Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

INOVASI JURNALISTIK

“PROSES PRODUK MEDIALISME DAN PERBEDAAN


DENGAN MEDIA LAIN COPYRIGHT, CYBERLAW DAN UU
ITE”
Dosen Pengampu:

Karimaliana, M.Pd

Disusun Oleh:

 Novita Lestari Br. Mrp (21053012)


 Alda Tiyana Sinaga (21053018)
 Juni Khairunisa Sinambela (21053030)
 Santa Daomara Simarmata (21053020)

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS ASAHAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan nikmat, rahmat,dan taufik hidayah-Nya kepada kita, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa juga kita
hadiahkan kepada junjungan kita Baginda Rasulullah SAW, semoga kita, orang
tua kita, nenek dan kakek kita, guru-guru, Dosen dan orang terdekat kita
mendapat syafaat di Yaumil Mahsyar kelak nantinya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Inovasi Jurnalistik yang bertemakan tentang “Proses Produk
Medialisme Dan Perbedaan dengan Media Lain Copyright, Cyberlaw dan
UU ITE” selaku dosen pembimbing mata kuliah Inovasi Jurnalistik dan kami
ucapkan juga terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu dan
mendukung kami.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat


kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
serta saran yang guna membangun sempurnanya makalah ini. Tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada bapak/ibu dosen Karimaliana, M.Pd.

Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi teman-teman dan bagi kami penulis terkhususnya.

Kisaran, 12 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................1


B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN....................................................................................3

A. Proses Produk Medialisme........................................................................3


B. Perbedaan dengan Media Lain Copyright.................................................10
C. Cyeberlaw..................................................................................................13
D. UU ITE......................................................................................................16

BAB III: PENUTUP............................................................................................22

A. Kesimpulan................................................................................................22
B. Saran..........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan
hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara
internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum
telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga
digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information
technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui
jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal
maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis
sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara
virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait
dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

Berdasarkan permasalahan hukum tersebutlah pemerintah sebagai


penjamin kepastian hukum dapat menjadi sarana pemanfaatan teknologi yang
modern. Sebagai salah satu bukti nyata adalah dibuatnya suatu kebijakan
dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Sistem
ekonomi  yang dianut oleh Indonesia adalah sistem ekonomi campuran yaitu
perekonomian bertumpu pada kekuatan dan mekanisme pasar tetapi pasar
tersebut tidak kebal dari intervernsi pemerintah singkatnya sistem ekonomi
ini merupakan campuran antara unsur-unsur dalam perekomian pasar dan
perekomian sosialis.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah:

a. Bagaimana proses produk Medialisme?


b. Apa saja perbedaan dengan media lain Copyright?
c. Apa yang dimaksud dengan Cyeberlaw?
d. Jelaskan isi dari UU ITE!

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui proses produk Medialisme.


b. Untuk mengetahui perbedaan produk Copyright dengan media lain.
c. Untuk mengetahui Cyeberlaw.
d. Untuk mengetahui isi dari UU ITE.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Produk Medialisme


Media massa mengolah informasi melalui proses kerja jurnalistik. Dan
ini berlaku untuk semua organisasi yang bergerak di bidang penerbitan pers,
tanpa terkecuali. Tahapan-tahapan proses kerja jurnalistik yang berlaku dalam
media cetak adalah sebagai berikut:

1. Rapat Redaksi, yaitu rapat untuk menentukan tema-tema yang akan ditulis
dalam penerbitan edisi mendatang. Dalam rapat ini dibahas juga mengenai
pembagian tugas reportase.
2. Reportase. Setelah rapat redaksi selesai, para wartawan yang telah
ditunjuk harus "turun ke lapangan" untuk mencari data sebanyak mungkin
yang berhubungan dengan tema tulisan yang telah ditetapkan. Pihak yang
menjadi objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa
manusia, makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati.
Jika nara sumbernya manusia, maka reportase tersebut bernama
wawancara.
3. Penulisan Berita. Setelah melakukan reportase, wartawan media cetak
akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Di
sini, wartawan dituntut untuk mematuhi asas 5 W + 1 H yang bertujuan
untuk memenuhi kelengkapan berita. Asas ini terdiri dari WHAT (apa
yang terjadi), WHO (siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut), WHY
(mengapa terjadi), WHEN (kapan terjadinya), WHERE (di mana
terjadinya), dan HOW (bagaimana cara terjadinya.
4. Editing, yaitu proses penyuntingan naskah yang bertujuan untuk
menyempurnakan penulisan naskah. Penyempurnaan ini dapat
menyangkut ejaan, gaya bahasa, kelengkapan data, efektivitas kalimat, dan
sebagainya.
5. Setting dan Layout. Setting merupakan proses pengetikan naskah yang
menyangkut pemilihan jenis dan ukuran huruf. Sedangkan layout

