing,2016),hlm.229-
230.
5
Ibid.,hlm.235-236.
seperangkat institusi dan di sisi lain Negara berwujud sebagai seperangkat aturan hukum.
Yang kesemua sisi Negara ini bertujuan melayani dan mengatur kepentingan masyarakat
yang ada di dalam Negara tersebut6.

D. Model-model Kekuasaan Negara


Kekuasaan Negara yang bertumpu pada satu tangan akan mengakibatkan sang
penguasa (raja,khalifah,presiden dan apapun istilahnya) berpotensi besar untuk
menyalahgunakan kekuasaannya7. Maka teori politik menawarkan adanya pemisahan
kekuasaan menjadi pembagian kekuasaan atau bisa disebut model kekuasaan Negara
yang dapat dibagi menjadi dua model yaitu secara vertical dan horizontal. Jika secara
vertical mengenai pembagian kekuasaan Negara antara beberapa tingkat pemerintahan
sementara horizontal menunjukkan pembagian kekuasaan berdasarkan pembedaan antara
fungsi pemerintahan dan sesuai dengan hukum trias politica,yaitu pembagian kekuasaan
secara terpisah dan mandiri.8
1) Model Kekuasaan Negara secara Vertikal
Pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan atau dapat
dinamakan pembagian kekuasaan secara territorial,misalnya antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam suatu Negara kesatuan, atau Negara federal dan pemerintah
Negara bagian suatu Negara federal. Pembagian kekuasaan semacam ini terutama
menyangkut persoalan federalism.Bentuk-bentuk tersebut akan diuraikan satu persatu
sebagai berikut;
a. Konfederasi
L.oppenheim menyatakan konfederasi terdiri dari berbagai Negara yang berdaulat
penuh untuk mempertahankan kemerdekaan ekstern atau intern yang bersatu atas
dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat
perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap Negara
anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga Negara-negara itu.
b. Negara Superstruktural
Negara super dengan super struktur ini dinamakan superstruktural atau superstate
dari Negara-negara eropa yang menjadi anggotanya sehingga dapat pula disebut
organisasi EU(Uni Eropa atau European Union). Disebut superstate disebabkan
antara lain, mengatur seluruh aspek politik,ekonomi,sosial dan budaya serta hukum
bagi seluruh anggota EU.meski demikian EU umumnya tetap dikategorikan sebagai
Negara konfederasi dalam penggolongan bentuk Negara.

c. Negara Kesatuan
6
Budi Surya dalam Efriza,Op.Cit,hlm.237.
7
M.Sidi Ritaudin,” Jurnal TAPIs”. Kekuasaan Negara dan Kekuasaan Pemerintahan menurut pandangan Politik
Ikhwanul Muslimin.Vol.12.No.1,Januari-Juni 2016,hlm.74.
8
Efriza,Op.Cit.hlm.240.
Wewenang legislative tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislative nasional atau
pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintahan pusat tidak pemerintahan
daerah.pemerintah pusat mempunyai wewenang menyerahkan sebagian
kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (Negara kesatuan dengan
system desentralisasi) tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap di tangan
pemerintahan pusat9.
 Negara kesatuan dalam Otonomi Daerah
System manajemen penerapam otonomi daerah ini dengan menerapkan
otonomi luas, yang tidak sekedar melihat kepentingan daerah semata
melainkan juga kebutuhan pusat untuk berbagi beban. Dengan perkataan lain
pola yang berdasarkan asas desentralisasi yakni memberi otonomi luas kepada
daerah yang merupakan prinsip manajemen pemerintahan yang rasional
melalui desentralisasi pemerintah pembangunan dan kebjakan pembangunan
berbasis lingkungan dengan harapan otonomi luas dapat menjadi lebih
mungkin dilaksanakan.10
d. Negara Federal
Karakteristik Negara federal dirumuskan oleh C.F.Strong,Kranenburg dan Riker:
 Supremasi konstitusi liberal
 Wewenang pembentuk undang-undang pusat telah diperinci satu-persatu
dalam konstitusi federal
 Adanya pemencaran kekuasaan antara Negara federal dengann Negara-negara
bagian
 Adanya konstitusi menjelaskan kekuasaan legislative,eksekutif dan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah
 Konstitusi tidak boleh diamandemen oleh satu pemerintah saja
 Adanya badan kehakiman tertinggi untuk menyelesaikan perselisihan yang
timbul dalam konteks Negara federal.11

