Anda di halaman 1dari 7

JURNALISME MULTIMEDIA

Resume Jurnal
Disusun untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah jurnalisme multimedia

Oleh

PANJI HARTONO
80800222017

Dosen :

Haidir Fitrah Siagian, M.Si., Ph.D

PROGRAM STUDI MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN


ISLAM PASCA SARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
A. Latar Belakang

Kajian mengenai media (sebagai sarana dari aktifitas komunikasi) di

Perguruan Tinggi/Universitas khususnya pada Departemen/jurusan Ilmu

Komunikasi atau yang serumpun -termasuk jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

(KPI)- terus mengalami kompleksitas seiring dengan kemajuan zaman yang

ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Media

komunikasi yang terus berkembang mulai dari media cetak, media elektronik

(audio, visual dan audiovisual) dan media digital saat ini sangat mempengaruhi

aktiftas komunikasi, termasuk dalam hal ini aktiftas pendistribusian pesan dan juga

resepsi (penerimaan) pesan.

Salah satu aktiftas yang erat kaitannya dengan proses pendistribusian

pesan/informasi adalah aktiftas jurnalistik. Dunia jurnalisme pun tidak luput dari

perubahan-perubahan akibat perkembangan zaman. Aktiftas jurnalisme yang

berkisar pada tiga tahapan atau proses utama yaitu pencarian data/berita,

pengolahan/pengemasan berita, dan pendistribusian/diseminasi informasi juga

terus bertransformsi dan memunculkan satu aktiftas jurnalisme yang disebut dengan

jurnalisme digital. Pergeseran dunia jurnalisme dari jurnalisme konvensional ke

jurnalisme digital adalah konsekuensi nyata dari kemajuan teknologi.

Sebuah jurnal komunikasi yang ditulis oleh Muhammad Ashari 1 membahas

secara khusus mengenai Jurnalisme digital. Tulisan tersebut mencoba untuk

1
Muhammad Ashari, “Jurnalisme Digital : Dari Pengumpulan Informasi Sampai
Penyebaran Pesan” Inter Komunika 4, no. 1 (2019).
menelusuri dinamika yang ada dalam perkembangan konseptualisasi dari

jurnalisme digital.

B. Tanggapan Penulis

Artikel/jurnal mengenai Jurnalisme digital yang ditulis oleh Muhammad

Ashari mencoba untuk menguraikan terkait beragam definisi atau prespektif tentang

jurnalisme digital. fokus pembahasan yang diuraikan dalam jurnal tersebut lebih

menekanan pada aspek teknis -prosedural- dari tiga tahapan kerja jurnalisme seperti

yang telah disebutkan di atas (pencarian berita, pengemasan dan diseminasi

informasi) khususnya tahapan pertama dan terakhir. Jika ingin membuat sebuah

komparasi antara kerja jurnalisme konvensonal dan jurnalisme digital dalam hal

pencarian data/pengumpulan informasi dan juga diseminasi/penyebaran pesan,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jurnalisme Konvensional

Cara pengumpulan informasi yang dilakukan dalam aktifitas jurnalisme

konvensional adalah dengan hadir langsung pada lokasi peristiwa yang dianggap

sebagai lokus dari sumber data yang ingin didapatkan. Pada cara kerja yang

demikian, aktifitas seorang jurnalis melingkupi kegiatan seperti pengambilan

gambar (foto), kemudian melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yang

dianggap penting dan sesuai dengan data yang dibutuhkan.

Adapun proses diseminasi atau penyebaran pesan yang dilakukan pada kerja

jurnalisme konvensional dilakukan melalui media atau platform yang spesifik baik

itu media/platform cetak seperti majalah, koran dan lain-lain ataupun melalui media
audio seperti radio dan juga media audiovisual seperti Televisi. Diseminasi pesan

pada jurnalisme konvensional dapat disebut sebagai diseminasi yang dilakukan

dengan mono-latform.

2. Jurnalisme Digital

Berbeda dengan jurnalisme konvensional, aktifitas jurnalisme digital benar-

benar memanfaatkan fasilitas jaringan internet yang disediakan oleh kemajuan

zaman teknologi. Jika pencarian data/informasi yang dilakukan pada jurnalisme

konvensional mengharuskan keterlibatan langsung seorang jurnalis di TKP (Tempat

Kejadian Perkara), maka pencarian data pada jurnalisme digital dapat dilakuakan

melalui penelusuran data-data yang tersedia dalam jumlah yang cukup banyak pada

media internet.

Proses kerja jurnalisme digital seperti yang disebutkan di atas adalah proses

kerja jurnalis yang menjadikan komputer (termasuk smartphone) yang terhubung

antara satu dengan yang lain melalui jaringan internet sebagai lokus atau TKP untuk

mengumpulkan data-data. Bahkan dipaparkan dalam tulisan Muhammad Ashari

bahwa Perusahaan penyimpanan data-data, yaitu Seagate mencoba melakukan

proyeksi ke depan yakni pada tahun 2025, data digital yang tersimpan di internet

adalah 163 ZB (Zettabyte) atau setara dengan 163 Triliun GB (Gigabyte). Pada

tahun tersebut juga (2025), 75 % populasi dunia akan berinteraksi dengan data

digital satu sama lain. Diuraikan pula bahwa pada tahun yang sama, setiap orang

akan terhubung dengan perangkat komputer sebanyak 4.800 kali perhari. 2 Dari

2
Muhammad Ashari, “Jurnalisme Digital : Dari Pengumpulan Informasi Sampai
Penyebaran Pesan”, h. 11
proyeksi tersebut, semakin tergambar bagaimana pengaruh jaringan internet dalam

meyediakan data-data digital yang cukup banyak untuk dapat dijadikan lokus

pencarian informasi pada kerja-kerja jurnalisme.

