SKRIPSI
Oleh
L. Dewi Cerealia R
NIM 3101401008
i
ii
ii
iii
iii
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik
sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam
L. Dewi Cerealia R
NIM 3101401008
iv
v
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam
“Kesuksesan adalah sebuah hasil dari kerja keras, bukan dari hasil pemberian orang
lain”, (Penulis)
ini kepada:
bimbingannya.
penulis.
v
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemurahan dan
Semarang Tahun 1940 – 1961” disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
skripsi ini.
3. Drs. Jayusman, M. Hum, Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas
menyelesaikan skripsi.
5. Dra. Rr. Sri Wahyu S, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
vi
vii
Semarang yang telah memberikan ilmu dan bimbingan pada penulis sehingga
7. Romo Arko, S. J., dan Romo Suyitno, S. J, atas bantuan moral maupun spiritual
pada penulis.
8. Papa, Mama, Eyang, serta Mbak Ika dan Dik Ade atas doa dan pendampingannya
terhadap penulis.
10. semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis.
Menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekuranganya, maka saran dan
kritik senantiasa penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Penulis
vii
viii
SARI
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii
PERNYATAAN............................................................................................... iv
PRAKATA....................................................................................................... vi
SARI................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
F. Penegasan Istilah......................................................................... 11
A. Landasan Teori............................................................................ 19
ix
x
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 76
B. Saran............................................................................................ 78
Lampiran-lampiran .......................................................................................... 83
Gambar-gambar................................................................................................ 94
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 16. Riwayat hidup Mgr. Alb. Soegujapranata, S. J, di Giri Tunggal..... 105
xii
xiii
Gambar 26. Kasimo dalam panitia Perujukan Dwi Fungsi Tunggal................... 113
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
dilarang sejak tahun 1621 bisa berkembang lagi. Tahun 1807 wilayah Hindia
Belanda menjadi satu kesatuan dengan Gereja Katolik, yaitu Prefektur Apostolik1
Vikariat2. Tahun 1866 Vikariat Batavia dibagi menjadi 8 stasi3 yaitu; Batavia,
keturunannya, terutama di wilayah Jawa. Jawa Barat, masuk dalam stasi Batavia
Cicurug. Mayoritas orang Katolik adalah orang Belanda dan Indo, tetapi berkat
sejumlah Volksschool, dan Rumah Sakit di Sukabumi dan Rangkasbitung sudah ada
kontak dengan penduduk asli. Pastur A. J. Piets adalah perintis utama karya Gereja
diantara orang pribumi, berpangkal pada paroki Cicadas, dimana tahap demi tahap
Katholik Soenda, 1934, yang bertujuan membantu dalam bidang keagamaan dan
1
Prefektur Apostolik adalah suatu wilayah Gerejawi di daerah misi yang baru mulai berkembang dan
diharapkan dikemudian hari dapat berdiri sendiri sebagai Keuskupan.
2
vikariat adalah wilayah Vikaris.
3
Stasi adalah wilayah Keuskupan yang akan menjadi Paroki.
1
2
sosial. Vikariat Apostolik4 Batavia juga menangani wilayah Bogor, dimana pada
tahun 1845 di Bogor didirikan Gereja Simultan oleh umat Katolik bersama-sama
umat Protestan. Pada saat itu tidak ada seorang imam Katolik yang diijinkan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk menetap di Bogor. Umat Katolik yang tinggal di
Gerejani Vikariat Apostolik Batavia, yang dipimpin oleh Yang Mulia Mgr5. Jakobus
Groof, Pr (1842 – 1846). Tahun 1881, Mgr. A. C. Claessens, Pr, Vikaris Apostolik6
Batavia 1873 – 1893, membeli sebidang tanah berikut rumahnya di Bogor, yang
Peristiwa ini mengakhiri penggunaan Gereja bersama-sama antara umat Katolik dan
umat Protestan di Bogor. Imam pertama yang diijinkan tinggal menetap di Bogor
adalah Pastor M. Y. D. Claessens, Pr7 pada tahun 1885. Dia adalah keponakan Mgr.
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1889, secara resmi mengakui Bogor sebagai stasi
dari Vikariat Apostolik Batavia. Tujuh tahun kemudian, tahun 1896 sayap misi
4
Vikariat Apostolik adalah suatu wadah yang utama bagi penyebaran misi Gereja dimana mewakili
Roma dan pemimpinnya adalah Vikaris Apostolik.
5
Mgr : Monsignore, Monsinyur.
6
Vikaris Apostolik adalahVikaris yang memiliki kuasa jabatan sama seperti Uskup tetapi terbatas
pada bidang batas daerah tertentu.
7
Pr: Praja (Imam diosesan)
3
Sukabumi. Ketika pembentukan Hirarki Gereja Indonesia pada tahun 1961, Prefektur
pada tanggal 16 Oktober 1961 dan ditasbihkan Uskup pada tanggal 6 Januari 1962.
pertanian. Oleh karena itu misi harus hadir juga dikalangan petani, di bidang
Keuskupan Bogor kiranya berkembang lebih menggembirakan. Yan Van Beek OFM
mendirikan Pusat pembinaan Sosial Ekonomi Keuskupan Bogor (PP Sosek KB),
gedung Gereja Katolik tertua di kota Ujung Pandang dan wilayah Sulawesi Selatan
dan Tenggara, didirikan tahun 1898. Masa pertama Gereja Katolik di Sulawesi
Selatan dan Tenggara berlangsung 1525 – 1668. Pertama kali disinggahi 3 pastor
Misionaris dari Portugal yaitu Pastor Antonio dod Reijs, Cosmas de annunclacio,
Bernardiode Marvao dan seorang Burder, pada tahun 1525. Baru pada 1548 Pastor
Vincente Viegas datang dari Malaka dan tinggal menetap di Makasar untuk melayani
para saudagar Portugis yang Katolik serta beberapa raja dan bangsawan Sulawesi
Setelah Malaka jatuh ketangan VOC (1641), 40 Imam dan sekitar 20.000 orang
8
OFM: Ordo Fratrum Minorum, Fransiska.
4
Dimana tahun 1892, Pastor Aselbergssj, dipindahkan dari Larantuka menjadi Pastor
Jesuit diganti oleh Misionaris MSC9, ketika dibentuk Prefektur Apostolik Sulawesi,
April 1937 wilayah sulawesi Selatan dan Tenggara dijadikan Prefektur Apostolik
Makasar oleh Sri Paus di Roma, dan dipercayakan kepada Misionaris CICM, dengan
Mgr. Martens sebagai Prefek10. Tanggal 13 Mei 1948 menjadi Vikariat Apostolik
Makasar, dan tanggal 3 Januari 1961 menjadi Keuskupan Agung Makasar, (WWW.
Geocities. Com).
Dapat diamati bahwa keduanya berdiri dari sebuah stasi yang kecil, yang kemudian
berkembang menjadi wilayah yang besar, yaitu menjadi wilayah Vikariat yang
mampu berdiri sendiri. Uraian diatas membuat penulis tertarik untuk menuliskan
bidang politik, yaitu dengan berdirinya Partai Katolik di wilayah Vikariat Apostolik
Vikariat Apostolik Semarang awalnya adalah bagian dari 8 stasi wilayah Vikariat
merupakan stasi dari Batavia dengan tenaga Imam yang sangat terbatas dibandingkan
9
MSC: Missionari Sacratissimi Cordis; Misionaris Hati Kudus Yesus.
10
Prefek: jabatan didalam pemerintahan Gereja Katolik yang mengepalai suatu wilayah tertentu.
5
dengan dengan daerah diluar Jawa seperti: Manado, Larantuka, Maumere, dan Sikka,
Timor dan Kei. Penyiaran agama Katolik di Jawa sangat lambat. Karena itu terdapat
pandangan umum bahwa iman Katolik tidak dapat ditanamkan pada kalangan orang
Awal tahun 1808 Gubernur Jendral Deandles memperoleh dua orang Imam
praja dari negeri Belanda untuk melayani umat Katolik bangsa Eropa di daerah
Hindia Belanda. Oleh Deandles, seorang ditempatkan di Jakarta seorang lagi yakni
memiliki tempat ibadah sendiri tahun 1815 dan berkembang menjadi Paroki Santo
Yusuf Semarang (1816), meliputi seluruh Jawa Tengah sampai Madiun di Jawa
Timur, Cianjur dan Indramayu di Jawa Barat. Perjalanan Gereja Katolik sempat
mengalami hambatan selama tahun 1845 – 1847 semua Pastor Belanda diusir
bersama Uskup Groof oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda pada waktu itu,
Rochussen. Berkat perundingan dengan tahta suci (Vatikan) pada tahun 1848 campur
tangan pemerintah Belanda diperlunak dan Gereja Katolik Indonesia terus tumbuh
berkembang dan berdaulat. Tahun 1875 melalui usaha dan perjuangan yang berat
6
serta melelahkan Pastor J Lijen Pr mendirikan gedung Gereja Santo Yusuf. Dari
situlah kemudian para Imam Yesuit mencari jalan untuk mendobrak dinding pemisah
Oktober 1896 Petrus Hoevenaars dan Fransiskus Van Lith datang ke Semarang. Pada
missi Jawa. Daerah yang paling cocok ialah Kedu, dimana didirikan suatu stasi yang
baru disamping Muntilan masih merupakan daerah pertanian yang murni, berbatasan
dengan Yogyakarta dan Surakarta. Pusat kebudayan Jawa, apalagi hubungan dengan
Muntilan, (Moedjanto, 1992; 29). Pada tahun 1903, seorang guru kerasulan dan 4
orang kepala desa dari pegunungan wilayah Kalibawang berkunjung pada Romo Van
Lith. 4 orang ini dibaptis pada tanggal 20 Mei 1904. Kemudian 171 orang menyusul
Wilayah sekitar Surakarta dan Yogyakarta terbukti menjadi tanah subur bagi
benih-benih firman Allah. Disitulah terdapat pengaruh kuat dari keraton Surakarta
dan Yogyakarta, bersamaan dengan nilai tradisional yang telah berakar sangat dalam
dihati dan sikap hidup masyarakat. Adapun Gereja di Indonesia sendiri pada tahun
Pemecahan ini dijalankan hanya demi untuk melayani perkembangan karya dan misi,
dan agar ada pembagian pekerjaan, baik pembagian daerah misi maupun pembagian
wilayah kerja dalam rangka mendatangkan tenaga bantuan dari luar yaitu para
7
Misionaris11. Jawa Tengah adalah salah satu diantara daerah-daerah misi yang amat
subur. Untuk menanggapi kesuburan Gereja tersebut, tahun 1936 didirikan Seminari
Tinggi untuk calon-calon Imam praja yang mengambil tempat di Muntilan. Dalam
situasi tersebut dapat dimengerti bila ada rencana untuk memisahkan Jawa tengah
dari Jawa Barat atau dari Vikariat Apostolik Batavia. Pada tanggal 1 Agustus 1940
didirikan Vikariat Apostolik Semarang. Paus Pius XII menetapkan Romo Albertus
ditengah-tengah persoalan mengenai perbedaan ras dan politik, berani terus maju
Katolik dibawah seorang Uskup Jawa yang dibantu oleh banyak tenaga misionaris
asing bekerja sama untuk memperluas dan memperdalam kerajaan Allah di Jawa.