Pembagian model kekuasaan secara vertical menurut Ramlan Surbakti, dapat


disebut pemencaran secara teritorial atau lebih tepatnnya kita mengenalnya dengan
pengambilan keputusan dalam organisasi Negara.
Pemencaran secara territorial
Pembagian ini dibagi menjadi tiga yaitu;sentralisasi,dekonsentrasi dan desentralisasi.

 Sentralisasi;

9
Efriza,Op.Cit.hlm.247.
10
Ibid.,hlm.250.
11
Ibid.,hlm.252.
Pemerintah local menerima tugas dan kewenangan Negara merupakan
perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.karena itu bertanggung jawab penuh
kepada pemerintah pusat.
 Dekonsentrasi;
Pemerintah local yang menerima tugas dan kewenangan Negara itu,selain tetap
tunduk dan bertanggungjawab kepada pemerintah pusat,tetapi juga memiliki
kekuasaan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan (sesuai karakteristik daerah)
 Desentralisasi;
Pemencaran fungsi Negara kepada pemerintah local yang berhak mengurus rumah
tangga sendiri (otonomi) dengan menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan
tugas kewenangan yang secara rinci diserahkan tetapi ia tidak bertanggungjawab
kepada pemerintah pusat12
Jika merujuk pada pendapat M.Faltas terdapat dua kategori dalam pengambilan
keputusan,sbb;
1. Keputusan politik
Keputusan yang alokatif , dana komit masyarakat,kekuasaan koersif peraturan
pemerintah dan nilai-nilai public lainnya untuk akhir memilih otoritatif.
2. Keputusan administrative
Implementasi dari keputusan tentang sekarang dan dimana sumber daya harus
digunakan yang kualitasnya untuk melayani hasil dari alokasi itu apakah alokasi
sumber daya telah digunakan dengan benar.13
Selain kekuasaan pengambilan keputusan secara alokasi ada juga keputusan
secara administrative atau keputusan pelaksanaan yang berkaitan dengan asas
sentralisasi,desentralisasi, dan desentralisasi.
1. Keputusan pelaksanaan dilakukan pada puncak hierarki secara terpusat (sentralisasi)
2. Keputusan pelaksanaan dilakukan pada jenjang-jenjang lebih rendah (dekonsentrasi)
3. Keputusan pelaksanaan semuanya diserahkan sepenuhnya kepada jenjang-jenjang
organisasi lebih rendah (desentralisasi)14
Dari semua pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwasanya baik
desentralisasi,dekonsentrasi maupun sentralisasi merupakan instrument dalam
pembagian bidang kekuasaan. Dalam organisasi Negara tidak ada yang sepenuhnya
sentralisasi atau sepenuhnya desentralisasi karena implementasi dari konsep tersebut
tetap dalam lingkup satu organisasi. Singkatnya, pemerintahan local(daerah) adalah
sendi dari system pemerintahan, baik Negara kesatuan maupun Negara federal. System
sentralisasi maupun desentralisasi mempengaruhi secara langsung pelaksanaan
pemerintahan daerah dalam suatu Negara. Bentuk Negara atau organisasi Negara
tersebut terkait dengan pembagian kekuasaan.

12
Ibid.,hlm.290-291.
13
Ibid.,hlm.291-292.
14
Ibid.,hlm.292.
2) Model Kekuasaan Negara secara Horizontal
Jika membicarakan model kekuasaan secara horizontal kita juga akan
membicarkan berbagai istilah seperti division of power, distribution of power,
separation of power dan yang paling dikenal ialah trias politica.

 Sejarah Trias Politica


Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan
menurut fungsinya dan ini ada hubungannya dengan konsep trias politica. Trias
politica merupakan doktrin klasik yang actual menjadi bahan galian system
pemerintahan Negara baik dalam perspektif politik maupun perspektif hukum.15
Trias politica dikemukakan oleh Montesquieau (Filsuf Perancis-1748), dimana
Trias Politica berasal dari bahasa Yunani “Tri” yang berarti tiga, “As” yang
berarti poros atau pusat, dan “politica” yang berarti kekuasaan16. Trias politica
beranggapan bahwa kekuasaan Negara terdiri atas tiga macam kekuasaan;
(i)kekuasaan legislative atau kekuasaan membuat UU; (ii)kekuasaan eksekutif
atau kekuasaan melaksanakan UU; (iii)kekuasaan yudikatif atau kekuasaan
mengadili atas pelanggaran UU. Trias politica ini dikemukakan Montesquieau
untuk memperkuat anggapan John Locke. Dalam teori trias politica ini,
montesquieau mengatakan bahwa kekuasaan-kekuasaan tersebut sebaiknya
tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan
kekuasaan oleh pihak berkuasa. Artinya, bahwa konsep trias politica dari
Montesquieau yang ditulis dalam bukunya L’esprit des Lois (The Spirit of
Law) menawarkan suatu konsep mengenai kehidupan bernegara dengan
melakukan pemisahan kekuasaan yang diharapkan akan saling lepas dalam
kedudukan yang sederajat, sehingga dapat saling mengendalikan dan saling
mengimbangi satu sama lain (check and balances),selain itu harapannya dapat
membatasi kekuasaan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan
yang nantinya akan melahirkan kesewenang-wenangan.17
Sebelumnya, John Locke juga membagi kekuasaan Negara dalam tiga
fungsi tetapi berbeda isinya yang meliputi;(i)kekuasaan legislative yaitu
kekuasaan membuat peraturan dan UU; (ii)kekuasaan eksekutif yaitu
kekuasaan melaksanakan UU dan di dalamnya termasuk kekuasaan mengadili
(Locke memandang mengadili itu sebagai witvoering,yaitu termasuk
pelaksanaan UU), dan (iii)kekuasaan federative yaitu kekuasaan yang meliputi
segala tindakan untuk menjaga keamanan Negara dalam hubungan dengan
Negara lain seperti membuat aliansi,dsb (dewasa ini sering disebut hubungan
luar negeri). Awal pemikiran yang mendasari John Locke membagi kekuasaan
15
Ibid.,hlm.299.
16
Efi Yulistyowati,Endah Pujiastuti, dan Tri Mulyani, “Penerapan Konsep Trias Politica dalam sistem
pemerintahan”. Jurnal Dinamika Sosial Budaya.Vol.18.No.2,Desember 2016.,hlm.330.
17
Ibid.
ini ialah kritik yang ia kemukakan terhadap kekuasaan absolute raja-raja. John
locke lah orang yang pertama kali menentang absolutisme raja-raja dengan
mendukung pembatasan kekuasaan politik terhadap raja karena dikhawatirkan
kekuasaan yang dimiliki raja-raja maupun penguasa mempunyai
kecenderungan untuk menyimpang (korupsi) dan kekuasaan absolute (tanpa
batas) pasti melakukan penyimpangan (korupsi). Beliau mendasarkan
pendapatnya kepada kondisi alami manusia dan kontrak sosial yang melahirkan
Negara.18
Dalam bidang legislative dan eksekutif pendapat kedua ahli tampaknya
mirip. Akan tetapi dalam bidang ketiga pendapat mereka berbeda. John Locke
mengutamakan fungsi federative sedangkan Montesquieau dalam teorinya trias
politica mengutamakan fungsi kekuasaan kehakiman (yudisial). Mosntesquieau
lebih melihat pembagian kekuasaan dari segi hak asasi manusia, sedangkan
john locke lebih melihat dari segi hubungan ke dalam dan keluar dengan
Negara-negara lain. Bagi john locke, penjelmaan fungsi defencie baru timbul
apabila diplomacie terbukti gagal. Oleh sebab itu, yang dianggap penting
adalah fungsi federative, sedangkan fungsi yudisial bagi locke cukup
dimasukkan ke dalam fungsi eksekutif. Yaitu terkait dengan fungsi pelaksanaan
hukum. Namun bagi Montesquieau fungsi pertahanan (defence) dan hubungan
luar negerilah (diplomasi) yang termasuk ke dalam fungsi eksekkutif sehingga
tidak perlu disebut tersendiri. Justru dianggap penting oleh Montesquieau
adalah fungsi yudisial atau fungsi kekuassan kehakiman,19

