Anda di halaman 1dari 2

Dampak COVID-19 terhadap permintaan dan penawaran tenaga kerja

Covid-19 adalah wabah penyakit yang mengguncang perekonomian dunia pada abad ini.
Hanya dalam hitungan minggu, jutaan orang di Kawasan yang terkena dampak ‘serangan’
Covid-19 makin terbiasa mengenakan masker, sering kali mencuci tangan, maupun mencuci
makanan secara teliti sebelum dimakan/dimasak, menyimpan kebutuhan pokok, membatalkan
pertemuan sosial dan bisnis, membatalkan rencana perjalanan, dan bekerja dari rumah.

Pemenuhan tenaga kerja untuk industri yang tidak memadai karena wabah yang melanda
pegawai sehingga berpengaruh pada kapasitas produksi. Lebih lanjut, pandemi Covid-19 pada
akhirnya mengakibatkan investasi dan konsumsi anjlok.

Menurut Fuad Bawazier dalam Virus Corona dan Resesi Ekonomi (2020), dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi 3,64% sampai 3,82% akan banyak sekali terjadi pemutusan hubungan
kerja, angka pengangguran akan meningkat tajam, demikian pula angka kemiskinan.

Salah satunya pada sektor formal atau perkantoran yang memiliki badan hukum, saat
tempat kerja telah menambah opsi baru yaitu melakukan digital working dan shift kerja.
Kebiasaan kerja seperti ini tentu akan mengantar ke satu era baru, di mana pekerjaan yang
dikerjakan dari rumah merupakan bagian yang efektif dari perusahaan.

Akan tetapi, beberapa pekerjaan di sektor informal seperti pertanian, perkebunan,


peternakan, nelayan, driver transportasi massa, buruh pabrik dan buruh harian lepas agaknya
akan tetap berjalan seperti biasa. Tanpa ada perubahan yang berarti. Karena pekerjaan jenis ini,
pada saat sekarang hanya efektif dan efisien bila dikerjakan dengan mendatangi tempat kerja,
seperti pabrik, ladang dan sawah secara langsung. Pekerja atau buruh di sektor ini pun, saat
gembar-gembor isu Covid-19 masih tetap ada yang bekerja dan tidak meninggalkan posnya.

Data BPS Februari 2019 menunjukkan, persentase tenaga kerja sektor formal 42,73
persen. Sektor informal masih lebih mendominasi yakni 57,27 persen dari total 127 juta jiwa
tenaga kerja yang ada di Indonesia. Sehingga perubahan sosial cara kerja, di dunia kerja informal
masih belum terdapat pengaruh yang signifikan akibat wabah Covid-19 ini.

Pandemi virus korona (covid-19) memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan


sektor industri. Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menunjukkan PHK di sektor
perhotelan mencapai 20-35%. Sementara itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan
suplai bahan baku dan suku cadang mesin industri garmen dari Tiongkok berhenti sejak Januari.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, meminta pemerintah dan pengusaha
memerhatikan nasib pekerja.

Mengingat dampak pandemi yang ditanggung pekerja, Netty meminta stimulus lain.
Misalnya, keringanan pajak, penundaan tagihan listrik, penurunan suku bunga kredit pinjaman,
hingga bantuan bahan pokok, diberikan kepada pekerja harian lepas dan juga masyarakat pra
sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai