Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“KECEPATAN DAN KEANDALAN DALAM ERA DIGITAL: PERAN


JURNALIS DALAM MENYAJIKAN BERITA REAL-TIME”
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Digital Jurnalis 4G)

Dosen Pengampu :
Budi Hermanto, S.Sos., M.H

Oleh :

1. Vitari Ndraha 219110227


2. Henny Wahyuni 219110094
3. Lisa Kurniawati 219110184
4. Fahmil Afran 219110120
5. Ade Irwanto 219110069
6. Muhammad Ilham Sani 219110266
7. Purwati Oktaviani 219110324
8. Nur aulia Putri 209110258

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat


sehat dan nikmat iman sehingga penulis dapat mengerjakan tugas ini dengan tepat
waktu. Tugas ini dibuat guna memenuhi salah satu nilai dari mata kuliah Digital
Jurnalis 4G. Penulis menyadari bahwasanya dalam penyelesaian penulisan tugas
ini tidak terlepas dari do’a dan restu dari orang tua dan tentunya bimbingan dari
Bapak Budi Hermanto, S.Sos., M.H selaku dosen pengampu mata kuliah ini.
Penulis juga menyadari bahwasanya dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan yang disebabkan kedangkalan ilmu yang penulis miliki. Maka
dari itu, penulis mohon bimbingan dan masukan baik dalam bentuk saran bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak guna perbaikan pada penulisan
makalah selanjutnya.

Pekanbaru, 04 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................6
A. Definisi Jurnalisme Digital....................................................................6
B. Karakteristik Jurnalisme Digital............................................................9
C. Kecepatan dan Keandalan Jurnalistik Digital......................................11
D. Peran Jurnalis dalam Menyajikan Berita Real-Time...........................15
BAB III PENUTUP......................................................................................19
A. Kesimpulan..........................................................................................19
B. Saran....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri media massa mengalami beberapa perubahan penting dengan
adanya digitalisasi. Jumlah media online kini sudah lebih banyak daripada
media konvensional seperti surat kabar, majalah, radio dan televisi. Ketua
Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mencatat terdapat 47.000 media di Indonesia
pada tahun 2018.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 43.803 di antaranya adalah media
online. Sementara sisanya adalah media cetak (2.000), radio (674) dan televisi
(523). Dalam lima tahun terakhir, beberapa media massa cetak yang telah
lama berdiri ada yang menutup usahanya karena tidak bisa beradaptasi dengan
digitalisasi. Pada akhir tahun 2015, surat kabar Sinar Harapan berhenti terbit
setelah berdiri selama 54 tahun. Kemudian pada Oktober 2018, tabloid Bola
yang telah hadir selama 34 tahun juga berhenti terbit. Selain Sinar Harapan
dan Bola, media cetak yang berhenti terbit di antaranya adalah Majalah Hai,
Majalah Kawanku, Majalah Soccer, dan Majalah Girls. Namun demikian,
terdapat juga media massa konvensional yang bisa beradaptasi dengan
digitalisasi. Perusahaan media yang beradaptasi ditunjukkan dengan
menerapkan serangkaian strategi merger dan akuisisi. Strategi-strategi itu
dilakukan dengan mengarahkan bisnis media ke arah online dan konvergensi
Perubahan cara kerja media akibat digitalisasi tidak hanya terjadi di
level perusahaan saja, namun juga di level jurnalis sebagai produser konten
berita. Di Indonesia, jurnalis dituntut untuk bisa menyampaikan pesan secara
multiplatform atau memadukan antara tulisan, audio dan video sekaligus.
Hal ini berbeda dengan cara kerja jurnalis di era media massa
konvensional yang lebih terspesialisasi antara wartawan radio, cetak dan
televisi. Salah satu perubahan penting yang mempengaruhi cara kerja
wartawan adalah adanya digitalisasi terhadap konten. Digitalisasi konten
merupakan sebuah proses konversi informasi ke dalam format data yang bisa

3
dibaca oleh komputer (Kawamoto, 2013).
Digitalisasi konten bisa berdampak kepada pola distribusi konten yang
bisa menjangkau berbagai platform digital. Dalam era media konvensional,
konten radio, televisi dan cetak, didistribusikan secara terpisah. Namun ketika
ketiga konten tersebut sudah bisa dikonversi ke dalam format digital, maka
pendistribusiannya dimungkinkan untuk dilakukan bersamaan ke dalam
platform digital yang sama.
Perubahan cara kerja wartawan dalam iklim digitalisasi memunculkan
kata baru dalam perbendaharaan kata jurnalisme, yakni jurnalisme digital.
Sejumlah studi membahas mengenai konsep jurnalisme digital (Kawamoto,
Franklin & Eldridge, 2017; Deuze, 2017). Dilihat dari arti per kata, kata
jurnalisme dan digital memiliki pengertian yang berbeda. Jurnalisme
mengandung arti luas yang mencakup upaya mencari, mengumpulkan dan
menyebarkan informasi yang mengandung nilai penting dan berdampak
signifikan bagi publik. Sementara digital menggambarkan urutan kode biner 0
dan 1 dalam suatu bahasa computer.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan jurnalisme digital?
2. Bagaimana karakteristik jurnalisme digital?
3. Bagaimana kecepatan dan keandalan jurnalisme digital?
4. Bagaimana peran jurnalis dalam menyajikan berita real time?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan beberapa tujuan penulisan
yaitu:
1. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan jurnalisme digital.
2. Untuk menjelaskan bagaimana karakteristik jurnalisme digital.
3. Untuk menjelaskan bagaimana kecepatan dan keandalan jurnalisme

4
digital.
4. Untuk menjelaskan bagaimana peran jurnalis dalam menyajikan berita real
time
.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Jurnalisme Digital


Jurnalisme adalah aktivitas mencari informasi akurat mengenai sebuah
peristiwa, dimana informasi yang didapatkan itu dikemas untuk kemudian
disebarluaskan kepada publik (Shapiro, 2013). Terdapat kriteria tertentu
dimana informasi disebut akurat menurut standar jurnalistik. McQuaill (2005)
menyampaikan tiga sudut pandang mengenai informasi yang akurat, yakni (1)
sesuai dengan fakta peristiwa, (2) sesuai dengan persepsi atau apa yang
dibicarakan narasumber sebuah peristiwa dan (3) adanya konsistensi dalam
paparan informasi di sebuah teks berita. Bila jurnalisme adalah gambaran
mengenai proses pencarian sebuah informasi akurat, maka jurnalis, atau
dikenal juga wartawan, adalah orang yang mencari informasi tersebut. Peters
dan Tandoe (2013) menyebutkan, jurnalis adalah seseorang yang dipekerjakan
untuk mengumpulkan, memproses dan menyebarluaskan informasi akurat
secara reguler untuk melayani kepentingan publik. Poin penting dari definisi
tersebut adalah adanya unsur hubungan sosial dan fungsi sosial dari seorang
jurnalis. Saat jurnalis didefinisikan sebagai orang yang dipekerjakan untuk
menyampaikan informasi secara reguler, maka jurnalis masuk dalam hubungan
kontrak kerja tertentu dengan pemilik media massa. Dengan demikian, ada
kewajiban dan hak tertentu secara formal layaknya hubungan industrial dan
mengikat antara jurnalis dengan pemilik media massa tersebut.
Jurnalisme adalah aktivitas mencari informasi akurat mengenai sebuah
peristiwa, dimana informasi yang didapatkan itu dikemas untuk kemudian
disebarluaskan kepada publik (Shapiro, 2013). Terdapat kriteria tertentu
dimana informasi disebut akurat menurut standar jurnalistik. McQuaill (2005)
menyampaikan tiga sudut pandang mengenai informasi yang akurat, yakni (1)
sesuai dengan fakta peristiwa, (2) sesuai dengan persepsi atau apa yang
dibicarakan narasumber sebuah peristiwa dan (3) adanya konsistensi dalam
paparan informasi di sebuah teks berita. Bila jurnalisme adalah gambaran

