TRANSGENDER
SKRIPSI
Oleh:
Fierlia Walidya Fahira
165120207111017
PEDAHULUAN
Setiap manusia memiliki hak asasi yang harus terpenuhi agar dapat hidup
dengan layak tanpa memandang ras, suku, dan agama. Tetapi pada praktik
kehidupan nyata, tidak semua manusia memiliki kebebasan yang sama, terutama
dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti gender, kelas sosial, dan berbagai
prasangka lain yang terbentuk bergantung pada konstruksi sosial. Salah satunya
dalam kategori laki – laki dan perempuan (Westbrook dalam Sanger, 2010). Hal
ini menyebabkan para kelompok minoritas yang berperilaku tidak sesuai dengan
survei di dalam negeri dan hanya 3% yang bersikap menerima. Menurut survey
yang dilakukan oleh Centre Intelligency of Agency (CIA), pada tahun 2015 jumlah
populasi LGBT di Indonesia berada pada urutan ke-5 terbanyak di dunia setelah
China, India, Eropa, dan Amerika (Rahman, 2015). Jumlah populasi di Indonesia
yang sebagian besar adalah pemeluk agama Islam dan Nasrani memiliki ajaran
konservatif yang tidak setuju dengan LGBTQ. Hukum yang ada di Indonesia pun
dengan orientasi seksual atau identitas gender. Hukum Indonesia hanya mengakui
keberadaan gender laki – laki dan perempuan saja (USAID, 2013). Hal ini
yang tabu. Transgender sendiri adalah seseorang yang memiliki gender dengan
jenis kelamin yang berbeda secara biologis, yang dimana terdapat perbedaan
yang maskulin, dan laki – laki yang gemulai (NLGJA dalam Sari, 2016).
“berbeda – beda tetapi tetap satu”, semboyan ini tidak mewakili keberadaan
dimaksudkan untuk perbedaan ras dan suku, tetapi tidak termasuk perbedaan
orientasi seksual.
2014, terdapat peningkatan jumlah transgender antara tahun 2002 dan tahun 2009.
Tidak ada populasi yang pasti. Namun pada data populasi yang rawan terdampak
HIV, jumlah transgender diperkirakan mencapai 597 ribu orang (Kemenkes RI,
2014).
dari jenis kelamin yang dimiliki sejak mereka lahir (Sari, 2016). Lebih lanjut,
gender, ekspresi gender, atau perilaku nya tidak sesuai dengan seks atau kelamin
(hormon dan gen) yang ada dalam diri individu karena ketidakseimbangan
hormon dan faktor lingkungan yang diantaranya pendidikan yang salah saat masa
transgender (Sari, 2016). Kejadian masa lalu juga dapat mempengaruhi seseorang
melakukan transgender.
atribut gender yang berbeda dengan konsepsi gender yang dikonstruksiskan secara
sosial oleh masyarakat dan transgender tidak berbicara mengenai ketertarikan
seksual tetapi mengenai sikap dan peran berbeda dari apa yang seharusnya
adalah individu yang tidak berpenamplan sama dengan peranan gender yang telah
‘perubahan’ pada alat kelamin dan tubuhnya (Bettcher dalam Yudah, 2013).
Stuart Hall beranggapan bahwa identitas adalah sebuah proses being dan
becoming yang mendasari perbedaan mendasar antara ‘siapa saya’ dan ‘saya
bahwa gender yang diakui hanyalah laki – laki dan perempuan. Konstruksi sosial
yang terbentuk pun tidak mengakui identitas gender lainnya selain laki – laki dan
semua gender dan identitas seksual merupakan sebuah konstruksi sosial yang
yang berbeda – beda terhadap kelompok minoritas seperti transgender. Ada yang
menganggap bahwa transgender merupakan hal yang tabu, ada juga yang
menganggap hal yang lumrah. Anggapan tersebut bergantung pada nilai dan
ajaran yang dianut oleh setiap indvidu. BAHAS STIGMA DAN STEREOTIP
DISINI
Representasi media terhadap transgender kerap kali membentuk pencitraan
tertentu kepada khalayak luas, yang di mana citra tersebut mengarah negatif (Sari,
2016). Seperti media televisi kerap kali menampilakn sosok transgender dalam
Pesbukers, Opera Van Java, dan Extravaganza. Akibat media massa yang
2013).
