Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Hj. Tjutju Yuniarsih, S.E., M.Pd.
Dr. Rofi Rofaida, S.P., M.Si
Oleh:
Fikri Rahmatan
NIM. 2208533
Fikri Rahmatan
NIM. 2208533
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
DAFTAR TABEL.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1 Latar Belakang Penelitian...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah Penelitian..........................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................
1.4 Kegunaan Penelitian.......................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
2.1 Teori Manajemen, Kinerja, Pegawai, dan Manajemen Kinerja.......................................
2.2 Teori Kepemimpinan Demokratis................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................................
3.1 Gambaran Umum RSIA Anugrah................................................................................
3.2 Sistem Manajemen Kinerja Karyawan RSIA Anugrah.................................................
3.3 Kepemimpinan Demokratis Direktur RSIA Anugrah...................................................
BAB V ANALISIS ARTIKEL.........................................................................................
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
perlu dilakukan secara komprehensif mulai dari sistem rekrutmen,
penempatan berdasarkan kompetensi, pengukuran kinerja,
pengembangan, penggajian, dan pemberian penghargaan serta sanksi.
Dalam kaitannya dengan manajemen kinerja, menjadi sebuah
keharusan untuk mengendalikan pencapaian kinerja individu pegawai
dengan kinerja organisasi untuk mewujudkan visi organisasi.
Pengelolaan kinerja melalui pembangunan sistem informasi dinilai
sangat strategis bagi organisasi sehingga diharapkan akan terbangun
motivasi bekerja yang terbaik dan tidak asal-asalan serta selalu
berupaya melakukan breakthrough (terobosan) untuk meningkatkan
kualitas layanannya (Nining Yuningsih, 2017).
Sumber daya manusia adalah faktor utama di dalam pengelolaan
organisasi untuk mencapai tujuannya. Sumber daya manusia yang
kompeten, mempunyai kinerja yang bagus dan disiplin dapat
menunjang keberhasilan suatu organisasi, dalam hal ini perusahaan.
Menurut Gomes (2002:3), manajemen sumber daya manusia adalah
suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai
sumber daya yang cukup potensial yang perlu dikembangkan
sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang
maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan dirinya. Dari
definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan betapa pentingnya
manajemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi. Untuk
menciptakan sumber daya manusia yang handal membutuhkan
pengelolaan yang baik agar kinerja karyawan lebih optimal, sehingga
pencapaian tujuan perusahaan yang dipengaruhi oleh kinerja
karyawan perusahaan itu sendiri bisa maksimal.
Selain proses manajemen yang perlu diperhatikan dalam sebuah
instansi atau organisasi, kinerja dalam sebuah instansi juga perlu
diperhatikan. Kata kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi
kerja yang padanannya dalam Bahasa Inggris adalah performance,
yang sering diindonesiakan menjadi kata performa (Wirawan, 2009).
Prawirasentono (2003) berpendapat bahwa kinerja karyawan dalam
2
perusahaan itu penting, maka dari itu kinerja karyawan perlu
ditingkatkan dan dilakukan penilaian secara berkala. Menurut Potu
(2013), kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat
individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan
yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya (Indra Yugusna,
2016).
Saat ini perusahaan menghadapi banyak tantangan dari
lingkungan. Perubahan-perubahan terjadi begitu cepat dan kadang-
kadang tidak dapat diduga. Perubahan-perubahan ini antara lain
dalam bidang ekonomi, teknologi pasar dan persaingan. Perubahan
ini mengharuskan perusahaan untuk mengubah semua kebiasaan
yang sudah dilakukan selama ini untuk menghadapi tingkat
persaingan yang tinggi dan untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Untuk itu diperlukan suatu pendekatan baru dalam mengevaluasi
kinerja karyawan yang dikenal dengan Manajemen Kinerja
(Performance Management) (CN Parkison, 1986). Manajemen
kinerja bukannya memberi manfaat kepada organisasi saja tetapi juga
kepada manajer dan individu. Bagi organisasi, manfaat manajemen
kinerja adalah menyesuaikan tujuan organisasi dengan tujuan tim dan
individu, memperbaiki kinerja, memotivasi pekerja, meningkatkan
komitmen, mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses pelatihan
dan pengembangan, meningkatkan dasar keterampilan,
mengusahakan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan,
mengusahakan basis perencanaan karir, membantu menahan pekerja
terampil agar tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan
pelayanan pelanggan, mendukung program perubahan budaya
(Nasrullah Nursam, 2017). Bititci (1997) mengatakan bahwa proses
dari manajemen kinerja merupakan proses yang ada pada perusahaan
mengelola kinerja yang sesuai dengan strategi dan tujuan perusahaan
dan fungsional. Kinerja karyawan merupakan faktor yang
memengaruhi pekerjaan dan kualitasnya. Yaitu dengan melihat
bagaimana tanggung jawab seorang karyawan dalam mengerjakan
3
apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada perusahaan dan meningkatkan kinerja
karyawan, perusahaan harus memiliki kinerja karyawan yang
berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan
kelangsungan hidup perusahaan berada pada bagaimana kualitas
sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Tamu (1987;505)
berkomentar bahwa: ‘Manajemen sumber daya manusia muncul
untuk bersandar berat pada teori komitmen dan motivasi dan ide-ide
lain yang berasal dari bidang perilaku organisasi. Capo (2009)
menyatakan bahwa ‘top management memiliki tanggung jawab untuk
mengalokasikan tugas kegiatan dan sumber daya, dan menentukan
struktur kekuasaan dan sistem control dalam organisasi’. Sistem
manajemen kinerja menurut Rudman (2003) adalah sebagai sarana
untuk mengintegrasikan kegiatan HRM dengan tujuan-tujuan bisnis
organisasi, yang mana manajemen dan kegiatan sumber daya
manusia bekerja sama untuk memengaruhi individu dan perilaku
kolektif untuk mendukung strategi organisasi (F A Syahputra, 2018).
