Anda di halaman 1dari 19

Eksplorasi Kepribadian Waria ....

(Devie Lya Saraswati) 80

EKSPLORASI KEPRIBADIAN WARIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI


INDIVIDUAL
WARIA’S PERSONALITY EXPLORATION IN THE PERSPECTIVE OF INDIVIDUAL
PSYCHOLOGY

Oleh : Devie Lya Saraswati, Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Yogyakarta
devielya94@gmail.com

Abstrak
Penelitain ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kepribadian waria, yaitu sebutan bagi male-to-
female transeksual di Indonesia, melalui elemen-elemen yang terdapat dalam teori psikologi individual. Pendekatan
penelitian yang digunakan merupakan studi fenomenologi dengan melalui empat tahapan desain penelitian yaitu
tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, serta tahap evaluasi dan pelaporan. Subyek dalam
penelitian ditentukan melalui teknik purposive yaitu empat orang waria dewasa yang telah menjalani kehidupan
waria selama lebih dari dua tahun, berperilaku dan berpenampilan yang cenderung berlawanan dengan gender
fisiologis dan mengalami kesulitan dalam berbagai bidang kehidupan sebagai waria. Data penelitian didapatkan
melalui teknik wawancara dan observasi kemudian dianalisis menggunakan teknik interpretative phenomenological
analysis. Waktu penelitian dilakukan selama 8 bulan berawal dari Maret sampai dengan Oktober 2016. Sementara
itu uji keabsahan data dilakukan dengan metode triangulasi metode dan sumber. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa kepribadian waria dipengaruhi oleh persepsi subyektif masing- masing waria terkait dengan status waria
yang dimilikinya dengan pengaruh dari berbagai faktor. Seluruh subyek dalam penelitian meyakini bahwa status
waria adalah takdir mereka yang tidak dapat dirubah. Meskipun demikian subyek S, I dan E memiliki pemahaman
bahwa waria merupakan hal yang tidak sepenuhnya benar. Hal tersebut mempengaruhi bagaimana masing-masing
subyek membentuk finalisme fiksional, berjuang ke arah superioritas, dan membentuk gaya hidupnya. Subyek NA
begitu tegas meyakinkan orang lain bahwa ia adalah waria, sementara subyek S, I dan E lebih cenderung
membebaskan orang lain menganggap dirinya sebagai waria ataupun bukan. Meskipun demikian seluruh subyek
mampu mengembangkan minat sosial.

Kata kunci : kepribadian, waria, transeksual, psikologi individual

Abstract
This research’s goal is to know about waria’s, a term used to call male-to-female transsexual in
Indonesia, personality through individual psychology theory’s elements. This research is using phenomenology
approach that includes four steps of research design which are pre research step, research working step, data
analysis step, and evaluation and reporting step. The subjects of this research were picked using purposive
technique which are four adult warias that’s been living waria’s life for more than two years, having a cross
gender behavior, and having a difficulty in some significant life aspects due to their waria identity. Research
data is gathered through interview and observation techniques that later on being analysed using
interpretative phenomenological analysis. This research takes 8 months to be completed, starting from March
to October 2016. The data validity test that used on this research is method and source triangulations. The
research result shows that waria’s personality are influenced by ther own subjective perceptions of their
waria’s identity and other factors. All subjects in this research having a subjective perception that their
waria’s identity has been their fate and is something that cannot be changed. Subjects S, I, and E however,
having another perception that living a waria life isn’t completely right. Thus it affects subjects fictional
finalism, striving for superiority, and life style. Subject NA is strongly make sure that other people know her
waria identity, unlike subjects S, I, and E that don’t really care about how people perceive them as a waria or
not. However all subjects can develop their social interest without a big problem.

Keywords : personality, waria, transsexual, individual psychology


81 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

PENDAHULUAN Disorders (DSM) edisi V dikategorikan dalam


Manusia dilahirkan dalam dua jenis kelamin gangguan gender dysphoria.
fisiologis, yaitu laki-laki dan perempuan yang Gender dysphoria dalam DSM V secara
didasarkan pada tipe alat kelamin yang dimiliki. Jenis umum dideskripsikan sebagai ketidakpuasan
kelamin yang dibawa sejak lahir ini, biasanya akan seseorang baik secara afektif maupun kognitif
membantu manusia untuk mengidentifikasi tugas- terhadap gender yang diberikan padanya. Gender
tugas dan peran yang dimilikinya dalam kehidupan. dysphoria merujuk pada orang-orang tertentu yang
Laki-laki sering diidentifikasikan sebagai sosok yang merasa dirinya seolah-olah terperangkap dalam
maskulin, sedangkan perempuan diidentifikasikan tubuh yang salah. Mereka merasa bahwa mereka
sebagai sosok yang feminim. Identifikasi tersebut memiliki jiwa yang lebih tepat untuk jenis kelamin
kemudian diikuti dengan tugas-tugas apa saja yang yang berkebalikan dengan jenis kelamin yang
biasanya dimiliki oleh manusia sesuai dengan jenis dimilikinya. Seseorang dapat dikatakan mengalami
kelamin fisiologisnya. Semua proses identifikasi gender dysphoria apabila ia merasakan
tersebut kemudian akan membantu manusia untuk ketidakpuasan dan ketidaknyamanan dengan gender
memahami identitas gender yang dimilikinya. yang dimilikinya dalam jangka waktu selama paling
Identitas gender sendiri merupakan sebuah tidak 6 bulan (American Psychiatric Association,
hasil pemahaman yang kompleks dari unsur-unsur 2013: 452).
genetik, hormonal, serta pengaruh lingkungan terkait Di Indonesia sendiri, indikasi tentang
dengan gender yang dimiliki oleh seseorang gender dysphoria dapat ditemukan dengan
(Rowland dan Incrocci, 2008: 331). Dalam peryataan fenomena adanya kaum waria. Waria merupakan
tersebut disebutkan bahwa tidak hanya karena adanya salah satu contoh kaum transeksual yaitu male-to-
faktor lingkungan, namun juga terdapat faktor genetik female transeksual (Suwarno, 2004 dalam Sri
dan hormonal. Ini berarti terdapat faktor yang tidak Yuliani, 2006) atau orang yang terlahir sebagai
dapat diubah yang membantu manusia untuk laki-laki namun merasa dirinya seorang
mengidentifikasi gendernya. perempuan sehingga berpenampilan dan
Secara psikologis, seseorang akan dikatakan berperilaku layaknya perempuan (Sri Yuliani,
memiliki pemahaman identitas gender yang normal 2006). Para kaum waria menunjukkan adanya
jika ketiga faktor tersebut memiliki keselarasan ketidakpuasan terhadap gender yang dimilikinya
dengan jenis kelamin fisiologis yang dimilikinya. sebagai laki-laki dan merasa bahwa dirinya lebih
Namun jika terdapat pertentangan di antara faktor- sesuai dengan gender perempuan.
faktor tersebut, maka seseorang dapat dikatakan Keberadaan waria di Indonesia sendiri,
memiliki gangguan identitas gender yang kemudian berdasarkan pada data yang dimiliki oleh
dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Kementrian Sosial menunjukkan angka 31.179
jiwa pada tahun 2010 yang tersebar di seluruh
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 82