kejadian – kejadian historis yang akan menentukan nilai – nilai yang dipegang
oleh seseorang (Putra, 2016). Latar belakang, agama, kelompok sosial, serta nilai
– nilai yang dipegang oleh tiap individu, serta pengalaman yang dimiliki
budaya,
bersosialisasi dengan sempurna karena terdapat gap antara nilai – nilai yang
dipegang serta diajarkan oleh generasi yang lebih tua dengan realitas yang
dihadapi oleh generasi yang lebih muda. Faktor lingkungan sosial memberikan
efek yang cukup besar terhadap terbentuknya kesadaran individu akan nilai – nilai
yang dipegang. Dalam buku Statistik Gender Tematik: Generasi Milenial
dan nilai – nilai yang berbeda di setiap generasi. Mengacu pada pengelompokkan
generasi yang dilakukan oleh Howe dan Strauss (1991) sebagai berikut : (1)
Generasi Matures (Silent Generation) yang lahir sebelum tahun 1946, di mana
generasi ini mengalami peristwa sejarah penting yaitu Perang Dunia I dan II, (2)
Generasi Baby Boomers yang lahir pada tahun 1946 – 1964, generasi ini lahir
pada era dengan angka kelahiran terbanyak pada sejarah umat manusia sehingga
disebut dengan era baby boom, (3) Generasi X yang lahir pada tahun 1965 – 1980,
menjadi saksi kehadiran internet dan teknologi sehingga mampu beradaptasi dan
menerima perubahan dengan baik, (4) Generasi Y yang lahir pada tahun 1981 –
1994, generasi ini tumbuh pada era internet booming, (5) Generasi Z yang lahir
pada tahun 1995 – 2010, dibesarkan pada era serba digital dan teknologi yang
faktor – faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Stigma negatif terhadap kaum
dirinya. Ia pernah memimpin salah satu LSM di Indonesia yang di mana saat
sosialisasi HIV di Indonesia. Merlyn pun kerap kali di undang sebagai dosen tamu
di beberapa universitas.
dalam hal ini adalah generasi X, Y, dan Z, tetapi khalayak juga menjadi audiens
aktif yang mampu memahami isi pesan dari media. Khalayak sendiri terbagi dari
individu yang memiliki latar belakang dan pengetahuan yang berbeda, sehingga
akan menghasilkan pemaknaan dari isi pesan media yang berbeda – beda.
Mengacu pada tiga hipotesis yang diungkapkan oleh Hall (2001), khalayak dapat
menerima seluruh isi pesan yang disampaikan oleh media atau disebut dengan
dominan audiens, khalayak juga dapat menerima sebagian pesan yang diberikan
oleh media dan sebagian lagi mengacu pada pemahaman masing – masing
khalayak atau disebut dengan negosiasi audiens, dan khalayak dapat menolak atau
tidak bisa menerima isi pesan dari media atau disebut dengan oposisi audiens.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Any Suryani yang berjudul “Analisis
Resepsi Penonton Atas Popularitas Instan Video Youtube ‘Keong Racun’ Sinta
mengakses situs youtube dan menggunakan fasilitas media baru. Penelitian ini
menjadi informannya.
Penelitian lainnya adalah penelitian milik Adia Titania dan Catur Nugroho
yang berjudul “Analisis Resepsi Penonton Remaja Video Mukbang Dalam Kanal
terhadap satu golongan saja, yakni remaja. Penelitian ini mengkaji pemaknaan
fenomena mukbang karena fenomena tersebut belum pernah terjadi dari sebelum
era digital. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis resepsi milik Stuart
produksi oleh media (Jansen & Jankowski, 2002). Analisis resepsi memiliki
menerima berbagai jenis makna dalam konten media (Baron dan Davis, 2010).
Analisis resepsi menitikberatkan pada proses pemaknaan dari pesan media yang
diterima oleh konsumen media yang dimana khalayak memliki andil dalam
fenomena transgender sendiri yang masih dianggap hal yang tabu oleh sebagian
pesan dan pandangan lain terhadap transgender. Peneliti lebih spesifik dalam
memilih informan, yakni dari berbagai generasi. Mulai dari generasi X, Y, dan Z
yang mengacu dari pengelompokkan generasi menurut Howe dan Strauss (1991).
Alasan peneliti memilih ketiga generasi tersebut karena mereka lahir saat
teknologi dan komunikasi hadir. Selain peneliti ingin melihat pemaknaan antar
transgender.
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penelitian sejenis
apa yang ditampilkan oleh media dapat menghasilkan persepsi yang berbeda
TINJAUAN PUSTAKA
encoding yaitu kegiatan yang dilakukan oleh media dalam menghasilkan pesan
dan dilanjutkan dengan proses decoding yaitu kegiatan penerimaan pesan, artinya
memiliki arti bagi penerima pesan dari media (Morissan, 2013). Lebih lanjut,
penerimaan khalayak serta respons khalayak dalam memaknai isi pesan media
makna dalam penerimaan khalayak terhadap isi pesan media yang terletak
diantara pembuat teks atau encoder (komunikator atau media) dengan penerima
teks atau decoder (penonton atau pembaca). Hall (1993) menyatakan bahwa
khalayak sebagai penerima pesan dapat memaknai isi pesan media secara utuh
1. Dominant Hegemonic
media sejalan dengan makna serta menerima makna secara penuh dari
dominan atau preferred meaning yang dibuat oleh pembuat pesan atau media.