Untuk meningkatkan kinerja dan kedisiplinan karyawan
tergantung dari gaya kepemimpinan itu sendiri, dimana gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi perilaku
orang lain atau bawahan. Selain gaya kepemimpinan, untuk
meningkatkan kinerja dan kedisiplinan karyawan, yang tidak kalah
pentingnya adalah lingkungan kerja, dimana lingkungan kerja yang
sesuai dan mendukung pelaksanaan kerja sehingga karyawan
memiliki semangat untuk bekerja agar tercapainya tujuan organisasi.
Menurut Robbins (2003:86) lingkungan kerja atau lokasi kerja adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat
memengaruhi dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.
Gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi kepuasan kerja perawat
karena melalui sebuah gaya kepemimpinan seorang pemimpin atau
4
kepala ruangan dapat memperlakukan bawahan atau perawat
pelaksana untuk bekerja dengan hati lebih termotivasi sehingga
perawat merasa lebih puas dalam bekerja. Gaya kepemimpinan yang
diterapkan dalam organisasi dapat membantu untuk terciptanya
keefektifan kerja yang positif bagi anggota. Dengan adanya gaya
kepemimpinan dengan situasi dan kondisi suatu organisasi maka
anggota akan memberikan semangat yang tinggi dalam menjalankan
tugas serta kewajiban dalam mencapai tujuan bersama. Selain itu,
gaya kepemimpinan juga bisa memberikan dampak negatif, salah
satunya adalah menurunnya kinerja anggota (Fadilla Delima Sandi,
2021). Baik buruknya kinerja seseorang dipengaruhi oleh berbagai
faktor salah satunya adalah gaya kepemimpinan dan karakteristik
pemimpin. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menganggap
dirinya sebagai bagian dari kelompok dengan mendengarkan saran
dari bawahannya dan karakteristik pemimpin yang mampu bekerja
sama dengan bawahannya, percaya diri terhadap pengetahuan yang
dimilikinya juga mempunyai ide baru dalam peningkatan pelayanan
kesehatan dapat meningkatkan kinerja perawat (Fadilla Delima
Sandi, 2021).
Kesehatan di era globalisasi berkembang terus meningkat, secara
kualitas maupun kuantitas, seiring berkembangnya ilmu dan
teknologi yang semakin canggih. Hal ini membuat instansi atau pihak
yang berhubungan dengan kesehatan salah satunya rumah sakit
tumbuh dengan pesat. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang
kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit,
yang difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan
terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern,
yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama,
untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan
Amalia, 2004: 8). Pelayanan rumah sakit disediakan oleh kesatuan
personel terlatih dan terdidik yaitu dokter, perawat, dan tenaga
kesehatan lainnya. Indonesia memiliki dua jenis rumah sakit, yaitu
5
rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Pertumbuhan rumah
sakit yang semakin meningkat secara kuantitas serta didukung
dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Berdasarkan info data
rumah sakit online dari Depkes tahun 2015, rumah sakit pemerintah
dan swasta yang ada di Indonesia saat ini berjumlah 2.402, maka
setiap rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan yang baik
dan berkualitas untuk masyarakat. Dilihat dari kondisi masyarakat
sekarang ini sering muncul permasalahan dalam hal kesehatan,
pelayanan yang berkualitas dari rumah sakit sangat diperlukan,
pelayanan yang berkualitas dapat dilihat dari kinerja karyawan rumah
sakit yang baik dan fasilitas yang menunjang setiap pekerjaan. Sangat
penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi kembali apa yang
menyebabkan beberapa masyarakat merasa kurang puas terhadap
kinerja karyawan rumah sakit ini (Pramudya Nur Annisa, 2017).
Sebuah rumah sakit harus dipimpin oleh seorang Kepala tenaga
medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan (UU No. 44 pelayanan kesehatan masyarakat harus
memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang
dibutuhkan (UU No. 36 Tahun : Pasal 33). Kompetensi yang
dimaksud dalam undang-undang ini pada hakekatnya tidak saja
kompetensi manajerial, melainkan juga termasuk kemampuan untuk
memimpin organisasi rumah sakit yang kompleks dan kompetitif.
Sehingga penelitian ini berfokus pada gaya kepemimpinan
demokratis direktur RSIA Anugrah Pontianak.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti ingin membahas terkait
manajemen kinerja karyawan dan gaya kepemimpinan yang berjalan
di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Anugrah yang terletak di Kota
Pontianak tepatnya di Kabupaten Kubu Raya dengan jumlah
pegawai/karyawan yang dimiliki saat ini berjumlah 185 orang, yang
terdiri dari 140 orang tenaga medis dan 45 orang tenaga non medis.
6
7
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka identifikasi
masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem manajemen kinerja pegawai di RSIA Anugrah.
2. Bagaimana gaya kepemimpinan yang digunakan oleh direktur
RSIA Anugrah.
8
bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia. Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa maksud dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis sistem manajemen kinerja pegawai dan gaya
kepemimpinan yang berjalan di RSIA Anugrah. Di sisi lain
peneliti selanjutnya dapat mengembangkan model konseptual
berdasarkan research gap yang ditemukan dari hasil penelitian
ini setelah dikonfirmasi dengan hasil penelitian sebelumnya.
2. Kegunaan praktis
Kegunaan manajerial dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi praktis di RSIA Anugrah dalam
menjalankan strategi organisasi yang lebih baik sehingga tercipta
kinerja yang baik yang dapat membawa efektifitas dan efisiensi
dalam tujuan organisasi. Oleh karena itu, para praktisi dapat
mempertimbangkan untuk memanfaatkan hasil penelitian ini
sehingga memiliki pengetahuan tentang peran variabel rekrutmen
dan seleksi terhadap kinerja pegawai.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
melaksanakan pekerjaan organisasi melalui fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan untuk
mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan dengan bantuan
sumber daya organisasi (man, money, material, machine, and
method) secara efisien dan efektif. Secara efisien dan efektif ini
maksudnya dalam melaksanakan pekerjaan organisasi dengan
menggunakan sumber daya organisasi itu harus dilakukan dengan
cermat dan teliti agar tidak terjadi pemborosan. setiap pemborosan
yang terjadi dalam penggunaan sumber daya organisasi sekecil
apapun berarti suatu kerugian.
Para ahli manajemen memberikan berbagai pengertian tentang
kinerja ini sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing, dan
bahkan juga berdasarkan pengalaman kerja yang langsung mereka
alami dan rasakan. Diantara beberapa pengertian kinerja tersebut
adalah:
1. Wibowo menyebutkan kinerja itu berasal dari kata performance
yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu
pula dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan
atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses
pekerjaan itu berlangsung.
2. Wirawan menyebutkan kinerja merupakan singkatan dari
kinetika energi kerja yang padanannya dalam Bahasa Inggris
adalah performance. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan
oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau
suatu profesi dalam waktu tertentu.
3. Moeheriono menyebutkan kinerja atau performance merupakan
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencanaan strategis suatu organisasi.
4. Amstrong dan Baron menyebutkan kinerja merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan yang kuat dengan tujuan
11
strategi organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi ekonomi.
5. Abdullah menyebutkan kinerja itu adalah terjemahan dari
performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Dan
dalam pengertian yang simpel kinerja adalah hasil dari pekerjaan
organisasi, yang dikerjakan oleh karyawan dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan petunjuk (manual), arahan yang diberikan
oleh pimpinan (manajer), kompetensi dan kemampuan karyawan
mengembangkan nalarnya dalam bekerja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
prestasi kerja yang merupakan hasil dari implementasi rencana kerja
yang dibuat oleh suatu institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan
dan karyawan (SDM) yang bekerja di institusi itu baik pemerintah
maupun perusahaan (bisnis) untuk mencapai tujuan organisasi
(Ma’ruf Abdullah, 2014).
12
menyangkut penetapan tujuan, memberikan umpan balik baik
dari manajer kepada karyawan maupun sebaliknya
(Schwartz,1999)
4. Manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendiring
yang berada di belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja
dan alokasi sumber daya (Costello, 1994).
Dengan memperhatikan pendapat para ahli maka dapat
dirumuskan bahwa pada dasarnya manajemen kinerja merupakan
gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi
pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan
berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan
strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai
tujuan organisasi (Nasrullah Nursam, 2017).
Secara mendasar, manajemen kinerja merupakan rangkaian
kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja,
pemantauan/peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut
berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan
tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan. Menurut Baird
(1986) manajemen kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan
orang-orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana
proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus menerus.