 Desentralisasi dan Dekonsentrasi


Disamping terkait dengan persoalan pemisahan kekuasaan menurut John
Locke maupun Montesquieau , pemisahan kekuasaan Negara juga dikaitkan
dengan desentralisasi dan dekonsentrasi kekuasaan. Menurut Hoogewarf
desentralisasi merupakan pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-
badan public yang lebih tinggi kepada badan-badan public yang lebih rendah
kedudukannya untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan sendiri
mengambil keputusan di bidang pengaturan (regelendaad) dan di bidang
pemerintahan (bestuurdaad).
Selain itu desentralisasi dan dekonsentrasi berhubungan dengan
administrative dan politik. Dalam hubungannya dengan bidang kajian hukum
administrasi Negara desentralisasi administrative dapat dinamakan sebagai
desentralisasi ketatausahanegaraan dimana terjadi pelimpahan kekuasaan dari
alat perlengkaan Negara tingkat atas kepada alat perlengkapan Negara tingkat
bawahannya guna melancarkan pelaksanaan tugas pemerintahan. Sementara itu
18
Yulia Neta dan M.Iwan Satriawan, Ilmu Negara Dasar-dasar Teori Bernegara,(Bandar Lampung:PKKPUU
Fakultas Hukum Universitas Lampung,2013),hlm.75-76.
19
Jimly Asshiddiqie,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,(Jakarta:Rajawali Pers,2014),hlm.283.
dalam hubungannya dengan bidang kajian politik terjadi pelimpahan kekuasaan
di bidang perundang-undangan dan di bidang pemerintahan kepada unit-unit
pemerintahan daerah otonom. Lebih dari itu, dengan desentralisasi, unit-unit
pemerintahan di daerah (i)dibentuk oleh badan perwakilan rakyat sehingga
menjadi legal unit tersendiri di depan pengadilan; (ii)berada dalam wilayah
tertentu dengan unsur masyarakat didukung oleh kebersamaan dan kesadaran
akan adanya unit pemerintahan dimaksud; (iii)diurus atau dipimpin pejabat
tingkat local; (iv)berwenang membuat kebijakan dan peraturan daerah;
(v)berwenang memungut pajak; (vi)memiliki kewenangan mengelola anggaran
sendiri,penggajian dan system keamanan.20