2. Negotiated Reading
khalayak menerima dengan sejalan terhadap makna yang dibuat oleh pembuat
3. Oppositional Reading
yang aktif, dapat memahami dan memaknai pesan secara aktif berdasarkan
pandangan ideal mereka masing – masing. Aktif dalam arti bahwa khalayak
memiliki cara dan interpretasi yang berbeda – beda dalam memaknai suatu isi
pesan media. Harun (2019) berpendapat bahwa khalayak tidak hanya menjadi
konsumen dari isi pesan media, khalayak menginterpretasi teks media sesuai
tertentu. Lebih lanjut, Harun (2019) menjelaskan bahwa khalayak memiliki sikap
yang luas dalam menmaknai sebuah pesan dan memiliki hak untuk menolak pesan
dari media massa yang memberikan stigma negatif. Sari (2016) menjelaskan
Hegemoni dan dominasi yang kuat akan stigma negatif terhadap kaum
transgender menghambat konstruksi baru oleh media melalui film maupun acara –
dan reaksi masyarakat (Liska dan Messner dalam Hutton, 2009). Konstruksi sosial
akan seksualitas semakin diperkuat dengan bantuan media yang merupakan salah
satu penguasa dalam membentuk opini khalayak luas. Sebagai salah satu praktik
grafis dan suara yang mendukung isi berita. Lebih lanjut, Yudah (2013)
massa mengkotak – kotakan seksualitas, yaitu hanya laki – laki dan perempuan
yang menyebabkan seseorang yang tidak termasuk ke dalam kedua kotak tersebut
menyimpang.
Kali (2013) menjelaskan pandangan Stuart Hall akan media massa yang
memiliki fungsi kultural yang kuat, di mana media massa menyediakan dan
dalam rentang waktu 20 tahun, berada dalam dimensi sosial yang sama, dan
generasi mencakup 2 hal utama yang mendasar yaitu faktor demografi khususnya
historis, di mana faktor kedua lebih banyak digunakan sebagai dasar dalam studi
Howe dan Strauss (2000) dalam bukunya yang berjudul Millenials Rising:
The Next Great Generation, mengungkapkan bahwa terdapat tiga atribut yang
karir, kehidupan pribadi, politik, agama, serta pilihan yang diambil terkait
seperti perang ataupun bencana alam yang terjadi pada masa remaja
persamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan berbagai kejadian dalam kehidupan
generasi yang lebih muda tidak dapat bersosialisasi dengan sempurna karena
terdapat gap antara nilai – nilai yang dipegang serta diajarkan oleh generasi yang
lebih tua dengan realitas yang dihadapi oleh generasi yang lebih muda. Hal
1. Generasi X
Generasi X populer dengan sebutan Generasi Xers yang lahir pada tahun 1965
– 1980. Generasi Xers merupakan anak dari generasi baby boomers yang
mempengaruhi pemikiran dan persepsi dari orang tua mereka (Avisha, 2018).
Generasi Xers menjadi saksi kehadiran internet dan teknologi sehingga mampu
beradaptasi dan menerima perubahan dengan baik (Howe dan Strauss, 1991).
Generasi ini memiliki ciri – ciri yakni mampu beradaptasi, menerima perubahan
dengan baik, pekerja keras, dan disebut sebagai generasi yang tangguh
(Jurkiewicz dalam Putra, 2016). Lebih lanjut, Tapscott (2013) berpendapat bahwa
2. Generasi Y
Generasi Y populer dengan sebutan Generasi Millenials yang lahir pada tahun
1981 – 1994. Generasi ini lahir saat teknologi komunikasi sedang gencar
generasi ini seperti SMS hingga media sosial karena generasi Y tumbuh pada era
internet booming (Lyons, 2004). Lebih lanjut, Lyons (2004) menjabarkan ciri –
ini mulai mudah untuk diakses sehingga berdampak pada kecanduan dengan
3. Generasi Z
lahir pada tahun 1995 – 2010 (Putra, 2016). iGeneration telah mengenal teknologi
sejak kecil dan cukup akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung
internet yang mudah dan cepat sehingga mudah beradaptasi dengan teknologi
karena sama – sama tumbuh saat kemudahan akses internet. Namun, generasi Z
mampu mengoperasikan semua kegiatan dalam satu waktu atau multi tasking
berhadapan dengan konten yang diberikan oleh media (Baran dan Davis, 2010).
pesan yang diberikan oleh media. Faktor kontekstual dijelaskan oleh Hadi (2009)
yaitu elemen identitas khalayak, persepsi atas suatu teks, hingga latar belakang
terhadap isi konten media. Teori resepsi menempatkan khalayak dalam konteks
makna dari sebuah konten atau isi teks media (Hadi, 2009). Oleh karena itu, teks
dan penerima merupakan elemen yang saling melengkapi. Dalam bukunya yang
memiliki asumsi yakni tidak akan ada efek tanpa suatu makna.