provinsi di Indonesia. Sedangkan data lain dari Forum ketrampilan yang terbatas, ditambah dengan
Komunikasi Waria Indonesia (FKWI) menunjukkan lapangan pekerjaan yang begitu sempit bagi kaum
bahwa terdapat sekitar 3,9 juta waria di tahun yang mereka, banyak dari mereka yang menggantungkan
sama (http://www.suarakita.org/, diakses pada 23-3- hidup dengan menjadi pengamen, pekerja seks, dan
2016 12.22). Kedua data tersebut menunjukkan juga pekerjaan-pekerjaan lain di bidang kecantikan.
perbedaan yang signifikan karena data dari FKWI Fakta tersebut dikuatkan dengan data dari
dianggap lebih menyeluruh sedangkan data dari wawancara pra-penelitian yang telah dilakukan
Kementrian Sosial hanya diikuti oleh waria yang terlibat terhadap subyek dalam penelitian ini, yaitu NA, S,
dalam survei yang diselenggarakan untuk sosialisasi I, dan E. Keempat subyek tersebut mengaku
tentang HIV dan AIDS saja. bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang
Meskipun berdasarkan data paparan jumlah kurang menyenangkan dari masyarakat. Stigma
kaum waria di Indonesia menunjukkan angka yang dari masyarakat juga membuat mereka merasa
tidak sedikit, eksistensi waria di Indonesia seringkali terbatas dalam mendapatkan pekerjaan untuk
masih dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan tabu membiayai kehidupan sehari-hari. Subyek I dan E
oleh masyarakat. Kebanyakan masyarakat masih bahkan mengaku bahwa mereka memilih untuk
beranggapan bahwa waria adalah sosok yang meninggalkan rumah agar dapat lebih
berbahaya dan tidak aman. Masyarakat memiliki mengekspresikan diri meskipun tindakan tersebut
stigma bahwa dunia waria erat kaitannya dengan tidak menjamin kesejahteraan hidupnya. Ini
prostitusi serta penyebab dan penyebar HIV/AIDS terbukti dengan pekerjaan yang digeluti oleh
(Ekawati Sri Wahyu Ningsih & Muhammad Syafiq, subyek E dan I saat ini yang harus dijalani karena
2014). Opini masyarakat tersebut, tak jarang tidak memiliki kesempatan ataupun ketrampilan
menghasilkan perlakuan yang tidak menyenangkan yang cukup.
terhadap waria. Diskriminasi terhadap waria di Dalam sebuah literatur yang berjudul
masyarakat Indonesia di berbagai bidang kehidupan Sesuai Kata Hati, yang mengisahkan tentang
membuat kaum waria merasa kesulitan untuk perjuangan hidup kaum waria, seorang waria
mendapatkan kehidupan yang layak. menyatakan bahwa sesungguhnya ia berharap agar
Kaum waria di Indonesia sebagian besar dapat memiliki kesempatan pekerjaan yang sama
masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. dengan masyarakat lainnya. Ia juga berharap agar
Kebanyakan dari mereka memutuskan untuk kabur dapat hidup membaur dengan masyarakat
dari rumah dan hidup di jalan agar dapat (Hartoyo, dkk., 2014). Ungkapan tersebut
mengekspresikan secara bebas identitas gender yang didukung oleh pernyataan yang diberikan oleh SR,
dimilikinya. Hal tersebut mereka lakukan karena dikutip dari pernyataannya dalam sebuah diskusi
mereka masih takut akan tanggapan keluarga dan ilmiah mengenai LGBT di Fakultas Ilmu
masyarakat di sekitarnya tentang dirinya (Hartoyo, dkk., Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta pada
2014). Karena hal tersebut, mereka memiliki 22 Maret 2016, bahwa kaum waria di Indonesia
83 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

telah memperjuangkan identitas dan eksistensinya di Di sisi lain, penyebab ataupun latar belakang
tengah masyarakat bahkan sejak tahun 1969 melalui seseorang menjadi waria tentunya memiliki cerita
komunitas Persatuan Waria Jakarta. Namun tentu saja yang berbeda pada tiap-tiap individu. Gender
perjuangan tersebut masih berlangsung hingga dysphoria sendiri, seperti yang tercantum dalam
sekarang karena pada kenyataannya, masih banyak DSM V, sudah dapat terlihat pada saat seseorang
waria yang mendapatkan perlakuan yang tidak baik berada pada masa kanak-kanak. Gender dysphoria
di masyarakat. yang ditemukan pada anak-anak semakin
Pada dasarnya, orang-orang yang memperjelas pernyataan bahwa penyebab gender
mengalami gender dysphoria atau dalam hal ini dysphoria bukan semata-mata hanya karena
khususnya waria juga merupakan seorang individu lingkungan sosial saja, melainkan dapat juga
yang memiliki hak-hak yang sama dengan orang- dikarenakan oleh faktor genetik. Itulah alasan
orang lainnya. Di Indonesia, landasan hukum mengapa SR, menyatakan bahwa menjadi waria
mengenai hak-hak waria diperjelas dalam UU No. menurutnya bukanlah sebuah pilihan, namun semata-
39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Pasal 3 mata untuk mengekspresikan dirinya yang
ayat (2) yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang sebenarnya. Ia juga menambahkan bahwa ia merasa
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan sudah lahir dengan kondisi demikian, dan bukannya
perlakuan hukum yang adil serta mendapat menjadi waria karena faktor lingkungan. Begitu juga
kepastian hukum”. Dilanjutkan pada undang- dengan subyek NA, S, I dan E, mereka merasa
undang yang sama ayat (3) yang berbunyi, “Setiap bahwa mereka sudah terlahir sebagai seorang waria
orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan tidak memiliki pilihan lain sehingga harus
dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”. menjalan kehidupan sebagai waria.
Sesuai undang-undang yang disebutkan di Meskipun gender dysphoria dapat
atas, waria sebagai warga Indonesia memiliki hak disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan sosial
yang sama untuk hidup dengan merdeka dan dan budaya tempat individu tinggal juga
bebas dari diskriminasi. Oleh karena itu, banyak mengambil bagian dalam penyebab seseorang
komunitas-komunitas waria di Indonesia yang mengalami gender dysphoria. Orang tua yang
saat ini masih memperjuangkan hak-hak menginginkan anak dari jenis kelamin yang
kaumnya. Adanya perjuangan dari kaum waria berbeda, ataupun lingkungan yang membuat
untuk memperjuangkan hak-haknya di tengah individu mengidentifikasi diri sebagai lawan
perlakuan yang mereka terima dari masyarakat jenisnya merupakan beberapa contohnya (Yustinus
semakin menguatkan pernyataan bahwa mereka Semiun OFM, 2006: 83).
memiliki keinginan untuk menjalani kehidupan Dalam teori psikologi individual yang
selayaknya masyarakat lainnya. dikembangkan oleh Alfred Adler, seorang individu
dipandang sebagai pribadi yang unik dan kreatif
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 84