3
merupakan penanganan tata letak dan penampilan fisik penerbitan secara
umum. Setting dan layout merupakan tahap akhir dari proses kerja
jurnalistik. Setelah proses ini selesai, naskah dibawa ke percetakan untuk
dicetak sesuai oplah yang ditetapkan.
a. Teknik Penulisan Berita Setelah melakukan wawancara, wartawan media
cetak akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita.
Ada dua jenis penulisan berita yang dikenal secara umum, yaitu penulisan
straight news dan feature news.
1. Straight News merupakan teknik penulisan berita yang memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
a. Menggunakan gaya bahasa to the point alias lugas.
b. Inti berita, yaitu masalah terpenting dalam berita tersebut, tertulis pada
alinea pertama. Makin ke bawah, isi berita makin tidak penting.
Dengan demikian, dengan membaca alinea pertama saja, atau cuma
membaca judulnya, orang akan langsung tahu apa isi berita tersebut.
c. Jenis tulisan ini cenderung mentaati asas 5 W + 1 H.
d. Gaya penulisan ini biasanya digunakan oleh surat kabar yang terbit
harian. Terbatasnya waktu orang-orang membaca koran, membuat para
pengelola surat kabar harus menyusun gaya bahasa yang selugas
mungkin, sehingga pembaca akan langsung tahu apa isi suatu berita
hanya dengan membaca sekilas.
2. Feature News memilik ciri-ciri sebagai berikut:
a. Gaya penulisannya merupakan gabungan antara bahasa artikel dengan
bahasa sastra, sehingga cenderung enak dibaca.
b. Inti berita tersebar di seluruh bagian tulisan. Karena itu, untuk
mengetahui isi tulisan, kita harus membaca dari kalimat pertama
sampai kalimat terakhir.
c. Asas 5 W + 1 H masih digunakan, tetapi tidak terlalu penting.
d. Gaya penulisan ini biasanya dipakai oleh majalah/tabloid yang terbit
secara berkala. Pembaca biasanya memiliki waktu yang lebih luang
untuk membaca majalah/tabloid, sehingga gaya bahasa untuk media ini

4
dapat dibuat lebih "nyastra" dan "bergaya", sehingga pembaca merasa
betah dan "menikmati" tulisan tersebut dari awal sampai akhir.
3. Dasar-dasar Teknis Jurnalistik
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan komunikasi untuk
berinteraksi dengan lingkungannya. Boleh dikatakan, tiada hari dalam
hidup kita yang terlewat tanpa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
terjadi penyaluran informasi dari satu pihak kepada pihak lain melalui
sarana tertentu. Sarana ini tentu saja beragam bentuknya; mulai dari
yang paling sederhana seperti bahasa tubuh, sampai yang paling
canggih seperti internet.
Secara umum, media massa menyampaikan informasi yang ditujukan
kepada masyarakat luas (coba bandingkan dengan telepon yang hanya
ditujukan kepada orang tertentu). Karena ditujukan kepada masyarakat
luas, maka informasi yang disampaikan haruslah informasi yang
menyangkut kepentingan masyarakat luas, atau yang menarik
perhatian mereka.
Agar informasi dapat sampai ke sasaran (khalayak masyarakat) sesuai
yang diharapkan, maka media massa harus mengolah informasi ini
melalui proses kerja jurnalistik. Dan informasi yang diolah oleh media
massa melalui proses kerja jurnalistik ini merupakan apa yang selama
ini kita kenal sebagai berita. Secara umum, kita dapat menyebutkan
bahwa media massa merupakan sarana untuk mengolah peristiwa
menjadi berita melalui proses kerja jurnalistik.
Dengan demikian, jelaslah bahwa peristiwa memiliki perbedaan yang
sangat konseptual dengan berita. Peristiwa merupakan kejadian faktual
yang sangat objektif, sementara berita merupakan peristiwa yang telah
diolah melalui bahasa-bahasa tertentu, dan disampaikan oleh pihak
tertentu kepada pihak-pihak lain yang memerlukan atau siap untuk
menerimanya.
Adanya proses penyampaian oleh pihak-pihak tertentu dan melalui
bahasa-bahasa tertentu ini, menyebabkan suatu berita tidak pernah