6
mengenai proses pencarian sebuah informasi akurat, maka jurnalis, atau
dikenal juga wartawan, adalah orang yang mencari informasi tersebut. Peters
dan Tandoe (2013) menyebutkan, jurnalis adalah seseorang yang dipekerjakan
untuk mengumpulkan, memproses dan menyebarluaskan informasi akurat
secara reguler untuk melayani kepentingan publik. Poin penting dari definisi
tersebut adalah adanya unsur hubungan sosial dan fungsi sosial dari seorang
jurnalis. Saat jurnalis didefinisikan sebagai orang yang dipekerjakan untuk
menyampaikan informasi secara reguler, maka jurnalis masuk dalam hubungan
kontrak kerja tertentu dengan pemilik media massa. Dengan demikian, ada
kewajiban dan hak tertentu secara formal layaknya hubungan industrial dan
mengikat antara jurnalis dengan pemilik media massa tersebut.
Ada perbedaan sebutan terkait dengan jurnalisme digital. Ada yang
menyebutnya dengan jurnalisme online (David, 2010), jurnalisme siber
(Vikulov, 2017), jurnalisme multimedia (Adzkia, 2015). Namun demikian,
jurnalisme digital adalah yang paling banyak digunakan oleh jurnalis di banyak
negara (Salaverria, 2019). Salaverria (2019) mendefinisikan jurnalisme digital
sebagai semua bentuk jurnalisme yang menggunakan sumber daya digital.
Tidak hanya sumber daya yang terdapat di internet atau jaringan internet
mobile, tapi juga televisi digital dan radio digital. Definisi dari Salaverria ini
memiliki jangkauan yang luas. Namun dalam memaparkan contohnya, ia
banyak menyebutkan penggunaan teknologi media digital oleh para jurnalis.
Kawamoto (2003) menyoroti jurnalisme digital sebagai sebuah bentuk praktik
lama dalam konteks yang baru. Lebih spesifik, ia menyebut jurnalisme digital
sebagai sebuah sintesis dari tradisi dan inovasi. Jurnalisme disebutnya sebagai
praktik lama dan telah mentradisi karena praktiknya telah teridentifikasi sejak
zaman kekaisaran Julius Caesar di Roma. Saat itu, terdapat upaya pencatatan
informasi mengenai kepentingan publik dalam sebuah papan pengumuman
yang dinamai Acta Diurna. Sementara digitalisasi, menurutnya, merupakan
praktik yang muncul dalam abad ke 20, abad teknologi komputer elektronik.
Lebih lanjut, Kawamoto mendefinisikan jurnalisme digital sebagai penggunaan
teknologi digital dalam memproduksi konten untuk publik secara umum.

7
Beberapa contoh teknologi digital yang disebutkannya seperti website, digital
audio recorder, dan weblog. Mirip dengan pendekatan yang digunakan
Kawamoto, Bosch (2016) mendefinisikan jurnalisme digital dari sudut pandang
penggunaan media digital oleh para wartawan. Dalam makalahnya, Bosch
meneliti tentang penggunaan media digital oleh para wartawan di Afrika
Selatan. Media digital yang dimaksudnya seperti penggunaan surat kabar
online (epaper) oleh perusahaan surat kabar Mail & Guardian serta Financial
Mail. Selain itu, sosial media seperti Facebook dan Twitter juga digunakan
oleh wartawan dengan tujuan untuk lebih menjangkau audiens dan
menciptakan keterlibatan (engagement). Lebih lanjut, Bosch mengatakan,
jurnalisme digital di Afrika Selatan berkembang dengan fokus kepada
penggunaan user generated content yang menjadi fitur utama sosial media.
Surat kabar tradisional di Afrika Selatan menggunakan Facebook, Twitter dan
sosial media lainnya untuk bisa menjangkau feedback dari audiensnya. Deuze
(2017) memiliki pandangan yang mirip dengan Bosch mengenai jurnalisme
digital, yakni dengan menekannya kepada penggunaan sosial media.
Menurutnya, sosial media dalam jurnalisme digital bisa berfungsi untuk
mengumpulkan informasi dan memverifikasi sumber informasi. Lebih lanjut,
Deuze juga mengasosiasikan jurnalisme digital dengan penggunaan perangkat
keras dan perangkat lunak sebagai sarana untuk penyampaian kisah
(storytelling) informasi. Selain itu, adanya penggabungan saluran atau platform
dipandangnya juga menjadi bagian dari jurnalisme digital. Malik dan Shapiro
(2017) mengatakan jurnalisme digital bisa dikenali dari beberapa pola, yakni
adanya keterlibatan yang interaktif, kolaborasi antara wartawan dan
penulisnya, ada kesatuan publikasi sebagai implikasi dari multimedia, ada
dampak yang lebih terasa dari pola penyebaran konten yang lebih luas, serta
jangkauan yang lebih global karena faktor terhubung dengan jaringan internet.
Franklin dan Eldridge (2017) menyatakan bahwa publikasi melalui jaringan
internet telah menjadi penanda jurnalisme digital. Di dalamnya terkandung
pengertian bahwa kecenderungan perusahaan media saat ini adalah bergerak ke
arah diseminasi informasi secara multiplatform dengan juga memanfaatkan