serta berkembang tergantung pada interpretasi- lingkungan sosialnya untuk membantu mencapai
interpretasi yang ia berikan pada kehidupan (Yustinus kesempurnaan dalam tujuan hidupnya yang
Semiun OFM, 2013: 209). Secara lebih lanjut, Adler diwujudkan dari persepsi-persepsi subyektif,
menyusun elemen-elemen yang mempengaruhi perjuangan ke arah superioritas, finalisme
kehidupan seseorang, di antaranya persepsi-persepsi fiksional, dan gaya hidup.
subyektif, perjuangan ke arah superioritas, finalisme Penerimaan dan pengakuan dari
fiksional, minat kemasyarakatan, dan gaya hidup. masyarakat, merupakan masalah tersendiri bagi
Kelima elemen tersebut saling berkaitan dan kaum waria. Seperti yang telah diuraikan
merupakan hasil dari tujuan hidup yang kemudian sebelumnya, sebagian besar masalah interpersonal
menjadi dasar tingkah laku seseorang. yang mereka miliki berakar dari hal tersebut.
Berdasarkan wawancara pra-penelitian yang Bukan hanya masalah interpersonal, diskriminasi
telah dilakukan, dapat disebutkan bahwa waria dari masyarakat dalam psikologi individual juga
memiliki ketidakpuasan dengan gender yang disebutkan dapat memicu semakin meningkatnya
dimilikinya dan memiliki tujuan untuk menjadi perasaan inferioritas seseorang (Yustinus Semiun
gender yang berkebalikan. Tujuan tersebut kemudian OFM, 2013: 88). Perasaan tersebut kemudian
dalam psikologi individual diartikan sebagai landasan membuat mereka lebih banyak bersosialisasi
dari tingkah laku waria yang dijelaskan melalui dengan sesamanya atau dalam komunitas saja.
kelima elemen yang telah disebutkan sebelumnya. Sehingga kesempatan kaum waria untuk
Bagaimana persepsi-persepsi subyektif yang dimiliki mengubah stigma masyarakat menjadi semakin
seorang waria, perjuangan ke arah superioritas, kecil karena kebanyakan dari mereka memilih
finalisme fiksional, minat kemasyarakatan, dan gaya untuk membatasi diri dan berada di zona nyaman.
hidupnya merupakan suatu penjelasan tersendiri dari Secara garis besar, tujuan hidup yang
pilihan tingkah lakunya. dimiliki seorang waria bergesekan dengan apa
Psikologi individual memandang seorang yang diharapkan oleh masyarakat, dengan
individu sebagai sosok yang utuh dan sebagai bagian demikian segala elemen dalam kehidupannya pun
dari suatu sistem sosial (Corey, 2009: 100). Oleh juga terpengaruh oleh hal tersebut. Hal itu sesuai

karena itu, meskipun individu memiliki kebebasan dengan pandangan bahwa semua elemen dalam

dalam menentukan siapa dirinya, kebebasan tersebut diri seseorang saling terhubung dan disatukan oleh

dibatasi oleh adanya nilai-nilai sosial. Adler bahkan tujuan hidupnya (Corey, 2009: 100).

mengungkapkan salah satu dari kelima elemen yang Berdasarkan paparan di atas, memahami

disusunnya, yaitu minat sosial, merupakan indikator kelima elemen dalam psikologi individual yang

pokok dari kesehatan mental seseorang (Corey, 2009: dimiliki oleh waria menjadi suatu hal yang penting

102). Seorang individu memiliki kebutuhan yang untuk dapat lebih memahami waria itu sendiri.

besar akan penerimaan dan pengakuan dari Begitupun dengan gender dysphoria, aplikasi teori
85 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

psikologi individual mengenai ingatan-ingatan awal, penelitian dilaksanakan selama 8 bulan yaitu
susunan keluarga, mimpi-mimpi, dan perilaku akan antara bulan Maret-Oktober tahun 2016.
memperdalam pemahaman akan penyebab gender Subyek Penelitian
dysphoria dari sisi lingkungan dan juga budaya serta Penelitian ini menggunakan teknik porpusive
pengaruh dari tujuan hidup dalam tingkah lakunya. dalam penentuan subyek, maka subjek penelitian
Eksplorasi yang mendalam mengenai dalam penelitian ini adalah waria dewasa yang telah
kepribadian waria akan sangat berguna untuk menjalani kehidupan sebagai waria selama lebih dari
menentukan layanan bimbingan dan konseling yang dua tahun, berperilaku dan berpenampilan cenderung
tepat bagi konseli dengan gender dysphoria. Dari uraian berlawanan dengan gender fisiologis, dan mengalami
sebelumnya, dapat diketahui bahwa konflik yang kesulitan dalam berbagai bidang kehidupan sebagai
dimiliki oleh kaum waria adalah konflik yang begitu waria.
kompleks. Tidak hanya konflik dengan dirinya sendiri Prosedur
terkait dengan gender yang dimilikinya, namun juga Penelitian dilakukan dengan metode
konflik dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, wawancara mendalam yang dilakukan dengan
peneliti tertarik untuk memahami secara lebih dalam subyek, wawancara dengan informan, dan
mengenai dinamika kelima elemen dalam psikologi observasi sesuai dengan pedoman observasi dan
individual yang telah disebutkan sebelumnya dalam diri wawancara yang telah disusun. Hasil yang
seorang waria, dengan harapan pemahaman tersebut didapatkan dari wawancara dan observasi tersebut
akan berguna bagi penanganan konflik-konflik yang kemudian menjadi data yang nantinya akan diolah
dialami oleh kaum waria dalam proses layanan dalam analisis data.
bimbingan dan konseling.
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang dilakukan
Jenis Penelitian terhadap subyek merupakan wawancara mendalam
Pendekatan penelitian ini menggunakan semi terstruktur yang didasarkan pada pedoman
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi wawancara. Pedoman wawancara bagi subyek
fenomenologi. disusun berdasarkan kisi-kisi yang mencakup
Waktu dan Tempat Penelitian identitas subyek dan perilaku dan kepribadian
Penelitian dilaksanakan di Yogyakarta, dimulai subyek dalam perspektif psikologi individual yang
di Jagalan, Banguntapan, Bantul di mana terdapat terdiri dari perjuangan ke arah superioritas, persepsi-
komunitas waria. Kemudian tempat pengambilan data persepsi subyektif, finalisme fiksional, minat sosial,
dapat berpindah sesuai dengan kesepakatan peneliti. dan gaya hdup.
Meskipun tempat penelitian dapat berubah sesuai Selain itu dilakukan juga wawancara
dengan kesepakatan, tempat penelitian tersebut masih terhadap informan yang dianggap mengenal
tetap berada di wilayah Yogyakarta. Sedangkan waktu subyek secara mendalam. Wawancara yang
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 86