Model analisis resepsi memiliki kelebihan yakni memusatkan perhatian
individu menafsirkan konten media, dan menerima berbagai jenis makna dalam
konten media (Baran dan Davis, 2010). Analisis resepsi menitikberatkan pada
proses pemaknaan dari pesan media yang diterima oleh konsumen media yang
dimana khalayak memiliki andil dalam wacana dan pemaknaan media (McQuail,
1997).
pemaknaan terhadap suatu pesan tidak selalu dipahami secara utuh, bergantung
pada framework of knowledge yang dimiliki oleh konsumen dan produsen pesan.
Proses encoding adalah proses pembentukan makna yang diproduksi oleh media
kembali oleh khalayak. Sedangkan decoding adalah proses ketika makna dalam
adalah pemikiran kritis Stuart Hall dengan tiga hipotesis yang mungkin diterapkan
dengan makna serta menerima makna secara penuh dari pembuat pesan media, (2)
sejalan terhadap makna yang dibuat oleh pembuat pesan media, namun
memodifikasinya sehingga khalayak memaknai sesuai dengan minatnya, dan (3)
Berangkat dari hal yang telah dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk
akun youtube CameoProject. Video tersebut dianggap sebagai media yang ingin
Dua orang generasi X, dua orang generasi Y, dan dua orang generasi Z yang telah
3 penelitian
2.7 Kerangka Pemikiran
decoding milik Stuart Hall. Kerangka pemikiran disusun dan dibuat untuk
Antar Generasi
(Generasi X, Y, dan Z)
Pengalaman Tahun
dan kejadian kelahiran
historis
Analisis Resepsi
METODE PENELITIAN
data dalam bentuk kata – kata atau gambar, lebih menekankan pada proses,
analisis data dilakukan secara induktif, dan lebih menekankan pada makna
(Sugiyono, 2015). Metode yang digunakan adalah analisis resepsi untuk mencari
menitikberatkan pada proses pemaknaan dari pesan media yang diterima oleh
konsumen media yang dimana khalayak memiliki andil dalam wacana dan
Tanpa Vagina” yang diunggah oleh akun youtube CameoProject. Khalayak dalam
resepsi audiens pada penelitian ini adalah individu yang memiliki perbedaan
dalam nilai – nilai yang dipegang, pengalaman, dan kejadian historis dari generasi
millennials. Oleh karena itu, pesan yang di maknai dari masing – masing individu
akan berbeda – beda. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel tiga
informan yang terdiri dari satu generasi babyboomers, satu generasi X, dan satu
generasi millennials. Agar penelitian dilakukan fokus, peneliti memilih area di
yang digambarkan melalui video “Perempuan Tanpa Vagina” yang diunggah oleh
perbedaan dalam nilai – nilai yang dipegang, pengalaman, dan kejadian historis
dengan makna serta menerima makna secara penuh dari pembuat pesan media, (2)
sejalan terhadap makna yang dibuat oleh pembuat pesan media, namun
1. Data Primer
merupakan data asli atau data langsung yang dikumpulkan oleh peneliti dalam
menjawab fokus penelitian tanpa melalui perantara. Data primer merupakan data
yang diperoleh langsung dari lapangan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian
ini adalah hasil analisis dari in-depth interview yang peneliti lakukan dengan
ketiga informan antar generasi yang telah menyaksikan video “Perempuan Tanpa
Vagina” melalui pertanyaan terstruktur yang telah dibuat oleh peneliti. Kegiatan
youtube CameoProject.
2. Data Sekunder
sumber yang telah diperoleh. Data sekunder digunakan untuk mendukung data
primer. Data sekunder tersedia dalam berbagai bentuk yang umumnya berupa
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting atau
Buku:
Baran, S. J & Davis, D. K. (2010). Teori Komunikasi Massa: Dasar,
Pergolakan, dan Masa Depan. Jakarta: Salemba.
Butler, J. (2006). Gender Trouble. New York: Raoutledge.
Hall, S. (1993). Encoding/Decoding: The Cultural Studies Reader.
London: Routledge.
Hall, S. (2001). Discourse Theory and Practice: A Reader. London: Oaks.
Hines, S. (2007). Transgorming Gender: Transgender Practices of
Identity, Intimacy, and Care. University of Bristol: The Police Press.
Howe, N. & Strauss, W. (1991). Generations: The History of America’s
Future, 1584 to 2069.. New York: Morrow.
Modul:
Skripsi: