Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM PERDATA

PIHAK YANG BERPEKARA YANG BERHAK MENGADIRI ATAU MEWAKILI


PERSIDANGAN PERDATA

DI PENGADILAN

DOSEN PENGAMPU :

HASNULDI MIAZ, SH., MH.

NAMA KELOMPOK :

IRMA UL HUSNA 21150099

DEPY DARIANI 21150104

TEGAR GALA SAMUDRA S21150119

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT

2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala.  atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “ pihak yang berpekara yang berhak
mengadiri atau mewakili persidangan perdata” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang
pelanggaran atau kesalahan apa saja yang biasa terjadi dalam bahasa keseharian yang bisa kita pelajari
salah satunya dari materi makalah ini. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah
SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni
melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.Kepada kedua orang
tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pengampu kami, Bapak
HASNULDI MIAZ, SH., MH.dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami
dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami
selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun adanya
ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf.Tim penulis menerima
kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada
kesempatan berikutnya.

Bukittinggi , 25 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..

DAFTAR ISI………………………………………………………………..

DAFTAR TABEL………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………….…


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….…
1.3 Tujuan Masalah……………………………………………….…

BAB II PEBAHASAN

2.1 Para pihak sendiri ………………………………………………


2.2 Kuasa insidentil ………………………………………………..
2.3 Kuasa hukum atau pengacara /advokat ……………………….
2.4 Surat kuasa atau contoh ………………………………………..

BAB III PENUTUP

3.1 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………


BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyebut “perkara” apabila menghadapi


persoalan yang tidak dapat diselesaikan antara pihak-phak.Untuk mengatasinya mereka minta
penyelesaian melalui pengadilan.Apabila seseorang mengajukan permohonan kepada
pengadilan agar pemohon ditetapkan sebagai pemilik barang, ahli waris, wali, pengangkat anak
dikatakan bukan perkara karena tidak ada yang diselisihkan.Pengertian yang demikian ini
sebenarnya tidak tepat.Perlu dibedakan antara perkara dan sengketa.Pengertian perkara lebih
luas daripada pengertian sengketa.Sengketa itu sebagian dari perkara, sedangkan perkara itu
belum tentu sengketa.Dalam pengetian perkara tersimpul dua keadaan, yaitu ada perselisihan
dan tidak ada perselisihan.Ada perselisihan artinya ada sesuatu yang menjadi pokok
perselisihan, ada yang dipertengkarkan, ada yang disengketakan.Perselisihan atau
persengketaaan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri, melainkan memerlukan
penyelesaian melalui pengadilan sebagai instansi yang berwenang dan tidak memihak.Tugas
hakim adalah menyelesaikan sengketa dengan adil, dengan mengadili pihak-pihak yang
bersengketa dalam sidang pengadilan dan kemudian memberikan putusannya.
Tugas hakim demikian ini termasuk dalam Jurisdictio Contentiosa artinya kewenangan
mengadili dalam arti yang sebenarnya untuk memberikan suatu putusan keadilan dalam suatu
sengketa. Hakim dalam menjalankan tugas berdasarkan Jurisdictio Contentiosa harus bersifat
bebas dari pengaruh atau tekanan dari pihak mana pun (independent Justice). Tidak ada
perselisihan artinya tidak ada yang diperselisihkan, tidak ada yang disengketakan.Pihak yang
bersangkutan tidak minta peradilan atau putusan dari hakim, melainkan minta ketetapan dari
hakim tentang status sesuatu hal, sehingga mendapat kepastian hukum yang wajib dihormati
dan diakui oleh semua orang.Contohnya adalah permohonan untuk ditetapkan sebagai ahli
waris yang sah, permohonan tentang pengangkatan anak.Tugas hakim yang demikian ini
termasuk Jurisdictio Voluntaria artinya kewenangan memeriksa perkara yang tidak bersifat
mengadili, melainkan bersifat administratif saja.Dalam hal ini hakim bertugas sebagai pejabat
administrasi negara untuk mengatur suatu hal.
1.2 . RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dirumuskan permasalahan permasalahan dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:

a. Apa itu kuasa insidentil


b. Tentang kuasa hukum pengacara/advocate
c. Surat kuasa beserta contoh

1.3 TUJUAN MASALAH

Adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu kuasa insidentil


2. Untuk mengatahui bagaimana cara pembuatan surat kuasa
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PARA PIHAK SENDIRI