dilakukan terhadap informan merupakan wawancara puncaknya ketika subyek NA melakukan usaha-
semi terstruktur yang didasarkan pada pedoman usaha untuk mengganti ketidakpuasan tersebut
wawancara seputar kehidupan, perilaku, dan dengan kenyamanan. Usaha-usaha yang
kepribadian subyek. dilakukan subyek NA untuk mengompensasi
Metode observasi juga dilaksanakan dengan perasaan inferior terhadap penampilan
berpatokan pada pedoman observasi terhadap subyek fisiknya tersebut berupa mengubah
yang terdiri dari aspek yang berhubungan dengan penampilannya semirip mungkin dengan
ketidaksesuaian antara gender yang perempuan. Setelah melakukan usaha-usaha
dimiliki/diekspresikan dengan gender yang diberikan
tersebut subyek NA menjadi lebih nyaman
serta kesulitan yang signifikan atau ketidaknyamanan
dengan dirinya sendiri. Hal tersebut dikuatkan
dalam bidang sosial, lapangan pekerjaan, dan fungsi
dengan kutipan wawancara berikut ini:
lain dari area kehidupan yang penting.
“Rasanya ya gimana ya… ada rasa kepuasan,
Teknik Analisis Data aku, wah rambutku panjang, kalau bedakan
Teknik analisis data yang digunakan dalam aku cantik. Aku ada rasa puas sendiri.”
(Wawancara dengan subyek NA, 16 Agustus
penelitian in merupakan analisis data yang digunakan 2016).
dalam penelitian fenomenologi yaitu interpretative
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan
phenomenological analysis.
bagaimana setelah melakukan usaha-usaha
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
sebagai kompensasi dari rasa inferior terhadap
1. Subyek NA
penampilannya, subyek NA merasakan adanya
Subyek NA memiliki ketidaknyamanan dengan
kepuasan di dalam dirinya. Kepuasan
gender fisiologis yang dimilikinya semenjak masih
merupakan bentuk dari keberhasilan atas
kecil. Seiring dengan dirinya yang semakin tumbuh
usaha subyek NA dalam meraih superioritas
dewasa, perasaan ketidaknyamanan tersebut
yang dalam hal ini terkait dengan status
menjadi semakin kuat hingga membuat subyek NA
warianya. Meskipun demikian selama proses
memiliki rasa inferior terhadap penampilan
mengompensasi rasa inferior untuk mencapai
fisiknya. Rasa kenyamanan dari dalam diri subyek
superioritas, subyek NA juga mengalami
NA untuk bertingkah laku dan melakukan hal-hal
pertentangan-pertentangan dari berbagai
yang identik dengan perempuan kemudian menjadi
pihak.
dorongan tersendiri untuk membuat dirinya
Pertentangan tersebut ia dapatkan dari
berpenampilan layaknya perempuan juga. Semakin
keluarga serta lingkungannya. Keteguhan
kuatnya dorongan tersebut, semakin kuat pula rasa
subyek NA terhadap pilihannya menjalani
ketidakpuasan subyek NA terhadap penampilan
kehidupan sebagai waria juga mendorong
fisiknya. Rasa ketidakpuasan yang merupakan
dirinya untuk melakukan usaha perlawanan
perasaan inferior tersebut akhirnya mencapai
ketika lingkungan dan keluarganya
87 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

menentangnya. Subyek NA memilih untuk keluar ditampilkan oleh subyek NA menjadi


dari sekolah ketika ia tidak diizinkan memakai perilaku yang bersifat defensif untuk
seragam perempuan. Tidak hanya itu, ia juga rela melindungi keyakinan akan persepsinya
meninggalkan rumah orang tuanya dan bahkan tersebut.
mencoba untuk bunuh diri ketika keluarganya Perilaku defensif tersebut dapat dilihat dari
menentang keputusannya menjalani kehidupan bagaimana NA selalu mencoba menegaskan dan
sebagai waria. Perilaku-perilaku tersebut adalah
menunjukkan kepada orang lain bahwa dirinya
usaha yang dilakukan subyek NA untuk
adalah seorang waria. Setelah melalui
mendapatkan pengakuan atas statusnya sebagai
pertentangan dari pihak keluarga dan sampai pada
waria. Usaha-usaha yang dilakukan NA untuk
posisi di mana keluarganya menerima statusnya
mendapatkan pengakuan tersebut menunjukkan
sebagai waria, subyek NA selalu memastikan
bahwa meskipun ia telah mendapatkan keberhasilan
bahwa anggota keluarganya harus memanggilnya
dalam mencapai superioritas terkait dengan
dengan panggilan untuk perempuan. Begitupun
penampilannya, keinginan untuk selalu mencapai
ketika subyek NA menemui orang yang secara
superioritas terkait dengan kewariaannya tidak
jelas menunjuk bahwa statusnya sebagai waria
berhenti pada hal itu saja. Perlakuan yang
adalah sebuah kesalahan, subyek NA mendebat
diterimanya membuatnya memiliki perasaan
secara tegas bahkan secara agresif kepada orang
inferior dan kembali mencoba untuk
tersebut. Tidak hanya itu, dalam memilih
mengompensasi perasaan tersebut dengan usaha
lainnya.
pekerjaan pun subyek NA juga hanya mau

Perilaku yang dilakukan subyek NA berupa menekuni pekerjaan di mana ia dianggap sebagai

usahanya dalam berpenampilan layaknya perempuan. Ingatan masa kecil yang dipilih oleh

perempuan ataupun melakukan perlawanan subyek NA ketika wawancara pun juga merujuk

terhadap pihak yang menentangnya menjalani


pada penegasan dirinya sebagai seorang waria.
Subyek NA lebih banyak menggunakan cara-cara
kehidupan sebagai waria merupakan produk
dari pemaknaan yang dimilikinya. Pemaknaan yang tegas dalam melakukan usaha-usahanya untuk

yang dimaksud adalah berupa persepsi mencapai superioritas. Cara-cara tergas yang

subyektif subyek NA terhadap kejadian- dimaksud adalah bagaimana ia mengutarakan

kejadian yang terjadi dalam hidupnya yang pendapatnya secara langsung kepada orang lain

dalam hal ini adalah status sebagai seorang dengan berani. Subyek NA merupaka pribadi yang

waria. Subyek NA mempersepsikan perasaan tidak segan-segan berdebat atau bahkan melakukan

dan perilakunya yang identik dengan kontak fisik jika dianggap perlu untuk

perempuan sebagai sebuah takdir yang tidak mempertahankan pendapatnya. Sikap tersebut tidak

bisa lagi dirubah. Dengan adanya pemahaman lepas dari pengaruh pengalaman-pengalaman yang

tersebut maka perilaku-perilaku yang dimiliki oleh NA dalam menjalani kehidupannya


Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 88

sebagai seorang waria. Sikap NA tersebut merupakan depan tersebut disebut sebagai finalisme fiksional.
hal yang membedakan NA dari orang lain yang Finalisme fiksional merupakan hal yang
merupakan hasil interaksi antara keturunan atau membimbing tingkah laku individu (Corey, 2009:

bawaan lahir, lingkungan dan juga daya kreatif atau 100).

dapat disebut dengan gaya hidupnya. Persepsi NA Keinginan subyek NA untuk dapat hidup

tentang status warianya dan pilihan usaha-usaha yang berdampingan bersama masyarakat dan menjalani
hidup sewajarnya mengarahkan NA pada perilaku-
dilakukannya juga menyumbang dalam membentuk
perilaku yang mendukung tujuan tersebut. Subyek
gaya hidupnya saat ini.
NA melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan di
Selain itu dalam psikologi individual, konstelasi
masyarakat, selain itu ia juga menjalin interaksi
keluarga atau urutan kelahiran seseorang juga
yang baik dengan lingkungan tempatnya tinggal.
mempengaruhi karakteristik dan cara pandang
Meskipun cenderung frontal, subyek NA
seseorang terhadap dunia. Subyek NA merupakan anak
merupakan pribadi yang mampu menempatkan diri
ketiga dari sembilan bersaudara, ini berarti subyek NA
dengan baik. Oleh karena itu ia juga mendapatkan
termasuk dalam kategori anak yang urutan kelahirannya
respon yang baik dari lingkungannya. Subyek NA
berada di tengah. Menurut teori psikologi individual,
beranggapan bahwa dengan melibatkan diri dalam
urutan kelahiran tersebut memiriki ciri pribadi yang
kegiatan masyarakat dan menjalin interaksi yang
memiliki ambisi dan rasa kompetitif yang cukup tinggi
baik, hal tersebut akan merubah pandangan
sesuai dengan gaya hidupnya. Dalam situasi yang
masyarakat tentang waria yang saat ini
dimiliki oleh subyek NA, ia memiliki ambisi untuk
menurutnya masih terkesan negatif. Apa yang
mendapatkan pengakuan bahwa ia adalah seorang waria
dilakukan oleh subyek NA tersebut menunjukkan
dan dapat diterima dengan statusnya tersebut.
bahwa NA memiliki minat sosial di mana ia ingin
Ambisi yang dimiliki oleh subyek NA dalam
merasa dimiliki dan terlibat serta diterima secara
menegaskan status warianya juga dapat dilihat
sosial.
melalui rasa optimisnya ketika menyampaikan bahwa
2. Subyek S
sesunggunya masyarakat bisa menerima waria dan
Subyek S merasakan ketidaknyamanan dengan
memperlakukannya dengan wajar. Keyakinan
jenis kelamin fisiologisnya sejak ia masih kecil.
tersebut juga sejalan dengan harapan yang
Pada awalnya subyek S juga bertanya-tanya
disampaikan oleh subyek NA untuk dapat hidup
mengapa ia bisa memiliki rasa ketidaknyamanan
berdampingan bersama masyarakat dan menjalani
tersebut. Meskipun meyakini bahwa kewariaannya
hidup dengan sewajarnya. Keinginan tersebut
sudah ada sejak ia lahir, subyek S memiliki persepsi
memiliki kesesuaian dengan usaha-usaha yang
bahwa apa yang terjadi pada dirinya tersebut adalah
dilakukan oleh NA dalam mencapai
suatu kelainan. Persepsi subyektif bahwa status
superioritas berupa pengakuan dan penerimaan akan
warianya tersebut adalah suatu kelainan membuat
status warianya. Harapan yang berorientasi pada masa
subyek S melakukan perilaku-perilaku di mana ia
89 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

mencoba untuk melawan perasaan dan keinginannya perilakunya dalam mengekspresikan


berperilaku layaknya perempuan. Hingga ia memasuki dirinya. Secara spesifik subyek S tidak
jenjang sekolah, perilakunya yang seperti seorang memaksakan agar dirinya dipandang
perempuan tetap nampak dan menyebabkan subyek S sebagai seorang waria oleh orang lain
mendapatkan ejekan dari teman-temannya. Kejadian karena persepsi subyektifnya mengatakan
tersebut kemudian membentuk persepsi baru subyek S bahwa waria merupakan suatu kelainan.
terhadap kewariaannya bahwa meskipun yang ada pada Namun ia menjalani kehidupannya
dirinya menurutnya adalah sebuah kelainan, hal tersebut sebagai seorang waria akibat dari
sudah ada pada dirinya sejak lahir dan tidak dapat lagi keyakinannya bahwa status waria sudah
dirubah. Selain itu subyek S juga menguatkan
melekat pada dirinya sejak ia lahir dan
persepsinya dengan adanya keadaan di keluarganya.
tidak akan bisa lagi dirubah.
Profesi ayahnya sebagai penari yang memainkan peran
Pemakluman akan kewariaan subyek S juga
perempuan dijadikan subyek S sebagai pemakluman
datang dari keluarga dan lingkungan sekitarnya
akan kewariaannya.
karena profesi ayahnya sebagai penari yang berperan
Persepsi subyektif subyek S terhadap
layaknya perempuan. Meskipun demikian bukan
kewariaannya kemudian membentuk
berarti subyek S tidak mendapatkan pertentangan
perilaku-perilaku subyek sesuai dengan
dalam usaha-usaha mengompensasi keinginannya
persepsi tersebut. Karena tidak tahan dengan
untuk menjalani kehidupan warianya. Perlakuan
ejekan teman-temannya di sekolah, subyek S
bullying yang didapatkan oleh subyek S dari teman-
lebih memilih untuk tidak meneruskan
teman sekolahnya serta persepsi subyektif bahwa
sekolahnya karena ia menganggap bahwa
dirinya mengalami kelainan mendatangkan rasa
ejekan tersebut dikarenakan perasaan dan
inferior bahwa subyek S merasa dirinya berbeda
perilakunya seperti perempuan. Sementara
dengan orang lain. Untuk megompensasi perasaan
menurutnya perasaan dan perilakunya yang
inferior yang dimiliki subyek S tersebut, ia
selayaknya perempuan tidak dapat lagi
melakukan usaha-usaha yang membuatnya merasa
dirubah. Setelah keluar dari sekolah subyek S
lebih nyaman. Salah satu pilihan perilaku yang
mulai mengekspresikan keinginan-
dilakukan subyek sebagai usaha pengompensasian
keinginannya untuk menjadi lebih mirip
rasa inferior tersebut adalah mencari teman yang
seperti perempuan. Subyek S menjalani
menurutnya bernasib sama seperti dirinya.
profesi sebagai penari di mana ia diizinkan
Keluarga subyek S memaklumi akan status waria
untuk berdandan layaknya perempuan dan
yang dimilikinya, namun perilaku subyek S yang
menekuni kegiatan-kegiatan yang identik
sering keluar di malam hari untuk bertemu dengan
dengan perempuan. Ia juga mulai berdandan
teman-temannya menurut keluarganya adalah hal
dan menggunakan pakaian perempuan
yang buruk. Pertentangan tersebut kemudian
setelah mulai bekerja sebagai pilihan
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 90

disikapi oleh subyek S dengan pemberontakan dan ia menanggapi situasi-situasi yang dialaminya
tetap pergi keluar malam meskipun telah dilarang menjadi bagian dari faktor yang membentuk gaya
oleh keluarganya. hidupnya.
Perlakuan tidak baik yang diterima oleh subyek S Subyek S menyadari bahwa meskipun ia
selama ia menjalani kehidupannya sebagai waria menganggap dirinya memiliki kelainan, ia
sangat membekas di dalam diri subyek S. Hal adalah manusia yang hidup di suatu lingkungan
tersebut tercermin dari bagaimana subyek S banyak masyarakat. Subyek S juga mengakui bahwa ia
memilih ingatan-ingatan yang berhubungan dengan harus berinteraksi dengan lingkungannya agar
kejadian tersebut selama melakukan wawancara. mampu hidup dengan nyaman dan sewajarnya.
Subyek S menceritakan bagaimana pada masa Dalam wawancara subyek S mengutarakan
kecilnya ia mendapatkan ejekana-ejekan dari teman- keinginannya untuk dapat mencukupi kebutuhan
temannya mengenai status warianya. Ia juga hidupnya dengan baik dan bermasyarakat
menceritakan ingatan di mana ia sempat dijauhi oleh dengan wajar. Dilihat dari persepsi terhadap
teman-temannya karena tingkah lakunya yang seperti dirinya, perilaku, dan harapan subyek, subyek S
perempuan. Begitu juga dengan cerita ketika ia mengembangkan finalisme fiksional di mana ia
mendapatkan perlakuan tidak baik dari tetangganya mampu menjalani kehidupannya dan
akibat dari status warianya. Perlakuan-perlakuan yang bermasyarakat dengan wajar tanpa
diterima subyek tersebut semakin menguatkan mengharapkan pengakuan dari masyarakat akan
persepsinya bahwa terlahir sebagai waria adalah suatu status warianya. Finalisme fiksional tersebut
kelainan. Selanjutnya mengikuti persepsi tersebut kemudian membimbing perilaku subyek untuk
subyek juga mengembangkan sikap menghindari terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan dan
konflik yang mungkin akan tercipta akibat menjalin interaksi baik dengan lingkungan
kewariaannya tersebut. sekitarnya. Subyek S tidak memaksakan orang
Perilaku yang ditunjukkan subyek dalam usaha lain menganggapnya sebagai seorang waria,
menghindari konflik tersebut adalah cara subyek namun ia tetap mengekspresikan dirinya melalui
menghadapi perlakuan-perlakuan yang diterimanya penampilan dan tingkah laku layaknya seorang
dengan lebih banyak bersikap diam. Selain perempuan. Adanya kesadaran dan perilaku
menghindari konflik dengan orang lain, perilaku tersebut menunjukkan bahwa subyek S
tersebut lebih cenderung dilakukan oleh subyek untuk memiliki kebutuhan akan penerimaan sosial
melindungi dirinya sendiri. Anggapan subyek S dan kebutuhan tersebut diwujudkan melalui
bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah sebuah minat sosial yang dimilikinya. Hal tersebut
kelainan namun ia tidak berdaya untuk merubah juga didukung dengan adanya fakta bahwa
kelainan tersebut ditambahkan dengan cara subyek subyek S merupakan anak keempat dari
sembilan bersaudara. Dalam teori konstelasi
91 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

keluarga, anak keempat cenderung memiliki tersebut sebagai suatu alasan dan bentuk
karakteristik di mana ia mampu secara lebih baik dukungan untuknya menjalani kehidupan
untuk mengembangkan kerja sama dan minat sebagai waria.
kemasyarakatan (Semiun, 2013). Subyektifitas I tersebut kemudian mendorong