5
seratus persen objektif. Ia akan sangat dipengaruhi oleh subjektivitas si
penyampai berita, mulai dari subjektivitas yang paling sederhana
seperti perbedaan persepsi, sampai subjektivitas yang amat konseptual
seperti warna ideologi. Contoh sederhana: pers Barat menyebut
pejuang Palestina sebagia pemberotak, harian Republika menyebut
posisi Amerika Serikat di Irak sebagai penjajah, dan sebagainya.
Dengan kata lain, suatu peristiwa akan mengalami "deviasi" ketika
diubah menjadi berita.
Berita, dengan demikian, merupakan sesuatu yang cukup rumit jika
ditinjau dari segi teori. Demikian rumitnya, sehingga belum ada
seorang ahli pun yang hingga saat ini berhasil menyusun definisi yang
memuaskan mengenai berita. "Pekerjaan" paling memuaskan yang
pernah mereka lakukan adalah merumuskan apa yang disebut sebagai
nilai berita, yaitu kriteria-kriteria tertentu yang menentukan apakah
suatu peristiwa layak disebut sebagai berita atau tidak.
a. Judul
1. Judul berita sebisa mungkin dibuat dengan kalimat pendek, tapi
bisa menggambarkan isi berita secara keseluruhan. Pemberian
judul ini menjadi penentu apakah pembaca akan tertarik membaca
berita yang ditulis atau tidak.
2. Menggunakan kalimat aktif agar daya dorongnya lebih kuat.
Seorang penulis novel terkenal, Stephen King, pernah mencemooh
penulis yang menggunakan kalimat aktif. "Kalimat pasif itu aman,"
kata King. Mungkin benar, tapi memberi judul berita bukan soal
aman atau tidak aman. Judul aktif akan lebih menggugah.
Bandingkan misalnya judul "Suami Istri Ditabrak Truk di Jalan
Tol" dengan "Truk Tronton Tabrak Suami Istri di Jalan Tol". Judul
kedua, rasanya, lebih hidup dan kuat. Namun pemberian judul aktif
tidak baku. Ada judul berita yang lebih kuat dengan kalimat pasif.
Biasanya si subyek berita termasuk orang terkenal. Misalnya judul
"Syahril Sabirin Divonis 3 Tahun Penjara."

6
3. Persoalan judul menjadi menarik seiring munculnya media berita
internet. Memberi judul untuk koran yang waktunya sehari tidak
akan memancing pembaca jika mengikuti peristiwa yang terjadi,
karena peristiwa itu sudah basi dan ditulis habis di media dotcom.
Memberi judul untuk koran sebaiknya memikirkan dampak ke
depan. Misalnya, judul "Syahril Sabirin Divonis 3 Tahun Penjara."
Bagi koran yang terbit esok pagi, misalnya, judul ini basi karena
media dotcom dan radio (juga) televisi, sudah memberitakannya
begitu vonis dijatuhkan. Untuk mengetahui dampak ke depan
setelah vonis dijatuhkan, wartawan yang meliput harus kerja lebih
keras. Misalnya dengan bertanya ke sumber-sumber dan Syahril
sendiri soal dampak dari vonis itu.
Pembaca, tentu saja ingin tahu perkembangan berikutnya pada pagi
hari setelah mendengar berita tersebut dari radio, televisi dan
membaca internet malam sebelumnya. Namun, soal judul untuk
koran dan media dotcom dengan cara seperti ini masih menjadi
perdebatan. Karena judul "Syahril Sabirin Divonis..." masih kuat
ketika ditulis esok harinya. Ini hanya soal kelengkapan saja. Jika
dotcom dan media elektronik hanya membuat breaking news-nya
saja, koran—karena mempunyai waktu tenggat lebih lama—bisa
melengkapi dampak-dampak tersebut di tulisannya, meski
memakai judul yang sama.
b. Lead
1. Selain judul, lead bisa menjadi penentu seorang pembaca akan
melanjutkan bacaannya atau tidak. Sehingga beberapa buku
panduan menulis berita menyebut lebih dari 10 lead yang bisa
dipakai dalam sebuah berita. Namun, hal yang tak boleh dilupakan
dalam menulis lead adalah unsur 5W + 1H (Apa/What, Di
mana/Where, Kapan/When, Mengapa/Why, Siapa/Who dan
Bagaimana/How) . Pembaca yang sibuk, tentu tidak akan lama-
lama membaca berita. Pembaca akan segera tahu apa berita yang