Dalam hukum acara tentunya terdapa pihak-pihak dalam suatu perkara. Adapun salah satunya
di Hukum Acara Perdata. Dalam Hukum Acara Perdata, pihak-pihak tersebut umumnya adalah tergugat
dan penggugat. Akan tetapi, ada kalanya ada pihak yang intervensi dalam perkara tersebut yang
menyebabkan dalam perkara tersebut terdapat pihak ketiga Pihak  selain tergugat dan penggugat
tersebut disebut pihak intervensi. Berkaitan dengan hal ini, diatur berdasarkan Pasal 279 Reglement
op de Rechtsvordering (RV) bahwa

“Barangsiapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan
antara pihak-pihak lain, dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan.”

Keikutsertaan pihak ketiga tersebut bisa didasarkan atas prakarsa sendiri ataupun ditarik oleh
salah satu pihak yang berperkara agar ikut dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata tersebut
sebagai pihak yang intervensi. Pengaturan berkaitan dengan pihak intervensi terdapat dalam Pasal 279
sampai dengan Pasal 282 RV.[4] Pihak intervensi tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu

a. Voeging
Voeging adalah keikutsertaan pihak ketiga atas inisiatifnya sendiri agar dapat ikut terlibat dalam
proses pemeriksaan sengketa yang dilakukan di Pengadilan negeri  untuk membela salah satu pihak.
Berdasarkan pendapat  A. Mukti Arto , seorang Hakim Agung, terdapat syarat-syarat yang diperlukan
agar pihak ketiga dapat diterima dalam voeging, yaitu:

a) permintaan masuk sebagai pihak berisi tuntutan hak tertentu;


b) adanya kepentingan hukum langsung dari pihak ketiga yang ingin dilindungi dengan
mendukung salah satu pihak berperkara; dan
c) kepentingan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan pokok perkara yang sedang diperiksa.

b. Tussenkomst
Tussenkomst adalah keikutsertaan pihak ketiga yang karena inisiatifnya sendiri agar dapat ikut
terlibat dalam proses pemeriksaan sengketa yang dilakukan di Pengadilan negeri, tapi tidak untuk
membela salah satu pihak, melainkan untuk membela kepentingannya sendiri.
Adapun persyaratan  yang perlu dipenuhi agar dapat menjadi pihak intervensi secara Tussenkomst,
yaitu pihak ketiga yang ingin masuk sebagai salah satu pihak tersebut harus memiliki hubungan yang
erat dengan pokok perkara.
c. Vrijwaring
Vrijwaring adalah keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu perkara karena ditarik oleh salah
satu pihak agar masuk untuk ikut menanggungnya. Karakteristik dari Vrijwaring adalah:

a. pada intinya adalah untuk menggabungkan tuntutan;


b. tergugat sebagai salah satu pihak yang ikut berperkara menarik pihak ketiga ke dalam sengketa
yang sedang dihadapi; dan
c. ikut sertanya pihak ketiga bukan karena inisiatifnya sendiri, melainkan karena adanya paksaan
dari pihak yang berperkara.

Berdasarkan pemaparan tersebut, tampak jelas bahwa dalam suatu perkara perdata
dimungkinkan terdapat lebih dari 2 (dua) pihak di dalamnya. Pihak ketiga yang ikut serta dalam perkara
tersebut disebut sebagai pihak intervensi. Hal ini mungkin terjadi karena adanya keikutsertaan pihak
ketiga dalam perkara yang keikutsertaannya tersebut dapat disebabkan oleh inisiatifnya sendiri
ataupun karena dipaksa masuk sebagai pihak  yang berperkara. Adapun jenis pihak intervensi
yaitu Voeging, Tussenkomst, dan Vrijwaring.