 Cabang Kekuasaan Legislatif


1. Fungsi Pengaturan (Legislasi)
Cabang kekuasaan legislative adalah cabang kekuasaan yang pertama-tama
mencerminkan kedaulatan rakyat. Kegiatan bernegara,pertama-tama adalah
untuk mengatur kehidupan bersama. Oleh sebab itu, kewenangan menetapkan
peraturan itu pertama-tama harus diberikan kepada lembaga perwakilan
rakyat atau parlemen atau legislative. Ada tiga hal penting yang harus diatur
oleh wakil rakyat melalui parlemen,yaitu; (i)pengaturan mengurangi hak dan
kebebasan warga Negara; (ii)pengaturan yang dapat membebani harta
kekayaan warga Negara; (iii)pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran
oleh penyelenggara Negara. Pengaturan mengenai ketiga hal tersebut hanya
dapat dilakukan atas persetujuan dari warga Negara sendiri,yaitu melalui
perantaraan wakil-wakil mereka di parlemen sebagai lembaga perwakilan
rakyat. Dalam system UUD 1945 di Indonesia, peraturan inilah yang
dinamakan undang-undang yang dibentuk DPR atas persetujuan dengan
Presiden.di AS undang-undang disebut law atau legislative act. Di Belanda
disebut wet, di Jerman disebut Gesetz. Untuk menjalankan semua bentuk
undang-undang,wet,gesetz, atau act biasanya diperlukan peraturan
pelaksanaan, seperti di Indonesia yaitu dengan peraturan pemerintah ataupun
peraturan presiden.21
2. Fungsi Pengawasan (Control)
Seperti dikemukakan dalam fungsi pengaturan, ada pengaturan yang dapat
mengurangi hak dan kebebasan warga Negara, pengaturan membebani harta
kekayaan dan pengaturan mengenai pengeluaran penyelenggara Negara, perlu
dikontrol sebaik-baiknya oleh rakyat sendiri. Jika pengaturan mengenai ketiga
hal itu tidak dikontrol sendiri oleh rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen,
maka kekuasaan di tangan pemerintah dapat terjerumus ke dalam
kecenderungan alamiahnya sendiri untuk menjadi sewenang-wenang. Oleh
20
Jimmly Asshiddiqie,Op.Cit,hlm.298.
21
Ibid.,hlm.299.
karena itu, lembaga perwakilan rakyat diberi wewenang untuk melakukan
control dalam tiga hal,yaitu; (i)control atas pemerintahan; (ii)control atas
pengeluaran; (iii)control atas pemungutan pajak.
3. Fungsi Perwakilan (Representasi)
Suatu lembaga perwakilan maupun kekuasaan tanpa representasi tentulah
tidak bermakna sama sekali. Dalam rangka pelembagaan fungsi representasi
itu, dikenal pula adanya tiga system perwakilan yang dipraktikkan diberbagai
Negara demokrasi. Ketiga fungsi itu adalah; (i)system perwakilan politik;
(ii)system perwakilan territorial; (iii)system perwakilan fungsional.
4. Fungsi Deliberatif dan Resolusi Konflik
Dalam menjalankan fungsi pengaturan,pengawasan maupun
perwakilan,didalam parlemen atau lembaga legislative selalu terjadi
perdebatan antaranggota yang mewakili kelompok dan kepentingan yang
masing-masing memiliki pertimbangan berbeda-beda dalam memahami dan
menyikapi permasalahan. Perdebatan ini bisa dialami di badan parlemen yang
merupakan cermin perdebatan public atas suatu masalah. Agar masyarakat
terlibat dalam proses perdebatan tersebut,maka diperlukan keterbukaan
parlemen serta adanya partisipasi masyarakat.22

 Cabang Kekuasaan Yudisial


1. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam system kekuasaan
modern. Dalam bahasa Indonesia fungsi kekuasaan yang ketiga seringkali
disebut cabang kekuasaan “yudikatif”. Peran dan kedudukan hakim sangat
penting dalam kedudukan kehakiman ini. Dalam hubungan kepentingan
yang bersifat triadic antara Negara , pasar dan masyarakat
madani,kedudukan hakim haruslah berada di tengah . demikian pula dalam
hubungan antara Negara dan warga Negara , hakim juga harus berada
diantara keduanya dengan seimbang. Jika Negara dirugikan oleh warga
Negara , karena warga Negara melanggar hukum Negara hakim harus
memutuskan hal itu dengan adil. Jika warga Negara dirugikan oleh warga
Negara dirugikan oleh keputusan Negara, baik melalui perkara tata usaha
Negara maupun perkara pengujian peraturan, hakim juga harus
memutusnya dengan adil. Jika antar warga Negara sendiri ataupun dengan
lembaga-lembaga Negara terlibat sengketa kepentingan perdata satu sama
lain,maka hakim atas nama Negara juga harus memutusnya dengan seadil-
adilnya pula. Oleh karena itu, hakim dan kekuasaan kehakiman memang
harus ditempatkan sebagai cabang kekuasaan yang tersendiri.23
2. Beberapa prinsip pokok kehakiman
22
Ibid.,hlm.301-309.
23
Ibid.,hlm.310-311.
 Independensi; jaminan tegaknya hukum dan keadilan dan prasyarat
terwujudnya cita-cita Negara hukum. Independensi hakim dan
pengadilan terwujud dalam kemandirian dan kemerdekaan hakim.
 Ketidakberpihakan; ketidakberpihakan merupakan sikap netral yang
harus dimiliki hakim ,menjaga jarak yang sama dengan semua pihak
terkait dengan perkara dan tidak mengutamakan salah satu pihak
manapun.
 Integritas; integritas hakim merupakan sikap batin yang mencerminkan
keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai pribadi
dan pejabat Negara dalam menjalankan tugas jabatannya.
 Kesetaraan ; prinsip kesetaraan ini secara esensial melekat dalam sikap
setiap hakim untuk senantiasa memperlakukan semua pihak dalam
persidangan secara sama tanpa membeda-bedakan antara satu sama
lain atas dasar perbedaan agama,ras,suku,warna kulit ataupun alasan-
alasan lain yang serupa sesuai kedudukannya masing-masing dalam
proses peradilan.
 Kecakapan dan kesaksamaan; kecakapan dan kesaksaman merupakan
prasyarat penting dalam pelaksanaan peradilan yang baik dan
terpercaya. Kecakapan tercermin dari kemampuan professional hakim
yang diperoleh dari pendidikan,pelatihan dan pengalaman dalam
pelaksanaan tugas. Sementara itu,kesaksamaan merupakan sikap
pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian ,
ketlitian, ketekunan serta kesungguhan dalam pelaksanaan tugas
professional hakim.
Keenam prinsip etika hakim itu dapat dijadikan oleh hakim Indonesia
untuk merumuskan sendiri kode etik yang berlaku di Indonesia. Dalam hubungan
ini, mahkamah konstitusi telah menetapkan Kode Etik Hakim Konstitusi
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No.07/PMK/2005.24
3. Struktur Organisasi Kehakiman
Dalam struktur organisasi kekuasaan kehakiman, terdapat beberapa fungsi
yang dilembagakan secara internal dan eksternal. Terkait dengan jabatan-jabatan
kehakiman itu,terdapat pula pejabat-pejabat hukum yaitu;
a. Pejabat penyidik
b. Pejabat penuntut
c. Advokat yang juga diakui sebagai penegak hukum.
Di lingkungan pejabat penyidik,terdapat;
a. Polisi
b. Jaksa
c. Penyidik komisi pemberantasan korupsi (KPK)
24
Ibid.,hlm.316-320.
d. Penyidik pegawai negeri sipil (PNS)
Mereka yang menjalankan fungsi penuntutan adalah;
a. Jaksa penuntut umum
b. KPK
Sementara itu, dalam lingkungan internal organisasi pengadilan, dibedakan
dengan tegas adanya tiga jabatan bersifat fungsional,yaitu;
a. Hakim ; pejabat Negara yang menjalankan kekuasaan Negara di bidang
yudisial atau kehakiman.
b. Panitera; PNS yang menyandang jabatan fungsional sebagai administratur
perkara yang bekerja berdasarkan sumpah jabatan untuk menjaga kerahasiaan
perkara.
c. Pegawai administrasi biasa ; PNS yang tunduk pada ketentuan
kepegawainegerian pada umumnya.25

 Cabang Kekuasaan Eksekutif


1. Sistem Pemerintahan
Cabang kekuasaan eksekutif adalah cabang kekuasaan yang memegang
kewenangan administrasi pemerintahan Negara yang tertinggi. Dalam hubungan
ini, di dunia dikenal adanya tiga system pemerintahan Negara , yaitu; (i)system
pemerintahan presidensil;(ii)system pemerintahan parlementer atau cabinet;
(iii)system campuran.
a. Sistem pemerintahan dikatakan bersifat parlementer apabila;
a) System kepemimpinannya terbagi dalam jabatan kepala Negara dan
kepala pemerintahan sebagai dua jabatan terpisah
b) Jika system pemerintahannya ditentukan harus bertanggung jawab
kepada parlemen
c) Cabinet dapat dibubarkan apabila tidak mendapat dukungan parlemen
d) Parlemen juga tidak dapat dibubarkan kepala Negara apabila dianggap
tidak dapat memberikan dukungan kepada pemerintah.
b. Sistem pemerintahan dikatakan bersifat presidensil apabila;
a) Kedudukan kepala Negara tidak terpisah dari jabatan kepala
pemerintahan
b) Kepala Negara langsung bertanggung jawab kepada rakyat yang
memilihnya.
c) Presiden sebaliknya juga tidak berwenang membubarkan parlemen
d) Cabinet sepenuhnya bertanggung jawab kepada presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan Negara
c. Sistem pemerintahan campuran