7
ditulis wartawan hanya dengan membaca lead. Tentu saja, jika
pembaca masih tertarik dengan berita itu, ia akan melanjutkan
bacaannya sampai akhir. Dan tugas wartawan terus memancing
pembaca agar membaca berita sampai tuntas.
2. Lead terkait dengan peg atau biasa disebut pelatuk berita. Seorang
reporter ketika ditugaskan meliput peristiwa harus sudah tahu
"pelatuk" apa yang akan dibuat sebelum menulis berita. Pelatuk
berbeda dengan sudut berita. Ada satu contoh. Misalkan seorang
reporter ditugaskan meliput banjir yang merendam ratusan rumah
dan warga mengungsi. Yang disebut sudut berita adalah peristiwa
banjir itu sendiri, sedangkan peg adalah warga yang mengungsi.
Mana yang menarik dijadikan lead? Anda bisa memilih sendiri.
Membuat lead soal mengungsi mungkin lebih menarik dibanding
banjir itu sendiri. Karena ini menyangkut manusia yang secara
langsung akan berhubungan dengan pembaca. Berita lebih
menyentuh jika mengambil lead ini. Manusia, secara lahiriah,
senang menggunjingkan manusia lain.
c. Badan Berita
1. Penentuan lead ini juga membantu reporter menginventarisasi
bahan-bahan berita. Sehingga penulisan berita menjadi terarah dan
tidak keluar dari lead. Inilah yang disebut badan berita. Ada hukum
lain selain soal unsur pada poin 1 tadi, yakni piramida terbalik.
Semakin ke bawah, detail-detail berita semakin tidak penting.
Sehingga ini akan membantu editor memotong berita jika space
tidak cukup tanpa kehilangan pentingnya berita itu sendiri.
2. Untuk lebih mudahnya, susun berita yang berawal dari lead itu
secara kronologis. Sehingga pembaca bisa mengikuti seolah-olah
berita itu suatu cerita. Teknik ini juga akan membantu reporter
memberikan premis penghubung antar paragraf. Hal ini penting,
karena berita yang melompat-lompat, selain mengurangi kejelasan,
juga mengurangi kenyamanan membaca.

8
3. Cek dan ricek bahan yang sudah didapat. Dalam berita, akurasi
menjadi hal yang sangat penting. Jangan sungkan untuk
menanyakan langsung ke nara sumber soal namanya, umur,
pendidikan dan lain-lain. Bila perlu kita tulis di secarik kertas lalu
sodorkan ke hadapannya apakah benar seperti yang ditulis atau
tidak. Akurasi juga menyangkut fakta-fakta. Kuncinya selalu cek-
ricek-triple cek.
d. Bahasa
1. Bahasa menjadi elemen yang penting dalam berita. Bayangkan
bahwa pembaca itu berasal dari beragam strata. Bahasa yang
digunakan untuk berita hendaknya bahasa percakapan. Hilangkan
kata bersayap, berkabut bahkan klise. Jika narasumber memberikan
keterangan dengan kalimat-kalimat klise, seorang reporter yang
baik akan menerjemahkan perkataan narasumber itu dengan
kalimat-kalimat sederhana. Tentu saja kita tidak mengerti jargon-
jargon yang seperti, "Disiplin Mencerminkan Kepribadian Bangsa"
yang ditulis besar-besar pada spanduk. Siapa yang peduli bangsa?
Berita yang bagus adalah berita yang dekat dengan pembaca.
2. Menulis lead yang bicara. Untuk mengujinya, bacalah lead atau
berita tersebut keras-keras. Jika sebelum titik, nafas sudah habis,
berarti berita yang dibuat tidak bicara, melelahkan dan tidak enak
dibaca. Ada buku panduan yang menyebut satu paragraf dalam
sebuah berita paling panjang dua-tiga kalimat yang memuat 20-30
kata. Untuk menyiasatinya cobalah menulis sambil diucapkan.
3. Berita yang bagus adalah berita yang seolah-olah bisa didengar.
Prinsipnya sederhana, makin sederhana makin baik. Seringkali
reporter terpancing menuliskan berita dengan peristiwa
sebelumnya jika berita itu terus berlanjut, sehingga kalimat jadi
panjang. Untuk menghindarinya, jangan memulai tulisan dengan
anak kalimat atau keterangan. Agar jelas, segera tampilkan nilai
beritanya.

9
4. Menghidari kata sifat. Menulis berita dengan kata sifat cenderung
menggurui pembaca. Pakailah kata kerja. Menulis berita adalah
menyusun fakta-fakta. Kata "memilukan", misalnya, tidak lagi
menggugah pembaca dibanding menampilkan fakta-fakta dengan
kata kerja dan contoh-contoh. Tangis perempuan itu memilukan
hati, misalnya. Pembaca tidak tahu seperti apa tangis yang
memilukan hati itu. Menuliskan fakta-fakta yang dilakukan si
perempuan saat menangis lebih bisa menggambarkan bagaimana
perempuan itu menangis. Misalnya, rambutnya acak-acakan,
suaranya melengking, mukanya memerah dan lain-lain. "Don't
Tell, But Show!"
5. Menuliskan angka-angka. Pembaca kadang tidak memerlukan
detail angka-angka. Kasus korupsi seringkali melibatkan angka
desimal. Jumlah Rp 904.775.500, lebih baik ditulis "lebih dari Rp
904 juta atau lebih dari Rp 900 juta".
e. Ekstrak
1. Jangan pernah menganggap pembaca sudah tahu berita yang
ditulis. Dalam menulis berita seorang reporter harus menganggap
pembaca belum tahu peristiwa itu, meski peristiwanya terus
berlanjut dan sudah berlangsung lama. Tapi juga jangan
menganggap enteng pembaca, sehingga timbul kesan menggurui.
Menuliskan ekstrak peristiwa sebelumnya dalam berita dengan
perkembangan terbaru menjadi penting.

B. Perbedaan dengan Media Lain Copyright

Copyright adalah perlindungan terhadap suatu karya yang sudah


didaftarkan dan diakui sebagai milik pihak tertentu. Sebuah karya merupakan
bentuk kreativitas seseorang, sementara perlindungannya merupakan upaya
agar karya tersebut tidak diakuisisi atau diambil alih tanpa izin oleh pihak lain.

10
Ide kreatif seseorang yang dituangkan ke dalam sebuah karya atau
produk biasanya tidak jauh berbeda. Itulah pentingnya karya tersebut memiliki
hak paten. Jika ada dua karya yang tampak mirip, maka tidak jadi masalah.
Namun jika kedua karya itu sama persis, bisa jadi salah satunya menjiplak
sehingga disinilah peran hak paten berlaku. Semirip apa pun suatu karya, tetap
ada ciri khas penciptanya. Inilah yang nanti akan menjadi pembeda antara satu
karya dengan karya lainnya. 

Di samping ciri fisik, sebuah karya cipta juga bisa dikuatkan


dengan copyright. Rasanya tidak ada lagi alasan kalau mengurus hak cipta itu
rumit, sebab di era digital seperti sekarang ini informasi untuk pembuatan hak
cipta bisa diakses secara online. Setiap orang memiliki kesempatan untuk
belajar membuatnya.

Pada YouTube misalkan, hak cipta biasanya dicantumkan pada


deskripsi video. Untuk meng-cover lagu, Anda juga tidak bisa sembarangan
melakukannya. Orang yang ingin melakukan covering lagu harus mengurus
izin hak cipta terhadap pemilik lagu tersebut.

Nantinya izin ini harus dicantumkan pada kolom deskripsi video.


Apalagi jika pihak yang lagunya Anda cover memiliki label musik resmi.
Selain berpengaruh pada klaim hak cipta, mengantongi izin dari pemilik karya
juga akan memudahkan Anda dalam monetisasi video yang Anda upload.

1. Fungsi Hak Cipta

Tidak hanya untuk melindungi karya digital, copyright juga memiliki


beberapa fungsi penting lainnya. Nah, berikut ini beberapa fungsi adanya hak
cipta. 

a. Legalitas
Siapa saja bisa berkarya, namun tidak semuanya bisa dilegalkan dan
masuk ke dalam perlindungan hak cipta. Itulah gunanya ada hak cipta
yang bisa menjadi senjata ketika ada pihak yang berusaha menjiplak atau
mengambil keuntungan dari hasil karya yang telah Anda buat.

11
b. Rasa Menghargai
Adanya legalitas terhadap sebuah karya atau produk, membuat siapa pun
yang berniat menggunakannya harus meminta izin kepada Anda. Hal
seperti ini membuat kerja keras Anda tidak hanya berbuah kepuasan untuk
diri sendiri, namun bisa menjadi penghargaan tersendiri bagi Anda dalam
pandangan mata orang lain.
c. Sumber Penghasilan
Sebuah karya atau produk yang sudah memiliki legalitas, biasanya juga
bisa menghasilkan uang berupa royalti dan sebagainya. Bagi kreator,
mengedepankan karya adalah nomor satu dan uang bisa dianggap sebagai
bonus. Namun, bukan berarti tidak mengharapkan uang menjadi alasan
untuk tidak mengurus copyright.

Fungsi-fungsi di atas menegaskan bahwa adanya hak cipta bukan


sekadar untuk formalitas. Ada perlindungan hukum di dalamnya yang bisa
melindungi hasil ciptaan Anda dalam jangka waktu panjang. Hal yang tak
kalah penting, adanya hak cipta akan membuat orang lain mengenal Anda
sebagai pemilik asli untuk karya-karya Anda dan tidak ada orang lain yang
bisa mengklaim karya Anda. 

2. Jenis-jenis Hak Cipta

Selama ini, Anda mungkin hanya berpikir kalau perlindungan hak


cipta hanya ada satu jenis saja, yaitu copyright. Namun ternyata ada beberapa
jenis perlindungan hak cipta lainnya yang juga perlu Anda ketahui, seperti:

a. Atribusi
Lisensi jenis ini adalah perlindungan hak cipta yang banyak diketahui
secara umum. Lisensi atribusi diberikan kepada seseorang atau suatu pihak
atas karya yang dihasilkan. Biasanya lisensi ini ditandai dengan huruf C
dan terdapat di dalam lingkaran, serta diikuti dengan nama karya. Anda
bisa pula menemukan jenis hak cipta ini pada beberapa game, sebagai
bentuk dukungan kepada kreator atau orang yang
memainkan game tersebut.

12
b. Share-alike
Jenis lisensi share-alike bisa dipahami sebagai lisensi ganda atau lisensi
salinan terhadap karya yang serupa dengan karya aslinya. Untuk
mendapatkannya, tentu harus mengikuti prosedur yang ada, supaya
pengajuan lisensi dapat dikabulkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
c. Non-Derivative
Perlindungan hak cipta jenis ini bisa ditemukan pada proses cover lagu
dengan tidak mengubah apa pun dari lagu aslinya. Pihak yang
mengeluarkan izin untuk lisensi ini adalah creative common. Anda akan
menemukan tanda penulisan hak cipta dengan diawali dua huruf C (CC)
pada karya yang dibuat.
d. Non-komersial
Pihak yang mengeluarkan lisensi non-komersial adalah creative
common dengan wewenang dari pemilik karya asli. Karya yang masuk
dalam kategori ini pun harus terbebas dari unsur-unsur komersial atau
hanya untuk kepentingan pribadi saja.

C. Cyeberlaw
a. Pengertian Cyber Law

Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap
aspek yang berhubungan dengan orangperorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan tekhnologi internet yang dimulai pada saat
mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law ini merupakan
istilah yang berasal dari cyberspace law.

Istilah hukum diartikan seabagai padanan dari kata cyber law, yang
saat ini secara international digunakan untuk istilah hukum yang terkait
dengan pemanfaatan TI. Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI
(Law of Information Teknologi), Hukum dunia maya (Virtual Word Law),
dan Hukum Mayantara.

13
Secara Akademik, Terminologi “cyber law”belum menjadi teknologi
yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The Law of
Internet, Law and The Information Superhighway, Information Technologi
Law, The Law of Informaton, dan lain – lain.

b. Tujuan Cyber Law

Cyber Law sendiri diperlukan untuk menanggulangi kejahatan Cyber.


Cyber law sendiri sangat berkaitan dengan upaya pencegahan tindak pidana,
ataupun penanganannya. Cyber law akan menjadi dasar hukum untuk proses
penegakan hukum dalam sarana elektronik dan computer. Dengan kata lain,
cyber law sangat dibutuhkan karena Menurut pihak yang pro terhadap Cyber
Law, sudah saatnya Indonesia memiliki Cyber Law, mengingat hukum-hukum
tradisional tidak mampu mengantisipasi perkembangan dunia maya yang
pesat.

c. Contoh Kasus Yang Berkaitan Dengan Cyberlaw

Contoh kasus dalam kejahatan cyber adalah kasus yang dialami oleh


Wakil Ketua MPR periode 2009-2014 Lukman Hakim Saifuddin, di mana e-
mail beliau dibajak oleh seseorang untuk mendapatkan kepentingan dengan
sejumlah uang dengan mengirimkan surat kepada kontak-kontak yang ada
di e-mail milik beliau.

Lukman Hakim Saifuddin memiliki hak sebagaimana diatur dalam


Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang mengatakan bahwa “setiap orang yang
dilanggar haknya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-
Undang ini.”

Dengan hak yang telah disebutkan di atas, Lukman Hakim Saifuddin


berhak untuk mengajukan gugatan yang berdasarkan pada Pasal 28 ayat (1)

14
UU ITE yang berbunyi, “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik”, di mana hal tersebut merupakan
perbuatan yang dilarang.

Sejalan dengan itu, pelaku dapat dikenakan pidana sesuai ketentuan


Pasal 45A UU ITE yang berbunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dalam kasus yang menimpa Lukman Hakim Saifuddin tersebut,


pelaku kejahatan dunia maya yang membajak e-mail beliau juga dapat
diterapkan dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan yang
berbunyi, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau
martabat (hoendanigheid) palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, mengerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun.”

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan


perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Perkembangan teknologi internet juga menyebabkan
munculnya kejahatan yang disebut dengan Cyber Crime ( kejahatan melalui
jaringan Internet) .

15
D. UU ITE

UU ITE pertama kali disahkan melalui UU No. 11 Tahun 2008


sebelum akhirnya direvisi dengan UU No. 19 Tahun 2016. Berdasarkan UU
ITE, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Sementara, transaksi elektronik merupakan perbuatan hukum yang


dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media
elektronik lainnya. Aturan ini berlaku bagi setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur UU ITE, baik yang berada di wilayah
hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

a. Manfaat UU ITE

Salah satu pertimbangan pembentukan UU ITE adalah pemerintah


perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur
hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi
dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.

Sementara, secara umum kehadiran UU ITE memiliki beberapa


manfaat jika dilaksanakan dengan benar. Sebagai UU yang mengatur
informasi dan transaksi elektronik di Indonesia, berikut beberapa manfaat UU
ITE:

 Menjamin kepastian hukum untuk masyarakat yang melakukan transaksi


elektronik
 Mendorong adanya pertumbuhan ekonomi di Indonesia

16
 Salah satu upaya mencegah adanya kejahatan yang dilakukan melalui
internet
 Melindungi masyarakat dan pengguna internet lainnya dari berbagai
tindak kejahatan online.
b. Perbuatan yang Dilarang UU ITE

UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008


tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan secara rinci apa saja
perbuatan yang dilarang. Bagi mereka yang melanggar UU ITE berpotensi
mendapat hukuman berupa denda hingga kurungan penjara. Berikut beberapa
perbuatan yang dilarang UU ITE:

 Menyebarkan Video Asusila


Perbuatan pertama yang dilarang dalam UU ITE adalah orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ini
diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE.
 Judi Online
Selanjutnya, pasal 27 ayat (2) UU ITE memuat larangan perbuatan yang
bermuatan perjudian. Hukuman untuk mereka yang melanggar adalah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Pencemaran Nama Baik
Pasal 27 ayat (3) UU ITE juga mengatur tentang pencemaran nama baik.
Pelaku yang dijerat dengan pasal ini bakal dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Selanjutnya pada revisi UU No. 19
Tahun 2016, dijelaskan bahwa ketentuan pada pasal 27 ayat (3)
merupakan delik aduan.

17
 Pemerasan dan Pengancaman
Orang yang melakukan pemerasan dan pengancaman juga berpeluang
dijerat pasal 27 ayat (4) UU ITE. Hukumannya adalah dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Berita Bohong
Berita bohong juga dilarang dalam pasal 28 ayat (1) UU ITE yang
berbunyi bahwa setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam transaksi elektronik. Bagi para pelaku penyebar berita bohong bakal
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Ujaran Kebencian
Orang yang menyebarkan informasi dengan tujuan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
juga merupakan perbuatan yang dilarang dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Hukuman pelaku ujaran kebencian sebagaimana dijelaskan pada pasal 28
ayat (2) adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Teror Online
Pada pasal 29 UU ITE mengatur perbuatan teror online yang dilarang.
Pasal ini bakal menjerat setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara
pribadi.
Hukuman bagi pelaku teror online yang bersifat menakut-nakuti orang lain
dengan adalah pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

18
c. Perbuatan Lain yang Dilarang UU ITE
 Mengakses, mengambil, dan meretas sistem elektronik milik orang lain
dengan cara apapun (pasal 30)
 Melakukan intersepsi atau penyadapan terhadap sistem elektronik milik
orang lain dari publik ke privat dan sebaliknya (pasal 31)
 Mengubah, merusak, memindahkan ke tempat yang tidak berhak,
menyembunyikan informasi atau dokumen elektronik, serta membuka
dokumen atau informasi rahasia (pasal 32)
 Mengganggu sistem elektronik (pasal 33)
 Menyediakan perangkat keras atau perangkat lunak, termasuk sandi
komputer dan kode akses untuk pelanggar larangan yang telah disebutkan
(pasal 34)
 Pemalsuan dokumen elektronik dengan cara manipulasi, penciptaan,
perubahan, penghilangan, dan pengrusakan (pasal 35).
 Pelaksanaan UU ITE di Kehidupan Bermasyarakat
 Semua transaksi dan sistem elektronik serta perangkat pendukung
memperoleh perlindungan hukum
 Masyarakat mampu memaksimalkan potensi ekonomi secara digital
 Peningkatan potensi pariwisata melalui E-tourism dengan mempermudah
penggunaan teknologi informasi
 Trafik internet yang tersedia di Indonesia dimanfaatkan untuk kemajuan
masyarakat dengan cara membuat konten edukasi dan konten-konten
bermanfaat lainnya
 Produk-produk ekspor diterima tepat waktu yang membuat potensi kreatif
masyarakat bisa lebih maksimal untuk bersaing dengan negara lain.
d. Dampak Negatif UU ITE
Menurut kajian dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Vol. XII
No.16/II/Puslit/Agustus/2020, setidaknya sudah ada 271 kasus yang
dilaporkan ke polisi usai disahkannya UU No. 16 Tahun 2016 yang
merevisi UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Keberadaan pasal