8
jejaring internet. Situs multimedia mengandung berbagai macam gabungan
medium, mulai dari blog, video digital, podcast dan galeri foto.
Media online merupakan salah satu jenis media massa yang populer dan
bersifat khas. Kekhasan media online terdapat pada keharusan memiliki
jaringan internet untuk dapat mengakses sebuah portal web. Keunggulan media
online adalah informasi yang bersifat up to date, real time dan praktis (Yunus,
2010:32).
1. Up to date, media online dapat melakukan pembaruan suatu informasi dari
waktu ke waktu dan di mana saja, tidak melulu menggunakan perangkat
komputer, fasilitas pada perangkat telepon genggam juga dapat
mendukung penggunaan media online.
2. Real time, cara penyajian berita yang sederhana menjadikan media online
dapat langsung menyajikan informasi saat peristiwa berlangsung.
3. Praktis, media online terbilang praktis karena kemudahannya dalam
mengakses informasi secara cepat dan memiliki jangkauan yang luas.

B. Karakteristik Jurnalisme Digital


Karakteristik jurnalistik digital sekaligus menjadi keunggulannya,
dikemukakan James C. Foust :

1. Audience Control Kendali pembaca. Jurnalistik online memungkinkan


pembaca (user/visitor) leluasa dalam memilih berita yang diinginkan.
Mereka bisa pindah dengan cepat dari satu berita ke berita lain atau
darisatu portal berita ke website lain.
2. Nonlienarity Jurnalistik online memungkinkan setiap berita yang
disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga pembaca tidak harus membaca
secara berurutan. Pembaca bisa memulai dengan berita terbaru, bahkan
bisa mulai dengan berita yang diposting satu-dua tahun lalu.
3. Storage and retrieval Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan,
terarsipkan, atau terdokumentasikan dan diakses kembali dengan mudah

9
oleh pembaca.
4. Unlimited Space (Ruang tanpa batas) Jurnalistik online relatif tanpa ada
batasan jumlah berita atau informasi yang akan dipublikasikan, juga relatif
tanpa batasan jumlah huruf dan kata/kalimat. Berbeda dengan media cetak
yang dibatasi kolom/halaman atau radio/televisi yang dibatasi durasi
(waktu).
5. Immediacy (Kesegeraan, kecepatan) Jurnalisme online memungkinkan
informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada pembaca.
Internet adalah medium tercepat untuk menyebarkan informasi.
6. Multimedia Capability (Kemampuan multimedia) Jurnalisme online
memungkinkan berita disampaikan tidak hanya dalam format teks, tapi
juga bisa dilengkapi audio dan video.
7. Interactivity (Interaktivitas) Jurnalisme online memungkinkan adanya
peningkatan partisipasi pembaca dalam setiap berita, dengan adanya
kolom komentar dan/atau fasilitas media sosial yang
memungkinanpembaca menyebarkan/membagi (share) berita di akun
media social.

Berita digital/online yang berkualitas dapat disajikan dengan


memperhatikan tiga dimensi utama yang beririsan dengan prinsip-prinsip
jurnalisme multimedia yaitu menggabungkan elemen- elemen teks, foto,
audio, video, dan lainnya dalam satu berita. Prinsip-prinsip jurnalisme
multimedia yang dimaksud terdiri dari :

1. Multimedialitas adalah ragam format teks, grafik, gambar, animasi, audio,


video, dan lainnya.
2. Kedekatan ruang adalah kedekatan antara tata letak letak teks dan konten
multimedia.
3. Kedekatan waktu adalah waktu disampaikan dengan urutan
kronologis/periodisasi.
4. Koherensi adalah koherensi dan relevansi antara berita yang ditulis dan
konten multimedia yang dipilih.

10
5. Modalitas adalah konten multimedia disajikan secara proporsional untuk
mengakomodasi kebutuhan target pembaca tertentu.
6. Personalisasi adalah konten multimedia disajikan dengan tingkat
keterbacaan yang baik untuk target pembaca umum dan khusus.

Selain itu, untuk menghasilkan berita digital/online yang berkualitas juga


memerlukan kedisiplinan dalam proses yang dimulai dari merencanakan,
melakukan, dan menyajikan pemberitaan serta dilakukan dalam payung kode
etik jurnalistik . Dengan begitu, berita yang dibaca tidak saja baik menurut
kaidah jurnalistik, tetapi juga memberikan manfaat (baik itu sebagai informasi,
edukasi, maupun rekreasi secara proporsional).

C. Kecepatan dan Keandalan Jurnalistik Digital


Karakteristik jurnalisme digital yang paling terasa meski belum tentu
disadari adalah kemudahan bagi penerbit maupun pemirsa untuk membuat
peralihan waktu penerbitan dan pengaksesan. Penerbit online bisa menerbitkan
maupun mengarsip artikel-artikel untuk dapat dilihat saat ini maupun nanti. Ini
sebenarnya dapat dilakukan oleh jurnalisme tradisional, namun jurnalisme
online dimungkinkan untuk melakukannya dengan lebih mudah dan cepat.
Beberapa karakteristik dari jurnalisme online dibandingkan ”jurnalisme
konvensional” (cetak/elektronik) adalah sebagai berikut:
1. Real Time Karakteristik jurnalisme online yang paling popular adalah
sifatnya yang real time. Berita, kisah-kisah, peristiwa-peristiwa, bisa
langsung dipublikasikan pada saat kejadian sedang berlangsung. Ini
barangkali tidak terlalu baru untuk jenis media tradisional lain seperti TV,
radio, telegraf, atau teletype.
2. Penerbit Namun dari sisi penerbit sendiri, mekanisme publikasi real time
itu lebih leluasa tanpa dikerangkengi oleh periodisasi maupun jadwal
penerbitan atau siaran: kapan saja dan dimana saja selama dia terhubung
ke jaringan Internet maka ia mampu mempublikasikan berita, peristiwa,

11
kisah-kisah saat itu juga. Inilah yang memungkinkan para pengguna atau
pembaca untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sebuah
peristiwa dengan lebih sering dan terbaru.
3. Unsur-unsur Multimedia Menyertakan unsur-unsur multimedia adalah
karakteristik lain jurnalisme online, yang membuat jurnalisme ini mampu
menyajikan bentuk dan isi publikasi yang lebih kaya ketimbang jurnalisme
di media tradisional. Karakteristik ini, terutama sekali, berlangsung pada
jurnalisme yang berjalan di atas web.
4. Interaktif Selain itu, jurnalisme online dapat dengan mudah bersifat
interaktif. Dengan memanfaatkan hyperlink yang terdapat pada web,
karya-karya jurnalisme online dapat menyajikan informasi yang terhubung
dengan sumber-sumber lain. Ini berarti, pengguna atau pembaca dapat
menikmati informasi secara efisien dan efektif namun tetap terjaga dan
didorong untuk mendapatkan pendalaman dan titik pandang yang lebih
luas, bahkan sama sekali berbeda.
5. Tidak membutuhkan organisasi resmi Berikut legal formalnya sebagai
lembaga pers, bahkan dalam konteks tertentu organisasi tersebut dapat
dihilangkan. Interaktivitas jurnalisme online tentu bukan hanya didukung
oleh kemampuan teknologi Internet dalam menyediakan hyperlink.
Akan tetapi, keunggulan-keunggulan yang dimilikinya tidak selalu diikuti
dengan praktik baik yang terjadi di lapangan. Salah satunya adalah mengenai
kecepatan pemberitaan yang mempengaruhi kualitas pemberitaan acapkali
terabaikan karena kecepatan pemberitaan jurnalisme digital/online atau yang
dikenal dengan istilah speed-driven journalism. Speed-driven journalism ini
dianggap telah mengubah praktik jurnalisme konvensional terlebih pada
jurnalismedigital/online dari prinsip pemberitaan yang berpegang teguh pada
pengeceka fakta secara teliti, hati-hati, dan berulang-ulang menuju prinsip
pemberitaan serba cepat setiap saat.
Speed-driven journalism sendiri bukan hal yang baru dalam praktik
jurnalisme karena sebelum era digital mengemuka, jurnalisme penyiaran
seperti radio dan televisi cenderung menjadi yang lebih cepat dalam

12
menyajikan pemberitaan ketimbang surat kabar yang terpaku pada jadwal
periodik atau siklus terbit yang tetap . Kemunculan teknologi komunikasi dan
informasi seperti internet dan invensi bermacam-macam perangkat digital yang
mendukung kemudian secara signifikan mendorong perkembangan jurnalisme
berbasis kecepatan tersebut dan merasuki pemberitaan berbagai jenis media.
Salah satunya dilakukan untuk menarik perhatian khalayak di tengah
persaingan sengit pasar industri berita.
Muaranya adalah pada aspek ekonomi media—semakin cepat berita
dipublikasikan maka semakin tinggi traffic dan page views yang diperoleh
yang artinya semakinbanyak keuntungan yang diraup dari iklan yang masuk.
Teknologi Internet juga membuka peluang kepada para jurnalis online
untuk menyediakan features yang memungkinkan sajiannya bersifat
customized, tersaji sesuai dengan preferensi masing-masing pengguna atau
pembacanya; yang memungkinkan para pengguna atau pembaca berinteraksi
dengan lebih cepat, lebih sering, lebih intens dengan sesama pengguna atau
pembaca, narasumber, bahanbahan berita, dan jurnalisnya sendiri. Ujung-
ujungnya, jurnalisme online mampu membangun hubungan yang partisipatif
dengan pemirsanya. Mike Ward dalam Journalism Online ( Focal Press, 2002)
menyebutkan beberapa karateristik jurnalistik online yang membedakannya
dengan media konvensional (keunggulan), yaitu :
a. Immediacy: Kesegaran atau kecepatan penyampain Informasi
b. Multiple Pagination: bisa berupa ratusan page terkait satu sama lain, juga
bisa dibuka tersendiri (new tab/new window)
c. Multimedia: menyajikan gabungan teks, gambar, audio, video, dan grafis
sekaligus.
d. Flexibility Delivery Platform: bisa menulis berita kapan saja dan dimana
saja.
e. Archieving: terarsipkan, dapat dikelompokkan berdasarkan kategori
(rubrik) atau kata kunci (keyword,tags), juga tersimpan lama yang dapat
diakses kapan pun.
f. Relationship with reader: kontak atau interaksi dengan pembaca dapat

13
―langsungǁ saat itu juga melalui kolom komentar dan lain-lain.
Dari karakteristik-karakteristik diatas tersirat bahwa jurnalisme online
membutuhkan penanganan yang berbeda dalam penyelenggaraannya dan
dinikmati dengan cara yang berbeda oleh para pengguna atau pemirsanya
ketimbang jurnalisme tradisional.
Dalam jurnalisme tradisional, tata-tutur informasi misalnya, disajikan
secara linear kepada para pembaca atau pemirsanya. Pemirsa atau pembaca
jurnalisme tradisional tidak bisa tidak harus mengikuti urut-urutan informasi
yang telah ditentukan sebelumnya oleh penerbitnya: Dari kisah satu ke kisah
kedua lalu ke kisah ketiga dan seterusnya tanpa bisa melakukan lompatan. Tapi
dalam jurnalisme online, tata-tutur informasi dapat disajikan sedemikian rupa
secara non-linear untuk mengakomodasi 'kebebasan' pengguna atau
pemirsanya: Anda dapat mulai menikmati publikasi online dari kisah terakhir
lalu melompat ke kisah sebelumnya atau ke kisah yang pernah dipublikasi
sekian tahun sebelumnya, bahkan ke sumber informasi yang sama sekali lain di
tengah-tengah proses penikmatan informasi. Apa yang disebut 'kebebasan
memilih' dalam media online, sebetulnya bukanlah sebuah kebebasan pilihan
yang sejati melainkan ilusi memilih; sebab pada dasarnya jurnalis atau penerbit
online telah terlebih dahulu menentukan opsi-opsinya (dalam prakteknya dapat
berupa rujukan dengan menggunakan hyperlink). Inilah salah satu aspek yang
membuat jurnalisme online dapat menyajikan informasi lebih kaya ketimbang
jurnalisme tradisional. Sementara itu, misal yang lain, tampilan akhir dari
produk jurnalisme tradisional lebih banyak ditentukan oleh rancangan dan
bahan yang disediakan oleh penerbitnya; sedangkan pada produk jurnalisme
online, perlengkapan (device) dan preferensi yang diset dan dimiliki oleh
penggunalah yang banyak menentukan tampilan akhir produk sehingga bisa
jadi tampilan produk akhir jurnalisme online berbeda-beda di depan masing-
masing pengguna atau pemirsanya.
Dan sampai saat ini, secara fisik, ukuran-ukuran device yang tersedia
untuk mengakses informasi ke berbagai tempat. Anda dapat menikmati novel
atau koran sambil tiduran, menonton berita TV sambil tidur-tiduran di karpet,

14
atau mendengarkan talk show dari sebuah stasiun radio sambil jalan-jalan
dengan pesawat walkman di saku anda. Itu semua, pada saat ini, tak dapat
dilakukan ketika pemirsa karya jurnalistik online: orang harus duduk di depan
komputer atau membaca teks di layar sempit pesawat selular maupun PDA
(personal Data Assistant) yang mampu-WAP. Meski bukan tidak mungkin di
masa depan akan ditemukan device baru yang akan memberikan kenyaman
yang lebih baik untuk pemirsa informasi secara online. Di luar device
pengguna, jurnalisme online seperti halnya bentuk-bentuk komunikasi lain
yang memanfaatkan media digital online, berhadapan dengan kondisi
infrastruktur yang tersedia dalam jaringan komputer. Besarnya bandwidth,
routing dan kualitas media jaringan komputer juga merupakan variable yang
menentukan kualitas komunikasi antara device pengguna dengan device
penerbit. Di samping sosiologi pengguna sasaran, faktor-faktor yang disebut di
atas merupakan beberapa variable yang harus diperhitungkan dalam mendesain
format tampilan maupun isi serta arsitektur informasi yang akan disajikan.

D. Peran Jurnalis dalam Menyajikan Berita Real-Time


Perkembangan internet yang semakin besar memaksa jurnalisme sebagai
sebuah bentuk industri dan profesi mengalami perubahan dan berdampak pada
segala aspek. Selain itu, cara kerja dari seorang jurnalis pada era digital ini
adalah mencari, mengolah dan menyiarkan berita. Salah satu tantangan terbesar
dalam menghadapi jurnalisme digital adalah saat media mulai menuju pada
proses konvergensi multiskilling, penyatuan konten jurnalistik ke dalam
jurnalisme digital dan juga hubungan antara produsen dan konsumen Selain
jurnalis secara profesional, pada era jurnalisme digital ini juga memungkin
masyarakat atau warga mempunyai peran sebagai seorang jurnalis. Terdapat
dua cara untuk mengumpulkan berita, yaitu:
1. Curative Journalism : pengumpulan berita yang didapatkan dari sumber
lain kemudian diolah dan dikumpulkan menjadi satu tempa

15
2. Hyperlocalization Journalism : berita yang dilaporkan berasal dari satu
tempat atau daerah tertentu sehingga masyarakat juga dapat
menyampaikan suatu berita tertentu, hal ini biasanya juga dikenal sebagai
citizen journalism.
Media sosial diawali dengan hadirnya Friendster dan Myspace, era
Facebook dan Twitter, juga Google Plus, media ini membuat beberapa
perubahan manusia dalam hal berinteraksi, berkomunikasi dan mendapatkan
informasi. Hampir semua kalangan masyarakat dan semua profesi telah
merasakan segala manfaat yang berasal dari penggunaan media sosial ini.
Tidak terkecuali, profesi jurnalis juga sangat diuntungkan dengan kehadiran
media sosial, dimana dunia jurnalisme tidak bisa dipisahkan dari peranan
media sosial. Mulai dari media massa konvensional seperti surat kabar,
majalah, tabloid hingga media massa kontemporer seperti e-paper, dan
facebook.
Jurnalisme membutuhkan media untuk menjadi wadah penyebarluasan
informasi yang terdapat dalam berita. Dan dalam perkembangannya kini,
media massa hadir dengan ragamnya yang semakin bervariasi. Kehadiran
internet semakin menguatkan pendapat bahwa media (dalam hal ini media on-
line) dapat memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan manusia,
termasuk dunia jurnalisme.
Peran jurnalis dalam menyajikan berita real-time harus diawali ketika
memulai proses mencari, mengumpulkan, mengolah sampai menyiarkan berita.
Dalam menjalankan tugas jurnalistik, jurnalis harus berpatokan kepada kode
etik yang berlaku. Kode etik bagi jurnalis adalah panduan atau aturan yang
dipergunakan dalam melakukan tugas jurnalistiknya. Kode etik yang dipakai
saat ini adalah kode etik jurnalistik yang dirumuskan pada tanggal 14 Maret
2006 bertempat di Jakarta dirumuskan Kode Etik Jurnalistik yang dihadiri 29
dari 35 organisasi pers yang diundang, terdiri dari 27 organisasi wartawan dan
2 organisasi perusahaan pers. Pada hal ini menyepakati rumusan mengenai
Penguatan Peran Dewan Pers dan Standar Organisasi Wartawan yang terdiri
dari 11 pasal, lebih banyak 4 pasal dari kode etik sebelumnya menampung

16
lebih lengkap persoalanpersoalan yang berkembang dalam media cetak dan
elektronik. Pemanfaatan media sosial yang digunakan sebagai ide awal
pemberitaan tetapi pada hakekatnya hanya sebatas ide atau informasi awal
karena jurnalis harus tetap melakukan proses peliputan.
Kewajiban mencari kebenaran mengenai informasi yang didapatkan dari
media sosial dengan menjunjung kebenaran dan keabsahan informasi sebelum
disampaikan kepada pendengar ataupun penonton. Jadi ketika jurnalis
mendapatkan sumber informasi yang berasal dari media sosial jangan langsung
dijadikan berita tetapi harus dilakuan check ricek mengenai keabsahan
informasinya. Media sosial yang diasosiasikan dengan online, internet, dan
segala pengembangannya, Facebook,Twitter, Blackberry Mesengger (BBM),
adalah bentuk baru ekspresi dari yang kemudian dijadikan narasumber.
Kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan itu. Bahwa wartawan dituntut
mengetahui bobot atau isi atau mengutip bagian mana atau tentang siapa dari
media sosial, itu sudah dengan sendirinya. Keabsahan informasi bisa jurnalis
dapatkan dengan cara melakukan chek dan recheck kebenaran informasi
dengan cara terjun langsung ke tempat kejadian perkara, ataupun menghubungi
narasumber langsung dengan melakukan wawancara mengenai isu dan topik
pemberitaan yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. Mengadakan
wawancara pada dasarnya merupakan upaya menggali keterangan dari orang
lain.
Kode Etik Jurnalistik yang dipergunakan jurnalis dalam melakukan tugas
jurnalistik khususnya mengenai sumber pemberitaan yang didapatkan dari
media sosial adalah dengan menerapkan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik yang
berbunyi “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah”. Dengan penafsiran “Menguji
informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi
itu”. Peran jurnalis dalam menyampaikan berita di era digital:
1. Kewajiban utamanya adalah meneguhkan kebenaran
2. Loyalitas utamanya ditujukan pada individu/khalayak

17
3. Verifikasi adalah disiplin utama dalam kerangka kerja jurnalis
4. Jurnalis menjunjung independensi dengan menjaga kerahasiaan subjek
yang diliputnya
5. Jurnalis adalah pilar keempat demokrasi yang memonitor kekuasaan secara
independen
6. Jurnalis menyediakan forum untuk kritik dan diskusi publik
7. Jurnalis berupaya untuk tetap signifikan, menarik dan relevan bagi
khalayak
8. Jurnalis berupaya menjaga kualitas beritanya agar tetap komprehensif dan
proporsional
9. Jurnalis berupaya objektif tetapi diizinkan untuk menggunakan hati
nuraninya sebagai manusia

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Era digital dewasa ini menambah keunggulan media untuk
menyajikan pemberitaan yang komersial. Sebab penyebaran melalui
media digital atau media online, dalam pengaturan Dewan Pers
merupakan media siber denga portal berita yang telah diverifikasi dan
legal.Sehingga beritanya dapat dipercaya dan bertanggung jawab.
Konsep jurnalismenya juga mulai berubah mengikuti perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yaitu Internet yang dapat
menyebarkan informasi dengan seketika atau real time. Ini merupakan
dinamika yang paling mutakhir dalam perkembangan jurnaisme media.

B. Saran
Diharapkan pemahaman tentang jurnalisme digital tidak hanya
sebatas jurnalis dapat memanfaatkan berbagai platform digital untuk
menyebarkan informasi. Akan tetapi juga bagaimana jurnalis memburu
informasi untuk diolah menjadi pesan yang akan disebarkannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adzkia, A. R. S. (2015). Praktik Multimedia dalam Jurnalisme Online di Indonesia.


Jurnal Komunikasi, 10(1). Retrieved from
https://journal.uii.ac.id/jurnalkomunikasi/article/view/7489
Anniss, M. (2014). What is a Website and How Do I Use It? New York: Britannica
Educational Publishing.
Barnet, S. (2011). The Rise and Fall of Television Journalism, Just Wires and Lights in a
Box? UK: Bloomsbury Academic.
Gray, J., Chambers, L., Bounegru, L. (2012). The Data Journalism Handbook: How
Journalist Can Use Data to Improve the News. CA: O'Reilly Media, Inc.
Kawamoto, K. (2003). Digital Journalism: Emerging Media and The Changing Horizons
of Journalism. USA: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.

20

Anda mungkin juga menyukai