Selain proses pencarian data/informasi, proses desiminasi pesan pada

jurnalisme digital juga berbeda dengan diseminasi pesan pada jurnalisme

konvensional. Karakteristik media digital yang merupakan konvergensi dari

beberapa media, maka proses diseminasi pesan pada jurnalisme digital tidak lagi

dilakukan dengan pendistribusian yang bersifat spesifik pada platform tertentu. Jika

pada jurnalisme konvensional, diseminasi informasi dilakukan melalui mono-

platform, maka pada jurnalisme digital, diseminasi informasi dilakukan melalui

multi-platform.

Dalam merepon artikel/jurnal yang ditulis oleh Muhammad Ashari, penulis

ingin menyoroti persoalan yang tidak terlalu disoroti oleh Ashari yaitu terkait

paradigma kerja media yang bersembunyi dibalik aktifitas jurnalisme digital

sebagaimana dipaparkannya. Mengenai paradigma kerja media, Eriyanto

mengklasifikasinya menjadi dua paradigma yaitu paradigma pluralis dan paradigma

kritis.3

Pandangan pluralisme sering juga disebut sebagai paradigma posivistik dan

juga paradigma fungsionalis. Paradigma ini memandang secara “positif” media.

Aktifitas media diyakini sebagai aktifitas yang memiliki fungsi penyaluran

informasi kepada khalayak. Pandangan ini juga meyakini bahwa media dapat

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta : LKis Group,
3

2001) h. 21-46
bekerja secara netral dan mampu melaporkan sebuah peristiwa secara faktual (apa

adanya). Seorang jurnalis/wartawan dalam paradigma ini diandaikan berfungsi

sebagai pelapor yang mampu bersikap netral dari nilai atau keberpihakan pada

kelompok tertentu.

Berbeda dari paradigma pluralis, pandangan paradigma kritis justeru

cenderung memandang aktifitas media secara “negatif”. Jika paradigma pluralis

memandang media pada aspek fungsinya dalam masyarakat, maka paradigma kritis

memandang media justeru sebagai alat untuk meneguhkan dominasi kelas. Media

diandaikan tidak dapat lepas dari nilai atau kepentingan tertentu, sehingga klaim

netralitas media oleh paradigma pluralis disangsikan oleh paradigma kritis.

Tugas seorang wartawan atau jurnalis yang diandaikan sebagai pelapor yang

netral dari nilai atau kepentingan tertentu oleh paradigma pluralis dikritik oleh

paradigma kritis bahwa seorang wartawan/jurnalis sangat sulit atau bahkan

mustahil mampu bersikap netral dari nilai atau kepentingan tertentu. Seorang

wartawan/jurnalis diandaikan tidak dapat mengosongkan isi kepalanya dari

prespektif atau sudut pandang tertentu, sehingga saat melakukan kegiatan pencarian

data atau informasi, termasuk dalam proses pengolahan dan diseminasi informasi,

prespektif tertentu itulah yang akan memandu proses kerja jurnalis. Sehinga

informasi yang didesimanis oleh media dianggap tidak sepenuhnya transparan (apa

adanya) tapi memuat nilai atau kepentingan tertentu.

Jika mengacu pada uraian teoretis mengenai paradigma dari cara kerja

media di atas, maka cara kerja jurnalisme digital yang diuraikan oleh Muhammad

ashari adalah cara kerja jurnalisme dengan paradigma pluralis/fungsionalis.


Kesimpulan tersebut dapat dilihat dari beberapa tilikan yang dituliskan ashari yang

menekankan bahwa seorang jurnalis dalam dunia jurnalisme digital harus memiliki

kecakapan teknis dalam hal penguasaan teknologi, dengan kecakapan tersebut

maka proses jurnalis yang berpusat pada digital dengan memanfaatkan jaringan

internet akan dapat dilaksanakan secara professional sehingga desiminasi

pesan/informasi dalam jurnalisme digital dapat lebih akurat.4

C. Kesimpulan

Proses jurnalisme digital yang diuraikan oleh Muhammad Ashari adalah

uraian deskriptif mengenai proses kerja jurnalis yang berpusat pada media digital.

dalam artikel/jurnal tersebut nampak bahwa uraian mengenai proses kerja jurnalis

digital khususnya pada proses pencarian data/informasi dan juga

desiminasi/penyebaran pesan adalah cara kerja jurnalis yang berpijak pada

paradigma pluralis (bukan paradigma kritis).

Muhammad Ashari, “Jurnalisme Digital : Dari Pengumpulan Informasi Sampai


4

Penyebaran Pesan”, h. 9

Anda mungkin juga menyukai