Dessler (2003:322) menyatakan bahwa manajemen kinerja adalah
proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan
pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal Bersama, yang
bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis
perusahaan. Sementara itu, Udekusuma (2007) mendefinisikan
manajemen kinerja sebagai suatu proses manajemen yang dirancang
untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu
sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan
perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya
tujuan pribadinya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam
pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi
13
serta mendapat kepuasan yang lebih besar. Oleh karena itu,
manajemen kinerja individu harus dirancang sedemikian rupa
sehingga in line dengan pencapaian tujuan organisasi. Menurut
Williams (1998) terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan
manajemen kinerja dimana tahapan ini menjadi suatu siklus
manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu
dengan yang lain:
1. Directing/Planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi
perilaku kerja dan dasar pengukuran kinerja. Menurut Khera
(1998), penentuan target akan efektif bila mengadopsi SMART
yang merupakan singkatan dari Specific, Measurable,
Achievable, Realistic, dan Timebound. Sebuah target harus jelas
apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (specific),
terukur keberhasilannya (measurable) dan orang lain dapat
melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk
dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk
akal dan sesuai realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya
(timebound).
2. Managing/Supporting. Tahap kedua merupakan penerapan
monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada
pengelolaan, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya
proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksud
disini adalah kriteria maupun proses kerja yang sesuai dengan
prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3. Review/Appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah
dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising).
4. Developing/Rewarding. Tahap keempat fokus pada
pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi
pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan
selanjutnya (Nining Yuningsih, 2017).
14
Proses manajemen kinerja antara lain:
1. Masukan.
Manajemen kinerja membutuhkan berbagai masukan yang harus
dikelola agar dapat saling bersinergi dalam mencapai tujuan
organisasi. Masukan tersebut berupa: sumber daya manusia
(SDM), modal, material, peralatan dan teknologi serta metode
dan mekanisme kerja.
2. Proses.
Manajemen kinerja diawali dengan perencanaan tentang
bagaimana merencanakan tujuan yang diharapkan di masa yang
akan datang, dan Menyusun semua sumber daya dan kegiatan
yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3. Keluaran.
Keluaran merupakan hasil langsung dari kinerja organisasi, baik
dalam bentuk barang maupun jasa. Hasil kerja yang dicapai
organisasi harus dibandingkan dengan tujuan yang diharapkan.
Keluaran dapat lebih besar atau lebih rendah dari tujuan yang
telah ditetapkan.
4. Manfaat.
Selain memperhatian keluaran, manajemen kinerja juga
memperhatikan manfaat dari hasil kerja. Dampak hasil kerja
dapat besifat positif bagi organisasi, misalnya karena
keberhasilan seseorang mewujudkan prestasinya berdampak
meningkatkan motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja
organisasi (Nasrullah Nursam, 2017).
Karyawan itu adalah sumber daya manusia atau penduduk yang
bekerja di suatu institusi baik pemerintah maupun swasta (bisnis).
Ada beberapa rumusan mengenai siapa karyawan itu sebenarnya.
Diantara rumusan itu, antara lain:
15
1. Ndraha (1999), sumber daya manusia (human resources) adalah
penduduk yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan
terhadap pencapaian tujuan organisasi atau the people who are
ready, willing, and able to contribute to organizational goal.
2. Hadari Nawawi, sumber daya manusia adalah potensi yang
menjadi motor penggerak organisasi/perusahaan.
3. Wirawan, sumber daya manusia merupakan sumber daya yang
digunakan untuk menggerakkan dan mensinergikan sumber daya
lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa SDM sumber
daya lainnya menganggur (idle) dan kurang bermanfaat dalam
mencapai tujuan organisasi.
Dari beberapa rumusan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa
karyawan atau SDM itu mempunyai potensi yang luar biasa yang
menggalahkan sumber daya organisasi lainnya, karena ia
mempunyai (Ma’ruf Abdullah, 2014):
a. Kemampuan fisik, yang dapat digunakannya untuk
menggerakan, mengerjakan, atau menyelesaikan sesuatu
pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh sumber daya atau
faktor produksi lainnya.
b. Kemampuan psikis, yang dapat membangkitkan spirit,
motivasi, semangat dan etos kerja, kreativitas, inovasi dan
profesionalisme dalam bekerja.
c. Kemampuan karakteristik, yang dapat membangkitkan
kecerdasan (intelektual, emosional, spiritual, dan sosial) yang
membawanya untuk berkembang menjadi lebih mampu
dalam menghadapi segala macam tantangan.
d. Kemampuan pengetahuan dan keterampilan, yang
mengantarkannya untuk memiliki kompetensi yang
diperlukannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
e. Pengalaman hidupnya, yang dapat menyempurnakan
pertimbangan dalam menyelesaikan persoalan yang
menyangkut pekerjaannya.
16
Dengan bahasa yang lebih ringkas karyawan atau sumber daya
manusia (SDM) itu, di satu sisi berfungsi sebagai sumber daya
organisasi disamping sumber daya-sumber daya organisasi lainnya
[uang (money), mesin (machine), bahan baku (material), dan metode
(method)] dengan kemampuannya yang leading (berada dimuka)
untuk berperan melaksanakan fungsi manajerial (menggerakkan)
sumber daya-sumber daya organisasi lainnya (uang, mesin, bahan
baku, dan metode).
17
mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Stogdill mengemukakan
bahwa kepimimpinan merupakan suatu proses atau Tindakan untuk
mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usahanya
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, temperamen, watak
dan kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam
berinteraksi dengan orang lain (Kartono, 2008:34). Gaya
kepemimpinan diartikan perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan,
sikap dan perilaku organisasinya (Nawawi, 2003:113).
Menurut Woods (2004) dalam Laliasa et al. (2018), gaya
kepemimpinan demokratis merupakan kemampuan mempengaruhi
untuk orang lain agar bekerjasama dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan
ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Dalam
melaksanakan tugasnya, ia mau menerima dan bahkan mengharapkan
pendapat orang dan saran-saran dari kelompoknya. Kepemimpinan
didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasaan, cara
mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan
persepsi mengenai pengaruh yang sah dan menggerakkan perilaku
orang lain. Menurut Susanti (2015), indikator untuk mengukur gaya
kepemimpinan demokratis adalah :
1. Kemampuan mendorong para bawahan untuk menggunakan daya
kognitif dan daya nalarnya dalam pemecahan berbagai masalah
yang dihadapi.
2. Mendorong penggunaan daya inovasi dan kreatifitas dalam
pelaksanaan tugas.
3. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan
keputusan atau pemecahan masalah.
4. Hubungan antara pimpinan dan bawahan terjalin dengan baik
(Rosiana Natalia, 2018).
18
Menurut Sudarwan (2004):76) pemimpin demokratis memiliki ciri-
ciri antara lain:
1. Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama
personalia organisasi itu.
2. Bawahan, oleh pemimpin dianggap sebagai komponen pelaksana
secara integral harus diberi tugas dan tanggung jawab.
3. Disiplin akan tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara
bersama.
4. Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan
tanggung jawab pengawasan.
5. Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah
(Maulana Akbar S, 2018).
Robbins (2003:167) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan
demokratis menggambarkan pemimpin yang cenderung melibatkan
karyawan dalam mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang,
mendorong partisipasi dalam memutuskan metode dan sasaran kerja,
dan menggunakan umpan balik sebagai peluang untuk melatih
karyawan. Di samping itu, dalam mengambil sebuah keputusan,
pemimpin selalu bermusyawarah dan berkonsultasi dengan orang-
orang bawahannya. Dengan demikian kepemimpinan dengan gaya ini
cenderung menghargai setiap potensi yang dimiliki individu dan mau
mendengarkan bawahan. Menurutnya, ada beberapa ciri gaya
kepemimpinan demokratis yang membedakan dengan gaya
kepemimpinan lain yaitu:
1. Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan pemimpin.
2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk
tujuan kelompok dibuat dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk
teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur
yang dapat dipilih.
19
3. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih
dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
4. Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi.
5. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.
6. Pemimpin adalah objektif dalam pujian dan kecamannya dan
mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa
dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
BAB IV
22
Pelayanan KB
Instalasi Farmasi
Pelayanan Imunisasi
IGD 24 Jam
23
Adapun dokter-dokter yang bekerja di RSIA Anugrah sebagai
berikut:
1. Dokter Spesialis Kandungan
dr. Desmy Adelia, Sp. OG.
dr. Khaidir Anwar, Sp. OG.
dr. Eddy Sutrisno, Sp. OG.
dr. Marcellinus K., Sp. OG.
dr. Vidiatma Agbari, Sp. OG.
2. Dokter Spesialis Anastesi
dr. Wisnu Cahyana, Sp. An.
24
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Mbak Ulfi Wirda
Riany selaku Kepala SDM sekaligus HRD dari RSIA Anugrah dapat
diketahui bahwa penilaian kinerja yang dilakukan di RSIA Anugrah
selama 3 bulan sekali (per TW), baik untuk tenaga medis ataupun
non medis, hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat prestasi kinerja
masing-masing karyawan baik untuk memelihara potensi kerja,
mengembangkan, dan meningkatkan kualitas kerja. Hal ini sebagai
dasar pengembangan karir dan pemberian serta peningkatan balas
jasa, sehingga nantinya dapat dilakukan tindakan yang efektif
semisal adanya karyawan yang bekerja dirasa kurang sesuai dengan
jobdesc. Berikut merupakan kriteria penilaian kinerja pegawai di
RSIA Anugrah
25
group of people through their skills, abilities, knowledge, and
experience. Kinerja merupakan hasil kerja individu yang berupa
kualitas dan kuantitas sebagai tanggung jawab yang diberikan
kepada individu tersebut. Untuk menciptakan kinerja yang baik,
maka dibutuhkan adanya peningkatan kerja yang optimal dan
mampu mendayagunakan potensi sumber daya manusia yang
dimiliki oleh organisasi.