Bagi Gereja tidak berlaku asas perbedaan bangsa dan warna kulit, karena setiap
Vikariat Apostolik Semarang. Namun perlu ditegaskan pula bahwa Gereja dan Partai
Politik adalah dua unsur yang berbeda, namun pada masa antara 1940 – 1961, kedua
unsur ini dapat menjadi satu yang tujuannya sama yaitu tercapainya kemerdekaan di
Indonesia.
11
Misionaris adalah orang yang melakukan penyebaran warta injil kepada orang lain yang belum
mengenal Kristus; Imam Kristen Katolik yang melakukan kegiatan misi.
12
Uskup adalah sebutan untuk yang menduduki jabatan tertinggi, yang diberikan oleh Gereja Katolik.
8
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka perumusan
Apostolik Semarang?
Apostolik Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Apostolik Semarang.
Apostolik Semarang.
9
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi bahan bacaan yang dapat menumbuhkan sikap keperdulian sosial,
3. Dapat dijadikan sumbangan pemikiran kearah penelitian yang lebih lanjut pada
Ruang lingkup merupakan batasan dalam penulisan skripsi yang dibagi dalam
ruang lingkup temporal dan spartial. Ruang lingkup temporal adalah lingkup waktu.
Tahun 1940 diambil sebagai batasan awal karena pada tahun inilah terbentuk sebuah
Vikariat yang berasal dari bangsa pribumi. Dan pada akhirnya tahun 1961 Vikariat
ini bersamaan dengan disusunnya Hirarki Gereja yang baru menjadi Keuskupan
Agung Semarang.
Lingkup spartial adalah lingkup batasan wilayah dalam hal ini adalah wilayah
Vikariat Apostolik Semarang yaitu tahun 1940 sampai dengan 1961. Rentang waktu
ruang kerja Vikariat yang jelas. Yaitu wilayah Gerejawi Vikariat Apostolik Semarang
Jepara, Rembang, beberapa bagian dari Karesidenan Kedu meliputi Magelang, dan
Temanggung serta seluruh wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Pada tahun 1961
10
Pada penelitian ini ruang lingkup penelitianya ditekankan pada bidang sosial
politik karena diketahui bahwa pada rentang tahun 1940 – 1961, Indonesia banyak
Semarang. Serta berdirinya Partai Katolik pada tahun 1949, sebagai penjelmaan fusi
F. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah paham dalam memahami penelitian ini maka akan
Vikaris yang memiliki kuasa jabatan sama seperti Uskup tetapi terbatas pada
bidang batas daerah tertentu, (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa 1996: 1119). Vikaris diartikan (wakil = latin) paroki atau
Apostolik adalah suatu wadah yang utama bagi penyebaran misi Gereja dimana
adalah wilayah Gereja Katolik yang belum cukup berkembang menjadi sebuah
Keuskupan yang swadaya. Wilayah ini dipimpin atas nama Sri Paus oleh seorang
11
dikemudian hari dapat berdiri sendiri sebagai Keuskupan. Wilayah ini dipimpin
oleh seorang Imam yang disebut Prefek Apostolik biasanya tidak memperoleh
tasbihan Uskup, (Heuken 1994: 36). Prefek Apostolik merupakan jabatan didalam
1993: 31). Di Indonesia Vikariat Apostolik sudah menjadi Keuskupan pada tahun
1962, Vikariat Apostolik terakhir adalah Jayapura (1954 – 1967), (Heuken 1995:
77).
2. Partai Katolik
1996: 731). Dijelaskan tentang Partai Poliltik yaitu dalam Polititologi, adalah
lewat cara pencalonan dalam Pemilihan Umum dan Parlemen. Partai Politik
dipilih untuk menyuarakan pendapat dan perasaan serta keinginan para anggota.
mewakili konflik dan perjuangan kekuasaan yang ada dalam masyarakat lewat
tanpa revolusi. Tergantung sifat dan watak pemerintahan, suatu negara menganut
fungsi:
Tugas partai adalah menyalurkan anekara ragam pendapat dan aspirasi rakyat
sebagainya.
Mencari dan mengajak orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan
masyarakat merupakan hal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik partai
menyeluruh) Gereja yang katolik, Gereja yang menyeluruh atau umum, terbuka
bagi semua bangsa. Istilah ini mulai dipakai St. Ignasius dari Antiokia sejak abad
melepaskan diri dari iman dan hidup keseluruhan Gereja. Istilah katolik dipakai
berbagai kalangan Gereja, (Shadily 1982: 1692). Selain itu kata sifat “katolik”
berasal dari kata Yunani Kath’holou yang berarti menyangkut keseluruhan. Kata
ini diterapkan pada Gereja dalam arti keseluruhan atau universal oleh Ignasius
dari Antiokia sekitar 115 konsili Konstantinopel I menambahkan kata itu pada
syahadat dalam rumusannya tentang Gereja sebagai satu, kudus, katolik, dan
apostolik sesudah kristianitas terbagi diantara kristianitas barat dan timur pada
tahun 1054 Gereja timur mulai menyebut sebagai Gereja Ortodoks sementara
Gereja barat tetap dikenal sebagai Gereja Katolik sejak zaman reformasi pada
abad ke-16 menjadi semakin umum bahwa pada sebutan Gereja katolik ditambah
dengan kata Roma, akan tetapi Gereja itu sendiri terus menyebut diri dengan
nama Gereja Katolik saja dalam dokumen resminya, (Rausch 2005: 5).
organisasi politik, maka Partai Katolik merupakan wadah penghimpun dan sarana
Partai Katolik bukanlah partai Gereja atau partai umat Katolik, melainkan
ajaran sosial yang berkembang dalam kalangan umat Katolik dan atas dasar
Tidak jarang terdapat hubungan pribadi dan pandangan yang sama antara tokoh
ini berbeda asas dan tujuannya; cara perjuangan dan sarana yang digunakan pun
Katolik Indonesia. Ketua dan pemimpin Fraksi dalam DPR adalah I. J Kasimo,
sebagai lanjutan dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Partai Katolik termasuk dalam
9 Partai yang diakui dan mempunyai wakil dalam DPRGR dan MPRS. Tahun
1973 Partai Katolik mengadakan fusi dengan PNI, Parkindo, Murba, dan IPKI -
G. Sistematika Penulisan
pembahasan teoritik atau studi pustaka, mengetengahkan metode dan prosedur kerja,
obyek lain. Kajian pustaka atau teoritik dipilih yang relevan dengan obyek
dituntut dalam memilahkan antara sajian data, olahannya dan analisisnya. Melalui
olahan data dibuktikan lebih dulu reliabilitas dan validitas instrumen. Analisis
dilakukan setelah data memang valid. Kesimpulan berdasarkan hasil analisis, dan
dipilah dari teori, data, dan analisis, yang kesemuanya untuk menjaga dan
:330).
sistematika dalam skripsi meliputi: Bab I berisi Pengantar, Bab II Analisis Landasan
Teori, Bab III berisi Metodologi penyelidikan yang digunakan, Bab IV berisi
Pengumpulan, Penyajian Data dan pembahasan, pada Bab V berisi Ringkasan dan
saran-saran, (Hadi :231). Serta mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi
yang di keluarkan Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang tahun 2003,
Kerangka Teoritik, Bab III berisi Metode Penelitian, Bab IV berisi Hasil dan
BAB I Pendahuluan
Penulisan.
berfikir.
BAB V Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
kajianya cenderung sangat luas. Mulai dari penelitian pendidikan, sosial, ekonomi,
dan politik.
Th Van den End dan J. Weitjens (2000), dalam bukunya “Ragi Cerita 2:
Kolonial di Jawa hidup sekitar 80% dari orang Eropa Katolik, dan kurang dari 10%
Katolik pribumi. Pertambahan ini disebabkan sejak sekitar tahun 1900 banyak orang
Katolik Belanda datang ketanah air kita, sebagai guru, pegawai, karyawan bank,
perusahaan, perkebunan dan sebagainya. Sejak tahun 1902 Vikap Batavia mulai
dibagi-bagi, namun baru tahun 1913 pemerintah Hindia Belanda mengakui para
Vikap dan para Prefak lain secara resmi sebagai wali Gereja di daerah masing-
masing.
merupakan salah satu sarana utama untuk mewartakan injil diantara mayoritas
penduduk Jawa Tengah yang belum mengenal Kristus. Dijelaskan pula tahun 1898
diambil keputusan bahwa karya misi diantara orang Jawa di Semarang dihentikan.
18
19
Muntilan dengan Pastor F. Van Lith, dan Mendut dengan Pastor Hoevenaars menjadi
pusat baru.
Apostolik Batavia yang terakhir sebelum masa Jepang. Tidak dijelaskan bagaimana
perkembangan Vikariat baru tersebut. Pada tahun 1942 saat Indonesia dikuasai oleh
1961.
S. J. pada waktu kecil, sampai menjadi seorang Vikaris pribumi yang pertama.
Semarang secara lengkap namun lebih luas. Dituliskan mulai munculnya kesadaran
bahwa Gereja mempunyai sifat supranatural, yang antara lain berarti Gereja
hendaknya mencoba untuk hidup dan berakar pada bangsa-bangsa dimana Gereja
yang masih jauh. Diceritakan juga tentang kerjasama Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J.,
agama Katolik dimasyarakat Jawa. Namun berkat usaha Pastor Frans. Van Lith S.
J.,yang merintis penyebaran agama Katolik lewat budaya Jawa. Hal ini membuahkan
hasil dengan dibaptisnya 171 orang untuk menjadi Katolik, dan orang-orang inilah
Peranan Gereja dituliskan dalam lingkup pendidikan, karya sosial dan politik.
Pada bidang politik diawali oleh didirikannya Katolika Wandawa pada tahun 1913,
Indonesia Aliran Nasionalis Islam, Katolik Sampai Akhir Zaman Perbedaan Paham
kali, yang didorong oleh dikeluarkanya brosur yang ditulis oleh Romo Van Lith.