25
Ibid.,hlm.320-321.
Dalam system campuran terdapat ciri-ciri presidensil dan parlementer
secara bersamaan dalam system pemerintahan yang diterapkan.
Kedudukan sebagai kepala Negara dipegang oleh presiden yang dipilih
langsung oleh rakyat, tetapi juga ada kepala pemerintahan yang dipimpin
perdana menteri yang didukung oleh parlemen seperti dalam system
parlementer.26
Contoh penerapan system pemerintahan dalam UUD1945 misalnya ,
sebelum UUD 1945 diubah pertama kali pada 1999, UUD 1945 dikatakan
menganut system presidensil. Akan tetapi disamping itu, sistem yang diterapkan
tetap mengandung ciri parlementernya, yaitu dengan adanya MPR yang berstatus
sebagai lembaga tertinggi Negara, tempat kemana Presiden harus tunduk dan
bertanggung jawab. Oleh karena itu, sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945
sebelum perubahan itu adalah sistem quasi-presidentil (semi presidensial) karena
ciri presidentilnya tetap menonjol,meskipun terdapat ciri parlementer. Akan
tetapi,apabila ciri parlementernya yang lebih mennonjol,maka sistem demikian
lebih tepat disebut quasi-parlementer.27
2. Kementerian Negara
Dalam sistem pemerintahan kabinet atau parlementer,menteri tunduk dan
bertanggung jawab kepada parlemen. Sedangkan dalam sistem presidensil para
menteri tunduk dan bertanggung jawab kepada kepada Presiden. Dalam sistem
parlementer jelas sekali bahwa kedudukan menteri adalah bersifat sentral. Perdana
menteri sebagai menteri utama,menteri coordinator, atau menteri yang memimpin
para menteri lainnya dalam kabinet adalah kepala pemerintahan dan memiliki
kedudukan sangat kuat,hingga parlemen dapat dibubarkan mereka.
Berbeda dengan sistem parlementer, di dalam sistem presidensil kedudukan
menteri sepenuhnya tergantung kepada presiden. Para menteri diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Dalam sistem pemerintahannya, menteri itu sendiri
adalah pemimpin tertinggi dalam kegiatan pemerintahannya masing-masing
karena dalam jabatan Presiden dan wakil presiden yang tergabung fungsi kepala
Negara dan kepala pemerintahan sekaligus maka tidak mungkin Presiden dan
wakilnya terlibat terlalu jauh dalam urusan-urusan operasional pemerintahan
sehari-hari.
Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwasanya organisasi kementrian
tidak dapat seenaknya diadakan,diubah,atau dibubarkan hanya oleh pertimbangan
keinginan atau kehendak pribadi seorang presiden belaka. Semua hal harus
berkenaan dnegan organisasi kementrian Negara itu haruslah diatur dalam undang-
undang. Artinya perubahan,pembentukan,atau pembubaran organisasi kementrian
Negara harus diatur bersama presiden bersama-sama wakil rakyat yang dudukdi

26
Ibid.,hlm.323.
27
Ibid.,hlm.324.
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Itulah esensi dari ketentuan bahwa hal
tersebut harus diatur didalam undang-undang.
Selain itu, dalam cabang kekuasaan eksekutif ini, terdapat pula cakupan
bidang kekuasaan yang sangat luas, termasuk kekuasaan pemerintahan daerah.
Fungsi pemerintahan daerah ini terdapat di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten
atau kota. 28