Manajemen kinerja di RSIA Anugrah memiliki sistem
sendiri, khususnya dalam penilaian kinerja. Ada beberapa
aspek yang menjadi objek penilaian karyawan dalam kurun
waktu tertentu. Penilaian yang dilakukan di 2 tahun pertama
berbeda dengan penilaian yang dilakukan di atas 2 tahun. Jika
penilaian dilakukan di 2 tahun pertama aspek yang dinilai
adalah :
1. Sikap
2. Disiplin
3. Penampilan
4. Pengetahuan
5. Berkomunikasi dan berinteraksi
Sedangkan aspek yang dinilai jika dilakukan di 2 tahun ke atas
antara lain:
1. Kejujuran
2. Sikap dan Perilaku (mengucapkan salam, kesabaran, dan
mengendalikan emosi)
3. Berkomunikasi
4. Loyal terhadap pimpinan (mentaati arahan dari pimpinan,
mematuhi peraturan karyawan)
5. Penampilan (pemakaian seragam, atribut dan kerapian)
6. Bekerja dalam tim (koordinasi, memberikan saran dan
mengoreksi)
7. Bekerja sesuai SOP
26
8. Kehadiran (tidak meninggalkan ruangan, izin sesuai
prosedur, dan jumlah kehadiran)
27
karyawan dalam meningkatkan kinerjanya masing-masing.
Berdasarkan hasil wawancara, RSIA Anugrah selama ini selalu
memberikan reward kepada karyawan yang berprestasi, contohnya
seperti promosi jabatan dan memberikan biaya untuk travelling,
yang sudah pernah dilakukan sampai saat ini adalah travelling ke
Kuala Lumpur, Malaysia sebanyak dua kali. Begitu juga terkait
punishment, hukuman diberikan jika karyawan melanggar aturan,
baik aturan rumah sakit maupun yang berkaitan dengan norma
sosial. Tahapan hukumannya mulai dari pembinaan, SP 1 2 3, dan
PHK. Sampai saat ini karyawan yang terkena hukuman sampai
pada tahap PHK tidak sampai 5 orang, itu pun jika sudah habis
masa kontrak kerja selama 1 tahun. Mayoritas hanya diberikan
pembinaan jika karyawan melakukan kesalahan yang terbilang
ringan, tetapi jika kesalahan tersebut fatal maka akan diberikan
hukuman SP 3 atau PHK dilihat dari jenis kesalahan tersebut.
Di dalam SOP RSIA Anugrah, penilaian untuk dokter
dikhususkan dengan model penilaian OPPE (Ongoing Professional
Practice Evaluation). Model penilaian ini sudah berstandar
nasional yang artinya penilaian dokter di rumah sakit lain juga
menggunakan model ini, bahkan untuk standar akreditasi rumah
sakit juga menggunakannya. Ada beberapa aspek yang dinilai
dalam model tersebut, diantaranya :
1. Perilaku:
Partisipasi melaporkan bila ada insiden keselamatan pasien
tanpa ada rasa takut untuk melaporkan dan disalahkan (no
blame culture), menghormati satu sama lain antar kelompok
professional, tidak terjadi sikap saling ganggu, tidak
melecehkan, dan pelecehan seksual.
2. Pengembangan profesi:
Asuhan pasien, pengetahuan klinis, praktik belajar berbasis
bukti, komunikasi antar personal, profesionalisme, praktik
berbasis system, pengelolaan sumber daya.
28
3. Kinerja klinis, dilihat dari berbagai data yang dikumpulkan
oleh RSIA Anugrah, antara lain:
o Seberapa lama hari rawat pasien dokter tersebut.
o Frekuensi jumlah pasien yang ditangani.
o Angka kematian
o Pemeriksaan diagnostic
o Pemakaian darah
o Pemakaian obat tertentu
o Angka infeksi luka operasi
29
3.3 Kepemimpinan Demokratis Direktur RSIA Anugrah
Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan penulis dari
narasumber, beliau mengatakan bahwa Pak Hilmy selaku direkur
RSIA Anugrah memimpin dan memperlakukan para karyawan
dengan sangat baik dan objektif. Beliau sangat ramah dan komunikasi
terhadap para karyawan selalu terjalin dengan baik dan tidak kaku.
Jika ada suatu hal yang harus diputuskan selalu melibatkan karyawan
untuk memberikan pendapat, saran, dan masukan. Beliau juga selalu
memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk mencapai suatu
tugas dengan caranya sendiri sehingga tidak ada tekanan dan paksaan
dari beliau. Jika ingin mengomunikasikan suatu tujuan dan target
rumah sakit, beliau selalu mengutamakan nilai-nilai karyawan, karna
bagi beliau kepentingan karyawan harus selalu diutamakan. Dalam
hal pemberian penghargaan ataupun kritik, beliau selalu bersikap
objektif dan selalu berdasarkan fakta.
30
BAB V
ANALISIS ARTIKEL
2. Faisal Fahri, M. Joharis Lubis, Tulisan ini secara umum bertujuan untuk membahas dan menjabarkan tentang kepemimpinan guru
dan Darwin
dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Kajian ini juga diharapkan dapat menjadi rekomendasi
Gaya Kepemimpinan Demokratis serta pertimbangan bagi pihak terkait, khusunya dalam menerapkan gaya kepemimpinan demokratif.
Guru pada Motivasi Belajar Siswa Kajian ini menggunakan jenis penulisan deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan
Jurnal Basicedu, Vol. 6, No. 3, data meliputi; studi kepustakaan, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
2022 pengumpulan data Pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Selanjutya studi
lapangan meliputi; wawancara, observasi, serta kajian dokumentasi. Dalam mengecek keabsahan data
peneliti melak
E-ISSN: 2580- melakukan Teknik Triangulasi dimana Teknik ini digunakan untuk memeriksa keabsahan data yang
1147
P-ISSN: 2580- memanfaatkan sesuatu yang lain.
3735 Hasil yang didapat pada penelitian ini proses pembelajaran di kelas dibutuhkan adanya gaya
kepemimpinan guru. Gaya demokratis sangat berperan untuk memacu motivasi pada siswa. Guru yang
Terakreditasi SINTA 3
kreatif dan aktif pasti melibatkan siswanya pada proses pembelajaran. Dengan gaya kepemimpinan
demokratis yang melibatkan siswa dengan diskusi dan mengambil keputusan Bersama menjadikan
siswa beranggapan bahwa dirinya ada dalam kelas
3. Arasy Alimuddin Tujuan penelitian untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Penelitian
dilakukan di Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur. Responden berjumlah 70 orang selain dokter.
Peran Sistem Manajemen Teknik analisis yang digunakan adalah SEM PLS yang menguji hubungan kausal antar variable.
Kinerja, Kompetensi Pegawai Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem manajemen kinerja dan kompetensi pegawai tidak
dan Promosi Jabatan dalam
Meningkatkan Kinerja Pegawai berpengaruh terhadap kinerja. System manajemen kinerja dan kompetensi pegawai berpengaruh
terhadap promosi jabatan. Promosi jabatan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Temuan pada
Jurnal Ekonomi Modernisasi
Vol. 13, No. 3, 2017 : 155-165 penelitian ini bahwa system manajemen kinerja tidak dapat meningkatkan kerja pegawai jika tidak
didukung dengan insentif kepada pegawai. Sehingga saran kepada penelitian selanjutnya menggunakan
Terakditasi SINTA 2 variable insentif kepada pegawai sebagai variable yang memediasi hubungan antara system manajemen
kinerja dan kinerja pegawai.
4. Ahmad Azmy Artikel ini membahas tentang manajemen kinerja di bank syariah berkaitan dengan sumber daya
manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam memberikan penjelasan
Mengembangkan Human
Resources Management yang komprehensif berdasarkan data factual. Manajemen kinerja di bank syariah harus diterapkan
Strategis untuk Menunjang berdasarkan karakteristik sumber daya manusia secara syariah. Karakteristik sumber daya manusia
Daya Saing Organisasi:
Perspektif Manajemen Kinerja yang dibutuhkan oleh bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Sumber daya manusia di bank
(Performance Management) di syariah harus memiliki indicator kinerja yang berbeda dengan bank konvensional. Indicator kinerja
Bank Syariah
dijadikan sebagai panduan dalam proses penerapan kinerja sebagai upaya sustainabilitas perbankan
Binus Business syariah di industri perbankan di Indonesia.
Review
Vol. 6, No. 1, Mei 2015,
78-90
Terakreditasi SINTA 2
NO IDENTITAS ARTIKEL IMRAD+CR
5. Sajid Hussain Awan, Nazia This article seeks to explore the effectiveness of a comprehensive performance management system in
Habib, Chaudhry Shoaib
Akhtar, and Shaheryar Naveed terms of employee performance. Besides, the mediating effect of work engagement was also examined.
The performance management system effectiveness (PMSE) was determined by the extent of its
Effectiveness of Performance accuracy and fairness, as recommended by previous researchers. A sample of 285 employees was
Management System for
selected from various branches of private banks located across Pakistan. A structured questionnaire
Employee Performance
Through Engagement was used, which was validated through confirmatory factor analysis (CFA) in the Pakistani context.
The results indicated
A significant impact of PMSE and work engagement on task and contextual performance of employees.
SAGE Open, 2020 1–15 Also, complementary mediation of employee work engagement in the relationship between PMSE and
The Author(s)2020
employee performance (in terms of task and contextual performances) was also supported. The findings
DOI; 10.1177
of the research are helpful for the development of HR and PMSE strategy in the private banks of
Pakistan. The study also suggests that a comprehensive PMSE model including the perception of
Terindeks Scopus fairness as a mandatory part, may be introduced for employees’ enhanced work engagement and
task/contextual performance. The mediating relationship of work engagement has established the
process of PMSE for the task and contextual performances of employees, which is a valuable
contribution of the study.
6. Adelien Decramer, Carine Little is known about the satisfaction with employee performance management systems in higher
Smolders, and Alex education institutions. In this study, we contribute to this field by focussing on the alignment features of
Vanderstraeten employee performance management systems, on communication related to these systems and on control
tightness in the academic unit. An important contribution to the literature is the adoption of an integrated
Employee Performance approach to employee performance management in higher education institutions. Employee performance
Management Culture and System management system features and satisfaction result from a survey to which 589 employees of a Flemish
Features in Higher Education: University contributed. Separate estimations are done for different tenure types of academics. The
Relationship with Employee estimation results show that a higher level of internally consistent employee performance management
Performance Management systems, more communication and tighter control are associated with higher academic employee
Satisfaction performance management satisfaction. The study also reveals that employee performance management
satisfaction depends on the tenure type, suggesting that a diversified employee performance management
policy should be considered in universities.
NO IDENTITAS ARTIKEL IMRAD+CR
Terindeks Scopus
7. Philip A. Woods This article delineates the distinctiveness of democratic leadership in comparison with distributed
leadership. The impetus for the exercise arises from the escalating interest in distributed leadership
Democratic Leaderhsip: within the field of leadership and organizational studies. More particularly, this article addresses the
Drawing distinctions with danger that the idea of democratic leadership may be eclipsed or colonized by discourses on distributed
Distributed Leadership leadership. A view of democracy is developed in which particular attention is given to critical theoretical
36
NO IDENTITAS ARTIKEL IMRAD+CR
roots in Marx’s notion of alienation and the pervasive power of Weberian instrumental rationality. The
article builds on theoretical modelling by the author (Woods 2003) of a type of governance (organic
International Journal of
governance) in which democratic rationalities are an infusing and challenging feature. Two of the
Leadership in Education,
rationalities give to democratic agency its distinctiveness – namely, decisional and ethical rationality.
Taylor&Francis Group ISSN:
The latter is discussed more fully, as it tends to be given least explicit attention in much literature on
1360-3124 Vol7, No 1, January-
democracy. Essential to democracy is the recognition – and, today, the reassertion that advancing truth
March 2004
is worthwhile, social and possible. Ethical rationality, linked in with the other democratic rationalities,
requires, inter alia, creative spaces in a dynamic organizational structure that allows for movement
Terakreditasi scopus between tighter and looser structural frameworks; a recombination of creative human capacities which
overcomes the tension between instrumentally-rational and affective capacities; and open boundaries of
participation. Implications for understanding democratic leadership are highlighted in the discussion.
NO IDENTITAS ARTIKEL IMRAD+CR
8. Robert J. Starrat This article is intended to enrich and expand scholarly reflection on democratic leadership theory.
Leithwood and Duke (1999), make the claim in their review of the literature on school leadership, that
Democratic Leadership Theory in contemporary philosophy of educational administration has made no significant contribution to
Late Modernity: An Oxymoron or leadership theory. However, one can argue that contemporary philosophy has indeed implicated
Ironic Possibility? educational administration and the assumptions of enlightenment/modern philosophy that support its
practice. The article begins with the question of the possibility of democratic leadership theory after the
post-mortem
38
NO IDENTITAS ARTIKEL IMRAD+CR
critique of democracy, epistemology and all meta-narratives (Maxcy 1991; Taylor 1992: Starratt 1996).
International Journal of The question is posed whether democratic leadership theory is thereby defeated, or significantly
Leadership in Education chastened. It goes on to ask whether democratic theory may overcome its own contradictions through a
(Taylor & Francis Group) 2001, self-consciously ironic pragmatism. The next section of the article explores the limits and constraints on
VOL. 4, NO. 4, 333-352 leadership theory after Postmodernism. Leadership theory and its proponents have to agree to a
ISSN: 1360-3124 continuous
evaluation by a hermeneutic of suspicion, a continuous deconstruction of its treatment of power and
Terindeks Scopus authority. It has to respond to the unavoidable issues of racism, sexism, classism, and other oppressing
ideologies.
BAB VI
40
DAFTAR PUSTAKA
41
42