Dalam selembaran itu Romo Van Lith menujukan seruannya kepada bangsa Jawa
agar mereka mendukung dan berdiri dibelakang mosi-mosinya, sebab hal itu sangat
mengena dihati pribumi yaitu agar mereka mendirikan suatu perkumpulan dan
berjuang sendiri. Dijelaskan pada tahun 1941 berdiri Perkumpulan Politik Katolik
Indonesia. Pada tahun berikutnya umat Katolik semakin ikut berpartisipasi aktif
Soegijapranata, S. J., ikut menunjukkan jati diri umat Katolik, bahwa mereka adalah
Apostolik Semarang tahun 1940, penekanan pada buku ini adalah peranan Mgr. Alb.
wilayah Hindia Belanda, hampir seluruh kegiatan karya missi mengalami kesulitan
karena tindakan keras dan kejam dari Jepang. Oleh penguasa Jepang, Mgr. Alb.
Soegijapranata, S.J., termasuk diantara pemimpin yang cukup disegani waktu itu di
Semarang. Hal ini terbukti dengan diundangnya beliau menghadiri berbagai upacara
resepsi penting yang diadakan oleh penguasa Jepang. Namun uniknya tak satupun
undangan itu dihadirinya. Pada tahun selanjutnya dijelaskan, bahwa Gereja lebih
B. Kerangka Konseptual
Apostolik Semarang dan Partai Politik dalam studi ini. Vikariat Apostolik Semarang
adalah suatu wadah yang utama bagi penyebaran misi Gereja dimana mewakili Roma
sebagai vikaris Apostolik pertama Jawa. Kebijaksanaan ini juga dikaitkan dengan
22
bertambahnya jumlah anggota Gereja di wilayah ini dan akan berlangsungnya Perang
Dunia II.
yaitu dengan mengkaji kehidupan masyarakat pada saat Vikariat Apostolik Semarang
agama Katolik dan muncul kesadaran bahwa masuknya agama Katolik tidak akan
Munculnya kesadaran politik juga berkat ajaran Romo Van Lith dengan
edarannya yang menumbuhkan paham kebangsaan terutama bagi umat Katolik yang
selama ini dianggap lebih berpihak pada Barat. Kemudian mulai muncul Voorloopig
Katholiek Comite Voor Politiek Actie (1917), Indische Katholieke Partij (1918), dan
Politik Katolik Indonesia (1930), dan Angkatan Muda Republik Indonesia (1945).
Dibentuk juga Partai Katolik Republik Indonesia (1945) dan Partai Katolik Indonesia
yaitu bagaimana Partai Katolik itu berkembang?, bagaimana Anggaran Dasar dan
Pada tahun 1949, semua Partai Katolik dilebur menjadi Partai Katolik atas
prakarsa I.J. Kasimo dan Mgr. Alb. Soegijapranata. Vikariat Apostolik Semarang
sangat erat kaitannya dengan terbentuknya Partai Katolik, yaitu dengan tujuan yang
23
- Partai Katolik Republik g. Partai Katolik Indonesia
Indonesia (1945) Kalimantan (Perkika)
- Partai Politik Katolik Kalimantan
Indonesia (1945)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, (Gootschlak 1983:
38).
ini adalah metode penelitian sejarah. Langkah-langkah dalam penelitian sejarah yang
1. Heuristik
berasal dari bahasa Yunani “Heurishein”, (Abdurrahman 1999: 55). Selain itu
heuristik berarti mencari bahan atau menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan
bahan yang dalam kata Yunani berasal dari “Heuristiek”, (Gazalba 1981: 114).
Heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Jejak-jejak material
24
25
Jejak masa lampau dapat berupa bukti-bukti tertulis seperti arsip, dokumen,
surat kabar yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas. Suatu
sumber-sumber primer.
Dalam penelitian ini penulis menggunkan dua jenis sumber sejarah., yaitu
a. Sumber Primer
kesaksian dari seseorang dengan mata kepala sendiri atau dengan panca indera
lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon yakni orang atau alat yang hadir
pada saat peristiwa yang diceritakannya. Sumber primer dihasilkan oleh orang
Sumber primer dapat berupa dokumen dan dalam bentuk lisan yang
dan tindakan merupakan sumber kedua, namun hal itu tidak dapat diabaikan.
Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis
dapat dibagi atas sumber buku, dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen
b. Sumber Sekunder
penelitian ini adalah studi pustaka, literature, dokumen, maupun hasil observasi
yang dilakukan para peneliti pada masa sekarang, yang berhubungan dengan
judul penulisan.
Vikariat Apostolik Semarang dan Partai Katolik tahun 1940-1961, dan buku-
2) Observasi
observasi terdiri dari observasi langsung yaitu pengamatan langsung apa yang
akan diteliti dan observasi tidak langsung yaitu dengan mengamati baik melalui
foto maupun gambar. Foto menghasilkan data deskriptif yang sangat berharga
27
dan digunakan untuk menelaah segi subyektif dan hasilnya sering dianalisa
secara induktif, ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian
yaitu foto yang dihasilkan oleh orang lain dan oleh peneliti sendiri, (Moleong
:115).
Gedangan, Gereja Katedral Santa Maria, dan tempat awal lahirnya pengikut
agama Katolik dan anggota terbesar Vikariat Apostolik Semarang yaitu wilayah
Muntilan. Observasi tidak langsung dilakukan dengan melihat foto serta gambar
dialami pada masa yang akan datang, memverifkasi, mengubah dan memperluas
informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia
tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Penggalian
28
sumber sejarah adalah melalui metode wawancara, pada saat wawancara penulis
menggunakan alat perekam berupa tape recorder. Oral History digunakan untuk
3. Lorenz Suryatma
2. Kritik Sumber
yang digunakan dalam penelitian. Untuk memperoleh keabsahan sumber yang harus
diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui
ditelusuri melalui kritik interen, (Abdurrahman 1999: 59). Kritik sumber ada 2 yaitu:
29
a. Kritik eksteren
sumber-sumber itu dapat memberi informasi pada kita tentang tema tersebut. Kritik
sumber asli yang dibutuhkan atau tidak? Apakah sumber tersebut aslinya (bukan
turunan), ataukah sumber itu masih utuh dan telah diubah-ubah, (Widja 1988: 22).
Penelitian melakukan pengujian atas asli atau tidaknya sumber berarti ia menyeleksi
segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen
luarnya yang lain. Otentisitas semua ini minimal dapat diuji berdasarkan lima
Perubahan atau pengurangan terhadap teks memang bisa terjadi pada teks
yang telah mengalami penurunan atau penyaduran berkali-kali, maka peneliti harus
berusaha membandingkan perbagai kopi satu sama lain. Dalam banyak hal teks asli
dapat direstorasi secara mendekati atau secara lengkap. Dalam hal itu pula penelitian
sejarah harus berusaha untuk menetapkan kopi yang paling mendekati kepada yang
S. J., 13 Februari 1947 –17 Agustus 1949”, yang menuliskan keseharian Mgr. Alb.
Soegijapranata, S. J., selama perang kemerdekaan dan kepindahan karya misi dari
b. Kritik Interen
Adalah kritik terhadap isi dari sumber tersebut yang berusaha menjawab
pertanyaan tentang bagaimana nilai pembuktian yang sebenarnya dari isinya. Kritik
interen terutama untuk menentukan apakah isi sumber itu dapat memberikan
informasi yang dapat dipercaya. Dalam penelitian ini ditekankan pada kritik dalam
membandingkan data yang diperoleh. Dalam mengkaji sumber yang didapat ternyata
ada beberapa hal yang perlu dicari kebenarannya. Dalam buku Garis-Garis Besar
Sejarah Keuskupan Agung Semarang dituliskan pada tanggal 1 Agustus 1940 Romo
dalam buku Ragi Cerita 2: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an – sekarang, tulisan
Van den End dan Weitjen tahun 2000 ditulis bahwa Paus Pius XII mengangkat
Apostolik Semarang. Maka ditempuh kritik, dan diperoleh dari buku Mgr. Albertus
dekrit pengangkatan yang dikeluarkan oleh Roma bertanggal 1 Agustus 1940, yang
31
Apostolik Semarang.
Kritik kedua dalam buku Penyebaran dan Perkembangan Islam, Katolik, dan
tanggal 3 Januari 1961 Sri Paus Yohanes XXIII dan 5 November 1966 Paus Pius VI
Irian Jaya, dan Merauke. Sedangkan dalam Garis-Garis Besar Sejarah Gereja Katolik
Gereja Indonesia didirikan terdiri dari 6 propinsi Gerejawi yaitu Medan Jakarta,
Semarang, Pontianak, Ujung Pandang, Ende. Maka diperoleh keterangan dari buku
Ragi Cerita 2 Sejarah Gereja Di Indonesia 1860-an – sekarang halaman 477 dimana
tanggal 3 Januari 1961 Paus Yohanes XXIII mendirikan Hirarki di Indonesia kecuali
Irian Jaya dimana didirikan Hirarki oleh Sri Paus Paulus VI tanggal 15 November
1966 sesudah integrasi Irian Jaya dalam Republik Indonesia, jadi pada awal
pendirian Hirarki Gereja Indonesia terdiri dari 6 propinsi Gerejawi yaitu Medan,
Pendekatan yang dilakukan dalam kritik intern ini ada dua macam yaitu:
1) Penelitian intrinsik, dimana peneliti harus memastikan sifat sumber yang dipakai,
apakah sumber itu resmi atau tidak. Setelah ditentukan sifat dari sumber itu
langkah selanjutnya adalah menyoroti pengarang sumber tersebut. Hal ini dapat
sumber lain.
3. Interpretasi
adalah menentukan makna saling berhubungan dari data yang diperoleh. Berbagai
data yang lepas satu dengan yang lainnya harus dirangkai dan dihubungkan hingga
menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Interprestasi merupakan suatu
usaha untuk merangkaikan fakta-fakta yang bersesuaian satu sama lainnya dan
(Notosusanto 1970: 230). Dan dalam proses interpretasi sejarah seorang peneliti
4. Historiografi
Tahapan ini merupakan langkah penulisan cerita sejarah yang disusun secara
logis, menurut kronologis dan tema yang jelas serta mudah dimengerti yang
dilengkapi dengan pengaturan bab-bab atau bagian-bagian yang dapat mengatur atau
fragmentaris menjadi suatu uraian yang sistematis, utuh, dan komunikatif, (Abdulah
1985: 14).
B. Setting Penelitian
Semarang Bagi Partai Katolik Tahun 1940-1961”, dengan batasan spatial (wilayah)
adalah wilayah Vikariat Apostolik Semarang dari tahun 1940 sampai tahun
1961,(Subanar 2003: 6). Batasan waktu (temporal), penelitian ini dari tahun 1940,
sebagai tahun berdirinya Vikariat Apostolik Semarang. Dan tahun 1961 sebagai
batasan akhir penelitian, karena pada tahun ini Gereja Katolik Indonesia sudah
Gerejawi. Pada kurun waktu antara 1940-1961 terjadi hubungan antara Gereja di
bawah pimpinan Vikaris Apostoliknya yaitu Mgr Alb. Soegijapranata, S. J., dengan
(konsultasi).
BAB IV
yang lama, serta mendapat banyak tantangan. Sejak 7 Agustus 1806, Raja Lodewijk
sejak tahun 1621 mendapat tekanan dapat berkembang kembali. Wilayah Hindia
Belanda menjadi bagian dalam Gereja Katolik yaitu Perfektur Apostolik Batavia
dengan misionaris pertama Pastor Jacobus Nelissen, tiba di Batavia pada tanggal 4
April 1808. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1842 Prefektur Apostolik Batavia
ditingkatkan menjadi Vikariat, tahun 1866 Vikariat ini dibagi menjadi 8 stasi yaitu;
Padang. Pastor-pastor pertama yang bekerja di enam stasi yang sekarang masuk
28
29
Pada awalnya kegiatan misionaris di Jawa Tengah ditujukan bagi orang Eropa
yang ada di daerah itu, karena adanya anggapan bahwa orang Jawa tidak akan
menganut agama selain agama yang sudah ada lebih dahulu. Sejak tahun 1808
sampai 1824 pada saat Romo L. Prinsen pr., umat Katolik di Semarang belum
mempunyai Gereja sendiri. Dalam ibadat sering menggunakan rumah untuk di sewa,
Gereja Blenduk. Baru pada tahun 1824 Prefek Apostolik Batavia membeli rumah
menjadi Gereja, dan lantai atas menjadi pastoran. Gedung ini digunakan samapi
1875, pada tahun itu Gereja St. Yosef di Gedangan selesai di bangun dan sampai
sekarang masih dipakai. Pada tahun 1872 umat Katolik berjumlah 1.600 orang yang
sebagian besar terdiri dari orang Eropa. Pastor Yulius Keyzer, S. J., Pastor di
sebelumnya bahwa agama Katolik akan sulit diterima oleh penduduk pribumi, ia
Pastor pertama yang mendirikan sekolah missi di sekitar Muntilan dan Magelang.
Pada tanggal 9 Desember 1894 di Bedono, ia menerima dengan resmi 28 orang Jawa
di dalam Gereja. Pada tahun 1915 dibangun gedung Gereja kedua yaitu Gereja
Karangpanas. Untuk melayani pertambahan umat yang pesat maka dipanggil pastor
Semarang bulan Januari 1895. Ia menerbitkan sebuah buku berbahasa Jawa yaitu
Kitab Sembahyang Tjilik kanggo Para Wong Room Katolika. Kegiatan itu membawa
melayani karya misi. Ini diawali dengan kedatangan misionaris di Semarang pada
bulan Oktober 1896, yaitu Petrus Hoevennaars dan Franciscus Van Lith, mereka
1984; 12). Awal penyebaran misi agama Katolik tidak membuahkan hasil yang
memuaskan, namun Romo F. Van Lith, S. J., yakin bahwa karya kerasulan dalam
masyarakat Jawa harus dimulai dari pimpinan masyarakat. Masyarakat Jawa sangat
terikat dalam suatu adat dan kehidupan bersama, berdasarkan pertimbangan itu
Romo F. Van Lith, S. J., menyesuaikan diri dengan orang Jawa, ia belajar bahasa
Jawa, sejarah, dan adat istiadat Jawa, ia juga menjalin kerjasama dengan semua
lapisan masyarakat dari Priyayi sampai Petani, Wedana dan Kontrolir. Kedua
prinsipnya yaitu adaptasi dan pembentukan golongan elite, membawa hasil yang
sangat gemilang. Pada tahun 1904 datang seorang guru kerasulan dan 4 orang kepala
desa pegawai wilayah Kalibawang berkunjung pada Romo Van Lith. Mereka minta
diberi ajaran agama Katolik, mereka dibaptis pada tanggal 20 Mei 1904. Pada
Ekaristi. Org). Peristiwa pembabtisan itu menjadi bukti bahwa nilai-nilai budaya
tidak akan terancam atau diganti dengan agama Katolik, karena proses inkulturasi
yang telah dirintis oleh Romo Van Lith, mengutamakan perlunya bahasa Jawa.
Bahasa bukan hanya alat komunikasi, namun khususnya bahasa Jawa merupakan
endapan jiwa masyarakat yang memandang dunia dan manusia atas cara yang khas
Jawa. Sama seperti Hinduisme, Budhisme, dan Islam, hanya unsur-unsur yang
31
dirasakan cocok atau penting yang diintegrasikan ke dalam pola hidup dan berfikir
rakyat. Selain itu Romo Van Lith berhasrat memberi kaum muda Jawa baik pria dan
wanita suatu pendidikan yang bermutu, membuat mereka mampu memiliki posisi
yang penting dalam masyarakat. Kepada mereka diberikan pendidikan Kristiani, agar
mereka menjadi benih-benih rasul dan tumbuh dan berkembang serta membuahkan
hasil. Dua puluh tahun setelah kedatangannya di Muntilan ia menulis laporan resmi:
“aku hidup di tengah orang Jawa dan menjadi seperasaan dan sepemikiran dengan
mereka”. Romo F. Van Lith, S. J., juga menterjemahkan doa Bapa Kami dalam
bahasa Jawa.
tanggal 27 Mei 1899, dan menyatakan bahwa misi harus mengarahkan kegiatannya
pada rakyat kecil. Pada akhir 1903 di stasi Mendut telah terdapat sekitar 300 orang
Katolik di Surakarta dengan memakai metode Van Lith, dalam waktu 4 tahun ia
Semarang, kemudian ke Ambarawa. Tapi pada tahun 1930 ia meninggal dunia, dan
S. J., tinggal di Muntilan, sejak 1917 setiap minggu ia mengunjungi Yogyakarta dan
sebelah selatan Keraton. Pada tanggal 1 Agustus 1918 HIS pertama di buka, dan
pada bulan Maret tahun berikutnya HIS kedua di buka. Pada akhir tahun 1918
Yogyakarta mempunyai 273 orang Katolik Jawa, dua belas tahun kemudian wilayah
yang dilayani pastoran Kidulloji sudah mempunyai 3.684 umat Jawa Katolik, dan
diluar wilayah itu masih ada 1.100 orang yang semuanya penduduk Yogyakarta.
Peristiwa penting lain adalah pembangunan Kolose Ignatius mulai tanggal 17 Januari
1923, dan pemakaian gedung novisiat S J pada tanggal 16 Juni 1923, dalam tahun
generasi pertama 1911 – 1914 ditasbihkan menjadi Imam, 1926 dan 1928 yaitu
1925 Seminari Menengah kedua didirikan di Yogyakarta. Pada tanggal 1 Juli 1927
Menengah di Yogyakarta.
umat Katolik di wilayah Jawa, terutama peranan Muntilan dan Mendut yang
merupakan tempat tumbuhnya misi-misi yang subur. Perbedaan situasi yang besar
antara Jawa Barat atau kota Batavia dan Jawa Tengah merupakan alasan utama bagi
hadir. Pertumbuhan karya misi di Jawa Tengah mendapat perhatian khusus dari
pihak Roma dan Batavia, menghasilkan suatu rencana pembukaan daerah Vikariat
Apostolik yang baru, (Gonggong 1983: 34). Dipisahkannya Jawa Tengah dari
Vikariat Apostolik Jakarta sudah lama dinanti-nantikan. Namun tidak banyak orang
Belanda, maupun orang Jawa, yang dapat menduga-duga, bahwa yang diangkat
menjadi Uskupnya adalah orang Jawa. Bulan Mei 1940 Mgr. P. Willekens dari
Daerah Vikariat Apostolik harus dipimpin oleh seorang Uskup Agung, untuk
Vikariat baru ini Paus menghendaki mengangkat Vikaris dari penduduk asli, tentu
hal ini berbeda dengan dua Vikariat Apostolik yang ada yaitu di Vikariat Apostolik
Batavia dan Malang. Pengangkatan Uskup Agung yang berasal dari penduduk asli
dan pendirian Vikariat yang baru dilatar belakangi dua faktor utama:
Bahwa Jawa Tengah adalah salah satu dari daerah-daerah misi yang
sangat subur , dan situasi Luar Negeri yaitu pecahnya perang dunia II
yang jelas akan memberikan pengaruh bagi pertumbuhan karya misi di
Hindia Belanda. Untuk menghadapi hal itu diperlukan seorang Uskup
yang mampu berdedikasi penuh, (Moeryantini 1975:19).
c) Wilayah Batavia dan sekitarnya, dan wilayah Jawa Tengah memiliki kultur
yang berbeda.
Hindia Belanda, antara lain berkaitan dengan gerakan komunis yang pernah
sebaiknya diserahkan kepada anggota Serikat Yesus karena Serikat Yesus lah
b. Situasi di Luar Negeri, pada saat itu terjadi Perang Dunia II sehingga memberi
perang.
Untuk menghadapi semua kesulitan itu perlu adanya seorang Vikaris yang mampu
bertanggung jawab secara penuh, agaknya Vatikan melihat itu semua dalam diri
Juni 1940, pada tanggal 1 Agustus 1940 berdiri Vikariat Apostolik Semarang, serta
jabatan tinggi dalam hirarki Gerejawi. Romo Alb. Soegijapranata, S. J., lahir di
Karijosoedarma, seorang abdi dalem Kraton. Ketika masih muda keluarganya pindah
ke Yogya, atas ajakan Romo Van Lith, Soegija masuk Muntilan dimana dia dibaptis
pada hari natal tahun 1909. Ia berangkat ke Nederland untuk menjadi Imam, bersama
misi Katolik di wilayah Jawa. Mengingat pada tahun berikutnya adalah tahun yang
berat bagi perkembangan misi agama Katolik. Wilayah Gerejawi Vikariat Apostolik
Temanggung serta seluruh wilayah Surakarta dan Yogyakarta, (Subanar 2003: 6). Di
bawah ini dapat dilihat perkembangan umat Katolik di daerah sebelum dibentuknya
Imam berkebangsaan Eropa, 11 orang Imam pribumi, selain itu terdapat 103 orang
4.1.2 Penyebaran Misi Gereja Vikariat Apostolik Semarang Tahun 1940 – 1960
tekanan khususnya tahun 1942 sampai 1945, dengan meletusnya perang Pasifik, dan
Maret 1942 Indonesia jatuh ketangan Jepang. Karya misi di Indonesia mengalami
banyak kesulitan karena tindakan keras dan kejam dari pemerintah Jepang, semua
misionaris Belanda dimasukkan ke dalam penjara, selain itu Imam-Imam yang bukan
Belanda ada juga yang diseret menjadi tahanan. Di Pulau Jawa pada saat itu hanya
ada dua orang Uskup yang berkarya yaitu Mgr. P. Willkens, S. J dari Batavia dan
Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., dari Semarang, sedang Uskup dari Bandung,
menggunakan bahasa musuh, dalam hal ini bahasa Belanda. Gedung Gereja dan
pastoran, banyak banggunan milik misi disita, dihancurkan dan diduduki oleh tentara
Jepang atau dijadikan tempat tahanan, sumber pendapatan untuk karya misipun
dimatikan. Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., banyak sekali kehilangan sebagian besar
misi Gereja diteruskan. Dengan mengambil tempat di Gedangan yang saat itu
menjadi induk Gereja di Semarang dan basis perkembangan Gereja di Jawa Tengah,
wilayah Vikariatnya, yaitu di wilayah Semarang dan Purwokerto karena para pekerja
karya misi di daerah ini ditangkap oleh Jepang. Pada saat pemerintah Jepang
menegaskan agar Gereja Katolik harus tunduk pada pemerintah Jepang, Mgr. Alb.
Soegijapranata, S. J., menjelaskan tentang hirarki dari Paus, Vikariat sampai paroki,
Tokyo. Karena Vikariat Apostolik Semarang ada di bawah wewenang Vatikan yang
memiliki perjanjian khusus, maka Gereja Katolik tidak perlu tunduk kepada
penguasa Jepang.
diperbolehkan hidup walaupun tidak di tempatnya sendiri, hal ini tidak mematahkan
Antara tahun 1942 – 1945 telah meninggal 74 orang Pastor, 47 Bruder, dan 160
orang Suster, (Gonggong 1993:40). Mereka adalah korban dari kekejaman tentara
semua Jesuit yang ada di sana, dengan tuduhan ada tembakan-tembakan dilepaskan
dari Pastoran. Mereka semua dihukum mati dan ditembak di makam Giri laya.
Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja dan Frater Bouwes dibunuh secara kejam
oleh fihak yang tidak senang dengan agama Katolik. Akhir 1944 di seluruh pulau
Jawa ada 2 Uskup dan 20 Imam yang bekerja terdiri dari 16 pribumi, 3 Indo, dan 1
Triol-Austria. Dari bulan Oktober 1945 sampai 16 Januari 1946, para misionaris
Belanda di Yogyakarta, yang baru keluar dari kamp tahanan diinternir lagi.
kemerdekaan Indonesia dan mereka melakukan hal ini atas nama bangsa Indonesia.
Berita proklamasi itu di sambut gembira oleh semua rakyat Indonesia, terutama di
1945, pasukan sekutu mulai tiba di Indonesia, untuk mengambil alih kekuasaan
situasi politik saat itu, Vikariat Apastolik Semarang dibagi dua: Semarang dan
Belum genap satu tahun usia kemerdekaan Indonesia, terjadi perpindahan pusat
pemerintahan dari Jakarta ke Yogyakarta. Hal ini dilakukan karena tindakan teror
suatu kebetulan, melainkan melihat beberapa syarat yang terpenuhi yaitu: kondisi
masyarakat, yaitu seberapa jauh mereka menerima proklamasi kemerdekaan itu yang
baru beberapa bulan dicetuskan. Serta sikap para pemimpin utama di daerah itu
terhadap proklamasi. Maka tidak salah pemindahan ibukota Republik Indonesia dari
Jakarta ke Yogyakarta.
keluar kota untuk menghindari situasi yang tidak menentu di kotanya. Sampai akhir
tahun 1945 dan awal tahun 1946 Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J masih melanjutkan
S. J memasuki kota Yogyakarta terhitung mulai tanggal 17 Februari 1947. Mgr. Alb.
sampai Agustus 1949, ia tinggal di Pastoran Bintaran Yogyakarta. Hal ini dilakukan
40
juga bagi kepentingan karya misi sendiri, beliau dapat berkomunikasi dengan para
ditujukan kepada Belanda, bahwa beliau sama sekali tidak berada dalam posisi
netral, didalam sengketa antara bangsa Indonesia dengan Belanda. Pemindahan pusat
Gereja ke Yogyakarta juga menunjukkan, bahwa Gereja dalam hal ini umat Katolik
yang selama ini dipandang sebagai agama Belanda, dapat diterima sebagai Gereja
umat Katolik yaitu: “100% Katolik, 100% patriot Indonesia, 100% warga negara
Indonesia”. Hal ini menunjukkan, bahwa umat Katolik mempunyai cita-cita dan
tujuan yang sama seperti masyarakat Indonesia yang lain yaitu Indonesia segera
bebas dari penjajah. Hubungan Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., dengan Presiden
Republik Indonesia Ir. Soekarno, dan Moh Hatta serta pemimpin Republik lainnya
memberikan keuntungan yang besar bagi kebebasan dan karya Gereja di Indonesia.
J., tetap melakukan tugasnya sebagai penggembala yang bertanggung jawag atas
berbagai kritikan terhadap pemerintah Belanda berkaitan dengan aksi militer yang
dilakukan Belanda yaitu agresi Militer I dan II. Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J.,
melakukan kritikan cukup keras, seperti yang dikutip harian Merdeka 17 Mei 1949
dari berita yang ditulis oleh koran ANP 16 Mei yang terbit di Amsterdam yaitu:
41
“... aksi itu telah diadakan untuk merebut kembali apa jang sudah hilang,
melakukan pembalasan buat segala kekalahan, menghidupkan kembali apa jg.
sudah tidak ada, memperbaiki dengan kekerasan sendjata dan pertundjukan
kekuatan semua noda dan penghinaan jang telah diderita”, (Subanar 2003:xvii).
Meja Bundar 27 Desember 1949, dengan pengakuan ini maka karya misi dapat
Tahun 1950 muncul kekuatan komunis melalui PKI, dengan cepat PKI dapat
menarik simpati rakyat kecil dan menjadi pendukung aktif PKI. Mereka tertarik
dengan janji-janji PKI yang akan memberikan perbaikan hidup materiil. Mgr. Alb.
Soegijapranata,S. J mengerti apa yang dihadapi oleh masyarakat ini, maka beliau
berusaha agar dari kalangan Katolik muncul usaha mendirikan organisasi bagi buruh,
nelayan dan lainnya. Organisasi itu terbentuk tanggal 19 Juni 1954 yang diberi nama
“Organisasi Buruh Pancasila”. Sejak itu mulai berkembang organisasi sosial yang
dibentuk oleh umat Katolik di seluruh wilayah Vikariat Apostolik Semarang, satu hal
yang unik dari organisasi sosial yang dibentuk umat Katolik adalah digunakannya
kata “Pancasila” sebagai nama organisasi bukan nama Katolik, (Gonggong 1993:79).
Tahun 1955 MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia) melaksanakan sidang,
yang membicarakan perbagai hal tentang kegiatan sosial. Sidang ini menghasilkan
keputusan membentuk panitia untuk bidang sosial, sebagai ketua ditunjuk Mgr. Alb.
Soegijapranata, S. J. Hal ini sesuai dengan visi beliau yang menekankan perlunya
pegawai, pekerja, buruh, petani, dan pedagang Katolik berusaha menciptakan suatu
front sosial yang kuat sehingga mampu berkarya untuk semua golongan dan lapisan,
S. J., banyak melakukan perubahan dalam lingkungan Gereja. Hal ini dilakukan agar
sosial masyarakat untuk melestarikan dua budaya Jawa maka dapat dilihat usaha
Bruder Thimoteus FIC, dengan menciptakan permainan wayang yang isinya bersifat
kristiani, yang disebut wayang wahyu. Satu budaya Jawa lagi yang dijadikan alat
pengajaran agama adalah ketoprak, seperti Daud dan Goliath, Kisah Ester. Suatu
tindakan yang lebih unik adalah pelaksanaan slawatan, upacara ini biasanya hanya
terjadi dikalangan golongan Islam. Tetapi di Ponorogo hal itu dirubah dalam suatu
bentuk slawatan yang disesuaikan dengan ajaran Kristen, (Gonggong 1993: 82).
agama Katolik menjadi bagian yang harmonis dan berpengaruh dalam kehidupan
bangsa Indonesia.
Apostolik Semarang kembali menata diri, pada tahap perkembangan pertama (1940-
1960) jumlah umat di Vikariat Apostolik Semarang 37.391 orang menjadi 78543
orang Katolik. Pertambahan jumlah umat Katolik tidak begitu besar mengingat
banyak peristiwa yang terjadi, seperti masa pendudukan Jepang, revolusi fisik, dan
aksi polisional. Banyak rohaniwan/wati diinternir, para misionaris yang tua pulang
43
karena sakit atau sukar menyesuaikan dengan keadaan yang baru. Hampir semua
Melihat karya penyebaran misi iman Katolik tidak lepas dari usaha kerja keras
Mgr. Alb. Soegijaparanata, S. J., hal ini diungkapkan oleh Dr. J. Weitjens, S. J.,
sebagai berikut:
Dalam bidang politik, dari satu pihak Gereja tidak boleh mencampuri persoalan
politik parktis yang tidak berhubungan dengan agama, di lain pihak setiap orang
Katolik adalah seorang warganegara, yang boleh atau harus aktif dalam politik.
Akhirnya disatu fihak Gereja harus mempertahankan kesatuan Gereja dan umat
manusia di seluruh dunia, namun di lain pihak Gereja harus mengakui hak setiap
kepada semua umatnya untuk menggunakan haknya dalam berbangsa dan bernegara,
tapi jelas fungsi Gereja adalah menjaga agar tidak timbul pertikaian diantara
semua orang yang percaya kepadaNya, sebab adanya pemisahan kewajiban setiap
warga negara terhadap Allah dan pada negara, menunjukkan bahwa setiap
kewajiban kepada negara dapat dimanipulasi oleh negara ataupun oarng-orang yang
Pada saat Budi Utomo berdiri, golongan Katolik mulai terjun ke dunia
perpolitikan. Ketertarikan umat Katolik masuk dalam Budi Utomo adalah sifatnya
kepada agama yang netral. Maka dapat dilihat adanya orang Katolik Jawa yang
duduk dalam dewan pengurus berbagai cabang Budi Utomo, namun hali ini tidak
berlangsung lama. Antara tahun 1917-1918 anggota Katolik keluar dari Budi Utomo.
Hal ini dijelaskan oleh I. J. Kasimo yang menulis: “Sebab, meskipun kita
dengan partai-partai nasional itu mempunyai banyak kepentingan-kepentingan
nasional bersama, namun di sana kita merasa kekurangan satu hal sangat penting,
yaitu: perhatian soal agama Katolik di bidang politik. Memang sewajarnya, bahwa
suatu partai netral tidak dapat memperhatikan kepentingan-kepentingan agama, dan
berdasarkan azas netralnya malahan tidak boleh berbuat demikian. Lain dari pada itu,
meskipun tujuan-tujuan nasional golongan Katolik bangsa kita sama dengan tujuan
partai-partai netral: namun penentuan pemilihan syarat-syarat, untuk mecapai tujuan
tersebut dapat berlainan sama sekali, karena azas dan keyakinan berlainan”.
Lagipula: orang-orang Katolik merasakan adanya rasa curiga dari anggota-anggota
yang lain terhadap agama mereka. Bukankah agama Kristen (Katolik) itu agamanya
orang Belanda? Bagaimana mungkin orang-orang Katolik itu merasa sejiwa dan
sehati dengan kami? Bagaimana mungkin mereka itu nasionalis, patriot sejati?
Pastilah mereka itu termasuk “barisan kaum sana” bukan “barisan kaum sini”!
bahkan mereka yang sudah terpilih menjadi pengurus pun sering kali masih
dicurigai, sekalipun tidak terang-terangan, (Pipitseputra 1970:230).
45
Pada tahun 1917 berdiri Voorloopig Katholieke Comité Voor Politieke Actie.
Pada tahun yang sama berdiri juga Katholieke Vereeniging Voor Politieke Actie,
yang pada bulan November 1918 namanya diubah menjadi Indische Katholieke
Partij. Anggota dari Indische Katholieke Partij terdiri dari orang-orang Belanda
Katolik dan Jawa Katolik, namun anggota dari orang Belanda hampir 100% dari
jumlah seluruh anggota. Pada tahun sebelumnya berdiri Katholika Wandawa yang
anggotanya hampir semuanya guru tamatan Muntilan. Pada tahun yang sama Pater J.
J. Van Rijckevorsel mendirikan Katholieke Sociale Bond di Jakarta, partai ini dapat
berkembang di Yogyakarta pada tahun 1919 dengan anggota 30 orang Jawa dan 50
Wanita Katolik. Tahun 1914 terbit Djawi Sraya sebagai majalah bulanan Poesra
Katolika Wandawa dan sebagai alat penghubung antar bekas siswa Muntilan.
Pertengahan 1920 Djawi Sraya diganti menjadi Swaa Tama dimana majalah ini
bersifat netral, dan pada Februari 1924 diputuskan bahwa Swara Tama akan menjadi
Brosur yang ditulis Romo F. Van Lith, S. J., di dalam majalah Belanda berjudul
“De politiek van Nederland ten opzichte van Nederlandsch Indië” (Politik Negeri
Belanda terhadap Hindia Belanda) tahun 1922, merangkum gagasan, bahwa Gereja
pemerintahan sendiri. Brosur yang ditulis oleh Romo F. Van Lith, S. J., membuat
46
banyak orang tercengang terutama di kalangan orang Katolik di Hindia. Hal ini dapat
dimaklumi karena apabila timbul pemberontakan tempat mana yang harus diambil
F. Van Lith mengemukakan: “Setiap orang tahu, kami, para misionaris, ingin
bertindak sebagai penengah; tetapi setiap orang tau juga, seandainya terjadi suatu
perpecahan, meskipun hal itu tidak kami harapkan, sedangkan kami terpaksa
memilih, kami akan berdiri di pihak golongan pribumi”.
tokoh-tokoh muda untuk bergerak dalam bidang politik bagi perbaikan nasib seluruh
bangsa. Karena pengaruh F. Van Lith, S. J., pada bulan Agustus 1923 di Yogyakarta
berkumpullah kurang lebih 30 orang bekas murid Kweekschool (sekolah guru). Usia
mereka antara 20-30 tahun, mereka menyadari bahwa kedudukan mereka di kalangan
masyarakat tidak dapat dipandang tinggi, mereka juga menyadari bahwa jumlah
orang Katolik Jawa pada saat itu belum banyak. Meskipun demikian, dalam
pertemuan itu mereka berani mengambil keputusan untuk mendirikan partai Katolik
untuk golongan Katolik Jawa sendiri. Partai ini tidak langsung berdiri, namun
hewan , dan I. J. Kasimo, guru sekolah pertanian. Partai Katolik baru ini bernama
(Perkumpulan Katolik untuk aksi politik Bagi Orang-orang Jawa). Diantara orang-
orang Jawa partai ini dikenal dengan nama Pakempalan Politik Katolik Djawi
Tujuan partai ini adalah suatu perjuangan dalam rangka emansipasi bangsa,
yang bertujuan mencapai kemerdekaan dan kedaulatan. Namun hal ini tentu saja
akan ditentang oleh pemerintah Belanda maka mereka menggunakan siasat bahwa
tujuan partai dicantumkan secara terselubung, dan yang dirumuskan adalah ikut serta
a. Aksi PPKD terletak pada lapangan politik, yaitu politik yang berdasarkan
asas-asas Katolik.
Indonesia.
maka akhirnya terpaksa memutuskan federasi itu pada 22 Februari 1925. Nama
Indonesia berkembang dari organisasi lokal menjadi partai nasional. Seperti halnya
luar Pulau Jawa. Maka tahun 1930, Perkumpulan Politik Katolik di Djawa menjadi
Medan, dan Ujung Padang, dan sebelum Jepang menyerbu ke Indonesia, Persatuan
48
Politik Katolik Indonesia (PPKI) sudah mempunyai 41 cabang. Untuk masa sidang
perwakilan di dalam Volksraad sampai dewan ini bubar lenyap pada tahun 1942.
termasuk bagi umat Katolik. Semua itu karena kecurigaan Jepang pada mereka yang
penting artinya bagi masa depan Gereja Katolik di Indonesia, yaitu pengertian dan
maupun pemimpin Katolik tidak ragu lagi untuk mencurahkan tenaga dan pikiran
mendirikan partai politik yang tujuannya adalah sebagai sarana perjuangan untuk
Perwakilan Rakyat bulan Januari 1946, dan mendapat sambutan baik dari
masyarakat.
partai Islam yang dibentuk oleh Jepang berdiri sebagai sebuah partai tanggal 7
November 1945, di bawah pimpinan Dr. Soekiman Wirjosandjojo. Pada tanggal yang
sama berdiri juga Partai Komunis Indonesia (PKI) dibawah pimpinan Mr. Moh.
Tambunan. Dan awal bulan Desember berdiri Partai Sosialis (PS) dibawah pimpinan
Sutan Sjahrir. PNI (Partai Nasional Indonesia) didirikan kembali tanggal 29 Januari
1946 dengan ketuanya S. Mangoensarkoro. Partai Katolik sendiri pada masa Jepang
tidak aktif berjalan, ketika Maklumat Pemerintah itu dikeluarkan, I. J. Kasimo segera
mengundang para pemimpin PPKI yang ada di Surakarta untuk mengadakan rapat.
mengganti nama Persatuan Politik Katolik Indonesia dengan nama Partai Katolik
di Surakarta dan pada tahun 1948 dipindahkan ke ibu kota Republik Indonesia yaitu
Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI). Pada saat itu pemerintah RI belum
50
mempunyai senjata kecuali semangat dan tekad bangsa. Maka untuk menggairahkan
dan memobilisir tekad rakyat untuk merdeka, pemerintah Republik Indonesia yang
masih muda itu sangat membutuhkan wadah-wadah sebagai sarana perjuangan, maka
jawaban yang diberikan golongan Katolik di bawah Kasimo adalah positif. Partai
Sumatera, karena luar Jawa dan Sumatera dengan cepat jatuh dalam kekuasaan
penguasa Belanda.
Kasimo dan anggota Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI) antara lain R. M.
Murdjani menggabungkan diri dengan pasukan gerilya Republik Indonesia. Pada saat
itu I. J. Kasimo yang berkedudukan sebagai ketua Partai Katolik Republik Indonesia
Solo, melainkan juga sampai daerah pendudukan Semarang dan Jawa Barat.
Namun pergerakan umat Katolik tidak hanya berlangsung di Jawa dengan pusat
di Yogyakarta tapi juga di Sumatera, perjuangan umat Katolik ini aktif antara tahun
Pandiangan, Hasan Marpaung, Ph. Hutauruk, dan lain-lain. Nama partai ini diubah
lagi tanggal 1 November 1945 menjadi Partai Katolik Nasional Indonesia, cabangnya
Perkembangan kehidupan politik tidak hanya terjadi di Jawa dan Sumatera, tapi
Kalimantan Barat yang menjadi negara buatan Belanda mempunyai 11 orang Katolik
di Parlemen, 8 Dayak, dan 3 orang Tionghoa, yaitu 27% dari jumlah anggota negara
bagian Kalimantan Barat. Pulau-pulau di luar Jawa dan Sumatera juga membentuk
partai politik yang pada Kongres Umat katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) di
Tujuan dari kongres ini adalah menciptakan persatuan diantara golongan Katolik,
dibawah satu bendera dan satu nama. Pada sidang hari pertama Presiden Sukarno,
Perdana Menteri Hatta dan beberapa Menteri datang. Pada konggres ini Presiden
ialah peleburan dari semua Partai Katolik yang ada di Indonesia menjadi satu partai
dengan nama: Partai Katolik, ini terjadi pada tanggal 12 Desember 1949. Partai
52
Jakarta. Ketua umum pertama dipilih I. J Kasimo. Resolusi tentang peleburan itu
berbunyi:
Kami umat Katolik seluruh Indonesia, sejak dua puluh lima tahun yang lalu
senantiasa untuk mengadakan satu Partai Katolik saja, yang meliputi seluruh
tanah air kita, hal mana ternyata dari riwayat perkembangan beberapa
perkumpulan Katolik, yang bergerak di lapangan politik, pada tanggal 12
Desember 1949 berkumpul dalam Kongres Umat katolik Seluruh Indonesia di
Yogyakarta, dengan berkat dan nikmat Tuhan Yang Mahaesa menyatakan
dengan suara bulat, bahwa saat untuk mendirikan satu Partai Katolik saja buat
seluruh Indonesia telah tiba; memutuskan, menjelmakan:
1. Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI), berdiri tanggal 8 Desember
1945 di Surakarta,
2. Partai Katolik rakyat Indonesia (PKRI), didirikan di Flores,
3. Partai katolik rakyat Indonesia (PKRI) didirikan di Makasar,
4. Partai Katolik Indonesia Timor (Parkit) didirikan di Timor,
5. Persatuan Politik Katolik Flores (Perpokaf), yang didirikan di Flores,
6. Permusyawaratan Majelis Katolik (Pemakat), yang didirikan di Manado,
7. Partai Katolik Indonesia Kalimantan (Parkika), yang didirikan di
Kalimantan,
Menjadi satu partai kesatuan untuk semua umat Katolik seluruh Indonesia,
dengan nama Partai Katolik, (Tim Wartawan Kompas 1980:70).
yang disusun oleh I. J. Kasimo dan ditandatangani oleh Mgr. Alb. Soegijapranata, S.
J., sebagai Vikaris Apostolik, yang menyampaikan pernyataan taat kepada Sri Paus
Agustus 1950, yaitu meresmikan berdirinya Partai Katolik dan mensahkan anggaran
dasar partai. Tujuan dan azas Partai Katolik adalah: “Partai Katolik berdasarkan
53
Ketuhanan Yang Mahaesa pada umumnya serta Pancasila pada khususnya, dan
bertindak menurut azas-azas Katolik”. Tujuan dari Partai Katolik adalah bekerja
1970: 343). Dalam kongres ini Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., berpesan:
diantara semua golongan Katolik Indonesia, termasuk keturunan Belanda dan Cina
yang menjadi warganegara Indonesia. Ini dapat dilihat dengan sistem pembagian
dalam Dewan Pimpinan Partai diamana diantara 7 orang anggota Dewan Pimpinan
Partai (DPP) terdapat seorang warganegara Indonesia keturunan Belanda dan seorang
kebebasan hak beragama, pendidikan, pelayanan, dan jaminan sosial. Dalam Partai
Katolik terdapat juga slogan-slogan partai seperti: “Vox Populi Vox Die” (suara
rakyat itu suara Tuhan), “Bonum Populi” (demi kebaikan rakyat banyak), serta
“Tujuan yang baik dan benar harus lewat jalan yang baik dan benar”. Pada tahun-
Katolik yang muncul dan berperan, serta mampu mneduduki jabatan-jabatan tinggi.
Hal ini patut disyukuri karena sebagai partai yang kecil ditengah-tengah partai besar,
keinginan untuk bersatu dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus 1950
lahir Negara Kesatuan Republik Indonesia yang negaranya meliputi seluruh wilayah
Hindia Belanda kecuali Irian Barat. Dalam kabinet Negara Kesatuan Republik
770.740 suara untuk DPR dan 748.591 suara untuk Konstituante. Partai Katolik
memperoleh 6 kursi dari 260 kursi di DPR (2,3%), dan 10 kursi untuk Konstituante
dari 520 kursi (1,9%), Partai Katolik keluar sebagai partai nomor 7 di antara 20
partai yang ikut dalam Pemilu. Berdasar hasil Pemilu, maka tahun 1955 terbentuk
Kabinet Koalisi dipimpin Mr. Ali Sastroamidjojo, dan Partai Katolik memperoleh
dua kursi yaitu Menteri Agraria dipegang oleh Prf. Mr. A. A. Soehardi, dan Menteri
Presiden menganjurkan perubahan sistem pemerintahan yang berlaku saat itu, guna
Nasional yang diangkat oleh Presiden, berfungsi sebagai penasihat untuk kabinet.
Disarankan juga pembentukan “Kabinet Kaki Empat atau Kabinet Kaki Kuda”, (Tim
Wartawan Kompas 1980:83), dimana setiap kabinet yang terbentuk harus berintikan
partai-partai politik yang keluar dari Pemilu sebagai empat besar yaitu: Nahdatul
Ulama (NU), Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, dan Partai Komunis
55
Indonesia (PKI). Masing-masing partai mendapat 20%-25% dari jumlah kursi dalam
dicapai. Tanggal 28 Februari 1957, PKI, Murba, PNI, PRN, Baperki, dan Persatuan
NU, PSII, Parkindo, IPKI, dan PSI menyatakan mereka masih mempertimbangkan,
dan 2 partai yang menolak secara tegas adalah Masyumi, dan Partai Katolik. Sebagi
akibatnya dalam Kabinet Karya di bawah pimpinan Perdana Menteri Ir. Djuanda,
selanjutnya. Baru tahun 1964, setelah I. J. Kasimo tidak menjadi ketua DPP, maka
Sikap tegas Kasimo yang menolak Konsepsi Presiden, mengundang rasa kagum
mengambil resiko yang besar demi prinsip, dengan itu pula wibawa Partai Katolik
naik.
Sikap I. J. Kasimo banyak mendapat kritik dalam tubuh Partai Katolik seperti;
Djoko Tirto dan H. J. Soemarto dari Komisariat Yogyakarta. Demikian juga saat
kemudian dalam kongres partai tahun 1960, Kasimo menyerahkan kedudukan Ketua
Pada saat terjadinya Gerakan 30 September 1965, anggota Partai Katolik ikut
serta membentuk KAP- Gestapu dan mendukung organisasi Katolik lain yang ikut
dalam KAMI. Partai Katolik juga mendukung adanya Tritura oleh masyarakat serta
memperjuangkan kebebasan bagi semua golongan agama dalam MPRS tahun 1968.
56
disebabkan, karena beberapa tokoh politik dalam Partai Katolik memilih bergabung
dalam Golkar, akibatnya Partai Katolik hanya memperoleh 3 kursi dalam DPR.
Tahun 1973, saat masa Orde Baru berlangsung, terjadi penyederhanaan partai.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri dalam Negeri Amir Machmud dalam
anjurannya: partai-partai politik agar mengadakan fusi. Pokoknya; dalam Pemilihan
Umum tahun 1976 harus ada 3 partai saja, yaitu 2 bendera partai dan 1 bendera
Golongan Karya. Partai-partai Islam (NU, Parmusi, Perti, dan PSII) disarankan agar
bergabung menjadi sati. Partai-partai yang lainnya (PNI, Partai Katolik, Parkindo,
IPKI, Murba) termasuk dalam “Demokrasi Pembangunan”. Sedangkan Golongan
Karya akan berdiri sendiri sebagai partai politik, (Tim wartawan Kompas 1980: 102).
Katolik sudah tidak ada dan melebur menjadi Partai Demokrasi Indonesia, namun
mereka masih mempunyai visi dan misi untuk agama Katolik. Dalam wadah Partai
Lex” yaitu kesejahteraan rakyat adalah hukum tertingi. Partai Katolik juga tetap
Umat Katolik diberi kebebasan untuk berpolitik dengan masuk partai manapun,
tetapi tetap menjunjung adanya visi dan misi dari agamanya. Hal ini terbukti dengan
kewajibannya.
Partai Katolik yang tumbuh dalam Vikariat Apostolik Semarang tentu banyak
adalah bagian dari tubuh Gereja, jadi antara Partai Katolik dan Gereja saling
bekerjasama, dalam hal ini kerjasama bukan bersifat politik namun pada konsultatif.
sedangkan Partai Katolik atau pengurus partai diharap mampu menerapkan apa yang
diberikan Vikaris, namun bila tidak sesuai mereka dapat tidak menjalankannya.
Gereja mendukung adanya Partai Katolik namun bukan berarti Gereja terlibat
daerah Vikariat yang baru terbentuk Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., menyadari
bahwa Gereja tidak boleh mencampuri urusan politik, namun situasi yang tidak
memungkinkan maka tidak ada jalan lain kecuali menerimanya. Mgr. Alb.
Soegijapranata, S. J., juga menyadari beliau tidak hanya seorang warga negara, tetapi
Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J, tertarik dalam bidang politik dan tidak jarang
menyebabkannya harus bersedia menerima kritikan dari berbagai pihak terutama dari
umat Katolik sendiri. Umat Katolik beranggapan kurang pada tempatnya seorang
Uskup melibatkan diri dalam bidang politik paktis, namun hal itu ditanggapi bahwa
kedudukan secara pribadi, (Gonggong 1983 :97). Pada masa sekarang jika ada
58
rohaniwan, biarawan maupun biarawati yang masuk dalam politik praktis, mereka
dilakukan oleh umatnya. Salah satu wujud keperduliannya adalah Ia sebagai salah
Kasimo. Selain itu I. J. Kasimo menyampaikan resolusi KUKSI pada Mgr. Alb.
Soegijapranata untuk mendapat persetujuan serta ijin agar dapat dilaksanakan. Jadi
Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., dalam jabatan resminya sebagai Vikaris Apostolik
Semarang, namun mempunyai peranan yang cukup luas dari pada wilayahnya.
Meskipun Gereja dan Partai Katolik adalah dua hal yang berlainan, tapi pihak partai
masih memerlukan ijin dari Mgr. Alb. Soegijaparanata, S. J., selaku pimpinan Gereja
untuk tindakannya melebur diri menjadi satu organisasi politik yang meliputi seluruh
Perbedaan paham mulai terjadi antara Mgr. Alb. Soegijaparanata, S. J., dengan
Partai Katolik bersumber pada Konsepsi Presiden. Secara jelas Partai Katolik
menolak Konsepsi itu, tapi Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., mendukung Konsepsi
Presiden itu. Ketidaksepakatan pendapat itu terjadi karena perbedaan sikap terhadap
mendukung ide Demokrasi Terpimpin, dan ini mendapat dukungan dari Partai
Komunis (PKI), tapi beliau dalam wawancara dengan seorang wartawan bernama I.
mengatakan:
59
sikapnya tidak sejalan dengan Partai Katolik., yaitu mengisi dua kursi Dewan
Nasional yang disediakan untuk golongan Katolik. Partai Katolik menolak duduk
dalam Dewan Nasional, tapi Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., justru berusaha
mengisinya, dan di Yogyakarta menemukan dua orang Katolik yang bersedia duduk
dalam Dewan Nasional yaitu Ir. Supriadi dan R. E. Soewandi. Usaha itu membuat
hubungan antara Partai Katolik dan Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., makin jauh, tapi
Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., beranggapan Partai Katolik tidak sama dengan
memasukan dua orang Katolik sebagai wakil golongan Katolik, bukan wakil Partai
Katolik. Selanjutnya sejak tahun enam puluhan sampai wafatnya Mgr. Alb.
Soegijaparanata, S. J., hubungannya renggang dengan Partai Katolik. Namun hal ini
dapat di mengerti, bahwa masing-masing pihak berjuang dan mengambil sikap sesuai
Namun peranan Partai Katolik secara tidak langsung berpengaruh pada Vikariat
Apostolik Semarang. Partai Katolik bukan hanya berperan dikancah Nasional tetapi
juga Internasional.
60
kemerdekaan. Kongres ini dihadiri banyak pejabat antara lain; Presiden Soekarno,
Wakil Presiden Moh. Hatta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Paku Alam VIII,
serta menteri-menteri, dan pejabat yang lain. Partai Katolik juga menepis anggapan
bahwa, bahwa orang yang beragama Katolik lebih mendukung Kolonial tanpa
mempunyai rasa kebangsaan, sehingga saat mereka terjun ke suatu partai orang-
orang Katolik merasakan adanya rasa curiga dari anggota lain. Dengan berdirinya
Partai Katolik dan kiprahnya antara lain dalam penyelesaian kasus Irian Barat oleh
Drs. Frans Seda wakil dari Partai Katolik, yang merundingkan tentang masalah Irian
Barat dan “Bunker Plan” (dalam 2 tahun pemerintah Belanda harus menyerahkan
Irian Barat kepada Indonesia) dengan Partai Katolik Belanda KPV (Katholieke
Perjanjian New York berdasar prinsip “Bunker Plan”, Irian Barat diserahkan kepada
yang mengurus kepemerintahan sementara, dan tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat
banyak tantangan. Tanggal 3 Januari 1961 Paus Yohanes XXIII mendirikan Hirarki
sarana kesatuan antara manusia dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia.
Dalam perjalanannya Gereja Katolik di Indonesia merasa sudah dewasa, dan perlu
diberlakukan seperti Gereja Katolik di negara lain yang imannya sudah mengakar,
bukan sebagai daerah misi lagi. Wali Gereja Indonesia dalam sidang di Girisonta
Jawa Tengah, 9-16 Mei 1960, membahas tentang Hirarki Gereja di Indonesia.
Keputusan hasil sidang itu ditandatangani oleh seluruh Wali Gereja Indonesia
tanggal 12 Mei 1960 dan di kirim kepada Paus Yohanes XXIII di Roma.
Permohonan ini ditanggapi dalam dekrit “Quod Christus” tanggal 3 Januari 1961,
Sri Paus memandang Gereja Katolik Indonesia sudah dapat mandiri, sehingga Beliau
dengan senang hati mendirikan Hirarki Gereja Indonesia. Sri Paus berharap agar
ibadahnya.
Gereja Katolik Indonesia berakar dan membumi dalam alam kehidupan bangsa
sendiri. Dengan adanya hirarki, istilah Vikariat dan Perfektur Apostolik diganti
62
menjadi Keuskupan Agung dan Keuskupan. Saat Hirarki Gereja Indonesia didirikan
Bandung.
kemandirian itu bantuan sebagai daerah missi menjadi sangat berkurang tetapi
Indonesia secara garis besar dibagi menjadi Hirarki umum dan Hirarki khusus.
Gerejawi atau pembagian menurut Regio. Bersamaan itu Sri Paus lalu mengirim
menganggap peristiwa itu patut ditulis dalam tinta emas, namun Beliau juga
mengingatkan kehadiran para misionaris dari negara lain masih tetap merupakan hal
Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., sebagai Uskup Agung pertama. Surat keputusan
sebagai Keuskupan Agung diserahkan dari wakil Bapa Suci di Vatikan yaitu
1965. Dengan menjadi Keuskupan, para Uskup tidak lagi menjadi wakil (Vikaris)
dari Paus, tapi menjadi satu kesatuan dengan Paus dan para Uskup sedunia,
bertindak, dan berwibawa sebagai pengganti para rasul, (Van den End 2000:477).
Vikaris Episkopal (Vikep) atau wakil Uskup untuk suatu wilayah Keuskupan, yaitu:
64
Selain disusun Hirarki Gereja Indonesia, juga disusun Hirarki Gereja Katolik
yang dimulai dari para Uskup sebagai Dewan dan ketuanya adalah Paus.
1. Paus, “Konsili Suci mengajarkan, bahwa atas penetapan ilahi, para uskup
menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja” (Lumen Gentium 20). Lumen
2. Imam merupakan “penolong dan organ para uskup” (Lumen Gentium 28)
Didalam Gereja Katolik ada imam diosesan (sebutan yang sering dipakai imam
Imam diosesan adalah imam keuskupan yang terikat dengan salah satu
keuskupan tertentu dan tidak termasuk ordo atau kongregasi tertentu. Imam
religius (misalnya SJ, MSF, OFM, dsb) adalah imam yang tidak terikat dengan
keuskupan tertentu, melainkan lebih terikat pada aturan ordo atau kongregasinya.
3. Diakon adalah pembantu Uskup dan Imam dalam pelayanan terhadap umat
Karena tahbisannya ini, maka seorang diakon masuk dalam kalangan hirarki. Di
2. Mereka yang menjadi Diakon untuk seumur hidupnya tanpa menjadi Iman.
4. Kardinal adalah merupakan gelar kehormatan. Kata “kardinal” berasal dari kata
asisten-asisten kunci dan penasehat dalam berbagai urusan gereja. Kardinal dapat
Bagi kaum awam, perutusan bukan saja dalam bidang liturgi dan pewartaan, tapi
paroki.
yang ada di lingkungan kepada Dewan Paroki atau Pastor Parokinya. Juga
A. Simpulan
Dari penjelasan pada Bab I sampai Bab IV, maka penulis dapat meyimpulkan
pembaptisan di Sendangsono pada tahun 1904, sebanyak 171 orang dibaptis oleh
Romo Van Lith, S. J. Munculnya dua daerah sebagai tempat yang subur dalam
Vikariat yang baru, Vikariat Apostolik Batavia berbeda kultur dengan Jawa
yang baru. Hal itu ditanggapi oleh Paus dengan memberikan restunya dan
menginginkan agar Vikariat baru yang akan dibentuk berasal dari pribumi. Selain
faktor diatas yang berasal dari dalam negeri ada juga faktor yang berasal dari luar
negeri yaitu akan pecahnya Perang Dunia II yang akan berpengaruh pada
66
67
Semarang walupun dengan jumlah misionaris yang kurang tapi karya misi tetap
dilanjutkan. Menjelang tahun 1961, Gereja Katolik dianggap makin dewasa maka
Utomo, namun pada akhirnya mereka mendirikan partai sendiri pada tahun 1917
yaitu Voorloopig Katholieke Comité Voor Politieke Actie. Pada tahun yang sama
berdiri juga Katholieke Vereeniging Voor Politieke Actie, yang pada bulan
dengan nama Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI). Pada Kongres Umat
68
4. Pengaruh Partai Katolik bagi Vikariat Apostolik Semarang sangat besar. Partai
tentang apa itu Gereja bahkan bekerjasama dengan Mgr. Alb. Soegijapranata, S.
bentuk hubungan Partai Katolik dan Vikariat Apostolik Semarang hanya bersifat
konsultatif.
B. Saran
menjadi Keuskupan Agung Semarang, serta Partai Katolik maka penulis dapat
menyarankan:
missi yang saat ini makin redup, mengingat terjadinya penurunan jumlah umat
dari tahun-ketahun.
telah meleburkan diri dalam PDI maupun partai yang lain, hendaknya tetap
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, Taufik. Dkk. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi. Arah dan Perspektif.
Jakarta; PT Gramedia.
Biro Organisasi D. P. P. Partai Katolik. 1967. Landasan Idiil, Anggaran Dasar dan
Rumah Tangga Partai Katolik. Jakarta: BKTN.
End, Th. Van den & weitjens, J. 2000. Ragi Cerita 2: Sejarah Gereja di Indonesia
1860-an – Sekarang. Jakarta: Gunung Mulia.
Hadi, Sutrisno. tt. Bimbingan Penulisan Skripsi, Thesis Jilid II. Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Heuken, S. J. A. 1967. Ensikopedi Gereja Jilid III. Jakarta; Yayasan Cipta Loka
Caraka
_____________. 1992. Ensikopedi Gereja Jilid II. Jakarta; Yayasan Cipta Loka
Caraka
_____________. 1994. Ensikopedi Gereja Jilid IV. Jakarta; Yayasan Cipta Loka
Caraka
Pipitseputra. 1973. Beberapa Aspek dari Sejarah Indonesia Aliran nasionalis, Islam,
Katolik, Sampai Akhir Zaman Perbedaan Paham. Flores: Nusa Indah Ende.
Rausch, Thomas. P. 2005. Katolisisme Teologi Bagi Kaum Awam. Yogyakarta:
Kanisius.
Renier. G. J. 1997. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Rosariyanto. F. Hasto. S.J. 2001. Gereja Katolik Indonesia Bercermin pada Wajah-
Wajah Keuskupan. Yogyakarta. Kanisius.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinan dan Pengembangan Bahasa. 1966. Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Wartawan Kompas dan Redaksi. 1974. Sejarah Katolik Indonesia 3. Keuskupan
dan Majelis Agung Wali Gereja Indonesia Abad 20. Ende Flores.
Widja, I Gde. 1988. Pengantar Ilmu Sejarah, Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan.
Semarang: Satya Wacana.
Wiyono. 1990. Metode Penelitian Sejarah. (Makalah dalam Temu sejarah Guru
Bidang Study Sejarah Jurusan PSPB se- Jawa Tengah) tidak terbit.
Semarang; FPIPS IKIP Semarang.
Sumber-sumber Lain:
Hirarki Indonesia. http// www. kawali. Org/keuskupan. Html#top (20 Januari 2005)
Sejarah Keuskupan Agung Semarang. http// www. Kawali Org / Keuskupan. Html
(20 Januari 2005)
Lampiran 1
DATA INFORMAN
Umur : 70 Tahun
Alamat : Ds sambongsari
Lampiran 2
INTRUMEN WAWANCARA
Nama :
Umur :
Jabatan :
Alamat :
ini?
6. Dalam kurun waktu berdirinya Partai Katolik yaitu tahun 1949, apakah Partai
dijelaskan)
9. Bagimana tindakan Partai Katolik saat Presiden Sukarno condong pada blok
timur/komunis?
10. Mengapa tahun 1957 Partai Katolik cabang Yogyakarta menyetujui Konsepsi
11. Apa yang menjadi hambatan atau tantangan Partai Katolik selama berdiri,
12. Pada saat pemerintah mengeluarkan peraturan adanya fusi partai, bagaimana
13. Apa kontribusi Partai Katolik bagi Vikariat Apostolik Semarang dan agama
Katolik?
Partai Katolik?
75
INTRUMEN WAWANCARA
Nama :
Umur :
Jabatan :
Alamat :
2. Peristiwa apa yang membuat Sri Paus mau mendirikan Vikariat Apostolik
berdiri?
Yogyakarta, mengapa pada saat itu Mgr. Alb. Soegijapranata, S. J., selaku
Yogyakarta?
6. Tahun 1949 berdiri Partai Katolik (sebelumnya sudah ada tapi bukan
Semarang menanggapinya?
76
Gereja bersifat netral yaitu tidak ikut campur dalam dunia politik?
Apostolik Semarang?(dijelaskan)
10. Tahun 1961 Sri Paus meresmikan berdirinya Hirarki Gereja Indonesia,
11. Kontribusi apa yang di berikan Vikariat Apostolik Semarang bagi Gereja,
Uskup
Dewan Pastoral
Keuskupan
Kuria Keuskupan
Vikaris Jendral + Vikaris Keuskupan
Sekertaris + Ekonom
Komisi-komisi
antara lain:
Dewan Imam - Kerasulan awam
Dekanat Dekanat Dekanat - Pengembangan
Dewan Keuangan Sosial Ekonomi
- Kepemudaan
Tokoh-tokoh umat - Panggilan
- Hubungan antara
Paroki Paroki Paroki agama-
kepercayaan
- Komunikasi
sosial
- Liturgi
Wilayah Wilayah Wilayah - Kateketik