2.2 KUASA INSIDENTIL

Definisi dan Arti Kata Kuasa Insidentil adalah perjanjian pemberian kuasa yang terjadi dalam


suatu hubungan kekerabatan. Jenis kuasa ini muncul dalam praktik peradilan
dalam perkara perdata manakala para pihak bersengketa memberikan kuasa kepada kerabatnya yang
dipandang lebih mampu untuk melaksanakan hukum acara. Sebagai jenis perjanjian yang timbul
berdasarkan perjanjian kuasa, maka pada hakikatnya akibat hukum dalam kuasa insidentil ialah sama
dengan pemberian kuasa lainnya. Praktik peradilan membuat kuasa insidentil perlu disetujui oleh
Ketua Pengadilan setelah sebelumnya menelaah hubungan kekeluargaan pemberi dan penerima kuasa
berdasarkan Surat Keterangan Kepala Desa setempat.Dalam pengertian tekstual, istilah ini diartikan
sebagai kuasa mendadak.
Kuasa insidentil dapat diartikan kemampuan atau kesanggupan seseorang untuk melakukan
peristiwa yang terjadi, dilakukan hanya pada kesempatan pada waktu-waktu tertentu. Surat kuasa
insidentil adalah surat kuasa yang diberikan kepada selain pengacara/advokat yang masih ada
kaitannya dengan hubungan kekeluargaan .Yang boleh menjadi kuasa insidentil adalah saudara atau
keluarga yang ada hubungan darah, paling jauh hingga derajat ketiga.Misalnya, satu derajat ke bawah
(anak), ke samping (saudara kandung), atau ke atas (orang tua).23 Surat kuasa ini tidak bisa diberikan
ke orang yang salah, dimana insidentil ini hanya disyaratkan kepada orang yang berhubungan keluarga

.
2.3 KUASA HUKUM ATAU PENGACARA / ADVOKAT

Pada dasarnya negara telah memberikan jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum dalam
konstitusi, undang-undang, serta peraturan pelaksanaannya. Prinsip negara hukum menuntut antara
lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the
law).Seperti yang tertuang pada pasal 27(1) berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Berikut juga di jamin pada Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman, dengan perubahannya dalam Undang-undang No. 35 Tahun 1999, di atur
dalam pasal 35, 36, dan 37, bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan
hukum. Baik dalam perkara pidana maupun perdata.
Bantuan hukum yang dimaksudkan adalah ketika para pihak memberikan kuasa kepada seorang
untuk mewakilinya. Pasal 123 HIR menyebutkan bahwa jika pihak yang berperkara menghendaki maka
masing-masing boleh dibantu atau diwakili oleh seorang yang telah diberikan surat kuasa khusus. Yang
dimaksud memberikan kuasa adalah suatu perjanjian dengan siapa seorangmemberikan kekuasaan
(wewenang) kepada orang lain, yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan
urusan. Orang yang telah diberikan kuasa tersebut melakukan perbuatan hukum “atas nama” orang
yang memberikan kuasa atau ia mewakili yang memberi kuasa.Walaupun begitu pemberian kuasa
merupakan perjanjian sepihak.Itulah sebabnya pemberi kuasa secara sepihak dapat sewaktu-waktu
mencabut atau menarik kembali kuasa yang telah diberikan. Karena pemberi kuasa merupakan
perbuatan hukum yang sepihak, penerima kuasa dengan sendirinya dianggap diam-diam telah
menerima baik pemberiaan kuasa itu, dan terikat dalam perjanjian sepihak tadi manakala ia
mengerjakan hal yang telah disepakati atau telah menerima upah untuk itu.
Pemberian kuasa ini akan membawa akibat hukum baik kepada pemberi kuasa maupun
penerima kuasa berupa hak maupun kewajiban yang dipikulkan kepada kedua belah pihak. Seorang
penerima kuasa berkewajiban:
a. Melaksanakan dan menyelesaikan urusan yang dikuasakan kepadanya dengan baik b).
memberikan laporan secara berkala kepada pemberi kuasa mengenai pelaksanaan urusan yang
dikuasakan kepadanya
b. bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang ia lakukan di luar pemberian kuasa atau
yang timbul akibat kelalaiannya
c. bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan yang dilakukan oleh orangyang ia tunjuk sebagai
penerima kuasa pengganti, sedang ia tidak dikuasakan untuk itu.9 Pada dasarnya pemberian
kuasa adalah perjanjian. Maka syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam
pasal 1320 BW berlaku pula disini.

Di samping itu, untuk bertindak sebagai kuasa atau wakil dari pihak yang berperkara di muka
persidangan perdata, seseorang harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini :

a. Harus mempunyai surat kuasa khusus. Sesuai dengan pasal 1795 KUH Perdata pemberian
kuasa dapat dilakukan secara khusus yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau
lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan
pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. Namun agar bentuk
kuasa yang disebut dalam pasal ini sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa
tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebut dalam pasal
123 HIR ayat 1.11 Sedangkan surat kuasa khusus itu sendiri adalah surat kuasa yang khusus
tentang subyeknya, obyeknya, materi perkaranya, pengadilannya, serta tingkat proses
perkaranya, yaitu tingkat pengadilan pertama, banding, dan kasasi. Kuasa boleh
diberikansetiap tingkat boleh juga untuk tingkat pertama sampai dengan tingkat kasasi.12
b. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam surat gugat
c. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam catatan gugatan apabila gugatan diajukan secara lisan
d. Ditunjuk oleh penggugat sebagai kuasa atau wakil di dalam persidangan
e. Penerima kuasa adalah advokat yang telah memiliki izin praktik beracara menurut Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Akan tetapi dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II Edisi
Revisi Mahkamah Agung disebutkan bahwa kuasa hukum yang dapat bertindak sebagai kuasa/wakil
dari Penggugat/Tergugat atau Pemohon/Termohon adalah:

a) Advokat (sesuai dengan Pasal 32 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat)

b) Jaksa dengan kuasa khususnya sebagai kuasa / wakil negara / pemerintah sesuai dengan Pasal
30 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan

c) Biro hukum pemerintah / TNI / Kejaksaan RI

d) Direksi / pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum.

e) Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan, seperti
Lembaga Bantuan Hukum (LBH), hubungan keluarga, biro hukum TNI / Polri untuk perkara-
perkara yang menyangkut anggota / keluarga TNI / Polri.

Meskipun begitu seorang kuasa hukum yang dapat mewakili kepentingan klien/principal, baik di
luar maupun di dalam pengadilan haruslah advokat resmi yang telah mendapatkan izin praktik dari
organisasi advokat, yaitu advokat yang terdaftar dan atau menjadi anggota organisasi profesi advokat,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.14 Dan pada
pembahasan ini penulis akan lebih spesifik terhadap advokat dan hal-hal yang berhubungan dengannya

Sebagaimana telah tertuang dalam Undang-Undang 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah
negara hukum.Dan oleh sebab itu, Indonesia menjamin adanya keadilan hukum bagi setiap warganya.
Dalam proses menjalankan dan memenuhi tugas penyetaraan hukum tersebut, Indonesia
membutuhkan jasa hukumuntuk menghimpun semua tindak keadilan hukum dari setiap warganya.
Melalui jalan tersebut, maka dikenallah Advokat sebagai jasa hukum yang bisa membantu dalam
proses penegakan peradilan hukum yang ada di Indonesia. Banyak dijelaskan mengenai pengertian
Advokat, salah satunya adalah istilah advokat bukan asli bahasa Indonesia.Advokat berasal dari bahasa
Belanda, yaitu advocaat, yang berarti orang yang berprofesi memberikan jasa hukum.Jasa tersebut
diberikan di dalam atau di luar ruang sidang.

Ada yang mengartikan bahwa Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan
tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada
acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan. Sedangkan pengertian advokat menurut
pasal 1 butir 1 undangundang nomor 18 tahun 2003 tentang advokat adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan undang-undang ini.Dari bebarapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa, Advokat adalah seseorang yang memiliki profesi memberikan jasa hukum yang sesuai dengan
undang-undang yang ditentukan.

Secara historis, advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam perjalanannya, profesi
itu bahkan dinamai sebagai jabatan yang mulia (officium nobile). Penamaan itu terjadi karena aspek
“kepercayaan” dari pemberi kuasa (klien) yang dijalankan untuk mempertahankan dan
memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan.Sebab memberi kepercayaan adalah
tidak mudah.Berikut juga profesi advokat sebagai profesi terhormat karena profesionalisme terdapat di
situ.Selain itu, profesi advokat bukan semata-mata mencari nafkah semata, karena di dalamnya
terdapat idealisme (seperti nilai tentang keadilan dan kebenaran) dan moralitas yang dijunjung
tinggi.Sehingga profesi advokat juga berkaitan dengan nilai-nilai yang harus diperjuangkan.
Menjadi seorang Advokat berarti sudah menetapkan diri dan jiwa sebagai pengemban amanat
yang baik untuk peradilan dalam sebuah proses persidangan, oleh karena itu seorang Advokat haruslah
seseorang yang memiliki jiwa loyalitas dan juga berani menjunjung kebenaran. Dengan demikian,
seorang advokat tidak dapat berpaku begitu saja kepada hukum positif (kepastian hukum) dalam
melakukan pembelaan terhadap kliennya.Tujuan utama hukum sebenarnya demi terciptanya keadilan
dan kebenaran. Karena itu, ketika terjadipertentangan antara hukum positif dengan keadilan serta
kebenaran, maka yang harus diutamakan adalah keadilan serta kebenaran

Syarat-Syarat Menjadi Advokat

Untuk menjadi advokat harus memenuhi syarat –syarat yang tertuang dalam undang undang
No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Syarat-syaratnya yaitu: 21

a. Warga Negara republik Indonesia


b. Bertempat tinggal di Indonesia. Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di
Indonesia” adalah bahwa pada waktu seseorang diangkat sebagai advokat, orang
tersebut harus bertempat tinggal di Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi
kebebasan seseorang setelah diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal
dimanapun
c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara
d. Berusia sekurang-kurangnya 25 (duapuluh lima) tahun
e. Berijazah sarjana yang latarbelakang pendidikan tinggi hukum. Sebagaimana
penjelasan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 bahwa yang dimaksud dengan
“berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan fakultas hukum, fakultas
syariah, perguruan tinggi hukum militer,dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.
f. Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi advokat
g. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor advokat
h. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih
i. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil dan mempunyai integritas yang
tinggi.Persyaratan tentang kelakuan baik ini memiliki kesamaan dengan persyaratan
perilaku calon advokat di Amerika Serikat, yang disebut meeting requirement of good
character. Perbedaannya adalah bahwa good character di Amerika Serikat meliputi
keterkaitan dengan perkara pidana dan perkara perdata.

2.4 SURAT KUASA BESERTA CONTOH

Pengertian surat kuasa adalah surat tentang pemberian kuasa kepada orang lain, yang
nantinya disebut dengan wali kuasa. Nantinya, orang tersebut akan melakukan tindakan atas
nama pemberi kuasa untuk menyelesaikan urusannya.

Singkatnya, surat ini menjadi sebuah bukti pemindahan hak maupun wewenang seseorang pada
orang lain. Wali kuasa akan menjadi wakil dari pemberi kuasa untuk melakukan apa yang telah
tertulis di surat pemberian kuasa.

Ciri-Ciri Surat Kuasa

Berbeda dengan surat lainnya, surat pemberian kuasa mempunyai beberapa ciri khusus
tersendiri dalam penyusunannya. Diantaranya sebagai berikut.

1. Disusun menggunakan Bahasa Indonesia baku yang mudah dipahami.


2. Memuat pernyataan tentang pengalihan kekuasaan atau wewenang kepada wali kuasa.
3. Adapun tata bahasa yang digunakan jelas, singkat, dan padat.

Jenis Surat Kuasa


Umumnya, surat ini terbagi menjadi beberapa jenis yang dibedakan berdasarkan
pengirim maupun kebutuhan dari surat tersebut. Adapun contoh, cara penyusunan hingga
format surat kuasa akan dijelaskan berikut:

1. Surat Kuasa Resmi


Surat pemberian kuasa resmi adalah salah satu jenis surat yang bersifat formal.
Biasanya, surat ini diterbitkan oleh suatu perusahaan, lembaga maupun instansi pemerintahan
untuk dinas keluar kota dan menghadiri acara.

Umumnya, template surat kuasa resmi ini berisikan wewenang kepada para karyawan untuk
melakukan kegiatan demi kepentingan perusahaan. Berikut ini contoh penulisan surat resmi

2. Surat Kuasa Khusus


Surat ini merupakan bukti pemindahan kuasa secara khusus kepada penerima untuk
mewakili suatu kepentingan tertentu. Namun, agar surat ini sah di depan hukum, Anda harus
menulis amanat dengan rinci. Berikut ini contoh penulisan suratnya.
3. Surat Kuasa Pribadi
Jenis surat pemindahan kuasa pribadi memiliki sifat non formal dan diterbitkan secara
pribadi, perorangan atau personal. Umumnya, surat ini dibuat untuk beberapa urusan terkait
dengan dokumen pribadi.Misalnya saja contoh surat pemberian kuasa pengambilan uang,
pengambilan gaji pensiun, pengambilan barang, hingga pengambilan dokumen. Berikut ini
contoh penulisan suratnya.

4. Surat Kuasa Perantara


Surat pemberian kuasa perantara adalah surat yang dibuat untuk menunjuk perwakilan agen
perdagangan. Di dalam surat ini, tertulis beberapa informasi berupa perintah dari pihak pertama
kepada pihak kedua dalam menjalankan tindakan di bawah hukum.Pihak kedua yang ditunjuk
sebagai agen yang nantinya akan menjalankan suatu kegiatan perdagangan terhadap pihak
ketiga. Adapun identitas diri pihak ketiga harus dituliskan secara jelas di dalam surat.
5. Surat Kuasa Insidentil
Kata insidentil diartikan bahwa penulisan surat ini berdasarkan suatu insiden maupun
peristiwa. Biasanya, surat dibuat oleh pemberi dan penerima kuasa yang masih mempunyai
hubungan darah.Misalnya saja, untuk berbicara di pengadilan setelah memperoleh izin dari
ketua pengadilan. Adapun penerima kuasa bukan seorang pengacara dan tidak menerima uang
dari pemberi kuasa.
6. Surat Kuasa Istimewa
Kata istimewa dalam surat ini menggambarkan situasi dan kondisi dari pemberi kuasa. Surat
tersebut bersifat limitatif, yaitu terbatas dalam tindakan tertentu dan sangat penting. Bahkan, hanya
dapat dilakukan oleh pihak yang bersangkutan pada surat secara persona. Agar surat pemberian kuasa
istimewa ini sah di depan hukum, maka semua pihak yang terlibat dalam penulisan surat harus
melakukan pengambilan sumpah, serta berbentuk berupa akta otentik atau akta notaris.

Umumnya, surat pemberian kuasa istimewa dibuat oleh pihak yang sedang terjerat masalah hukum
dan dialihkan kepada pengacara maupun lembaga hukum. Misalnya, untuk memindahkan kepemilikan
benda hingga membuat pernyataan damai.

Komponen Surat Kuasa


Dalam penyusunan surat terdapat berbagai komponen yang wajib Anda perhatikan dan penuhi untuk
menjamin keabsahan surat. Misalnya, identitas diri dari penerima maupun pemberi kuasa.Selain itu,
penyusunannya pun tidak boleh melewati bagian-bagian penting dari surat. Adapun bagian tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kepala atau kop surat.


2) Nomor surat.
3) Judul surat.
4) Tanggal pemberian kuasa.
5) Nama dan identitas diri penerima kuasa.
6) Isi surat terkait dengan pemberian kuasa.
7) Tanda tangan bermaterai pemberi kuasa.
8) Tanda tangan penerima kuasa.
9) Stempel atau cap dari instansi dan lembaga terkait.
BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Puri Galih Kris Endarto, Tinjauan Yuridis Gugatan Intervensi Tussenkomst sebagai


Upaya Hukum Alternatif dalam Gugatan Hukum Acara Perdata Biasa, Pandecta, Volume
5-Nomor 2, Juli 2010, halaman 161

.
Sigar Aji Poerana, Jenis-jenis Intervensi Pihak Ketiga dalam Perkara
Perdata, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5ed0bc1be48c4/jenis-jenis-
intervensi-pihak-ketiga-dalam-perkara-perdata/ (diakses pada 25 Maret 2021).

Caroline Maria M dan Harjono, Studi Kajian Tentang Gugatan Intervensi Dalam Perkara
Perdata, Jurnal Verstek, Volume 8-Nomor 1, halaman 56.

Puri Galih Kris Endarto, supra note nomor 1, halaman 162.

Mukti Arto A., Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2007), halaman 109.

Caroline Maria M dan Harjono, supra note nomor 3, halaman 59.

Mukti Arto A., supra note nomor 6, halaman 114.


 
2.5

Anda mungkin juga menyukai