19
multitafsir menjadi salah satu penyebab utama maraknya pelaporan
tersebut.
Ada 3 pasal yang paling sering dilaporkan, yakni pasal 27, 28, dan 29.
Pasal-pasal tersebut dianggap mengandung ketidakjelasan rumusan
sehingga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi masyarakat dan
dimanfaatkan untuk balas dendam sehingga mencederai tujuan hukum UU
ITE.
Merujuk pada situs registrasi Mahkamah Agung, ada 508 perkara di
pengadilan yang menggunakan UU ITE sepanjang 2011-2018. Kasus
terbanyak adalah pidana yang berhubungan dengan penghinaan dan
pencemaran nama baik, sebagaimana diatur pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Selanjutnya adalah kasus ujaran kebencian yang tertera pada pasal 28 ayat
(2) UU ITE.
Pasal-pasal tersebut dikenal dengan sebutan pasal karet. Pasal karet
diartikan sebagai pasal yang tafsirannya sangat subjektif dari penegak
hukum ataupun pihak lainnya sehingga bisa menimbulkan tafsiran yang
beragam alias multitafsir. Pada akhirnya, kebebasan berekspresi
masyarakat Indonesia terancam. Berikut beberapa dampak negatif UU
ITE:
 Membatasi kebebasan berpendapat, terutama dalam beropini dan
memberikan kritik
 Menimbulkan kesewenang-wenangan para penegak hukum dalam
menentukan orang yang tersandung UU ITE bersalah dan layak
dipidanakan, tanpa memilah dan memilih unsur pasal mana yang dilanggar
 Menjadi instrumen sebagian kelompok dalam rangka balas dendam,
bahkan menjadi senjata untuk menjebak lawan politik
 Kurang menjamin kepastian hukum karena putusan terkait pasal-pasal
multitafsir menjadi beragam bahkan bertolak belakang
 Memicu keresahan dan perselisihan masyarakat yang dengan mudah
melaporkan kepada penegak hukum dan menambah sumber konflik antara
penguasa dan anggota masyarakat

20
 Tidak efektif karena beberapa pasal merupakan duplikasi aturan KUHP,
seperti Pasal 27 ayat (3) UU ITE terkait penghinaan dan pencemaran nama
baik telah diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Media massa mengolah informasi melalui proses kerja jurnalistik. Dan


ini berlaku untuk semua organisasi yang bergerak di bidang penerbitan pers,
tanpa terkecuali. Tahapan-tahapan proses kerja jurnalistik yang berlaku dalam
media cetak adalah sebagai berikut:

 Rapat Redaksi, yaitu rapat untuk menentukan tema-tema yang akan ditulis
dalam penerbitan edisi mendatang. Dalam rapat ini dibahas juga mengenai
pembagian tugas reportase.
 Reportase. Setelah rapat redaksi selesai, para wartawan yang telah
ditunjuk harus "turun ke lapangan" untuk mencari data sebanyak mungkin
yang berhubungan dengan tema tulisan yang telah ditetapkan. Pihak yang
menjadi objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa
manusia, makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati.
Jika nara sumbernya manusia, maka reportase tersebut bernama
wawancara.
 Penulisan Berita. Setelah melakukan reportase, wartawan media cetak
akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Di
sini, wartawan dituntut untuk mematuhi asas 5 W + 1 H yang bertujuan
untuk memenuhi kelengkapan berita. Asas ini terdiri dari WHAT (apa
yang terjadi), WHO (siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut), WHY
(mengapa terjadi), WHEN (kapan terjadinya), WHERE (di mana
terjadinya), dan HOW (bagaimana cara terjadinya.
 Editing, yaitu proses penyuntingan naskah yang bertujuan untuk
menyempurnakan penulisan naskah. Penyempurnaan ini dapat
menyangkut ejaan, gaya bahasa, kelengkapan data, efektivitas kalimat, dan
sebagainya.
 Setting dan Layout. Setting merupakan proses pengetikan naskah yang
menyangkut pemilihan jenis dan ukuran huruf. Sedangkan layout

22
merupakan penanganan tata letak dan penampilan fisik penerbitan secara
umum. Setting dan layout merupakan tahap akhir dari proses kerja
jurnalistik. Setelah proses ini selesai, naskah dibawa ke percetakan untuk
dicetak sesuai oplah yang ditetapkan.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, diharapkan penyusunan makalah


yang berkaitan dengan inovasi jurnalistik dapat membahas lebih dalam lagi
agar pembaca mendapatkan ilmu pengetahuan lagi mengenai pelajaran inovasi
jurnalistik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Kris. 2005. "Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam


Pelatihan Jurnalistik -- Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam
www.infojawa.org.

Ishwara, Luwi. 2005. "Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar". Jakarta:  Kompas.

Putra, R. Masri Sareb. 2006. "Teknik Menulis Berita dan Feature". Jakarta: Indeks

Sumadiria. Laris.2005.  Jurnalistik Indonesia.  Bandung:  Simbiosa Pekatama


Media

Simorangkir, J.C.T. 1980. Hukum dan Kebebasan Pers. Jakarta: Badan


Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman

Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

24

Anda mungkin juga menyukai