E. Fungsi-fungsi Kekuasaan Negara


Berbicara mengenai fungsi , pasti setiap fungsi bisa berkembang seiring
berjalannya waktu dengan menyesuaikan dinamisme kehidupan masyarakatnya
dalam suatu negara seperti berkembangnya fungsi kekuasaan negara yang
diajarkan oleh John Locke dan Montesquieau yang lebih dikenal. Oleh john locke,
fungsi kekuasaan Negara dibagi menjadi tiga (tri praja),yaitu (i)fungsi legislative;
(ii)fungsi eksekutif;dan (iii)fungsi federatif. Disini, John lebih mengutamakan
fungsi federative disebabkan John melihat dari segi hubungan Negara ke dalam
dan keluar dengan Negara-negara lain. Sementara itu, Montesquieau yang
mempunyai latar belakang sebagai hakim, mengutamakan fungsi yudisial dalam
teori trias politica yang diajarkannya dikarenakan ia melihat pembagian kekuasaan
dari segi HAM setiap warga Negara. 29
Namun, jauh sebelum Montesquieau menyatakan fungsi-fungsi kekuasaan
Negara,di Perancis pada abad ke-XVII (fungsi Negara yang pertamakali
dikenal),yang pada umumnya diakui sebagai fungsi-fungsi kekuasaan Negara itu
ada lima fungsi,yaitu;
a. Fungsi Diplomatic (Diplomasi)
b. Fungsi Definice (Pertahanan)
c. Fungsi Financie (Finansial)
d. Fungsi Justicie (Keadilan)
e. Fungsi Policie (Kebijakan)30
Di Indonesia berdasarkan UUD 1945 pasca amandemen,dalam struktur
kelembagaan RI terdapat delapan organ yang secara langsung menerima
kewenangan konstitusional dari UUD,yaitu; MPR,Presiden dan
Wakil,DPR,DPD,BPK,MA,MK,KY. Selain itu, terdapat beberapa lembaga yang
diatur wewenangnya dalam UUD,yaitu;TNI,Polri,Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten atau Kota,Parpol. Selain itu pula, ada lembaga yang tidak disebut
namanya tetapi fungsinya dan kewenangannya dinyatakan akan diatur dalam
UU,yaitu; bank sentral yang tidak disebut namanya “Bank Indonesia”, dan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang juga bukan nama karena ditulis dengan huruf kecil.

28
Ibid., hlm.321-327.
29
Efriza,Op.Cit.hlm.319.
30
Ibid.
Baik Bank Indonesia maupun KPU merupakan lembaga independen yang
mendapat kewenangannya dari UU.
Oleh karena itu,kita dapat membedakan dengan tegas antara kewenangan
organ Negara berdasarkan UUD dan kewenangan organ Negara yang hanya
berdasarkan perintah UU, bahkan dalam kenyataan ada pula lembaga atau organ
yang kewenangannya berasal dari Keppres belaka. Contoh yang terakhir ini ,
misalnya Komisi Ombudsman Nasional,Komisi hukum nasional,dsb. Sementara
itu,contoh lembaga-lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UU,misalnya
adalah Komnas HAM,KPIP,Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU),dll.31

DAFTAR PUSTAKA

Buku

31
Ibid.,hlm.323.
Kusumaatmadja,Mochtar,dan B.Arief Sidharta.2013. Pengantar Ilmu Hukum “Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup berlakunya Ilmu Hukum”. Bandung : PT
Alumni.

Efriza.2016. Kekuasaan Politik “Perkembangan Konsep,Analisis,dan Kritik”.


Malang : Intrans Publishing.

Neta,Yulia, dan M.Iwan Satriawan.2013.Ilmu Negara Dasar-dasar Teori


Bernegara.Bandar Lampung:PKKPU Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Assiddiqie,Jimly.2014.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.Jakarta:Rajawali Pers.

Jurnal

Efi Yulistyowati,Endah Pujiastuti, dan Tri Mulyani, “Penerapan Konsep Trias Politica
dalam sistem pemerintahan.”,Jurnal Dinamika Sosial
Budaya.Vol.18.No.2.Desember 2016.

M.Sidi Ritaudin,“Kekuasaan Negara dan Kekuasaan Pemerintahan menurut pandangan


Politik Ikhwanul Muslimi”,Jurnal TAPIs. Vol.12.No.1.Januari-Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai