Dosen Pengampu:
Dr. Prasetyo Budi Widodo, S.Psi., M.Si.
Vemita Sinantia, S.Psi., M.Si.
Disusun oleh :
Shoffiyah Salsabila
NIM. 15000122120053
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN
1. Fenomena
Saat ini masih banyak berkembang di masyarakat mengenai posisi dan peran
perempuan yang dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Perkembangan zaman yang
semakin maju dan modern mungkin mengakibatkan fenomena seperti ini sudah sukar
ditemui, apalagi di perkotaan. Namun berbeda dengan masyarakat tradisional di desa,
tak jarang mereka masih menganggap martabat perempuan lebih rendah. Seperti yang
penulis temui di lingkungan tempat tinggal, yaitu di daerah Jawa Tengah. Ternyata
masih banyak banyak perempuan di lingkungan penulis yang mendapatkan perlakuan
tak adil sebagai akibat fenomena ini. Contohnya seorang wanita yang sudah menikah
kerap kali dipaksa untuk keluar dari pekerjaanya dengan tuntutan harus mengurus
rumah dan anak. Para perempuan juga kadang kali dibatasi oleh suami mereka untuk
keluar rumah. Hal yang semakin memprihatinkan adalah masih adanya kekerasan
yang diterima oleh perempuan dalam rumah tangga, tetapi masyarakat bersikap seolah
mendukung hal tersebut dan meminta perempuan untuk terus mempertahankan
hubungannya. Hal ini banyak terjadi karena tak sedikit masyarakat masih memegang
stereotip pada perempuan. Dengan fenomena yang penulis temui, memunculkan
ketertarikan yang besar untuk mencari tahu lebih dalam mengenai stereotip dan
bagaimana budaya Jawa melihat seorang perempuan.
2. Kajian Teoritik
Stereotip adalah gambaran umum yang dimiliki tentang sekelompok orang,
terkhusus tentang karakteristik psikologis ataupun ciri kepribadian yang mendasarinya
(Lee, Jussin, & McCauley, 1995). Stereotip ini terbagi menjadi dua jenis yaitu
autostereotypes dan heterostereotypes. Autostereotypes merupakan stereotip
seseorang tentang kelompoknya sendiri, sedangkan heterostereotypes merupakan
stereotip seseorang tentang kelompok lain. Autostereotypes ini lebih sulit diubah
karena sudah menjadi bagian dari sistem diri seseorang itu sendiri. Hal-hal ini
berkaitan dengan emosi seseorang, nilai atau norma budaya, dan inti diri, sehingga
sulit diubah setelah seseorang memperolehnya.
3. Riset
a. Karakteristik Kebahasaan Perempuan Jawa dalam Film “Tilik”
Penelitian ini dilakukan oleh Hasanah dan Wicaksono (2021). Secara garis
besar penelitian bertujuan untuk menggambarkan kebahasaan perempuan Jawa
dalam film tilik. Terdapat 5 hasil yang berhasil dibawakan peneliti dari
penelitiannya, yaitu :
-Perempuan lebih sering menggunakan kata makian secara halus.
Kata-kata ini keluar dari seorang perempuan untuk mengungkapkan
kemarahan, kekesalan, dan rasa tidak suka pada suatu hal. (Contohnya
amit-amit, ya ampun, dan lainnya)
- Perempuan sering menggabungkan pertanyaan dengan pernyataan
untuk memastikan persetujuan (Contohnya menambahkan yo ra?, hoo
ra?, bener ra?, dan lainnya dalam sebuah kalimat)
- Perempuan menggunakan hedges untuk mengungkapkan
ketidakyakinan terhadap suatu hal (Contoh kata hedges :
krungu-krungu, ketok e, ojok-ojok, dan lainnya).
- Perempuan menggunakan Intensifiers untuk menegaskan dan
menekankan suatu hal yang penting.
- Representasi perempuan Jawa dalam penuturan tokoh. Penelitian ini
juga menemukan beberapa hal yang dapat menggambarkan perempuan
jawa, yaitu senang bergosip, cerewet, dan inferior.
b. Perjuangan Tokoh Perempuan Jawa dalam Novel “The Chronicle of
Kartini”
Penelitian ini dilakukan oleh Muslimah, Suyitno, dan Purwadi (2019).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan diskriminasi gender
perempuan jawa, emansipasi perempuan jawa, dan nilai pendidikan karakter.
Hasil yang didapat dari penelitian ini, yaitu :
- Perempuan Jawa mengalami ketidakadilan gender dalam bentuk
marginalisasi, subordinasi (menempatkan perempuan pada posisi yang
tidak penting), stereotip (pemuas nafsu, penghasil anak, keibuan,
lemah lembut), dan kekerasan (fisik dan emosional).
- Bentuk emansipasi yang dilakukan oleh perempuan Jawa adalah
dengan kebebasan memilih (pekerjaan, pasangan hidup, dan
pendidikan), perjuangan perempuan, kemandirian, serta ketegasan
perempuan.
- Terdapat 18 nilai pendidikan karakter dalam novel ini, yaitu, religius,
toleransi, kreatif, demokratis, mandiri, jujur, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, rasa ingin
tahu, menghargai prestasi, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan.
c. Posisi Wanita dalam Ideologi Kanuragan Warok Ponorogo
Penelitian ini dilakukan oleh Krismawati (2018). Isi dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan konsekuensi istri dari seorang warok. Hal ini berkaitan
dengan adanya gemblak atau pendamping warok yang menggeser peran
perempuan yang menjadi istri warok. Hasil dari penelitian ini menemukan
bahwa posisi istri warok berada dalam titik lemah karenanya adanya gemblak
dan ditambah lagi dengan budaya jawa yang patriarkal. Masyarakat
menempatkan wanita pada posisi rendah dan dituntut untuk selalu patuh dan
tunduk pada suami dengan konsep wanita itu “wani ditata”. Hadirnya gemblak
juga semakin melemahkan posisi perempuan. Karena gemblak akan
menggeser tugas wanita dalam pemenuhan hak seksual dan mengambil alih
posisi untuk memutuskan suatu hal dalam internal rumah tangga.
d. Representasi Perempuan Jawa dalam “Bumi Manusia” dan “Pengakuan
Pariyem”
Penelitian ini dilakukan oleh Fadhilla dan Ilma (2021). Tujuan dari penelitian
ini adalah menggambarkan representasi perempuan Jawa pada Bumi Manusia
dan Pengakuan Pariyem. Secara singkat, perempuan Jawa di Bumi manusia
digambarkan dengan tokoh Nyai Ontosoroh yang kuat dengan nilai budaya
Jawa yang sopan, memiliki estetika, baik hati dan berpendidikan. Nyai
Ontosoroh juga memegang nilai keadilan pada para pekerja, baik itu laki-laki
atau perempuan. Sedangkan Pariyem digambarkan sebagai seorang pembantu
yang cerdas. Ia memang tidak berpendidikan, tetapi PAriyem memiliki moral
dan sopan santun yang baik. Dapat disimpulkan bahwa kedua tokoh tersebut
sama-sama menggambarkan perempuan Jawa yang dikenal dengan kesopanan,
lemah lembut, serta kebaikan hatinya. Dengan ini stereotip yang digambarkan
adalah stereotip yang positif.
e. Bentuk-bentuk Pelabelan Negatif Terhadap Perempuan dalam Novel
“Gadis-gadis Amangkurat : Cinta yang Menikam”
Penelitian ini dilakukan oleh Firmansyah (1017). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menjelaskan bentuk-bentuk pelabelan negatif pada tokoh
perempuan dalam novel dan dampak yang ditimbulkan karena adanya
pelabelan negatif pada tokoh perempuan dalam novel. Secara garis besar,
penelitian ini memiliki hasil, yaitu :
- Pelabelan negatif yang diberikan pada tokoh perempuan dalam novel
antara lain pelayan laki-laki, cantik, lemah lembut, dan bersifat
keibuan. Pelabelan ini adalah akibat mengenai pandangan pada gender
yang salah sehingga menimbulkan ketidakadilan.
- Dampak yang ditimbulkan atas pelabelan ini antara lain, para
perempuan mengalami penderitaan yang teramat sangat, depresi yang
menyebabkan para perempuan mengakhiri hidupnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Stereotip Gender
Stereotip gender adalah keyakinan mengenai karakteristik perempuan dan laki-laki
yang terdiri dari sifat-sifat positif dan negatif (Branscombe & Baron, 2017). Stereotip masing
masing-masing gender sangat bertolak belakang antara yang positif dan negatif. Misalnya,
dalam sisi positif seorang perempuan digambarkan sebagai sosok yang penuh kasih sayang
dan penuh perhatian. Namun dalam sisi negatif, seorang perempuan digambarkan sebagai
sosok yang bergantung, lemah, dan emosional. Pun dengan laki-lai, mereka juga memiliki
stereotip dari sisi positif dan negatif. Hilary M Lips (dalam Suyanto & Astuti, 2013) dalam
Sex and Gender menyebutkan terdapat 5 teori yang mendasari stereotip gender. Teori pertama
yaitu teori psikoanalisis yang berfokus pada perkembangan kepribadian. Teori kedua yaitu
teori struktur sosial yang berfokus pada peran laki-laki dan perempuan dalam struktur sosial
dan kultural. Teori ketiga menekan pada asal usul gender. Dua teori terakhir adalah teori
pembelajaran sosial dan pengembangan kognitif yang fokus bagaimana perbedaan gender
dapat mempengaruhi perilaku.
Di Indonesia sendiri stereotip gender lebih melekat pada kaum perempuan. Hal ini
dikarenakan budaya patriarki yang mengakar di negeri ini. Meskipun patriarki ini perlahan
memudar, namun bukan tidak mungkin bahwa budaya tersebut sudah terinternalisasi oleh
masyarakat Indonesia. Secara garis besar perempuan di Indonesia dianggap memiliki
martabat yang lebih rendah dari seorang laki-laki. Tak heran jika masyarakat kita kerap kali
melihat perempuan hanya dari sisi kecantikan, tugas dalam rumah tangga, dan reproduksi.
Dengan begitu perempuan dipandang sebagai sosok yang lemah, tak berkuasa, dan pasrah.
Stereotip gender yang paling banyak dibahas di Indonesia adalah mengenai stereotip
perempuan dalam bidang karir. Hal ini dikarenakan karena masih banyak masyarakat yang
mempersepsikan laki-laki dari sisi maskulin yang mempunyai jiwa kompetitif tinggi,
sedangkan perempuan dilihat dari feminisme yang identik dengan kasih sayang. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rahayu dkk, 2019), yang menyatakan bahwa
70% perusahaan di Indonesia memiliki pimpinan seorang laki-laki. Dari data tersebut
tergambar bahwa masih banyak perusahaan di Indonesia yang menyisihkan perempuan dari
posisi pemimpin. Penelitian tersebut juga menyebutkan hasil yang mendukung bahwa
seorang perempuan cocok menjadi seorang pemimpin perusahaan. Hasil tersebut yaitu
perusahaan dengan pemimpin seorang perempuan mempunyai kinerja yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan yang dipimpin oleh seorang laki-laki. Dengan hal itu sudah
sepatutnya jika perempuan juga harus diberi hak yang sama dengan laki-laki dalam hal karir.
Budaya patriarki memang sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Namun
tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak stereotip yang melekat pada perempuan, terutama
perempuan di Jawa. Stereotip adalah keyakinan pada suatu kelompok baik itu bersifat positif
maupun negatif. Beberapa stereotip yang melekat pada perempuan Jawa, antara lain lemah,
bergantung pada suami, tempat pemuas nafsu, pasrah, dan dianggap rendah oleh
masyarakat.Dalam kenyataannya, fenomena ini dapat ditemui dalam bentuk pembatasan karir
bagi perempuan dan dilarangnya perempuan untuk keluar rumah. Tak hanya di kehidupan
nyata, stereotip pada perempuan Jawa juga banyak digambarkan dalam film dan novel.
Dalam karya-karya tersebut perempuan Jawa banyak digambarkan sebagai sosok yang suka
bergosip, cerewet, pemuas nafsu, rendah, lemah lembut, keibuan, dan memiliki sopan santun.
REFERENSI
Aw, S., Sri, D., & Astuti, P. (2013). Stereotip Perempuan dalam Bahasa Indonesia dalam
Ranah Rumah Tangga. Semiotika, 14(1), 79–90.
Baron, R. A. (2017). Social Psychology, Global Edition.
Budiati, A. C. (2010). Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa (Persepsi
Perempuan terhadap Nilai-nilai Budaya Jawa dalam Mengaktualisasikan Diri).
Pamator, 3.
Covinda, R., & Firmansyah, W. (2017). Bentuk-bentuk Pelabelan Negatif Terhadap
Perempuan dalam Novel Gadis-gadis Amangkurat Cinta yang Menikam Karya Rh.
Widada.
Dwiana Muslimah, N. (2019). Perjuangan Tokoh Perempuan Jawa dalam Novel The
Chronicle Of Kartini Karya Wiwid Prasetyo (Kajian Feminisme dan Nilai
Pendidikan Karakter). BASASTRA Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya,
7(1).
Fadhilla, I., & Ilma, A. (2023). Representasi Perempuan Jawa Dalam Novel Bumi
Manusia Dan Pengakuan Pariyem. Jurnal Inovasi Dan Kreativitas (JIKa), 3(1),
44–55. https://doi.org/10.30656/jika.v3i1.6257
Hasanah, H., & Wicaksono, N. H. (2021). Bahasa dan Gender: Karakteristik
Kebahasaan Perempuan Jawa dalam Film “Tilik.” Jurnal Budaya FIB UB, 2(1),
7–16. https://jurnalbudaya.ub.ac.id7
Krismawati, N. U. (2018). Posisi Wanita dalam Ideologi Kanuragan Warok Ponorogo.
PALASTREN, 11(2).
Mangesti Rahayu, S., Ramadhanti, W., Sulistyowati Rahayu, D., Indrayanto, A., &
Author, C. (2019). Gender Stereotypes in Indonesian Public Companies’
Performance. Universitas Brawijaya Journal of Applied Management (JAM, 17(1).
https://doi.org/10.21776/ub.jam.2019.017.01.01
Matsumoto, D., & Juang, L. (2008). Culture and psychology 5th Edition. Wadsworth
Cengage Learning, 449–496.
Pratiwy, D. (2022). Stereotype dan Peran Perempuan pada Masyarakat Jawa dan
Jepang: Sebuah Kajian Komparasi Budaya.