3. Subyek I subyek untuk lebih berani mengekspresikan


dirinya sebagai seorang waria. Meskipun demikian
Subyek I mempercayai bahwa kehidupan
keinginan subyek I untuk mengekspresikan dirinya
waria yang saat ini dijalani sudah ada pada
sebagai waria mendapat pertentangan yang cukup
dirinya sejak ia lahir. I merasa bahwa ia
keras dari keluarganya. Pertentangan tersebut
sudah memiliki kecenderungan untuk merasa
berupa tidak diakuinya status waria subyek I
dan berperilaku layaknya perempuan dari ia
meskipun keluarganya sudah mengetahui
kecil. Menurutnya ia lebih nyaman ketika
kecenderungan perilaku subyek I yang seperti
bergaul dan mengobrol dengan perempuan
perempuan. Pertentangan tersebut semakin
dibandingkan dengan rekan laki-lakinya.
dirasakan oleh subyek ketika ibunya telah
Selain itu ia juga merasa lebih suka
meninggal dunia.
melakukan hal-hal yang identik dengan
Adanya pertentangan dari keluarganya
perempuan seperti menjahit dan memasak.
membentuk persepsi lain di dalam diri subyek I.
Perasaan dan perilakunya yang cenderung
Subyek I tidak merasakan pertentangan di dalam
seperti perempuan tersebut dimaknai oleh
dirinya akan kewariaannya, ia merasa mampu
subyek I sebagai jalan hidup yang harus
menerima jalan hidupnya tersebut. Namun terjadi
dijalaninya. Pemaknaan tersebut kemudian
konflik di dalam diri subyek I di mana di satu sisi ia
menjadi dasar munculnya persepsi subyektif
merasa menjalani kehidupan sebagai waria adalah
yang dimiliki oleh subyek terkait dengan
jalan hidup yang tidak lagi dipertanyakan untuknya
status warianya. Subyek memiliki anggapan
sementara di sisi lain pertentangan dari keluarganya
bahwa kedekatannya dengan ibunya semasa
memunculkan persepsi bahwa jalan hidupnya
kecil menjadi salah satu faktor penyebab
sebagai waria tersebut bagaimanapun juga adalah
perilakunya yang lebih cenderung seperti
bukan hal yang sepenuhnya benar.
perempuan. Subyek juga mengungkapkan
Persepsi tersebut kemudian membimbing perilaku
bahwa ibunya pernah mengatakan padanya
subyek I terkait dengan keterbukaannya dengan
bahwa ia menginginkan anak perempuan
keluarganya. Subyek I berusaha menghindari konflik
sehingga ia memperlakukan subyek I
dengan tidak mengekspresikan dirinya dengan
selayaknya anak perempuan. Ingatan masa
berpenampilan layaknya perempuan ketika ia sedang
kecil tersebut menunjukkan subyektifitas
berada di rumah orang tuanya. Ketika tidak sedang
subyek terhadap status warianya. Subyek I
berada di rumah pun subyek I tidak selalu
mengartikan perlakuan ibunya kepadanya
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 92

berpenampilan layaknya perempuan kecuali pada saat tertutup jika menyangkut masalah-masalah
bekerja dan menghadiri acara tertentu meskipun ia pribadinya. Ia lebih suka menyelesaikan
masih berperilaku dan melakukan gestur yang identik masalahnya seorang diri daripada harus bercerita
dengan perempuan. Perilaku subyek tersebut juga tidak dan meminta bantuan orang lain. Subyek I
lepas dari bagaimana subyek memandang keluarganya. memiliki persepsi bahwa tidak semua orang
Meskipun mendapatkan penolakan dari keluarganya memiliki pemikiran yang sejalan dengan dirinya,
mengenai kewariaannya, subyek memiliki persepsi oleh karena itu ia meyakini bahwa yang paling
bahwa keluarga merupakan hal yang penting. Dalam mengerti dan mampu menyelesaikan masalahnya
wawancara yang dilakukan subyek berulang kali adalah dirinya sendiri. Selain itu di dalam
menceritakan ingatannya tentang keluarganya. Ingatan- komunitas sendiri subyek I lebih memilih untuk
ingatan tersebut menunjukkan bahwa subyek begitu tidak begitu banyak terlibat. Ia menganggap
merindukan rasa aman dan kehangatan yang diberikan bahwa dirinya hanyalah anggota sehingga ia
oleh keluarganya. Subyek memiliki persepsi bahwa hanya akan ikut pada apa keputusan ketua
keluarga adalah di mana ia bisa berlindung sampai organisasi. Persepsi tersebut semakin
ketika ibunya meninggal dan kedua kakaknya menguatkan bahwa yang paling dicari oleh
berkeluarga. subyek I melalui komunitas adalah rasa aman
Ketika rasa aman yang didapatkan subyek dari dan juga pembelaan atas kewariaannya.
keluarganya tersebut menghilang subyek mulai
merasakan rasa inferioritas. Ia merasa kehilangan sosok Berbagai perilaku, persepsi, dan konflik di
ibunya sebagai orang yang mendukung pilihannya untuk dalam diri subyek I tersebut jika dikaitakan
menjalani kehidupan sebagai waria. Oleh karena itu dalam teori konstelasi keluarga, maka akan
subyek I kemudian melakukan usaha-usaha demi sesuai dengan sikap seorang individu yang
kembali mendapatkan rasa aman tersebut. Usaha-usaha cenderung memiliki rasa inferioritas yang kuat
yang dilakukan oleh subyek I tersebut adalah dengan di mana ciri tersebut melekat pada diri anak

pergi dari rumahnya dan mencari orang-orang yang ketiga, sesuai dengan posisi subyek I didalam

menurutnya senasib dengan dirinya. Ia kemudian keluarganya. Hal-hal tersebut kemudian saling
merasakan kembali rasa aman tersebut ketika bertemu berinteraksi dengan faktor bawaan dan
dengan waria lainnya dan tergabung dari komunitas lingkungannya sehingga menjadi gaya
waria. hidupnya.
Rasa aman yang didapatkan subyek I dari Konflik yang terjadi dalam diri subyek
komunitas waria yang diikutinya bagaimanapun akan status warianya selalu membuat
juga tidak serta merta membuat I merasa nyaman. subyek mencari-cari hal-hal yang dapat
Persepsi I bahwa yang paling mengerti dirinya membenarkan pilihannya menjalani
adalah ibunya, membuat I menjadi peribadi yang kehidupan sebagai waria. Meskipun
93 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

demikian karena adanya konflik tersebut karena lingkungan kosnya adalah


segala perilku subyek menjadi ragu-ragu. lingkungan yang masyarakatnya bersifat
Begitu juga perilakunya ketika ia harus individu.
berinteraksi dan melibatkan dirinya dalam Finalisme subyek dan usahanya untuk
suatu komunitas masyarakat. Salah satu mencapainya mencerminkan bagaimana subyek
alasan kuat subyek tinggal terpisah dari orang memiliki minat sosial yang berkembang di dalam
tuanya adalah agar ia dapat lebih bebas dirinya. Subyek I menyadari bahwa hidup nyaman
mengekspresikan dirinya. Namun meskipun yang diimpikannya akan terwujud jika ia
memiliki tujuan tersebut, subyek masih merupakan bagian dari masyarakat. Dalam
mengenakan pakaian sewajarnya dan tidak partisipasinya bergabung dengan masyarakat,
selalu berpenampilan perempuan ketika tidak subyek I beranggapan bahwa mesikpun orang lain
sedang di rumah orang tuanya. Ketika ia memandangnya sebagai laki-laki yang kemayu, ia
berinteraksi dengan orang-orang di tetap mau bergabung dan bisa mendukung
lingkungannya, subyek juga masih dipanggil kegiatan yang diselenggarakan di masyarakat.
dengan sebutan laki-laki. 4. Subyek E
Subyek I menyadari betul hal tersebut dan Subyek E memiliki kecenderungan untuk
dia tidak memiliki niat untuk menegaskan berperilaku layaknya perempuan sejak ia masih
identitas warianya ketika tengah berada di kecil. Subyek E menyebutkan bahwa keinginan
rumah. Ia menerima bagaimana orang lain berperilaku dan berpenampilan layaknya perempuan
memperlakukannya dan tetap berusaha untuk yang ada ada pada dirinya bersumber dari adanya
berbaur dengan mereka. Hal tersebut memiliki kelainan genetis di dalam tubuhnya. Hal tersebut
keterkaitan dengan keingingan subyek untuk didasarkan pada pemeriksaan yang dilakukan oleh
dapat menjalani kehidupan dengan nyaman. subyek E dan ibunya terhadap dirinya ketika ia
Keinginan subyek tersebut merupakan tujuan masih kecil. Fakta tersebut membentuk persepsi
akhir atau finalisme fiksional yang ingin subyektif di dalam diri subyek E mengenai status
dicapai, sehingga subyek menyadari jika ia warianya. Subyek E beranggapan bahwa karena
ingin mencapai tujuan tersebut maka ia tidak berdasarkan kelainan genetis maka apapun usaha
bisa lepas dari kehidupan bermasyarakat. Oleh yang dilakukan untuk merubah dirinya seperti laki-
karena itu subyek melibatkan dirinya dalam laki lainnya tidak akan bisa berhasil. Selain itu
berbagai kegiatan kemasyarakatan di rumah menurut subyek E, menjalani kehidupan waria
orang tuanya. Menurutnya lingkungan rumah bukanlah keinginannya. Persepsi tersebut
orang tuanya lebih memungkinkan dirinya menunjukkan bahwa subyek menganggap ia tidak
untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan mengalami pilihan untuk bisa menghindar dari
status warianya, meskipun demikian ia mengetahui
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 94

bahwa apa yang terjadi pada dirinya tidaklah lazim saat ibunya memberikan aturan mengenai
ada pada diri orang lain. kebebasan mengekspresikan dirinya, subyek juga
Selain perasaan tersebut subyek juga memiliki menaati hal tersebut sampai saat ini bahkan ketika
latar belakang keluarga di mana mereka mengetahui ibunya sudah meninggal. Subyek E akan
kewariaan subyek namun tidak mau mengakuinya. berpenampilan dan berperilaku layaknya laki-laki
Keluarga subyek memberikan aturan bahwa subyek lainnya ketika ia pulang ke kampung halamannya.
boleh mengekspresikan dirinya sebagai waria namun Tidak hanya pada saat pulang ke kampung
tidak di lingkungan rumah. Rasa tidak berdaya akan halamannya, saat menjalani kehidupan sehari-
status warianya, anggapan bahwa yang terjadi pada hari di Yogyakarta subyek tidak
dirinya tidak lazim, dan perlakuan yang ia dapatkan berpenampilan dengan memakai baju-baju
dari keluarganya memunculkan rasa inferioritas perempuan. Subyek menjaga penampilan
sendiri di dalam dirinya. Kuatnya rasa tidak berdaya sehari-harinya dengan wajar meskipun masih
akan status warianya kemudian menggiring subyek terkesan feminine dan melakukan gestur yang
untuk mencari superioritasnya yang berupa identik dengan perempuan. Subyek E hanya
kebebasan untuk berekspresi. Hal tersebut kemudian berdandan dan memakai baju perempuan
mendorong subyek untuk pergi dari rumahnya dan ketika ia tengah bekerja. Pilihan perilaku
merantau ke Jogja. Ia menganggap bahwa dengan tersebut juga didasarkan pada asumsi subyek
berada jauh dari keluarganya ia tidak harus selalu bahwa ibunya selalu benar. Subyek menjaga
menunjukkan sisi yang dianggap baik oleh penampilannya karena teringat akan pesan
keluarganya. ibunya bahwa selalu ada orang yang tidak
Perginya subyek dari rumahnya tidak serta merta suka dan suka terhadap dirinya, di antara
menyelesaikan masalah-masalah yang dimiliki orang-orang tersebut subyek harus menjaga
subyek terkait kewariaannya. Sampai saat ini subyek orang yang tidak suka dirinya agar tidak
masih memiliki anggapan yang sama di mana jika ia menghasilkan perlakuan yang buruk.
berada di keluarganya maka ia harus menunjukkan
sisi baik yaitu dengan berpenampilan dan berperilaku
layaknya laki-laki lainnya. Keyakinan tersebut juga
didukung dengan ingatan-ingatan masa kecil yang
dipilih oleh subyek untuk diceritakan pada saat
wawancara. Dalam semua cerita subyek, subyek
mengungkapkan bagaimana ibunya adalah sosok
yang sangat tegas dalam menegakkan aturan-aturan di
keluarganya. Ingatan tersebut memunculkan persepsi
subyek bahwa ibunya selalu benar. Oleh karena itu di
95 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

Keyakinan subyek tentang kebenaran apapun ditambah dengan tuntutan dari lingkungan
yang diucapkan ibunya juga dibawanya ketika keluarganya justru membuat subyek E semakin
ia bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. mendambakan kebebasan. Tuntutan untuk selalu
Subyek E berpegangan pada pesan ibunya berkelakuan baik di hadapan keluarganya membuat
bahwa bagaimanapun juga ia harus berlaku subyek E merasakan adanya kenyamanan jika ia
baik pada orang lain jika ia ingin orang lain seorang diri. Hal tersebut terbawa sampai pada
memperlakukannya dengan baik. Mendasarkan keputusannya untuk tinggal sendirian. Ia
pada keyakinan tersebut subyek E menganggap bahwa jika ia memiliki teman maka ia
bersosialisasi dengan baik di lingkungannya harus menjaga sikapnya dan tidak bisa bebas
tinggal. Ia melibatkan diri dalam berbagai menjadi diri sendiri. Begitupun ketika subyek
kegiatan bermasyarakat dan menjalin interaksi memiliki masalah, cara subyek E menghadapi
yang baik dengan masyarakat di sekitarnya. masalahnya adalah dengan memberikan waktu
Subyek E memiliki pandangan positif bahwa untuk dirinya sendiri. Kenyamanan bagi subyek E
meskipun orang lain memperlakukannya tidak adalah saat ia sendiri dan bisa merasa bebas untuk
baik akibat status warianya, itu menandakan mengekspresikan dirinya meskipun ia menyadari
bahwa orang-orang tersebut peduli padanya. bersosialisasi adalah hal penting yang tidak bisa ia
Sehingga ia tidak begitu mempedulikan abaikan.
perlakuan-perlakuan tersebut. Subyek E juga Persepsi subyek dan perilaku yang dipilih
mengungkapkan bahwa baginya bersosialisasi subyek kemudian membentuk gaya
adalah hal yang paling penting. Menurutnya hidupnya yang sesuai dengan finalisme
jika ia mampu bersosialisasi dan mendekat fiksionalnya. Finalisme fiksional yang
dengan lingkungannya maka lingkungannya dimiliki subyek adalah bagaimana ia dapat
akan lebih mudah memahami dirinya sehingga hidup dengan nyaman dan mendapatkan
tercipta hubungan yang harmonis antara pekerjaan yang lebih baik. Keinginannya
dirinya dan lingkungannya. Hal tersebut untuk hidup nyaman berhubungan dengan
menunjukkan kesadara subyek akan dirinya caranya berinteraksi dan bersosialisasi
sebagai bagian dari komunitas masyarakat. dengan orang lain sedangkan keinginannya
Minat sosial subyek tersebut sudah untuk bekerja lebih baik diungkapkannya
berkembang dari mulai kedekatan subyek dengan keinginan untuk bekerja selayaknya
dengan ibunya. Selain itu sesuai dengan teori dengan orang lainnya.
konstelasi keluarga, posisi subyek sebagai anak Pada dasarnya baik subyek NA, S, I
yang lahir di tengah ia cenderung dapat maupun E memiliki persepsi subyektif bahwa
mengembangkan minat kemasyarakatan yang mereka terlahir dengan status sebagai waria dan
lebih baik. hal tersebut tidak dapat lagi diubah. Persepsi
Subyek E merupakan anak kelima dari sembilan subyektif tersebut kemudian saling berkaitan
bersaudara dan ia tumbuh bersama-sama dengan
dengan lingkungan dan kejadian-kejadian yang
saudaranya. Meskipun demikian keadaan tersebut
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 96

terjadi pada diri para subyek sehingga fiksionalnya. Hal tersebut mendorong subyek
memunculkan persepsi lainnya dan perilaku untuk melibatkan diri dan berinteraksi dengan
yang khas pada setiap subyek yang melibatkan lingkungannya sebagai perwujudan dari minat
finalisme fiksional, minat sosial, dan gaya hidup sosial yang berkembang. Semua faktor tersebut
serta perjuangan masing-masing subyek kemudian membentuk gaya hidup yang khas
berjuang ke arah superioritas. Meskipun pada masing-masing diri subyek.

demikian semua subyek memiliki kesadaran Saran

sebagai bagian dari masyarakat sehingga mampu 1. Bagi waria yang mengalami

mengembangkan minat sosial yang baik. ketidaknyamanan dengan gender


fisiologisnya ada baiknya memiliki
SIMPULAN DAN SARAN pemikiran yang lebih terbuka tentang segala
Simpulan kemungkinan akan pilihan-pilihan hidup.
Dinamika elemen-elemen psikologi 2. Bagi pemerintah agar lebih aktif dalam
individual pada diri waria berawal dengan persepsi memberikan kegiatan-kegiatan yang mampu
subyektif waria terhadap kewariaannya. Subyek membekali waria dengan pengetahuan dan
NA, S, I dan E memiliki persepsi bahwa mereka ketrampilan agar mengurangi stigma
terlahir dengan status waria dan hal tersebut sudah masyarakat yang nantinya akan
tidak dapat lagi dirubah. Oleh karena itu maskipun menimbulkan diskriminasi terhadap
mereka mengalami berbagai macam pertentangan minoritas.
dalam mencapai superioritas berupa kemerdekaan 3. Bagi orang tua yang memiliki kecenderungan
atas kewariaannya, mereka melakukan perilaku- anak yang tidak nyaman dengan gender
perilaku demi memperjuangkan superioritas fisiologisnya agar mampu menerima dan
tersebut. Subyek NA dan subyek I melakukan memberikan pemahaman serta membimbing
konfrontasi terhadap keluarga dan lingkungannya anak tersebut dengan cara yang baik tanpa
mengenai status warianya. Usaha tersebut menggunakan kekerasan.
menghasilkan kebebasan yang kini mereka raih 4. Bagi program studi bimbingan dan
untuk mengekspresikan dirinya sebagai waria. konseling agar lebih dapat meningkatkan
Sedangkan subyek I dan E lebih memilih untuk kesadaran kepada mahasiswa akan adanya
menghindari konflik. Pilihan tersebut kemudian kompleksitas pada masing-masing individu
memunculkan persepsi bahwa menjalani dengan berbagai macam kondisi tidak
kehidupan waria merupakan hal yang tidak terkecuali waria agar dapat lebih bijak
sepenuhnya benar sehingga mereka tidak secara dalam menyikapi dan memberikan bantuan
terbuka mengekspresikan dirinya sebagai waria. dalam layanan bimbingan dan konseling.
Meskipun demikian semua subyek memiliki 5. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti
kesamaan yaitu kesadaran diri sebagai bagian topik yang serupa hendaknya lebih dalam
dari masyarakat dalam membentuk finalisme
97 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017

ketika melakukan pengumpulan data agar


didapat hasil yang lebih menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (2013).
Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders: Fifth Edition.
Arlington: Library of Congress
Cataloging-in-Publication Data.
Corey, Gerald. (2009). Theory and Practice
of Counseling and Psychotherapy.
Belmont: The Thomson Corporation.
Ekawati Sri Wahyu Ningsih dan Muhammad
Syafiq (2014). “Pengalaman Menjadi
Pria Transgender (Waria): Sebuah
Studi Fenomenologi”. Jurnal
Character.
Volume 3, Nomor 2, 1-6. Diakses di
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/ch
ara cter/article/view/10971/14315 pada
tanggal 18 April 2016.

Guhmnaff. (2014). Gender Ketiga: Seberapa


Pentingkah?, diakses dari
http://www.suarakita.org/2014/11/gend
er-ketiga-seberapa-pentingkah/. 23
Maret 2016 , 12.22 WIB.
Hartoyo, dkk. (2014). Sesuai Kata Hati
Kisah Perjuangan 7 Waria. Jakarta:
Rehal Pustaka.
Rowland, David L. dan Incrocci, Luca. (2008).
Handbook of Sexual and Gender Identity
Disorders. New Jersey: John Wiley &
Sons, Inc.
Sri, Yuliani (2006). “Menguak Konstruksi Sosial
Di balik Diskriminasi Terhadap Waria”.
Jurnal Sosiologi Dilema. Volume 18,
Nomor 2, 73-84. Diakses di
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id/online-
jurnal/wp-
content/uploads/2012/05/2.-Vol.-
18.2-Th-2006-1.pdf pada tanggal 18
April 2016.
Yustinus, Semiun OFM. (2013). Teori-Teori
Kepribadian Psikoanalitik Kontemporer-
1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Yustinus, Semiun OFM. (2006). Kesehatan
Mental 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Eksplorasi Kepribadian Waria .... (Devie Lya Saraswati) 98

Anda mungkin juga menyukai